Anda di halaman 1dari 12

DISENTRI BASILAR

Pendahuluan Disentri basilar atau Shigellosis adalah Suatu infeksi akut radang colon yang disebabkan kuman genus shigella. Ada 4 species Shigella yaitu S.dysentriae, flexneri, bondii dan sonnei. Penyakit ini, kadang kadang bersifat serius sekali. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit ini kemana-mana. Secara klinis mempunyai tanda tanda sebagai berikut: 1. Diare 2. Adanya lendir dan darah dalam tinja 3. Perut sakit dan tenesmus Epidemiologi Sekurangnya 140 juta kasus dan hanya 600000 kematian terjadi akibat disentri basilar di mana mana di seluruh dunia, tetapi kebanyakan ditemukan di negara-negara yang kesehatan lingkungannya masih kurang. Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari 150000 kasus yang dilaporkan ke Centres for Disease Control {CDC}. Di Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun {1990-1992} tercatat di catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus disebabkan disentri basilar, 17 choleriform. sedang berkembang,

Cara Infeksi Ditularkan secara oral melalui air, makan, lalat yang tercemar oleh kotoran pasien. Secara endemik pada daerah tropis penyebaran melalui air yang tercemar oleh lalat, dan pembawa hama {carrier}. Untuk menemukan carrier diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil shigella mudah mati. Untuk diperlukan tinja yang baru. Kelainan Anatomis Basil disentri tidak ditemukan di luar rongga usus dan tidak merusak selaput lendir disebabkan oleh toksin kuman. Lokasi usus yang terkena adalah usus besar dan dapat mengenai seluruh usus besar, dengan kelainan yang terberat biasanya di daerah signoid, sedang pada ileumhanya di temukan hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapiu biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limpoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat, tetapi tak pernah berbentuk ulkus bergaung {seperti pada disentri ameba}. Selaput lendir yang rusak ini mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumes usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum.

Keluhan

dan Gejala Klinis

Masa tunas penyakit ini berlangsung dari beberapa jam sampai 3 hari, jarang lebih dari 3 hari. Mulai terjangkit sampai timbulnya berlangsung cepat, sering secara mendadak, tetapi dapat juga timbul perlahan lahan. Gejala yang timbul bervariasi : defeksi sedikit sedikit dan dapat terus- menerus, sakit perut dengan rasa kolik dan mejan, muntah- muntah, sakit kepala. Sifat kotoran mulanya sedikit sedikit sampai isinya terkuras habis, selanjutnya pada keadaan ringan masih dapat mengeluarkan cairan, sedangkan bila keadaan berat tinja berlendir dengan warna kemerah merahan ( red currant jelly ) atau lendir yang bening dan berdarah. bersifat biasa. Secara mikroskopik didapatkan sel sel nanah. Sel- sel darah putih/ merah, sel makrofag yang besar, kadang-kadang dijumpai entamoeba coli. Suhu badan bervariasi dari rendah tinggi,nadi cepat , dan ganbaran sel sel darah tepi tidak mengalami perubahaan . Bentuk klinis dapat bermacam- macam dari ringan, sedang sampai yang berat.Bentuk yang berat (fulminating cases) :biasanya disebabkan oleh S.dysentirae.Berjangkitnya cepat, berak- berak seperti air, muntah-muntah, suhu badan subnormal,cepat terjadi dehidrasi,renjatan septik,dan dapat meninggal bila tidak cepat di tolong. Kadang-kadang gejalanya tidak khas dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan. Pada kasus fulminating ini gejala-gajalanya timbul secara mendadak dan berat, dengan pengelaran tinja yang banyak berlendir dan berdarah serta ingin berak yang terus menerus.Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi.Muka menjadi

berwarna

kebiruan,

ekstremitas

dingin,

dan viskositas darah

meningkat (hemokonsentrasi). Sakit perut terutama dibagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Didaerah anus terjadi luka dan nyeri, kadang-kadang timbul prolapas. Bila ada hemorid yang biasanya tidak timbul akan menjadi mudah muncul keluar. Suhu badan tidak khas biasanya lebih tinggi dari 39 C tetapi bisa juga subnormal. Nadi cepat dan halus,muntah-muntah dan cegukan jarang. Nyeri otot dan kejang kadang-kadang ada. Perkembangan selanjutnya berupa keluhan keluhan keluhan yang bertambah berat, keadan umum memburuk,inkontinensia urin dan alfi, gelisah, tapi kesadaran masih tetap baik, kelainan-kelainan menjadi berat. Kematian biasanya terjadi karena ganguan sirkulasi,anuria, dan komauremik.Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Anka ini bertambah pada keadan malnutrisi,dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-perlahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama ; penyembuhan yang cepat jarang terjadi. Bentuk yang sedang : keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah /lendir. Bentuk yang ringan: keluhan-keluhan / gejala tersebut di atas lebih ringan. Bentuk yang menaun : terdapat serangan seperti bentuk akut secara menahun. Bentuk ini jarang sekali bila mendapat pegobatan yang baik.

Gambaran Endoskopi. Gambaran endoskopi, memperlihatkan mukosa hemoragik dengan mukosa yang terlepas dan ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian lesi berada di bagian distal kolon dan secara progesif berkurang di segmen proksimal usus besar.

Komplilasi dan Gejala Sisa Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basilar, terjadi pada pasien yang berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi oleh S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien denga keadan gizi yang jelek. Misalnya bakteremia, relatif di Amerika Serikat jarang terjadi, tetapi Dacca, Bangladesh anka bakteremia ini mencapai 8 % dari pasien disentri basilar yang dirawat di rumah sakit. Dengan adanya bakteremia, akan menyebabkan angka kematian yang tinggi pada pasien yang berumur kurang dari 1 tahun. Faktor lain yang memperberat bakteremia di Amerika Serikat yaitu apabila pasien yang menderita disentri basilar ini adalah pasien dengan acguired immunodeficency syndrome (AIDS). Komplikasi lain disentri basilar oleh infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah Hemolytic uremic syndrome (HUS). Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basilarnya , pada saat disentri basilarnya mulai membaik. Tanda tanda HUS dapat berupa oliguria,penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat

dengan gagal jantung. Dapat pula dengan HUS ini, terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari 50.000 permikro liter) , trombositopenia (30.000-100.000 trombosit per mikro liter). Juga dapat timbul hiponatremia dan hipoglikemia berat. Bisa pula timbul gejala susunan saraf pusat, termasuk disini keluhan ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh. Selanjutnya pada disentri basilar,dapat timbul komplikasi berupa artritis, yang biasanya timbul pada masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Kelainan ini dapat terjadi pada kasus yang ringan; cairan sinovial sendi mengandung leokosit polimorfo nuklaer. Penyembuhan dapat sempurna dan bentuk pernanahan tidak pernah terjadi, sedang keluhan artrisit ini dapat berlangsung sampai berbulan-bulan. Stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus menyembuh ; bahkan dapat pula terjadi obstruksi,walawpun hal ini jarang terjadi. Neuritis perifer jarang terjadi,biasanya timbul setelah serangan S. dysentriae yang toksik. Iritis atau iridoksiktis biasanya timbul bersama dengan artritis. Peritonitis karena feroras jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi. Sedangkan perforasi yang terjadi pada beberapa tempat mempunyai angka kematian yang tinggi Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid. Diagnosis banding Diagnosis banding disentri basilar ialah radang kolon yang disebabkan oleh kuman enterohemoragik dan enteroinvasif E.coli,

Campylobacter jejuni, Salmonella entereditis serotipe, Yersinia enterocolitica, histolytica. Diagnosis banding yang tidak berhubungan dengan infeksi yaitu Colitis ulcerativa atau Crohns colitis. Diagnosis Dengan cara khusus Pemeriksaan lain yang dapat membantu untuk menegakkan diagnosis disentri basilar ialah pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman penyebab juga untuk ameba dan kista ameba serta biarkan hapusan (rectal swab). Pada stadium lanjut dilakukan pengerokan daerah sigmoid untuk pemeriksaan sitologi (sigmoidoskopi). Aglutinasi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua dengan maksimum pada hari keenam. Pada S. dysentriae aglutinasi dinyatakan positif pada pengenceran 1/50, dan pada S. flexneri aglutinasi antibodi sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai. Prognosis Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah. Pengobatan Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi, dan pada kasus yang berat diberikan antibiotik atau sulfonamid. Clostridium difficile dan protozoa Entamoeba

a.

Cairan dan Elektrolit Penyebab utama kematian ialah dehidrasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara intravena sangatlah penting sesuai seperti tata laksana terhadap gastroenteritis dengan dehidrasi disebabkan kolera. Jumlah cairan yang diberikan bergantung pada derajat dehidrasi. Untuk menentukan derajat dehidrasi dipergunakan patokan : Memperhatikan keadaan umum pasien Sistem angka Daldiyono (scoring system) Menentukan berat jenis plasma Diet Diberikan makanan lunak sampai berat berak kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

b.

c.

Pengobatan Spesifik Timbulnyaresisten Shigella terhadapa sulfanomid dan antibiotik cepat sekali, dan kuman resisten ini dapat tersebar luas. Penyeledikan di Vietnam sejak tahun 1969 1973 menemukan 981 strain Shigella dari 13943 pasien yang resisten terhadap tetraksiklin, oksitetrasiklin, novobiosin dan kloramfenikol, tapi masih sensitif terhadap sterptomisin. Tahun 1975 dilaporkan terjaninya wabah di Teluk Bengal oleh Shigella dysentriae type 1 (shigella-basiller) kloramfenikol, yang resisten dan terhadap obat tetrasiklin, sensitif streptomisin sulfonamid, tetapi

terhadap ampisilin, kanamisin, gentamisin. Situasi pada tiap wabah penyakit ini menimbulkan resistensi yang berbeda-beda, karena itu pada wabah sebaiknya disiapkan obat khusus yang hanya diberikan pada pasien-pasien yang

gawat. Sangat ideal bila pada setiap kasus dilakukan uji resistensi terhadap kuman penyebabnya, tetapi tindakan ini akan mengakibatkan pengobatan dengan anti bakteri jadi tertunda. Obat-obat antibakteri tidak diberikan pada disentri basilar yang ringan. Pemakaian sulfanomid sebaiknya ditujukan pada pasien yang berat. Sulfaguanidin mempunyai sifat lambat diserap, dampakny keracunan rendah dan tidak menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dosis inisial dipergunakan sebesar 0,1 g/kg BB kemudian disusul 0,05 g/Kg BB setiap 4 jam hingga kurang dari 5 kali sehari, dan dilanjutkan setiap 8 jam hingga berat normal selama 2 hari. Sulsinilsufatiazol (sulfasuksidin) dan ftalilsulfatiazol (sulfatalidin) dapat dipergunakan dengan dosis seperti di atas. Pemakaian sulfonamid yang mudah larut seperti sulfadiazin dengan dosis 100 mg/kg BB tiap hari hingga berat kurang dari 5 kali sehari. Bahaya kristalisasi terutama terjadi pada pasien yang mengalami dehidrasi. Gambaran resistensi kuman terhadap obat yang dapat berubah dari suatu waktu ke waktu yang lain dalam suatu masyarakat, dapat dipergunakan dalam memilih anti bakteri mana yang akan dipergunakan untuk pengobatan disentri basilar. Anti bakteri pilihan dalam pengobatan disentri basilar adalah trimetoprim sulfametoksazol dengan dosis 2 X 2 tablet selama 5 hari atau siprofloksazin 2 x 750 mg. Du Pont dalam penyelidikannya terhadap disentri basilar mendapatkan angka penyembuhan menggunakan 72 jam adalah sebesar 100 160 % dengan mg dan kotrimoksazol (trimetroprim

sulfametoksazol 800 mg), dan angka penyembuhan sebesar 89 % dengan menggunakan trimetroprim saja, dan tidak ada yang sembuh dengan plesabo. Pemberian siprofloksazin merupakan suatu kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Meskipun dikatakan, kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistens kuman terhadap ampisilin masih peka, maka dosis yang diberikan 4 X 500 mg. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basilar, karena tidak efektif. Di negara negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae type 1 yang multi resisten terhadap obat-obat, dipilihkan asam naladiksik dengan dosis 55 mg/kg BB/hari. Tidak ada obat antibiotik yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri basilar. Obat obat antispasmodik (misal, tinktura beladona) dapat menolong dalam pengobatan bila terjadi kram yang berat. Obatobat yang menghambat paristaltik usus (paregorik, difenoksilat dengan atropin dan loperamid) belum jelas penggunaannya dalam fase permulaan disentri basilar. Obat-obat ini, mempunyai efek membantu dalam membatasi diare. Obat-obat ini tidak diindikasikan dalam pengobatan penyakit ini dalam fase disentri. Pencegahan Penularan disentri basilar dapat dicegah dengan lingkungan yang bersih dan diri yang bersih. Membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih dapat mengurangi penularan disentri.

Daftar Pustaka

1. Biekerdorf FA. Differensial approach to acute diarheal syndrome, In: Disorder of the Gastrointesnatinal Tract, Disorder of the Liver, Nutritional Disorders, New York, Grune & Strattor Inc. III Fifth Avenue 1976:68-73 2. Bradshow MJ and Harvey RF. Antidiarrheal agents; Clinical Pharmacology and therapeutic use. Medical Progress 1983; (3) : 55 56

3. Chanmbers HF, Grossman M. & Jawetz E. Shigellosis, In:Schroerder SA, Krupp MA, Tierney LM et al. Current Medical Diagnosis & Treatment, 40th. a Lange Medical book, 1991 : 992 3 4. Du Pont HL et al. Treatment of travelers diarhoea with trimetophrim alone. N Engl J Med 1982 : 30 : 841 4.

5. Greenough III WB. Bacterial diarrheal diseases. Current Concepts on Etiology and Pathogenesis. The Southeast Asia Journal of Tropical Medicine and Public Health. September 1982; 13 (3) 319-24 6. Keusch GT. Shgellosis. In : Isselbacher, Wilson, Braunwald et al. Harrisons Principles of Internal Medicine, 12 th Ed. Vol 1. Mc Graw Hill 1991; 613-6

7. Woodruff AW & Bell C. Dysentry. In : A Synopsis of infections and Tropical Disease. 2nd Ed Bristol, John Wrigth & Sons Ltd, 22-8

Anda mungkin juga menyukai