Anda di halaman 1dari 42

MODUL 2 NYERI PERUT AKUT

SKENARIO

Pasien wanita 20 tahun masuk rumah sakit dengan nyeri perut hebat yang timbul mendadak dirasakan diseluruh bagian perut, disertai perut yang membesar dan mual muntah. Seminggu sebelumnya penderita demam dan dikatakan menderita demam tifoid tapi pasien pulang atas permintaan sendiri. Pasien mengaku sering mengkonsumsi jajanan.

KATA SULIT 1. Mual : Pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medulla yang secara erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah. 2. Muntah : Suatu cara traktus gastro membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastro teriritasi secara luas, sangat mengembang, bahkan terlalu terangsang. 3. Demam tifoid : Suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang ditularkan melalui makanan yang tercemar oleh tinja dan urin penderita.

KATA/ KALIMAT KUNCI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Wanita 20 tahun Nyeri perut hebat yang timbul mendadak Seluruh bagian perut Serta perut membesar Mual dan muntah Seminggu sebelumnya demam Menderita demam tifoid Pulang atas permintaan sendiri Sering mengkonsumsi jajanan

PERTANYAAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi dari system pencernaan! Jelaskan patomekanisme nyeri perut berdasarkan pada scenario! Jelaskan apa yang menyebabkan perut pasien membesar! Bagaimana mekanisme mual dan muntah? Jelaskan mengenai demam tifoid! Jelaskan langkah-langkah diagnosis berdasarkan scenario! Jelaskan mengenai DD!

JAWABAN 1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi dari system pencernaan! Jawaban: ANATOMI SISTEM PENCERNAAN Anatomi system pencernaan dimulai dari cavum oris. Dimana makanan pertama kali masuk, kemudian dilanjutkan masuk ke orofaring laring esophagus gaster intestinum tenue (duodenum jejunum - ileum) intestinum crassum rectum anus

HISTOLOGI & FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN Struktur Histologi Umum Saluran Pencernaan Saluran pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu yang terdiri atas 4 lapisan utama yaitu: lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa. 1. Lapisan mukosa terdiri atas (1) epitel pembatas; (2) lamina propria yang terdiri dari jaringan penyambung jarang yang kaya akan pembuluh darah kapiler dan limfe dan sel-sel otot polos, kadang-kadang mengandung juga kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid; dan (3) muskularis mukosae. 2. Submukosa terdiri atas jaringan penyambung jarang dengan banyak pembuluh darah dan limfe, pleksus saraf submukosa (juga dinamakan Meissner), dan kelenjar-kelenjar dan/atau jaringan limfoid. 3. Lapisan otot tersusun atas: (1) sel-sel otot polos, berdasarkan susunannya dibedakan menjadi 2 sublapisan menurut arah utama sel-sel otot yaitu sebelah dalam (dekat lumen), umumnya tersusun melingkar (sirkuler); pada sublapisan luar, kebanyakan memanjang (longitudinal). (2) kumpulan saraf yang disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang terletak antara 2 sublapisan otot. (3) pembuluh darah dan limfe. 4. Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas (1) jaringan penyambung jarang, kaya akan pembuluh darah dan jaringan adiposa; dan (2) epitel gepeng selapis (mesotel). Rongga Mulut Rongga mulut (pipi) dibatasi oleh epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Atap mulut tersusun atas palatum keras (durum ) dan lunak ( molle ), keduanya diliputi oleh epitel gepeng berlapis. Uvula palatina merupakan tonjolan konis yang menuju ke bawah dari batas tengah palatum lunak.

Rongga mulut

Epitel bibir dalam

Bibir luar

Lidah . Lidah merupakan suatu massa otot lurik yang diliputi oleh membran mukosa. Serabut-serabut otot satu sama lain saling bersilangan dalam 3 bidang, berkelompok dalam berkas-berkas, biasanya dipisahkan oleh jaringan penyambung. Pada permukaan bawah lidah, membran mukosanya halus, sedangkan permukaan dorsalnya ireguler, diliputi oleh banyak tonjolan-tonjolan kecil yang dinamakan papilae. Papilae lidah

merupakan tonjolan-tonjolan epitel mulut dan lamina propria yang diduga bentuk dan fungsinya berbeda. Pharynx. Pharynx merupakan peralihan ruang antara rongga mulut dan sistem pernapasan dan pencernaan. Ia membentuk hubungan antara daerah hidung dan larynx. Pharynx dibatasi oleh epitel berlapis gepeng jenis mukosa, kecuali pada daerah-daerah bagian pernapasan yang tidak mengalami abrasi. Pada daerah-daerah yang terakhir ini, epitelnya toraks bertingkat bersilia dan bersel goblet. Pharynx mempunyai tonsila yang merupakan sistem pertahanan tubuh. Mukosa pharynx juga mempunyai banyak kelenjar-kelenjar mukosa kecil dalam lapisan jaringan penyambung padatnya. Oesofagus Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Oesofagus diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar oesofagea yang mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distal oesofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian tengah, campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel otot lurik.

esofagus cardia

Lambung Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan, mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus ( chyme ). Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut menembus lamina propria, membentuk alur mikroskopik yang dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae . Korpus dan Fundus Lamina mukosa tersusun atas 6 jenis sel yaitu: (1) sel-sel mukus istmus, (2) sel-sel parietal (oksintik), (3) sel-sel mukus leher, (4) chief cells (sel zimogenik), (5) sel-sel argentafin, dan (6) sel-sel yang menghasilkan zat seperti glukagon. Fundus gaster Pilorus Pada pilorus terdapat kelenjar bergelung pendek yang mensekresikan enzim lisosim. Diantara sel-sel mukus ke lenjar pilorus terdapat sel-sel gastrin (G) yang berfungsi mengeluarkan hormone gastrin. Gastrin berfungsi merangsang pengeluaran asam lambung oleh kelenjar-kelenjar lambung. Muskularis mukosae lambung terdiri atas 2 atau 3 lapisan otot yang tegak lurus menembus ke dalam laminan propria. Apabila otot

berkontraksi akan mengakibatkan lipatan pada permukaan dalam organ yang selanjutnya akan menekan kelenjar lambung dan mengeluarkan sekretnya.

Gaster pylorus

Usus Halus Usus halus relatif panjang kira-kira 6 m dan ini memungkinkan kontak yang lama antara makanan dan enzim-enzim pencernaan serta antara hasil-hasil pencernaan dan sel-sel absorptif epitel pembatas. Usus halus terdiri atas 3 segmen: duodenum, jejunum, dan ileum. Membran mukosa usus halus menunjukkan sederetan lipatan permanen yang disebut plika sirkularis atau valvula Kerkringi. Pada membran mukosa terdapat lubang kecil yang merupakan muara kelenjar tubulosa simpleks yang dinamakan kelenjar intestinal (kriptus atau kelenjar Lieberkuhn ). Enzim ini terikat pada mikrovili, menghidrolisis disakarida menjadi monosakarida, sehingga mudah diabsorbsi. Sel-sel kelenjar Brunner mengandung uragastron yaitu suatu hormon yang menghambat sekresi asam klorida lambung. Disamping kelenjar duodenum, submukosa usus halus sering mengandung nodulus limfatikus. Pengelompokkan nodulus ini membentuk struktur yang dinamakan bercak Peyer.

