dalam darah dan urin. Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat fatal. Pada pankreatitis berat, enzim pankreas, bahan vasoaktif dan toksik keluar dari saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang pararenal anterior, pararenal posterior, lesser sac, dan peritoneum. Bahan ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang bisa menimbulkan penyulit seperti kehilangan cairan berprotein, hipovolemia, dan hipotensi. Bahan tersebut masuk melalui sirkulasi umum (jalur getah bening retroperitoneal dan jalur vena) mengakibatkan penyulit sistemik (gagal napas, gagal ginjal, dan kolaps kardiovaskular) Klasifikasi Pankreatitis Akut Pankreatitis Kronik Klasifikasi tersebut disempurnakan lagi berdasarkan symposium di Atlanta, Georgia, yang lebih berorientasi klinis, yaitu: Pankreatitis Akut. Ditandai gagal organ dengan adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO 60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin >2 mg/dL) dan perdarahan saluran cerna atas (>500 mL/hari). Adanya nekrosis, pseudokista atau abses juga berperan dalam beratnya pankreatitis. Pankreatitis Interstisial dan Pankreatitis Nekrosis, keduanya bisa dibedakan dengan CT Scan Abdomen. Secara klinis, pankreatitis nekrosis lebih berat dibanding pankreatitis interstisial, dan disertai gagal organ yang lebih lama, risiko tinggi untuk infeksi dan mortalitas. Pankreatitis dapat merupakan episode tunggal atau berulang. Tergantung beratnya peradangan dan luasnya nekrosis parenkim, dibedakan menjadi: Pankreatitis Akut Interstisial. Terdapat nekrosis lemak di tepi pankreas dan edema interstisial; biasanya ringan dan self limited Pankreatits Akut Nekrosis. Bisa setempat atau difus; terdapat korelasi antara derajat nekrosis pankreas dan beratnya serangan serta manifestasi sistemik. Faktor yang menentukan beratnya pankreatitis akut sebagian masih belum diketahui. Pada 80% kasus pankreatitis akut, jaringan yang meradang masih hidup (pankreatitis interstisial), sisanya 20% mengalami nekrosis pankreas atau nekrosis peripankreas yang merupakan komplikasi berat dan mengancam jiwa. Nekrosis peripankreas diduga akibat aktivitas lipase pankreas pada jaringan lemak peripankreas; sedang penyebab nekrosis pankreas adalah multifaktor (kerusakan mikrosirkulasi dan efek langsung enzim pankreas pada parenkim pankreas)
Pada pankreatitis interstisial dapat menunjukkan toksisitas sistemik yang jelas (gagal napas), umumnya self limited bila tidak terdapat nekrosis pankreas. Bila terdapat nekrosis pankreas, kerusakan bersifat permanen, karena adanya enzim pankreas, toksin, dan timbulnya infeksi sekunder Etiologi Batu bilier Infeksi (tifus, DBD, leptospirosis, askaris, apendisitis akut, sepsis, virus) Idiopatik Trauma Tukak peptik Obstruksi saluran pankreas oleh fibrosis atau konkrema Penyakit metabolik (hipertrigliseridemia, hiperlipoproteinemia, hiperkalsemia, diabetes, gagal ginjal, hemokromatosis, pankreatitis herediter) Kehamilan Obat (tiazid, furosemid, azatioprin, steroid, isoniazid, tetrasiklin, salazopirin, asparginase, indometasin)
Patogenesis Dalam keadaan normal pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim digestifnya sendiri. Enzim pankreas (enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase, elastase) dan fosfolipase A) disintesis sebagai zimogen inaktif dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptik secara enzimatik. Sedangkan enzim pankreas lainnya (amilase dan lipase) disintesis dalam bentuk inaktif dan disimpan dalam butir zimogen sehingga terisolasi oleh membran fosfolipid dalam sel asini Aktivasi enzim dicegah oleh inhibitor dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan serum. Dalam proses aktivasi enzim, tripsin memegang peranan penting yang mengaktivasi yang terlihat pada proses autodigesti. Hanya lipase yang tidak tergantung tripsin. Aktivasi zimogen secara normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Adanya aktivasi dini enzim dalam pankreas menyebabkan autodigesti pankreas. Adanya mekanisme aktivasi dini enzim ini antara lain adanya refluks isi duodenum dan refluks cairan empedu, aktivasi sistem komplemen, stimulasi, dan sekresi enzim berlebih. Isi duodenum merupakan campuran enzim pankresas aktif, asam empedu, lisolesitin dan lemak yang teremulsi. Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas, meningkatkan aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin dan asam lemak, serta menginduksi spontan sejumlah kecil tripsinogen. Perfusi asam empedu ke dalam duktus pankreatikus menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan struktural yang jelas