Duodenum

Jejunum

Ileum

Usus Besar. Usus besar terdiri atas membran mukosa tanpa lipatan kecuali pada bagian distalnya (rektum) dan tidak terdapat vili usus. Epitel yang membatasi adalah toraks dan mempunyai daerah kutikula tipis. Fungsi utama usus besar adalah: 1. untuk absorpsi air dan 2. pembentukan massa feses, 3. pemberian mukus dan pelumasan

permukaan mukosa, dengan demikian banyak sel goblet. Lamina propria kaya akan selsel limfoid dan nodulus limfatikus. Nodulus sering menyebar ke dalam dan menginvasi submukosa. Pada bagian bebas kolon, lapisan serosa ditandai oleh suatu tonjolan pedunkulosa yang terdiri atas jaringan adiposa appendices epiploidices (usus buntu). Colon Appendix

Organ Aksessoris Sel-sel endokrin saluran pencernaan . Saluran pencernaan mengandung sel-sel pembentuk polipeptida endokrin (hormon) berikut: sekretin, glukagon, somatostatin, dan peptida menghambat lambung. Kolesistokinin hormon yang dihasilkan oleh mukosa usus halus dan secara fisiologis penting untuk merangsang kontraksi kandung empedu dan sekresi pankreas. Aktivitas sistem pencernaan diawasi oleh sistem saraf dan diatur oleh sistem hormon-hormon. Kelenjar Pencernaan Kelenjar saliva tersusun atas unit-unit morfologik dan fungsional yang dinamakan adenomer. Su. Fungsi kelejar saliva adalah membasahi dan melumasi rongga mulut dan isinya, memulai pencernaan makanan, menyelenggarakan eksresi zat-zat tertentu seperti urea dan tiosianat, dan mereabsorpsi natrium dan mengeksresi kalium. Fungsi utama pankreas adalah menghasilkan enzim-enzim pencernaan yang bekerja dalam usus halus dan mengeksresi hormone insulin dan glukagon ke dalam aliran darah. 1. Kelenjar Parotis Kelenjar parotis merupakan kelenjar asinosa bercabang, bagian sekretorisnya terdiri atas sel-sel seromukosa. Granula-granula sekresinya kaya akan protein dan memiliki akitivitas amylase. 2. Kelenjar Submandibularis (Submaxilaris) Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar tubuloasiner bercabang. Bagian sekretorisnya tersusun atas sel-sel mukosa dan seromukosa. 3. Kelenjar Sublingualis Kelenjar sublingualis merupakan kelenjar tubulo-asiner bercabang. Histofisiologi kelenjar saliva Fungsi saliva adalah membasahi dan melumasi makanan dilakukan oleh air dan glikoprotein. Saliva pada manusia terdiri atas sekresi kelenjar

parotis (25%), submandibularis (70%), dan sublingualis (5%). Amilase saliva berperan dalam pencernaan amilum (karbohidrat). Pankreas Pankreas tersusun atas bagian eksokrin dan endokrin. Bagian endokrin terdiri atas pulau Langerhans, dan bagian eksokrin terdiri atas kelenjar asiner, maka disebut bagian asini pankreas. Sel asiner pankreas merupakan sel serosa, dan memilki sifat memsintesis protein. Setelah disintesis dalam bagian basal sel, maka proenzim selajutnya meninggalkan retikulum endoplasma kasar dan masuk apparatus Golgi. Hati (Hepar) Hati merupakan organ terbesar dari tubuh, setelah kulit, terletak dalam rongga abdomen di bawah diafragma. Sebagian besarnya darahnya (sekitar 70%) berasal dari vena porta. Melalui vena porta, semua zat yang diabsorpsi melalui usus mencapai hati kecuali asam lemak, yang ditranspor melalui pembuluh limfe.

Hepar Kandung Empedu Kandung empedu merupakan organ berbentuk buah pear berongga yang melekat pada permukaan bawah hati. Ia berhubungan dengan duktus koledokus melalui duktus sistikus. Dinding kandung empedu terdiri atas lapisan-lapisan berikut: 1. Lapisan mukosa yang terdiri dari atas epitel toraks dan lamina propria. Lapisan mukosa mempunyai lipatan-lipatan yang khususnya nyata pada kandung mepedu yang kosong. Mikrovili sering terdapat pada daerah apikal. Dekat duktus sistikus, epitel mengalami invaginasi ke dalam lamina propria, membentuk kelenjar tubulo-asiner dengan lumen yang luas.

Vesica Fellea

Sumber: Sherwood, Fisiologi Manusia Dari Sel ke System, edisi 6 De fiore, Atlas Histologi, edisi 11 Sobotta, Atlas Anatomi Manusia, edisi 2

2. Jelaskan patomekanisme nyeri perut berdasarkan pada scenario! Jawaban: Dari scenario diketahui bahwa seminggu sebelum mengalami nyeri perut hebat, mual muntah serta perut yang membesar penderita demam dan dikatakan bahwa mengalami demam tifoid namun perawatan dihentikan atas permintaan penderita. Maka menurut scenario gejala perut membesar dapat dikaitkan dengan demam tifoid. Masuknya kuman Salmonella typhi dan salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sistem pertahanan normal tubuh terhadap patogen yang tertelan antara lain adalah 1. Cairan lambung yang asam, 2. Lapisan mucus kental yang menutupi usus, 3. Enzim litik pancreas dan deterjen empedu, 4. Sekresi antibody immunoglobulin A (IgA). Antibody IgA dibuat oleh sel B yang terletak dalam jaringan limfoid terkait mukosa (mucosa-associated lymphoid tissue, MALT) yang ditutupi oleh satu lapis sel epitel mucus yang disebut sel M. sel M penting untuk transportasi antigen ke MALT dan untuk mengikat dan atau menyerap berbagai pathogen usus, termasuk Salmonella typhi. Sehingga bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterium untuk masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakterimia (infeksi yang menyebar melalui darah) pertama yang asimtomatik. Dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia kedua dengan disertai tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus. Sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang terulang kembali, karena makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka

saat fagositosit kuman Salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, sakit perut, koagulasi. Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan ( Salmpnella typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Beberapa komplikasi serius juga dapat terjadi pada demam tifoid seperti: perdarahan usus, perforasi usus, pankreasitis, hepatomegali,

spleenomegali, peritonitis, miokarditis. Perforasi usus, terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Sehingga dapat disimpulkan pembesaran perut dapat diakibatkan karena adanya udara bebas di abdomen diakibatkan perforasi dapat pula diakibatkan karena hepatomegali akibat degenerasi dan nekrosis hepatosit sebagai kompensasi daripada sel-sel spesifik yang menginfeksi.

Sumber: Kumar. Cotran. Robbins. Buku ajar patologi, edisi 7, volume 1. Jakarta: EGC,2007. Buku ajar ilmu penyakit internapublishing,2009. dalam, edisi V, volume 3. Jakarta:

3. Jelaskan apa yang menyebabkan perut pasien membesar! Jawaban: Dari scenario diketahui bahwa seminggu sebelum mengalami nyeri perut hebat, mual muntah serta perut yang membesar penderita demam dan dikatakan bahwa mengalami demam tifoid namun perawatan dihentikan atas permintaan penderita. Maka menurut scenario gejala perut membesar dapat dikaitkan dengan demam tifoid. Masuknya kuman Salmonella typhi dan salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sistem pertahanan normal tubuh terhadap patogen yang tertelan antara lain adalah 1. Cairan lambung yang asam, 2. Lapisan mucus kental yang menutupi usus, 3. Enzim litik pancreas dan deterjen empedu, 4. Sekresi antibody immunoglobulin A (IgA). Antibody IgA dibuat oleh sel B yang terletak dalam jaringan limfoid terkait mukosa (mucosa-associated lymphoid tissue, MALT) yang ditutupi oleh satu lapis sel epitel mucus yang disebut sel M. sel M penting untuk transportasi antigen ke MALT dan untuk mengikat dan atau menyerap berbagai pathogen usus, termasuk Salmonella typhi. Sehingga bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterium untuk masuk ke dalam sirkulasi darah mengakibatkan bakterimia (infeksi yang menyebar melalui darah) pertama yang asimtomatik. Dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia kedua dengan disertai tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermitten ke dalam lumen usus. Sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang terulang kembali, karena makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosit kuman Salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, sakit perut, koagulasi. Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan ( Salmpnella typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis

jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Beberapa komplikasi serius juga dapat terjadi pada demam tifoid seperti: perdarahan usus, perforasi usus, pankreasitis, hepatomegali, spleenomegali, peritonitis, miokarditis. Perforasi usus, terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda ileus. Bising usus melemah dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas di abdomen. Pada foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan. Faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur berkisar 20-30 tahun, lama demam, modalitas pengobatan, morbilitas penderita. Sedangkan Hepatomegali adalah kerusakan hati akibat nekrosis yang disebabkan toksin atau reaksi imunologik dan akibat degenerasi yakni pembekakan dan edema hepatosit akibat penimbunan bahan spesifik misalnya deposisi pigmen empedu. Sehingga dapat disimpulkan pembesaran perut dapat diakibatkan karena adanya udara bebas di abdomen diakibatkan perforasi dapat pula diakibatkan karena hepatomegali akibat degenerasi dan nekrosis hepatosit sebagai kompensasi daripada sel-sel spesifik yang menginfeksi.

Sumber: Kumar. Cotran. Robbins. Buku ajar patologi, edisi 7, volume 1. Jakarta: EGC,2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit internapublishing,2009. Dalam, edisi V, volume 3. Jakarta:

4. Bagaimana mekanisme mual dan muntah? Jawaban: Mual muntah Patofisiologi Muntah merupakan koordinasi berbagai system organ seperti neural, humoral, otot somatic dan aktivitas otot lambung. Tidak seperti muntah yang masih dapat terjadi

pada keadaan eserebrasi, mual membutuhkan aktivitas di daerah korteks serebri tertentu. Muntah dapat terjadi sebagai hasil stimulasi struktur susunan saraf pusat dan perifer. Pada saraf pusat yaitu : Area postrema permukaan dorsal dari meulla di aspek kaual dari ventrikel ke empat disebut Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ). Area lainnya sebagai activator muntah di system saraf pusat terdapat pada nuclei vestibularis di batang otak melalui jalur indepenen menuju are postrema menyebabkan muntah.

Sistem perifer sebagai salah satu jalur pencetus muntah dimulai dari transmisi saraf aferen di lambung. Substansi seperti salisilat, enterotoksin stafilokokus, an distensi ari lambung berpotensi menyebabkan muntah. Mekanisme Stimulasi (iritasi)

Saraf Sensoris

Pusat muntah (CTZ)

Berinspirasi dalam

Naiknya tulang lidah dan larynx

Penutupan epiglottis untuk mencegah makanan masuk ke paru

pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior

Otot-otot abdomen dan diafragma berkontraksi

Gerakan peristalsis terbalik mulai terjadi dan menyebabkan isi usus mengalir balik ke dalam lambung serta menimbulkan distensi lambung

Lambung mendorong diafragma kea rah kavum toraks sehingga terjadi kenaikan tekanan intratorakal

Tekanan ini memaksa sfingter esophagus bagian atas untuk terbuka, glottis menutup, dan palatum molle menyekat nasofaring

Tekanan tersebut juga memaksa isi lambung melewati sfingter untuk disemburkan keluar melalui mulut.

Sumber: Buku Gastroenterologi, Sujono Hadi Buku patofisiologi, Price & Wilson.

5. Jelaskan mengenai demam tifoid! Jawaban:

DEMAM TIFOID

Definisi Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri ditandai dengan demam insidious yang berlangsung lama, sakit kepala, badan lemah, anoreksia, bradikardi rekative, serta splenomegali. (James Chin, 2006) Demam adalah penyakit sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella Thypy dan Salmonella Parathypy yang masuk ke dalam tubuh manusia. Dan merupakan kelompok penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. (Djoko Widodo, 2006)

A.

Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi, S. paratyphi grup A, B dan C. Demam yang disebabkan oleh S. typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi S. paratyphi.

B.

Penularan Orang biasanya menderita penyakit ini setelah memakan atau meminum makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh kotoran (feses) yang mengandung S. typhi. Penularan terjadi melalui saluran cerna dengan tertelannya Salmonella, kemudian bakteri berkolonisasi dan menembus epitel dan menginfeksi folikel limfoid di usus halus (Peyeri Patches). Patogenitas bergantung pada faktor jumlah kuman, keasaman lambung dan virulensi dengan menyebarnya kuman melalui duktus torasikus ke sirkulasi sistemik. Infeksi sistemik dapat melibatkan berbagai organ, termasuk hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, paru, susunan saraf pusat, dan berbagai organ lain. Patofisiologi Masuknya Salmonella typhi (bakteri paktogen yang mengeluarkan endotoksin), ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunnitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke KGB mesentrika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ RES tubuh terutama hati dan limpa. Hati dan limfa merupakan penghasil leukosit, karena ada gangguan di RES sehingga leukosit sedikit terbentuk. Di organ-organ ini sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi drah lagi menyebabkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman bisa masuk dan keluar kedalam kandung empedu (bertahan berbulan-bulan/tahun disebut carier), berkembang biak, dan bersama cairan empedu di ekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikelurkan melalui D.

C.

feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi. Mediator inflamasi menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular. Mediator infalamasi bisa menyebar secara hematogen ke paru dan menimbulkan batuk. Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi. Perforasi usus halus ini tidak menyebabkan rasa sakit karena di usus halus tidak ada saraf nyeri. E. Gambaran klinis Anoreksia Rasa malas Sakit kepala bagian depan Nyeri otot Lidah kotor Gangguan perut (perut kembung dan sakit)

F. Komplikasi 1. Komplikasi intestinal Perdarahan usus Perforasi usus Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstraintestinal Kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis. Darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.