Alkohol. Pengaruhnya ke pankreatitis akut mungkin efek toksik alkohol yang langsung pada orang tertentu dengan kelainan enzimatik yang tidak diketahui. Teori lain adalah merangsang sfingter oddi sehingga terjadi spasme dan meningkatkan tekanan di saluran bilier dan saluran dalam pankreas, merangsang enzim pankreas sehingga terjadi pankreatitis. Alkohol juga mengurangi inhibitor tripsin (fungsi inhibitor pankreas, lihat atas), mengakibatkan sekresi pankreas pekat sehingga terbentuk small protein plugs yang menyebabkan obstruksi saluran pankreas. Penyakit Saluran Empedu. Batu empedu yang terjepit pada ampula vater/sfingter oddi atau adanya mikrolitiasis (mengandung kolesterol monohidrat, kalsium bilirubinat, kalsium karbonat) dapat mengakibatkan pankreatitis akut karena refluks cairan empedu ke dalam saluran pankreas. Pengobatan dengan asam ursodeoksikolat atau tindakan kolesistektomi atau sfingterotomi per endoskopik mengurangi insidensi pankreatitis akut rekuren. Obat bisa mengakibatkan hipersensitivitas atau terbentuknya metabolik yang toksik Penyakit metabolik, misal Hipertrigliseridemia dapat memicu pankreatitis akut, mungkin karena efek toksik langsung lemak pada sel pankreas; tapi pada pasien hipertrigliseridemia dan pankreatitis akut adalah alkoholik, dan kelainan lemak diakibatkan sekunder oleh alkoholisme Patologi Terdapat dua bentuk anatomis utama yaitu: Pankreatitis Akut Interstisial. Secara makroskopik pankreas membengkak secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan, bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar karena adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran pankreas diisi bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus. Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik. Secara makroskopik, tampak nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai perdarahan dan inflamasi yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, tampak abses dan timbulnya bakteri di jaringan nekrosis yang berdinding (abses purulen). Secara mikroskopik, adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong infiltrat yang meradang dan berdarah. Pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi perivaskular, vaskulitis, dan trombosis pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini lebih fatal dibanding pankreatitis akut interstisial Gejala Klinis Gejala pankreatitis akut dapat ringan sehingga ditemukan konsentrasi enzim pankreas dalam serum atau dapat menjadi berat dan fatal. Rasa nyeri timbul tiba-tiba di epigastrium (tersering), kadang agak ke kiri atau kanan; rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, perut dan abdomen bawah; terus-menerus, makin bertambah dan berhari-hari; bisa disertai mual-muntah serta demam; kadang terdapat tanda kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan pernapasan.
Pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan perut bagian atas karena rangsangan peritoneum, tanda peritonitis, adanya massa pada bagian pankreas yang membengkak dan infiltrat radang, meteorismus abdomen pada 70-80% kasus pankreatitis akut. Suhu tinggi menunjukkan kemungkinan kolangitis, kolesistitis, atau abses pankreas. Ikterus pada sebagian kasus, kadang asites seperti sari daging dan mengandung amilase dan efusi pleura pada sisi kiri. Kelainan Laboratorium Kenaikan enzim amilase dan atau lipase serum, leukositosis, fungsi hati yang terganggu, hiperglikemia. Penurunan kalsium dan kolesterol serum. Penyulit Penyulit lokal: pseudokista, abses dan peradangan pankreas, fistel, stenosis duodenum, ikterus obstruktif, asites sebagai akibat gangguan getah bening karena proses peradangan. Penyulit umum: sepsis dan gangguan napas pada paru, gangguan kardiovaskular dengan renjatan, gangguan saraf pusat, tanda steatonekrosis lokal atau umum, perdarahan saluran cerna akibat nekrosis duodenum atau kolon, gangguan ginjal dan metabolik (hiperglikemia, hipokalsemia). Diagnosis Terdapat nyeri perut bagian atas, timbul tiba-tiba dan didapat: a. Kenaikan amilase serum atau urin yang tinggi ataupun nilai lipase dalam serum sedikitnya harga normal tertinggi; b. Atau gambaran USG yang sesuai dengan pankreatitis akut Pemeriksaan laboratorium bertujuan: Menegakkan diagnosis Mengetahui berat ringan penyakit Memantau perjalanan penyakit Untuk mengikuti terapi Melacak penyakit Mengevaluasi fungsi sisa pancreas
Diagnosis Banding Ditujukan pada penyakit dengan nyeri di perut bagian atas, meliputi kolik batu empedu, kolesistitis akut, kolangitis, gastritis akut, tuka peptik dengan atau tanpa perforasi, infark mesenterial, aneurisma aorta yang pecah, pneumoni bagian basal, obstruksi usus akut dengan strangulasi, infark miokard dinding inferior, kehamilan ektopik yang pecah, serangan akut yang porfiria, kolik ginjal, vaskulitis pada SLE, periartritis nodosa.