Paru: penuomonia, empiema dan peluritis. Hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis. Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis. Tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis. Neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis, polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia Pemeriksaan Penunjang

G.

Laboratorium: 1. Leukopenia, eosinofilia (tidak khas) 2. Kultur empedu (+) : darah pada minggu I (pada minggu II mungkin sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III 3. Reaksi widal (+) : titer 1/160. Biasanya baru positif pada minggu II, pada stadium rekonvalesen titer makin meninggi 4. Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S. typhi dengan Tubex TF cukup akurat dengan 5. Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M H. Penatalaksanaan Non medika mentosa: 1. Rawat inap/bed rest total Bila curiga dehidrasi, konstipasi, asupan makanan kurang harus segera di rawat inap. Tindakan ini di lakukan supaya menghindari komplikasi.

2. Nutrisi Diberikan nasi, tidak perlu diberikan makanan lunak karena dapat memanjakan usus. Diet rendah serat. Makanan cukup kalori dan protein. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas, karena dapat menyebabkan distensi usus. 3. Keseimbangan air dan elektrolit Berikan air untuk melancarkan BAB yang keras. Hindari pencahar, karena dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna

Medika mentosa : 1. Antibiotik Pengobatan etiologi dilakukan dengan pemberian antibiotik. Antibiotik terpilih adalah golongan sefalosporin generasi ketiga, yaitu seftriakson dengan dosis 4 gram dalam dekstrosa 100cc diberikan jam perinfus sekali sehari selama 5 hari. Antibiotik lainnya yang biasa diberikan yaitu Kloramfenikol Tiamfenikol Kotrimoksazol Ampisilin dan amoksisilin Golongan fluorokuinolon 2. Antiemetik Dapat diberikan sesuai dengan gejala pada pasien. Yang bias diberikan misalnya domperidon dengan dosis 10 mg, 3 kali sehari. 3. Rehidrasi Diberikan infus Ringer laktat + dektrosa 5 %. I. Pencegahan Preventif dan kontrol penularan Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan kasus luar biasa demam tifoid. Seaca garis besar ada tiga strategi pokok untuk memutuskan transmisi tifoid yaitu : 1. Identifikasi dan eradikasi Salmonella thypy 2. Pencegahan transmisi langsung dari pasien terinfeksi salmonella thypy 3. Proteksi terhadap orang yang beresiko terinfeksi

Sumber: Sudoyo, Aru W. dkk.2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: internal publishing.

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga Medical Series. 6. Jelaskan langkah-langkah diagnosis berdasarkan scenario! Jawaban: a. Anamnesis: Menanyakan identitas pasien Menanyakan keluhan utama pasien: Nyerinya sudah berapa lama? Dibagian mana? Apakah terdapat pada bagian tubuh lainnya? Apakah terjadi berulang-ulang? Apakah nyerinya seperti di tusuk-tusuk? Di bakar? Atau kram? Apa yang membuatnya lebih baik atau buruk? Sejak kapan perut anda membesar? Sudah berapa lama anda mual dan muntah? Apa warnanya? Apakah berbau busuk? Seberapa sering? Bagaimana dengan BAB dan BAKnya? Menanyakan riwayat obat Menanyakan riwayat keluarga Menanyakan riwayat kebiasaan b. Pemeriksaan fisis Inspeksi : Melihat adanya tanda-tanda bekas operasi, kemungkinan adhesi, hernia, distensi kemungkinan adanya obstruksi. Pada posisi supine dapat dilihat posisi tidur dari pasien yang merasakan nyeri hebat pada abdomen. Auskultasi : Bising usus (normal) Suara bruit (yang menandakan adanya kelainan vascular) Hilangnya bising usus (yang menandakan ileus paralitik) Bising usus metalik sound (indikasi obstruksi mecanica) Palpasi : Nyeri tekan Nyeri lepas Ada massa Perkusi :

Pada hati Pada limpa Pada abdomen

c. Pemeriksaan penunjang Laboratorium : pemeriksaan laboratorium yang rutin perlu antara lain, pemeriksaan darah perifer dan urin. Pemeriksaan laboratorium lain yang dilakukan antara lain, amylase, lipase, elektrolit, gula darah, dan ureum kreatinin. Gula darah dan ureum kreatinin berguna untuk menilai keadaan status cairan dan asam basa pasien, fungsi ginjal dan keadaan metabolic. Radiologi : Foto polos abdomen CT. scan USG Sumber: Buku Ajar Dasar-Dasar Diagnostik, Mark H. Swartz. Hal. 239 Buku Ajar Gastroenterologi, Sujono Hadi. Hal. 65 Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1. Hal. 474

7. Jelaskan mengenai DD! Jawaban: A. Perforasi Usus Perforasi usus halus dapat berupa perforasi bebas atau terbatas. Perforasi bebas terjadi ketika isi usus halus keluar secara bebas kedalam rongga abdomen, menyebabkan terjadi peritonitis difuse misalnya perforasi duodenum. Perforasi terbatas terjadi peradangan akut menyebabkan perlekatan dengan organ sekitar sehingga terbentuk abses (penetrasi ulkus duodenum ke pankreas). Pada anak-anak cedera pada usus halus dengan trauma tumpul jarang terjadi, insidensinya 1-7%. Pada orang dewasa, perforasi ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering terjadi dari pada perforasi ulkus gaster. Secara keseluruhan angka kematian cukup tinggi, sekitar 20-40% dikarenakan komplikasi seperti syok septik dan kegagalan organ multiple. ETIOLOGI 1. Trauma tajam abdomen seperti pada luka tusuk oleh pisau.

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Usus halus paling sering cedera pada rongga intra abdominal karena bentuknya yang melingkar di abdomen dan menempati daerah rongga peritoneal. Trauma tumpul abdomen. Trauma berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas, sindrome pemakaian sabuk pengaman. Obat-obatan seperti aspirin, non steroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs), dan steroid. Adanya kondisi pencetus seperti ulkus peptikum, apendisitis akut, divertikulitis akut. Apendisitis akut, penyebab paling sering perforasi usus halus pada pasien lanjut usia. Cedera usus halus berhubungan dengan endoskopi. Infeksi bakteri.Infeksi bakteri seperti demam tifoid bisa menyebabkan perforasi usus halus sekitar 5%. Perforasi usus halus oleh keganasan intra abdominal. Substansi kimia.Masuknya substansi kimia secara kebetulan atau disengaja bisa menyebabkan perforasi akut usus halus dan peritonitis. Benda asing bisa menyebabkan perforasi esophagus, lambung dan usus halus dengan infeksi intra abdominal, peritonitis, dan sepsis. (4)

PATOFISIOLOGI PERFORASI BEBAS Pelepasan cairan asam lambung atau duodenum ke dalam rongga peritoneal disebut fase peritonitis kimiawi. Jika kebocoran tidak ditutup maka partikel makanan ikut masuk dalam rongga peritoneal dan menjadi tempat berkembang biak bakteri disebut peritonitis bakterial. Pasien dapat bebas dari gejala untuk beberapa jam diantara PERFORASI LOKALISATA Adanya bakteri dalam rongga peritoneal merangsang sel inflamasi akut. Peradangan akut hebat menginduksi perlekatan dengan organ sekeliling dan omentum melokalisasir daerah inflamasi dengan membentuk phlegmon. Hipoksia yang timbul pada daerah tersebut menyebabkan tumbuhnya bakteri anaerob dan kelemahan aktivitas bakterisidal dari granulosit. Aktivitas fagositosis granulosit meningkat, degradasi sel, cairan di jaringan interstitial hipertonik membentuk abses, efek osmotik jaringan interstitial tinggi menyebabkan perpindahan banyak cairan ke daerah abses kemudian terjadi pembesaran abses abdominal. Jika tidak diobati bisa terjadi bakteremia, sepsis generalisata, kegagalan organ multiple dan terjadi syok.

MANIFESTASI KLINIS Riwayat 1. 2. 3. 4. Trauma tajam atau tumpul pada bagian abdomen Konsumsi aspirin, NSAIDs, atau steroid, sebagian terjadi pada pasien lanjut usia Riwayat pengobatan ulkus peptikum Nyeri abdomen : Onset, durasi, lokasi, karakteristik. (4) Pemeriksaan fisik Tanda vital Pemeriksaan abdomen 1. Inspeksi : terdapat luka eksternal/tidak, pola pernafasan pasien, pergerakan abdomen ketika bernafas, distensi abdomen dan perubahan warna (pada pasien perforasi ulkus peptikum, pasien berbaring kaku biasanya dengan fleksi pada lutut dan abdomen keras seperti papan) 2. Palpasi : berupa nyeri tekan, nyeri ketok dan nyeri lepas, serta kekakuan dinding perut. Takikardia, demam, dan kekakuan abdomen bisa dicurigai sebagai peritonitis. 3. Perkusi : shifting dulnes untuk adanya cairan/darah dan bila ada udara bebas terdapat perubahan suara pekak hati. 4. Auskultasi : bising usus pada peritonitis umum tidak ada. DIFFERENSIAL DIAGNOSA 1. 2. 3. 4. 5. Ulkus peptikum Pankreatitis akut Kolesistitis Apendisitis akut Demam tifoid PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Darah lengkap 2. Kultur darah untuk organisme aerobik atau anaerobik. 3. Pencitraan :

a. Radiografi adalah pilihan pertama untuk membantu diagnosa perforasi usus halus. Dengan foto polos abdomen 3 posisi (tegak/setengah duduk, supine/terlentang, left lateral decubitus). b. USG (Ultrasonografi) 1. Dapat diketahui lokalisasi kumpulan gas yang berhubungan dengan perforasi. 2. Dapat diketahui lokasi perforasi. 3. Selain itu bisa juga mengevaluasi hati, limpa, pankreas, ginjal, ovarium, adrenal, uterus. c. Laparaskopi Signifikan untuk memutuskan dilakukan operasi pada pasien dengan nyeri abdomen akut. TERAPI 1. Bedah (Laparotomi Eksplorasi) a. Memperbaiki kelainan anatomi b. Memperbaiki penyebab peritonitis c. Untuk membuang benda asing pada rongga peritoneal yang dapat memungkinkan pertumbuhan bakteri seperti feses, makanan, empedu, sekresi gaster atau intestinal, darah. 2. Medikamentosa Untuk mengurangi infeksi setelah operasi dan pada pasien infeksi intra peritoneal dan septikemia. a. Metronidazole, biasanya di kombinasi dengan aminoglikosida, bisa untuk gram negatif dan anaerobik. b. Gentamisin, untuk gram negatif. c. Cefotetan dan cefoxitin generasi kedua cephalosporin. d. Cefoferazone sodium, generasi ketiga cephalosporin. KOMPLIKASI

1. Abses abdominal yang terlokalisasi. 2. Peritonitis. 3. kegagalan organ multiple dan syok septik. a. Septikemia didefinisikan sebagai proliferasi bakteri kedalam aliran darah menghasilkan manifestasi sistemik seperti rigor, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia, takikardia, dan kolaps sirkulasi. b. Syok septik berhubungan dengan kombinasi dari beberapa dibawah ini: 1. Peningkatan permeabilitas kapiler. 2. Kerusakan endothelium kapiler. 3. Hilangnya volume darah sirkulasi. 4. Depresi miokardial dan syok. c. Infeksi pada gram negatif biasanya lebih buruk prognosisnya daripada gram positif, karena gram negatif bisa menimbulkan endotoksemia. 4. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan elektrolit dan pH. 5. Perdarahan mukosa gastroinstestinal. biasanya berhubungan dengan kegagalan organ multiple dan berhubungan dengan defek pada mukosa lambung. 6. Obstruksi instestinal mekanik. Sering terjadi setelah operasi disebabkan perlekatan setelah operasi. PROGNOSIS Resiko kematian meningkat pada : 1. Usia tua 2. Penyakit yang menyertai 3. Malnutrisi 4. Adanya komplikasi lanjut.

Sumber: Sabiston.1995. Buku Ajar Bedah Bagian 1. EGC. Jakarta. Hal : 192; 241-242 Sjahriar Rasad. 1990. Radiologi Diagnostik. FK UI. Jakarta. Hal : 256-257. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC. Jakarta. Hal : 544.

http :// www.Emedicine.com/med/topic 2822.htm. Instestinal Perforation. 2006. http :// www. Adam. com/democontent/hie/ency/article/000235.htm. B. PERITONITIS a. Pengertian Peritonitis adalah keadaan akut abdomen akibat peradangan sebagian atau seluruh selaput peritoneum parietale ataupun viserale pada rongga abdomen. Peritonitis seringkali disebabkan dari infeksi yang berasal dari organ-organ di cavum abdomen. Penyebab tersering adalah perforasi dari organ lambung, colon, kandung empedu atau apendiks. Infeksi dapat juga menyebar dari organ lain yang menjalar melalui darah. Etiologi Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar.

b.

c.

Patofisiologi Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada pemukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkandehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri.Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen (meningkatkan aktivitas inhibitor aktivator plasminogen) dan sekuestrasi fibrindengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.Pembentukan abses

1.

pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme tubuhyang melibatkan substansi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemenkompartemen yang kita kenal sebagai absesAnamnesis Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan. Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual damuntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Inspeksi Pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended. Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen, Auskultasi Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal. Palpasi Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif. Bagian anterir dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif.

2.

Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Perkusi Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi. Pemeriksaan Penunjang Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri yang difus pada lipatan peritoneum di kavum doglasi kurang memberikan informasi pada peritonitis murni; nyeri pada satu sisi menunjukkan adanya kelainan di daeah panggul, seperti apendisitis, abses, atau adneksitis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis. Colok dubur dapat pula membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus, karena pada paralisis dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampula biasanya kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi untuk kemungkinan kelainan pada alat kelamin dalam perempuan. Uji laboratorium tertentu dilakukan, antara lain nilai hemoglobin dan hemotokrit, untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau dehidrasi. Hitung leukosit dapat menunjukkan adanya proses peradangan. Hitung trombosit dan dan faktor koagulasi, selain diperlukan untuk persiapan bedah, juga dapat membantu menegakkan demam berdarah yang memberikan gejala mirip gawat perut. Kadang-kadang, aspirasi cairan dengan jarum (peritoneal fluid culture) dapat digunakan untuk pemeriksaan laboratorium. Foto Rontgen. Pencitraan diagnostik yang perlu dilakukan biasanya foto abdomen 3 posisi (supine, upright and lateral decubitus position) untuk memastikan adanya tanda peritonitis, udara bebas, obstruksi, atau paralisis usus. USG Pemeriksaan ultrasonografi sangat membantu untuk menegakkan diagnosis kelainan hati, saluran empedu, dan pankreas.

KOMPLIKASI Prinsip umum dalam menangani infeksi intraabdominal ada 4, antara lain: (1) Kontrol infeksi yang terjadi (2) Membersihkan bakteri dan racun (3) Memperbaiki fungsi organ (4) Mengontrol proses inflamasi Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut peritonitis. Penatalaksanaan peritonis meliputi, antara lain: 1. Pre Operasi Resusitasi cairan Oksigenasi NGT, DC Antibiotika Pengendalian suhu tubuh 2. Durante Operasi Kontrol sumber infeksi Pencucian rongga peritoneum Debridement radikal Irigasi kontinyu Ettapen lavase/stage abdominal repair 3. Pasca Operasi Balance cairan Perhitungan nutrisi Monitor vital Sign Pemeriksaan laboratorium Antibiotika

Sumber : Buku ajar ilmu bedah. Pengarang : R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Ed.2. Jakarta: EGC, 2004. Buku patofisologi, silvia

C. ILEUS PARALITIK

DEFINISI Ileus paralitik (adynamic ileus) sering diidentikkan dengan ileus yang terjadi lebih dari tiga hari (72 jam) sesudah suatu tindakan operasi dan merupakan salah satu spektrum disfungsi traktus gastro intstinal postoperatif. Namun demikian sering juga salah disebut sebagai keadaan pseudoobstroction (ogilvie syndrome) karena sebenarnya berbeda, dimana ileus paralitikus melibatkan semua bagian usus sedangkan pseudo-obstruction hanya terbatas pada kolon (ileus kolonik). Keadaan batas pada kolon (ileus kolonik). Keadaan ileus paralitik terjadi karena adanya hipomotilitas usus tanpa disertai adanya obstruksi mekanik dan keadaan paralitik pasca operasi umumnya membaik setelah 24 jam pada usus halus, 24-48 jam pada lambung, dan 48-72 jam pada kolon. ETIOLOGI Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi pasca operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra peritoneal, dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen. Penyebab lain dari ileus paralitik antara lain, sepsis, obat-obatan (seperti opioid,anti depresan, antasida), metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia, hiponatremia, anemia, dan hipoosmolalitas), infark miokard, pneumonia, komplikasi diabetes, trayma (misal, fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma kepala atau prosedur-prosedur bedah saraf, inflamasi intraabdominal dan peritonitis, dan gematoma retroperitoneal. PATOGENESIS Mengetahui fungsi-fungsi usus halus dan kolon mungkin membantu memahami patogenesis dari ileus paralitikus (Tabel 1). Fungsi dari usus halus adalah absorpsi dengan adanya villi dan microvilli yang membuat permukaan absorpsi hampir seluas lapangan tenis dan kurang melibatkan enzim-enzim pencernaan. Pada keadaan makan terjadi gerakan mencampur dan propulsi dari usus halus. Gerakan mencampur memberi kesempatan makanan untuk kontak dengan villi, sedangkan gerakan propulsi merupakan gerakan yang lemah namun lebih kuat pada bagian proksimal daripada distal. Pada keadaan puasa terjadi gerakan yang lambat, ritmik, mengalir yang disebut migrating

motor complex dan hanya terjadi pada lambung dan usus halus. Kolon berperan mengabsorbsi air dan elektrolit dan menahan feses hingga siap dikeluarkan. Terjadi gerakan mencampur dan propulsi dengan gerakan mencampur lebih dominant pada bagian kolon proksimal, sedangkan gerakan propulsi didominasi kolong bagian distal. Patogenesis ileus paralitik kompleks dan multifaktorial (Tabel 2). Tabel 1. Perbandingan Fungsi Usus Halus dengan Usus Besar Variabel Fungsi umum Usus halus Absorbsi, digesti Usus besar Absorbsi air dan elektrolit, menyimpan fese 48-72 jam

Absorbsi Waktu yang Hanya sebentar diperlukan untuk mengembalikan fungsinya setelah operasi Saraf Parasimpatik (SP) Regulasi ekstrinsik(meningkatkan motilitas) Terdapat junction adanya

Reulasi ekstrinsik (meningkatkan motilitas)

Saraf Simpatik (SS)

gap Tidak dijumpai adanya gap junction SS, SP

Struktur Sistem Saraf SSI, SS, SSP Intrinsik (SSI) Ketergantungan sistem saraf Gerakan, saat makan Mencampur, syncytium Migrating (MMC) ritmik,

dan Mencampur dan menggerakkan massa

Gerakan, saat puasa

motor

complex Tidak ada MMC

Tabel. 2 Kemungkinan Mekanisme Ileus Paralitikus Pasca Operasi Mekanisme Sistem Saraf Otonom Sistem Saraf Usus Hormon-hormon neuropeptida Inflamasi Faktor-faktor yang terlibat Jalur inhibisi simpatik Substansi P, Nitric oxide dan Vasoactive intestinal peptide;corticotropin releasing factors ligand;calcitonin gene-related peptid ligand Makrofag dan infiltrasi netrofil;sitokin-sitokin, mediator inflamasi lain Anestesi umum Opioid

Anestesi Narkotika

MANIFESTASI KLINIK Konsekuensi klinis ileus paralitik pasca operatif cukup besar, karena akan menimbulkan keluhan-keluhan nyeri dan rasa tak nyaman di perut, dengan atau tanpa muntah, katabolisme yang meningkat karena nutrisi oral terbatas, imobilasi, komplikasi pulmoner yang meningkat, dan kebutuhan rawat inap yang lebih lama. Spektrum klinis ileus meliputi distensi abdomen, suara usus minimal atau negatif, pasase feses atau flatus yang terlambat. Pemeriksaan laboratorium hanya untuk mengevaluasi proses infeksi, gangguan metabolik dan elektrolit yang menyertai. Foto polos abdomen akan menunjukkan gambaran ileus yang berupa dilatasi usus halus dan kolon karena gas dalam usus yang berlebihan. Dengan enteroklisis zat kontras pada ileus paralitik harus mencaoai caecum dalam 4 jam. Apabila melebihi waktu tersebut perlu dicurigai adanya ileus obstruksi mekanik. PENATALAKSANAAN Sebagian besar kasus ileus postoperatif membaik hanya dengan terapi suportif saja. Obatobat prokinetik juga tidak menunjukkan bukti perbaikan ileus. Pemberian cairan elektrolit untuk hidrasi perlu diberikan, sedangkan pemasangan nasogastric tube tidak didukung data-

data penelitian yang menunjukkan bahwa pemasangan nasogastric tube mempercepat perbaikan ileus, sehingga hanya dilakukan pada kasus-kasus yang selektif saja, seperti distensi abdomen yang berlebihan atau muntah yang terus menerus. Tabel 3. Perbandingan Manifestasi Klinis Tiga Tipe Ileus Ileus paralitik Pseudo-obstruction Simptom Nyeri perut ringan, Kram perut, kembung, mual, konstipasi, mual, muntah, konstipasi muntah , anoreksia Pemeriksaan fisik Suara usus negatif Borborymi, timpanik, (silent abdomen), gelombang distensi, timpanik peristaltik, suara usus hipoaktif atau hiperaktif, distensi, nyeri lokal Foto polos rontgen

Obstruksi mekanik Kram perut, konstipasi, mual, muntah, anoreksia Borborygmi, gelombang peristaltik, suarsuara ususpitch tinggi (metallic sound), distensi, nyeri lokal Dilatasi usus halus Dilatasi terbatas Loop-loop seperti dan besar, elevasi pada usus besar, busur berpola diafragma diafragma meninggi seperti tangga, sedikitnya gas pada kolon distal dari lesi, diafragma meninggi sedikit, air fluid level

- Pengobatan dan Terapi Medis Pemberian anti obat antibiotik, analgetika,anti inflamasi Obat-obatan narkose mungkin diperlukan setelah fase akut Obat-obat relaksan untuk mengatasi spasme otot Bedrest - Konservatif Penderita dirawat di rumah sakit. Penderita dipuasakan Kontrol status airway, breathing and circulation. Dekompresi dengan nasogastric tube. Intravenous fluids and electrolyte Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan - Operatif Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis. Operasi

dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi. Laparatomi Adanya strangulasi ditandai dengan adanya lokal peritonitis seperti takikardia, pireksia (demam), lokal tenderness dan guarding, rebound tenderness. Nyeri lokal, hilangnya suara usus lokal, untuk mengetahui secara pasti hanya dengan tindakan laparatomi.

Sumber : Rani, Aziz. Buku ajar Gastroenterohepatologi Edisi I. 2011. Jakarta pusat: Interna Publishing www. Medicastore.com

D. PANKREATITIS

Defenisi Pankreatitis adalah proses inflamasi dimana enzim pankreas autodigest kelenjar. Kelenjar terkadang menyembuhkan tanpa gangguan fungsi atau perubahan morfologis, proses ini dikenal sebagai pankreatitis akut. Pankreatitis juga dapat kambuh sebentar-sebentar, berkontribusi terhadap hilangnya fungsional dan morfologi kelenjar, serangan berulang yang disebut sebagai pankreatitis kronis. Etiologi Lama konsumsi alkohol dan penyakit batu empedu menyebabkan kebanyakan kasus pankreatitis akut, namun etiologi lain banyak dikenal. Pada 10-30% kasus, penyebabnya tidak diketahui, meskipun penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 70% kasus pankreatitis idiopatik adalah sekunder untuk microlithiasis empedu. Epidemiologi Umumnya, pankreatitis akut mempengaruhi laki-laki lebih sering daripada perempuan. Pada laki-laki, etiologi lebih sering berhubungan dengan alkohol, pada wanita, hal ini lebih sering berkaitan dengan penyakit saluran empedu. Pankreatitis idiopatik tidak memiliki kegemaran yang jelas untuk kedua jenis kelamin. Tingkat rawat inap pasien dengan pankreatitis akut per 100.000 penduduk adalah 3 kali lebih tinggi untuk orang kulit hitam dibandingkan kulit putih. Perbedaan ras yang lebih jelas bagi laki-laki daripada perempuan. Risiko untuk Amerika Afrika berusia 35-64 tahun adalah 10 kali lebih tinggi

dibandingkan kelompok lain. Afrika Amerika berada pada risiko yang lebih tinggi dibandingkan kulit putih dalam kelompok usia yang sama. Patofisiologi Pankreas adalah kelenjar yang terletak di perut bagian atas posterior. Hal ini bertanggung jawab untuk produksi insulin (pankreas endokrin) dan pembuatan dan sekresi enzim pencernaan (pankreas eksokrin) yang mengarah ke karbohidrat, lemak, dan metabolisme protein. Sekitar 80% dari berat kotor pankreas mendukung fungsi eksokrin, dan 20% sisanya terlibat dengan fungsi endokrin. Pankreatitis akut dapat terjadi ketika faktor-faktor yang terlibat dalam mempertahankan homeostasis seluler tidak seimbang. Kejadian awal mungkin sesuatu yang melukai sel asinar dan merusak sekresi butiran zymogen, contoh termasuk penggunaan alkohol, batu empedu, dan obatobatan tertentu. Saat ini, tidak jelas apa acara pathophysiologic memicu terjadinya pankreatitis akut. Hal ini diyakini, bagaimanapun, bahwa kedua faktor ekstraselular (misalnya, respon saraf dan pembuluh darah) dan faktor intraseluler (misalnya, pencernaan aktivasi enzim intraseluler, meningkatkan kalsium sinyal, dan heat shock protein aktivasi) berperan. Gejala klinis nyeri perut yang hebat pada epigastrium / terlokalisisr di kanan perut / quadran kiri atas / seluruh perut nyeri persisten, berlangsung berhari-hari, cenderung menjalar ke punggung muntah-muntah (pada kasus yang berat), syok takikardi demam

Pemeriksaan penunjang Laboratorium : amilase serum meningkat (1000 Somagi U/100 ml) clearence amilase meningkat leukositosis bilirubin, fosfatase alkali meningkat hiperglikemia gangguan elektrolit

Radiologi: Radiografi perut memiliki peran yang terbatas dalam pankreatitis akut. Ginjal-ureterkandung kemih (KUB) radiografi dengan pasien dalam posisi tegak terutama dilakukan

untuk mendeteksi udara bebas di perut, menunjukkan viskus berlubang, seperti yang akan terjadi dalam ulkus, menembus duodenum berlubang. Dalam beberapa kasus, proses inflamasi dapat merusak struktur peripancreatic, sehingga tanda cut-off usus, loop sentinel, atau ileus. Kehadiran kalsifikasi dalam atau di sekitar pankreas dapat mengindikasikan pankreatitis kronis. Pemeriksaan fisik Terdapat kenaikan suhu sekitar 39oC, tetapi tidak pernah melebihi 40oC. Pada penderita berat, nadi terraba lebih cepat dari 100/menit, volume nadi menurun, tensi menurun, kulit penderita menjadi dingin dan lembab. Dinding perut terlihat tegang, mula-mula di epigastrium, kemudian menjalar keseluruh perut dan terjadilah nyeri tekan. Ditemukan defens muskular di perut atas atau seluruh dinding perut, yang menunjukan adanya peritonitis lokalosata atau difus. Adanya massa di epigastrium terdapat pada 10-20% dari penderita. Pada auskultasi biasanya terdapat peristaltik normal. Tetapi pada kurang lebih 20% penderita peristaltik khusus terdengar makin berkurang atau menghilang, terutama pada penderita nekrose yang berat. Pada penderita yang dalam keadaan kritis, mungkin terjadi perubahan warna kulit : ada pucat, kebiru-biruan sampai bercak kuning kecoklatan karena ekimose. Hal tersebut mungkin dapat dijumpai di daerah pinggang, yaitu apa yang disebut tanda Grey turner. Atau juga dapat terlihat disekitar umbilikus yang disebut tanda cullen yang biasanya baru terlihat pada hari kelima dari permulaan penyakit. Pengobatan Nyeri : HCl Pethidin 100gr/6 jam Koreksi elektrolit dan keseimbangan cairan Pasang sonde lambung Sulfa atrofin mg Antibiotik Makanan per-oral ditunda sampai tidak ada tanda-tanda akut

Komplikasi Diabetes melitus Efusi pleura Ensefalopati Abses peritonium Pankreatitis fulminan

sumber: Buku Gastroenterologi, Sujono Hadi. Hal. 818 Emedicine.medscape.com E. APENDISITIS

DEFENISI Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering KLASIFIKASI Klasifikasi Apendisitis ada 2, yaitu : 1. Apendisitis Akut, dibagi atas : a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah. Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi : - Sembuh - Kronik - Perforasi - Infiltrat 2. Apendisitis Kronis, dibagi atas : a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring dimana biasanya ditemukan pada usia tua. ETIOLOGI a. Obstruksi lumen apendiks yang disebabkan oleh: 1) Fekalit (feses yang mengeras) adalah penyebab tersering yang mengakibatkan obstruksi. 2) Oleh karena sebab lain termasuk: - Limfoid hipertrofi - Cacing di intestinal

- Kanker sekum b. Sekresi mukosa apendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan inflamasi pada apendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada kondisi yang diikuti oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang diikuti oleh obstruksi lumen. GEJALA KLINIS - Nyeri/Sakit perut Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga nyeri visceral dirasakan pada seluruh lapangan perut (tidak pin-point). Mula-mula daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apabila telah terjadi inflamasi (>6jam) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatic

Gambar 2: Gejala Khas pada Apendisitis

Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi appendix, distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendx yang mengalami peradangan. Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang bersifat hilang timbul seperti kolik yang dirasakan didaerah umbilicus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. - Muntah (rangsangan visceral), akibat aktivasi nervus vagus Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendicitis akut, Bila hal in tidak ada maka diagnosis appendicitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomtus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan appendix dekat dengan vesika urinaria. Obstipasi Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum.

Demam (infeksi akut) Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,538,50C.Tetapi bila suhu lebih tnggi, diduga telah terjadi perforasi.

PATOFISIOLOGI Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60% kasus berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum. Hiperplasi limfatik penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua.

Gambar Patofisiologi terjadinya Appendicitis PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan fisik - Inspeksi Penderita berjalan membungkuk sambil memegang perut yang sakit, kembung(+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses. - Palpasi Nyeri tekan (+) Mc. Burney Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melhat mimic wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tibatiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam dititik Mc Burney. Defens muskuler(+) karena rangsangan m.rektus abdominis Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapanagn abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Rovsing sign

Penekanan perut sebelah kiri terjadi nyer sebelah kanan, karena tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang meradang (somatic pain). Rovsing sign adalah nyeri abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang djalarkan karena ritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

Psoas sign Pada appendix letak retroceacal, karena rangsangan peritoneum Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada appendix. Ada 2 cara memeriksa: 1) Aktif: Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan articulation coxae kanan atau nyeri perut kanan bawah. 2) Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, nyeri perut kanan bawah.

Gambar : Pemeriksaan Psoas Sign Obturator sign Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulation coxae pada posis terlentang terjad nyeri (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan appendix terletak pada daerah hipogastrium. Gambar : Pemeriksaan Obturator Sign

- Perkusi Nyeri ketuk (+) - Auskultasi Peristaltik normal, peristaltic (-) pada ileus paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendicitis perforasi. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tdak terdengar bunyi peristaltik usus.

Pemeriksaan Lab - Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan predominan neutrofil. Jumlah normal sel darah putih tidak dapat menyingkirkan adanya apendisitis. - Urinalisis kadang menunjukkan adanya sel darah merah. - LED meningkat. Pemeriksaan Radiologi - Abdominal X-Ray : Pada appendicitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu. Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. - Ultrasonography : Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG. Pada kasus appendicitis akut akan nampak adanya : 1.Adanya struktur yang aperistaltik, blind-ended, keluar dari dasar caecum. 2. Dinding apendiks nampak jelas, dapat dibedakan. 3. Diameter luar appendix lebih dari 6 mm. 4. Adanya gambaran target 5. Adanya appendicolith / fecalith. 6. Adanya timbunan cairan periappendicular 7. Tampak lemak pericaecal echogenic prominent. - CT Scan : Diameter appendix akan nampak lebih dari 6mm, ada penebalan dinding appendiks, setelah pemberian kontras akan nampak enhancement gambaran dinding appendix.

PENATALAKSANAAN 1. Apendiktomi adalah terapi utama 2. Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai: a. Pre operative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan. b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa komplikasi apendisitis - Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus apendisitis ruptur atau dengan abses. - Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis rupture dengan peritonitis diffuse. Terapi pilihan satu-satunya : Pembedahan ( Apendektomi) - Pada apendisitis akut, segera lakukan apendektomi. - Pada appendisitis dengan abses atau phlegmon, d i a n j u r ka n u n t u k drainase abses dan appendektomi dilakukan 6-10 minggu kemudian. - Pada appendisitis dengan perforasi, perlu dilakukan laparotomi/pembedahan. KOMPLIKASI Beberpa komplikasi yang dapat terjadi : a. Perforasi b. Peritonitis c. Massa Periapendikuler

Sumber : Ansari P. Appendicitis in Acute Abdomen and Surgical Gastroenterology, The Merck Manual Professional. Available from http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch011/ch011e.html. Craig S. Appendicitis. Medscape, last updated July 13, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/773895overview#showall. Humes DJ., Simpson J. Acute appendicitis in BMJ volume 33. Goodman PE. Appendicitis in Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide, Companion Book, McGraw Hill, 2001. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical practice fourteenth edition. 1991. International edition; W.B. Saunders Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study 2nd edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London, Sydney. S u g a n d i . W, R e f e r a t A p p e n d i s i t i s , S u b B a g i a n B e d a h D i g e s t i f , F k UNPAD-RSHS; Bandung. 2005

Anda mungkin juga menyukai