Prognosis Spektrum klinis pankreatitis akut luas dari ringan yang bisa sembuh sendiri sampai fulminan, yang menimbulkan kematina dan refrakter terhadap semua pengobatan. 1.Menurut kriteria prognostik Ranson Saat masuk RS Usia >55 tahun Lekosit >16000/mL Gula darah >200 mg% Dficit basa >4 mEq/L LDH serum >350 UI/L AST >250 UI/L Penurunan hematokrit >10 % Sekustrasi cairan >4000 mL Hipokalsemia <1.9 mMol (8 mg%) PO2 arteri <60 mmHg BUN meningkat >1.8 mmol/L (>5 mg%) setelah pemberian cairan i.v. Hipoalbuminemia <3.2 g% Selama 48 jam perawatan Bila terdapat 3 pada kriteria Ranson, pasien dianggap menderita pankreatitis akut berat 2.Penggunaan skor APACHE II >12 (Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation) 3.Cairan peritoneal hemoragik 4.Indikator penting Hipotensi <90 mmHg atau takikardia >130/menit PO2 <60 mmHg Oligouria <50 mL/jam atau BUN, kreatinin meningkat metabolik/Ca serum <8 mg% atau albumin serum <3.2 g% Pengobatan Untuk menghentikan proses peradangan dan autodigesti atau menstabilkan sedikitnya keadaan klinis. Pada 90% kasus, cara konservatif berhasil dengan baik dan 10% masih terjadi kematian, terutama pada pankreatitis hemoragik berat dengan nekrosis subtotal atau total sehingga perlu tindakan bedah. Pada pankreatitis bilier dilakukan kolangiografi retrograd secara endoskopi dan papilotomi endoskopi untuk mengeluarkan batu empedu. Diperlukan data dan pengetahuan mengenai keputusan konservatif atau tindakan bedah. USG, terutama CT Scan Abdomen dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.
Terapi Konservatif. analgesik kuat, misal petidin, pentazokin pankreas diistirahatkan dengan dipuasakan diberikan nutrisi parenteral total (cairan elektrolit, nutrisi, cairan ptotein plasma) penghisapan cairan lambung. Mencegah gastrin tidak masuk duodenum yang merangsang pelepasan enzim pankreas. pemasangan pipa nasogastrik. Untuk dekompresi bila tredapat ileus paralitik, mengendalikan muntah, mencegah aspirasi antibiotik. Bila terdapta panas 3 hari penghambat reseptor H2 atau penghambat pompa proton (mungkin) bermanfaat untuk mencegah tukak stres dan antasid, bila sebelumnya terdapat dispepsia Tindakan Bedah Bila dicurigai adanya infeksi dari pankreas nekrotik tau infeksi, terbukti dari aspirasi dengan jarum halus atau ditemukan udara pada pankreas/peripankreas pada CT scan. Tindakan bedah juga dilakukan bila penyakit sudah berjalan beberapa waktu (>2-3 minggu perawatan intensif) bilamana timbul penyulit (pseudokista, abses, fisitel, ileus, ikterus, perdarahan hebat retroperitoneal/intestinal). Tindakan bedah dilakukan dengan laparotomi dan nekrossektomi, diikuti dengan strategi membuka abdomen atau lavase pasca bedah terus-menerus dan nekrosektomi dengan prosedur invasif minimal. Referensi Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC Price S. A., Wilson L. M., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC