Anda di halaman 1dari 52

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Adapun pengertian makanan yaitu semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan obat-obatan dan semua substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan (Depkes RI, 1989). Dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, makanan mempunyai peranan penting dengan alasan setiap manusia memerlukan makanan untuk kelangsungan hidupnya,dan manusia yang terpenuhi semua kebutuhan

makannya akan terlindung dan terjamin kesehatannya dan memiliki tenaga kerja yang produktif, namun bahan makanan dapat merupakan media perkembangbiakan kuman penyakit atau dapat merupakan media perantara dalam penyebaran suatu penyakit. Makanan merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam kehidupan manusia, makanan yang dimakan bukan saja memenuhi gizi dan mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit. Menurut Depkes RI, (2000) Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan

Aspek penyehatan makanan adalah aspek pokok dari penyehatan makanan yang mempengaruhi terhadap keamanan makanan yang meliputi

kontaminasi/pengotoran makanan (food contaminasi), Keracunan makanan (food poisoning), pembusukan makanan (food dikomposition) dan pemalsuan makanan (food adualteration). Pada kali ini yang akan dibahas lebih lanjut adalah tentang keracunan makanan (food poisoning). Keracunan makanan adalah timbulnya gejala klinis penyakit atau gangguan kesehatan lainnya akibat mengkontaminasi makanan. Makanan yang menjadi penyebab keracunan biasanya telah tercemar oleh unsurunsur fisika, mikroba ataupun kimia dalam dosis yang membahayakan. Kondisi tersebut dikarenakan pengelolaan makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah hygiene sanitasi makanan (Depkes RI, 2004). Penyebab keracunan antara lain disebabkan oleh mikroba (bactrical food poisoning), yaitu racun atau toxin yang dihasilkan oleh mikroba dalam makanan yang masuk ke dalam tubuh dengan jumlah yang membahayakan seperti racun botulism tang disebabkan oleh colostridium pseudomonas cocovenenas. Terdapat pada tempe bongkrek. Selain itu juga dapat dikarenakan Mushrooms Amatoxin Type, Mushrooms, Boric acid, Borates, dan Boron.

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana jenis bahan intoksikasi yang dapat menyebabkan intoksikasi makanan?

2. Bagaimana

mekanisme

bahan

mikroorganisme

tersebut

dapat

menyebabkan intoksikasi makanan ? 3. Bagaimana tanda dan gelaja yang muncul jika seseorang mengalami intoksikasi makanan ? 4. Bagaimana pemeriksaan fisik dan tes pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnostik intoksikasi makanan ? 5. Bagaimana prinsip terapi yang dilakukan ? 1.3 Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui jenis bahan yang dapat menyebabkan intoksikasi makanan. 2. Untuk mengetahui mekanisme bahan mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan intoksikasi makanan. 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala yang muncul jika seseorang mengalami intoksikasi makanan. 4. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan apa yang dilakukan untuk menegakkan diagnostik intoksikasi makanan. 5. Untuk mengetahui prinsip terapi apa yang tepat untuk penderita intoksikasi makanan.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 INTOKSIKASI BAKTERI Bakteri makanan dan toksin bakteri seringkali menjadi penyebab gastroenteritis epidemik. Secara umum, penyakit ini relatif ringan dengan masa recovery dalam jangka waktu 24 jam. Walaupun beberapa dan bahkan keracunan fatal mungkin terjadi dengan listeriosis, salmonellosis, atau botulism (lihat Botulism) dan dengan siksaan tertentu dari Eschericia coli. Keracunan setelah mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan dibahas pada Keracunan Makanan : Ikan dan Kerang-kerangan. Keracunan Jamur dibahas pada Jamur, Type Amatoxin. Virus-virus seperti Norwalk Virus dan Norwalk seperti Calicivirus, enterovirus, dan rotavirus menjadi penyebab 80% penyakit-penyakit karena makanan. Mikroba lain yang dapat menyebabkan penyakit karena makanan mengandung

Cryptosporidium dan Cyclospora dapat menyebabkan penyakit serius pada pasien immunocompromised. Walaupun lebih dari separuh perjangkitan yang dilaporkan, tidak ada microbiologic pathogents yang ditemukan. 2.1.1 Mekanisme Toksisitas Gastroenteristis mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri penyerbuan (invasive bacterial infection) dari mucosa intestinal atau oleh toxin yang diuraikan oleh bakteri. Toksin bakteri bisa jadi sebelumnya dibentuk dalam bentuk makanan yang tidak tepat disiapkan dan disimpan sebelum penggunaan atau mungkin diproduksi di usus oleh bakteri setelah tertelan (Tabel II-26)

2.1.2 Toxic Dose (Dosis Toxic) Dosis toksin tergantung dari tipe bakteri atau toksin dan konsentrasinya di dalam makanan yang tertelan juga tergabtung dari resistensi individual. Beberapa preformed toksin (misalnya; staphylococcal toxin) resisten panas dan tidak hilang/mati di makanan walau sudah dimasak dan direbus. 2.1.3 Presentasi Klinis (Clininal Presentation) Periode Inkubasi 2 3 hari sebelum gejala-gejala (Lihat Tabel II-26) a. Gastroenteritis paling sering dijumpai dengan mual, muntah, cram abdominal dan diarrhea. Muntah lebih sering dengan preformed (awal pembentukan) toksin. Significan fluid dan electrolyte abnormality mungkn terjadi, khususnya pada pasien anak-anak dan manula. b. Demam, tinja berdarah dan fecal leukocytosis seringkali terjadi pada infeksi bakteri invasive. c. Infeksi yang tersistem (systemic infection) saat hasil dari E coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, atau Listeria. 1. Listeriosis dapat menyebabkan sepsis dan meningitis, khususnya pada manula dan orang yang immunocompromised. 2. Siksaan Shigella dan E coli mungkin menyebabkan colitis hemorrhagic akut dirumitkan oleh hemolytic-uremic syndrome, gagal ginjal, dan kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang immunocompromised. 3. infeksi Campylobacter kadang-kadang diikuti oleh Guillani-Barre syondrome atau reactive arthritis.

2.1.4 Diagnosa a. Level Spesifik 1. Biakan Tinja (Stool culture) mungkin membedakan infeksi Salmonella, Shigella, dan Campylobacter. Walaupun culture untuk E Coli 05157:H7 harus secara khusus diminta. Tes An enzymelinked immunosorbent assay (ELISA) dapat mendeteksi virus Norwalk pada ninja. 2. Darah dan CSF mungkin menumbuhkan organisma yang invasive (invasive organism), khususnya Listeria (dan jarang Salmonella atau Shigella). 3. Sample Makanan sebaiknya disimpan untuk pembiakan bakteri (bakterial culture) analisa toksin terutama untuk penggunaan kesehatan umum/publik. b. Study Laboratorium berguna yang lain meliputi CBC, electrolytes, glucose, BUN, dan creatini. Keracunan makanan karena bakteri seringkali sulit dibedakan dari viral gastroenteritis yang umum jika tidak adanya periode inkubasi pendek dan korban multiple yakni orang yang makan makanan sejenis pada hidangan besar. Adanya banyak sel darah putih pada pap tinja mengesankan infeksi bakteri yang invasive. Dengan adanya gastroentetis yang epidemic mempertimbangkan penyakit-penyakit karena makanan seperti yang

disebabkan oleh virus atau parasit, penyakit yang terkait dengan makanan laut (Lihat Keracunan makanan : Ikan dan Kerang-kerangan), (Botulism), dan menelan jamur-jamur tertentu (Jamur, Jenis-jenis Amatoxin).

2.1.5 Treatment a. Ukuran-ukuran supportive dan Emergengy i. Tempatkan fluit dan halangan electrolyte dengan intravenous saline atau crystalloid solutions lain (pasien dengan penyakit ringan mungkin toleran oral rehydration). Pasien dengan hipertensi mungkin membutuhkan volume besar intravenous fluid resuscitation (Lihat Hipertensi) ii. Agen Antiemetic asektabel/cocok untuk treatmen yang symptomatic tetapi agen antidiarrrheal yang kuat seperti Lomotil (diphenoxylate plus atropine) sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang diduga infeksi bakteri invasive (fever and bloody stools) b. Penangkal dan Obat Specific. Tidak ada spesific Penangkal 1. Pasien dengan infeksi bakteri yang invasive, antibiotik mungkin digunakan sekali the stool menyingkap specific bacteria respondible, walaupun antibiotic tidak selalu memendekkan penyakit dan dengan E coli 0157 : H7 antibiotic mungkin meningkatkan resiko hemolyticuremic syndrome. Treatmen Empiric dengan trimethoprim-

sulfamethoxazole atau quinolones seringkali diprakarsai selagi menunggu hasil culture . 2. Wanita hamil yang telah memakan makanan yang terkontaminasi Listeria sebainya ditreatmen secara empirik, walaupun jika hanya mild symptomatic (gejala ringan), untuk mencegah infeksi

intrauterine yang serious. Pilihan antibiotic adalah intravenous

ampicillin dengan gentamicin yang ditambahkan untuk beberapa infeksi. c. Dekontaminasi (lihat Decontamination) prosedur tidak terindikasikan pada banyak kasus. Walaupun, mempertimbangkan menggunakan activated charcoal jika segera tersedia setelah seafood yang bertoxic tinggi (misalnya; ikan fugu) d. Eliminasi yang Ditingkatkan (enhanced elimination). Tidak ada aturan untuk meningkatkan prosedur penghapusan.

Tabel II-26. Keracunan makanan karena Bakteri Periode Organism Inkubasi 1-6 h V>D. Toxin (emesis) Bacillusn Cereus 8-16 h makanan dan usus (diarrhea) D+, F. invasive dan Campylobacter 1-8 d Jejuni diproduksi di usus D>V. Toxin yg Clostridium 6-16 h perfringens makanan dan usus Diarrhea D>V. Toxin yg Escherichia coli 12-72 h enterotoxigenic usus Pemegang makanan) Air, berbagai macam makanan ; Escherichia coli 24-72 h enteroinvasive invasive Pemegang makanan) Escherichia coli enterohemorrhagic 0157:H7 1-8 d D+, S. Toxin yg diproduksi dalam usus Air, daging sapi, daging lain, susu dan juice : yg selada tdk yg D+, infeksi yg kontak langsung (mis. diproduksi dalam kontak langsung (mis. berbagai macam makanan ; Pejalan, Air, diproduksi dalam (mis.memegang makanan) Daging, saus mungkin toxin yang kontak langsung Daging Unggas; air, susu, diproduksi dalam tepat daging yang dibekukan tdak Gejala Umum Nasi goreng yg dipanaskan, Mekanism dan Makanan Umum

dipasteurizex

terkontaminasi, kontak

kecambah: (mis.

langsung

Pemegang makanan) Listeria 9-32 h monocytogenes invasive Daging; perusahaan susu, telur, Salmonella spp 12-36 h D+, infeksi invasive air, kecambah, kontak langsung (mis. Pemegang makanan) Air, Shigella spp 1-7 d D+, infeksi invasive buah-buahan, sayurD+, S infeksi Susu, keju halus

sayuran, kontak langsung (mis. Pemegang makanan)

V>D. Toxin yang Staphylococcus 1-6 h aureus makanan; resistensi panas. V, D+ toksin Vibrio 8-30 h parahemclyticus diproduksi dalam usus Yersinia 3-7 d enterocolytica D+. infeksi invasive invasive yg dibentuk pada

Sangat

sering

daging,

perusahaan susu, makanan roti, kontak langsung (mis.

Pemegang makanan) Kerang-kerangan, air

Air, daging, perusahaan susu.

V = vomitting (muntah); D = diarrhea; D+ = diarrhea dengan leukocytes fecal dan pendarahan; F = fever (panas) ; S = systemic manifestation

10

2.2 INTOKSITASI JAMUR, TIPE MUSHROOM Amatoxin adalah sekelompok peptida yang sangat toksik yang ditemukan di beberapa spesies cendawan, termasuk Amanita phalloides, Amanita virosa, Amanita bisporigera, Amanita ocreata, Amanita verna, Gallerina autumnalis, Galerina marginata, dan beberapa spesies Lepiota dan Conocybe. Kategori cendawan ini menyebabkan kematian lebih dari 90 % di dunia. Kelompok cendawan ini juga disebut cendawan yang mengandung siklopeptida. Ada tiga siklopeptida, yaitu amatoxin, phallotoxin dan virotoxin. Amatoxin, yang berupa alpha amanitin, adalah yang paling toksik, dan menyebabkan toksikitas hepatik dan renal. Phallotoxin tidak mudah larut atau diserap dan menyebabkan simptom GI. Virotoxin tidak menyebabkan keracunan pada manusia. 2.2.1 Mekanisme Toksisitas Amatoxin dikatakan sangat stabil dan tahan panas, dan tidak bisa hilang meski pada proses pemasakan. Amatoxin berikatan dengan polimerase RNA II yang dependen-DNA dan menghambat elongasi padahal ini penting bagi transkripsi. Imbasnya adalah penurunan mRNA yang selanjutnya menimbulkan penghambatan sinthesis protein dan kematian sel. Yang mendapat efek buruk dari ini adalah jaringan aktif dalam metabolisme yang mengandalkan sinthesis protein yang tinggi, seperti sel di saluran GI, hepatosit, dan tubule konvolusi proksimal di ginjal. Kerusakan selular juga ditemukan di dalam pankreas, kelenjar adrenal, dan testis. A. Farmakokinetik. Amatoxin bisa diserap usus dan dibawa melewati hepatosit oleh proses transport empedu. Sekitar 60 % amatoxin

11

mengalami resirkulasi enterohepatik. Ikatan proteinnya terbatas dan bisa dibuang lewat urin, muntahan, dan berak. Toksin ini bisa terdeteksi dalam urin dalam waktu 90-120 menit setelah ingesi. Tidak ada metabolit amatoxin. Paruh-hidupnya dalam manusia masih tidak jelas, tapi ada penurunan cepat dalam level serum, yang disertai hilangnya deteksi toksin setelah 36 jam.

2.2.2 Dosis Toksik Amatoxin adalah toksin yang paling kuat. Dosis lethal minimumnya adalah 0,1 mg/kg. Salahsatu kap Amanita phalloides bisa mengandung 10-15 mg. Sebaliknya, spesies Galerina berisi toksin

2.2.3 Presentasi Klinis Keracunan amatoxin bisa dibagi dalam tiga fase. Ada fase awal yang berisi penundaaan toksikitas GI yang diteruskan dengan periode rekoveri salah dan kemudian diteruskan dengan gagal hepathik lanjut. Sindrom trifasik ini adalah pathognomik bagi keracunan cendawan akibat amatoxin. A. Phase 1. Kemunculan simptom adalah 6-24 jam setelah ingesi. Simptom berisi muntah, kram perut serius, dan diare cair eksplosif, yang bisa disertai pendarahan. Fase GI ini bisa cukup serius dan menyebabkan gangguan asam-basa, abnormalitas elektrolit, hipoglikemia, dehidrasi, dan hipotensi. Kematian bisa terjadi dalam 24 jam pertama akibat susutan fluida massif.

12

B. Phase 2. Fase ini terjadi 18-36 jam setelah ingesi. Ada periode perbaikan klinis transient dalam gastroenteritis tapi ada peningkatan dalam enzim liver. Selama fase ini, pasien bisa dipulangkan tapi sering kembali 1-2 hari dengan mengalami gagal hepatik dan renal. C. Phase 3. Fase ini muncul 2-4 hari setelah ingesi, dan berisi peningkatan situasi transaminase, hiperbilirubinemia, koagulopathy, hipoglikemia, asidosis, encephalopathy hepatik, sindrom hepatorenal, gagal multi-organ, koagulasi intravaskular, dan konvulsi. Kematian biasanya terjadi 6-16 hari setelah ingesi. Encephalopathy, asidosis metabolik, koagulopathy serius dan hipoglikemia, adalah tanda prognostik medalam dan biasanya menjadi prediksi dari hasil fatal.

2.2.4 Diagnosis Diagnosis biasanya didasarkan pada sejarah ingesi cendawan liar dan delay 6-24 jam sebelum perkembangan gastroenteritis serius (berikut juga cendawan tipe-monomethilhidrasin). Meski begitu, jika beragam cendawan telah dimakan, sakit perut bisa terjadi lebih awal karena spesies toksik berbeda, sehingga membuat diagnosis keracunan amatoxin menjadi sulit.

Spesimen cendawan yang bisa diingesi harus diperiksa oleh pakar mycology. Potongan cendawan yang diambil dari emesis atau spora cendawan di pemeriksaan mikroskopik bisa memberikan petunjuk tentang spesies yang diingesi.

13

A. Level Spesifik. 1. Amatoxin bisa ditemukan dalam cairan serum, urin dan gastrik elwat radioimmunoassay atau high-performance liquid chromatography (HPLC), tapi metode ini sering tidak ada. Dengan menggunakan HPLC, amatoxin dideteksi di serum dalam waktu sampai 36 jam dan di urin sampai 4 hari. Radioimmunoassay mendeteksi amatoxin di urin di 100 % kasus yang diuji dalam 24 jam, and di 80 % kasus yang diuji dalam 48 jam. 2. Tes kualitatif (tes Meixner) bisa menentukan keberadaan amatoxin dalam spesimen cendawan. Jus dari cendawan diteteskan ke surat kabar atau ke kertas berkadar lignin tinggi, dan dibiarkan kering. Ditambahkan sebuah tetesan asam hidroklorik konsentrat. Warna biru berarti ada amatoxin. Perhatian: Tes ini belum jelas reliabilitasnya, dan bisa salah interpretasi atau dijalankan dengan salah. Karena itu, ini tidak boleh digunakan untuk menentukan bisa atau tidaknya spesimen cendawan dimakan. Selain itu, reaksi positif salah bisa muncul disebabkan oleh pengeringan dalam suhu yang lebih besar dari 630C, oleh eksposur kertas tes di matahari, atau oleh keberadaan psilocybin, bufotenin, atau terpene tertentu. B. Studi laboratorium lain yang berguna. Yang termasuk di sini adalah uji elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, transaminase liver, bilirubin, dan prothrombin time (PT/INR). Transaminase biasanya memuncak pada 60-72 jam setelah ingesi. Ukuran

14

fungsi liver seperti INR adalah yang paling berguna dalam mengevaluasi keseriusan gagal hepatik. 2.2.5 Treatment Angka mortalitas diperkirakan mencapai 10-15 % dengan perawatan supportif yang intensif. A. Tindakan darurat dan perbantuan 1. Menjaga saluran napas tetap terbuka dan membantu ventilasi jika perlu. Berikan oksigen supplemen. 2. Tangani susutan fluida dan elektrolit secara agresif karena susutan fluida massif bisa menyebabkan kolaps sirkulasi. Berikan air garam normal atau larutan kristaloid lainnya, 10 sampai 20 mL/kg bolus, dengan dilakukan pengamatan pada tekanan vena sentral atau bahkan tekanan arteri pulmonary sebagai panduan dari terapi fluida. 3. Memberikan perawatan supportif untuk gagal hepatik (gagal hepatik). Transplantasi liver orthotopik bisa menyelamatkan jiwa pasien yang menunjukkan gagal hepatik fulminant. Bila menginginkan bantuan, hubungi layanan transplantasi liver. B. Obat dan antidot spesifik. Tidak ada antidot yang efektif untuk keracunan amatoxin, meski selama sekian tahun, banyak terapi telah dilakukan. Studi hewan dan perbandingan retrospektif di manusia memperlihatkan bahwa penanganan awal dengan silibinin (ekstrak thistle susu yang digunakan di Eropa secara intravena dengan dosis 20-50 mg/kg/hari tapi ini tidak biasa digunakan sebagai bahan obat di United States; Pralidoxime (2-PAM) dan Oxime lainnya) ternyata

15

efektif dalam mengurangi uptake amatoxin di hepatosit. Dosis tinggi peniccilin menunjukkan efek hetapoprotektif di dalam studi anjing and studi tikus besar, tapi jarang dilakukan studi manusia terkontrol. Analisis retrospektif terhadap 20 tahun penanganan amatoxin menemukan bahwa penicillin dosis-tinggi adalah kemoterapi yang paling sering digunakan tapi menunjukkan efficacy minim. Terapi yang dianggap paling efektif berdasarkan review ini adalah prosedur silibinin, N-acetylcysteine, dan detoksikasi. Tidak ada data yang mendukung penggunaan cimetidine atau steroid, dan asam thioctic menyebabkan hipoglikemia serius. Fragmen FAB yang spesifik-amatoxin bisa meningkatkan aktivitas amatoxin. Hubungi pakar toksikologi medis atau pusat kontrol racun regional [800-222-1222 di United States] untuk mendapat informasi lebih jauh. C. Dekontaminasi. Arang aktif oral bisa diberikan. Gastric lavage tidak bisa menghilangkan spesies cendawan. D. Peningkatan paruh-hidup eliminasi. Amatoxin sulit dihilangkan dengan forced diuresis, hemoperfusi, hemofiltrasi, atau hemodialisis. 1. Arang aktif dosis-berulang bisa membuat sejumlah kecil amatoxin mengalami resirkulasi enterohepatik, dan ini harus dilanjutkan di 48 jam pertama. 2. Kanulasi saluran empedu dan pengangkatan empedu ternyata bisa efektif menghapus amatoxin di studi anjing.

16

Tabel II-38. Toksikitas Cendawan


Sindrom Toksin Cendawan Kausatif Delay gastroenteritis dan gagal liver Amatoxin Amanita phalloides, A. ocreata, A. verna, A. virosa, A. bisporigera, Galerina autumnalis. G. marginata, dan beberapa spesies Lepiota dan Conocybe. Delay gastroenteritis, abnormalitas CNS, hemolisis, hepatitis Monomethilhidrazin Gyrometra (Helvella) esculenta, dst. Ada delay sampai 612 jam, ditunjukkan dengan muntah, diare, pening, lemah, sakit kepala, delirium, kejang, koma, dan disertai hemolisis, methemoglobinemia, luka hepatik danluka renal. Sindrom kolinergik Muscarin Clitocybe Dimulai pada 30 Ada delay sampai 624 jam, ditunjukkan dengan muntah, diare, kram perut, dan diikuti gagal hepatik fuminant setelah 2-3 hari. Simptom dan Tanda

17

dealbata, C. cerusata, Inocybe, Omphalotus olearius.

menit-2 jam; ditunjukkan dengan diaphoresis, bradikardia, bronkospasm, lakrimasi, terus meludah, berkeringat, muntah, diare, dan iosis. Obati dengan atropine.

Reaksi miripDisulfiram dengan alkohol

Coprin

Coprinus atramentarius, Clitocybe clavipes.

Dimulai pada 30 menit setelah ingesi alkohol, yang ditunjukkan dengan mual, muntah, kulit merah, tachycardia, dan hipotensi. Resiko reaksi bisa dirasakan sampai 5 hari setelah ingesi jamur.

Simptom isoxazole

Asam ibotenik, muscimol

Amanita muscaria, Dimulai pada 30 A. pantherina, dst. menit 2 jam, yang ditunjukkan dengan muntah, diikuti

18

dengan kantuk, otot kaku, halusinasi, delirium, psikosis. Gastritis dan gagal renal Allenic norleucine Amanita smithiana, Amanita proxima Nyeri perut, muntah dalam 30 menit sampai 12 jam, yang ditunjukkan dengan gagal renal akut progressif selama 23 hari. Delay gastritis dan gagal renal Orellanine Cortinarius orellanus, Cortinarius spp lainnya Nyeri perut, anorexia, muntah setelah 24-36 jam, yang diteruskan dengan gagal renal akut progresif (tubulointerstitial nephritis) pada 3-14 hari kemudian. Hallusinogenik Psilocybin, psilocyn Psilocybe cubensis, panaeolina foenisceii, dst Dimulai pada 30 menit-2 jam, yang ditunjukkan oleh halusinase visual, distorsi indera, tachycardia, mydriasis, dan

19

kadang kejang. Gastrointestinal irritant Tidak teridentifikasi Chlorophylium molybdites, Boletus satanas, dst Anemia immunohemolitik Tidak teridentifikasi Paxillus involutus GI irritant sering terjadi, tapi sedikit orang yang mengalami hemolisis yang terpicu oleh imun dalam 2 jam setelah ingesi. Pneumonitis alergi (spora yang terhisap) Spora lycoperdon Spesies Lycoperdon Penghisapan spora kering bisa menyebabkan mual akut, muntah dan nasopharyngitis, yang diteruskan beberapa hari kemudian dengan demam, malaise, dyspnea, dan pneumonitis inflamasi. Muntah, diare pada 30 menit-2 jam setelah ingesi.

20

Erithromelalgia

Asam akromelik

Clitocybe acromelalga, Clitocybe amoenolens

Dimulai pada 6-24 jam. Ditunjukkan oeh simptom mati rasa, nyeri panas, paresthesia, edema merah di jari dan ibu jari.

Rhabdomiolisis

Tidak teridentifikasi

Tricholoma equestre, Russula subnigricans

Dimulai pada 24-72 jam. Ditunjukkan oleh lemah, lemah otot, rhabdimiolosis, lemah renal, dan miokarditis.

Delay toksikitas CNS

Asam poliporik

Hapalopilus rutilans

Dimulai setelah 24 jam. Ditunjukkan oleh penurunan akuitas visual, somnolensi, penurunan tone dan aktivitas motorik, gangguan elektrolit, dan gagal hepatorenal.

21

2.3 INTOSITASI MUSHROOM TIPE AMATOXIN Ada lebih dari 5000 spesies dari jamur, dimana sekitar 50-100 terkenal beracun dan hanya 200-300 terkenal aman dikonsumsi. Mayoritas jamur beracun menyebabkan gastroenteritis ringan sampai sedang pada konsumen. Beberapa spesies menyebabkan reaksi parah atau bahkan fatal. Kategori utama jamur beracun dijelaskan pada table 38. Amanita phalloides dan amatoxin yang mengandung jamur dibahas dalam jamur tipe Amatoxin. 2.3.1 Mekanisme Toksisitas Berbagai mekanisme yang bertanggung jawab atas keracunan tercantum dalam tabel 38. Mayoritas insiden keracunan yang disebabkan oleh iritasi Gl menghasilkan muntah dan diare tak lama setelah konsumsi 2.3.2 Dosis toksik Dosis toksik ini tidak diketahui. Jumlah toksin bervariasi diantara anggota spesies yang sama, tergantung pada geografi lokal dan kondisi cuaca. Dalam banyak kasus, jumlah jamur beracun termakan tidak diketahui karena korban tanpa disadari telah menambahkan spesies beracun untuk dimakan. 2.3.3 Presentasi klinis Berbagai presentasi klinis dijelaskan dalam tabel 38. Presentasi ini sering dapat diakui oleh onset kerja. Jika onset gejala dalam waktu 6 jam, kemungkinan akan terjadi iritasi Gl, sindrom kolinergik, halusinogen, sindrom isoxazole, immunohemolytic, alergi pneumonitis atau allenic norlecine.

22

Jamur yang menyebabkan gejala 6-24 jam setelah konsumsi termasuk yang mengandung amatoxin atau monomethylhydrazine dan erythromelalgia. Timbulnya gejala lebih dari 24 jam setelah konsumsi menunjukkan keracunan oleh orellanines yang menyebabkan kerusakan ginjal, jamur yang menyebabkan rhabdomyolysis, dan jamur yang menyebabkan tertundanya toksisitas SSP. Jamur dalam kategori coprine tidak menyebabkan

menimbulkan gejala kecuali alkohol tertelan pasien. Efek disulfiram ini dapat terjadi dari 2 jam selama 5 hari setelah konsumsi. 2.3.4 Diagnosis Diagnosis mungkin sulit karena korban mungkin tidak menyadari bahwa penyakit itu disebabkan oleh jamur, terutama jika gejala yang tertunda 12 jam atau lebih setelah konsumsi. Jika sisa jamur tersedia, memperoleh bantuan dari ahli mikologi melalui masyarakat atau universitas lokal. Namun, perhatikan bahwa jamur yang dibawa untuk identifikasi mungkin tidak sama yang dimakan. Sejarah adalah kunci untuk menentukan kategori jamur beracun. adalah penting untuk mendapatkan gambaran dari jamur dan lingkungan dari yang diperoleh. Apakah jamur tersebut dimasak atau dimakan mentah? Berapa jenis jamur yang dikonsumsi? Apakah waktu mengkonsumsi ada kaitannya dengan timbunya gejala? Apakah alcohol tertelan karena jamur yang dimakan? Apakah semua yang memakan jamur tersebut sakit? Apakah orang yang tidak memakan jamur juga sakit? Apakah jamur tersebut dimakan beberapa waktu? Apakah jamurnya disimpan dengan baik?

23

A. Specific levels. deteksi kualitatif toksin dari beberapa spesies jamur telah dilaporkan, tetapi tes ini tidak tersedia secara rutin. B. Penelitian laboratorium lain yang berguna termasuk CBC, elektrolit, glukosa, BUN, creatinin, liver transaminase, dan protombine time (PT/INR). Akan didapatkan methemoglobin level jika jamur tersebut di duga mengandung gyromitrin atau pasien mengalami sianosis. Akan didaptkan foto dada X-ray jika di duga memiliki alergi pneumonitis syndrome dan serial creatinin phospokinase (CPK) llevel untuk dugaan rhabdomyolysis. 2.3.5 Treatment A. Langkah terapi supportive dan emergency 1. Obati hipotensi dari gastroentritis dengan cairan crystaloid intravena dan posisi supinasi. Obat agitasi (Agitasi, delirium, psuchosis), hipertermia, rhabdomyolisis, dan kejang jika ada. 2. Monitoring pasien setiap 12 - 24 jam untuk delayed onset gastroentritis yang terkait dengan keracunan amatoxin atau monomethylhydrazine. 3. Monitoring fungsi ginjal setiap 1-2 minggu setelah dicurigai tertelan Cortinarius spp, atau 2-3 hari setelah menelan Amanita smithiana. Sediakan perawatan supportive termasuk hemodialisis jika perlu, untuk disfungsi ginjal. B. Obat Specifik dan Penawar Racun

24

1. Untuk keracunan monomethylhydrazine, berikan pyridoxine 2030mg/kg IV, untuk kejang obati dengan methemoglobinemia dengan methyene blue, 1 mg/kg IV 2. Untuk Intoksikasi Muscarine, atropin 0,01-0,03 mg/kg IV dapat mengurangi muncunya gejala cholinergic 3. Allergic Pneumonitis dapat diberikan steroid 4. Mengobati keracunan type amatoxin seperti yang dijelaskan dalam jamur, jenis amatoxin C. Dekontaminasi. Berikan arang aktif secara oral jika kondisinya sesuai. 1. Pemberian arang pada balita mungkin tidak dibenarkan setelah mengkonsumsi jamur yang tidak diketahui 2. Pengulangan dosis arang aktif mungkin berguna setelah tertelan amatoxin

25

2.4 INTOKSITASI Clostridium Botulinum Botulisme pertama kali diidentikasi pada tahun 1820 oleh seorang dokter dan penyair Jerman, Justinus Kerner pada sosis yang pada saat itu disebut

sausage poison (racun sosis), keracunan ini akibat tumbuhnya bakteri clostridium botulinum di olahan daging yang jelek penanganannya. Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 80 derajat celcius selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industri rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini dapat mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. 2.4.1 KLASIFIKASI ILMIAH Clostridium Botulinum Domain Divisi Kelas Ordo Famili : Bacteria : Firmicutes : Clostridia : Clostridiales : Clostridiaceae
26

Genus Spesies

: Clostridium : C. botulinum

2.4.2 Tipe-tipe Clostridium Botulinum Clostridium botulinum adalah bakteri gram positif, membentuk endospora oval subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk batang, membentuk spora, gas dan anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang berbeda berdasarkan spesifitas racun yang diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E, F. Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah tipe A, B, E, dan F. Produksi toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air dikurangi hingga 30 persen. Toksin dari Clostridium botulinum adalah suatu protein yang daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup menyebabkan kematian.Toksin ini diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-otot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil terhadap panas.

2.4.3 Mekanisme Intoksikasi Clostridium Botulinum Bakteri botulinum akan berbahaya bila aktif secara metabolisme dan memproduksi racun botulinus. Dalam keadaan spora, botulinum tidak berbahaya. Panas dapat memungkinkan spora aktif dan berkecambah dan panas juga dapat membunuh bakteri lain yang menjadi saingan dengan Clostridium Botulinum dalam mendapatkan host. Toksin botulinum mempunyai persamaan struktur dan fungsi dengan toksin tetanus. Keduaduanya adalah neurotoksin tetapi toksin botulinum mempengaruhi sistem

27

saraf periferi karena memiliki afiniti untuk neuron pada persimpangan otot syaraf. Toksin ini disintesis sebagai rantai polipeptid tunggal (150,000 dalton) yang kurang toksik. Walau bagaimanapun setelah dipotong oleh protease, ia menghasilkan 2 rantai: rantai ringan (subunit A, 50,00 dalton) dan rantai berat (subunit B, 100,000 dalton) yang duhubungkan oleh ikatan dwisulfida. Subunit A merupakan toksin paling toksik yang diketahui. Toksin botulinum merupakan jenis endopeptidase yang menghalangi pembebasan asetilkolin pada pertemuan antara otot dengan saraf (myoneural junction). Ia adalah spesifik untuk bagian ujung saraf tepi/periferi pada tempat di mana neuron motor merangsang otot. Toksin ini bertindak seperti toksin tetanus dan memecahkan synaptobrevin,

mengganggu pembentukan dan pembebasan vesikel yang mengandungi asetilkolin. Sel yang terpapar gagal membebaskan neurotransmitter asetilkolin. Apabila otot tidak menerima neurotransmitter asetikolin, ia tidak akan berkontraksi (contract). Ini menyebabkan paralisis (lumpuh) sistem motor. Selama pertumbuhan Clostridium Botulinum memproduksi sedikitnya tujuh tipe racun yang berbeda yaitu; A,B,C,D,E,F, dan G termasuk neurotoxin, enterotoxin, dan haemotoxin, termasuk beberapa racun yang dikenal paling berpotensial. Dalam kasus tertentu, satu strain dapat memproduksi lebih dari satu tipe racun. Botulinum toxin terutama mempengaruhi sekeliling sistem syaraf, khususnya: 1. Ganglionic synapses. 2. Post-ganglionic parasympathetic synapses.

28

3. Myoneural junction, akhir syaraf dimana syaraf bergabung dengan otot dan dimana racun memblok syaraf terminal gerak (motor nerve terminals). Didalam tubuh neurotransmiter adalah pengirim pesan secara kimia yang digunakan oleh sel sel syaraf untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dan juga digunakan oleh sel-sel syaraf untuk berkomunikasi dengan otot. Racun botulism mengakibatkan characteristic flaccid paralysis dengan memecah satu dari tiga protein yang dibutuhkan untuk melepaskan neurotransmitter hal ini memblokade pelepasan acetikolin dan kemampuan sel-sel syaraf untuk berkomunikasi. Dengan terblokadenya syaraf terminal oleh racun, syaraf tidak dapat mengirim sinyal kepada otot untuk berkontraksi. Pasien mengalami kelemahan atau kelumpuhan, biasanya dimulai dengan muka/wajah, kemudian tenggorokan, dada dan lengan. Ketika diaphragma dan otot dada terkena pengaruhnya, bernafas menjadi sulit, terhambat atau sepenuhnya lumpuh, pada beberapa kasus, pasien mati akibat asphyxia / sesak dada.

2.4.4 Gejala Intoksikasi Clostridium Botulinum Pada kasus intoksitasi Clostridium botulinum atau biasa disebut Botulisme, perlu dibedakan berdasarkan klasifikasi kejadiannya. Beberapa gejala diantaranya berdasarkan klasifikasi kejadiannya. Beberapa gejala

diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Food Borne Botulism

29

Pada kasus akut, gejalanya adalah, pusing, mual, muntah, pandangan kabur,diplopia, keram perut, dan diare. Gejala gejala tersebut biasanya terjadi sekitar 18 jam setelah memakan makanan yang mengandung toksik botulinum Pada kasus kronis, dapat ditemukan kegagalan pernapasan yangberujung pada kematian karena paralisis otot otot pernapasan, dan gejalaneurologis yang berat. Gejala gejala lain yang mengikuti adalah sulitnyamenelan, serta ptosis kelopak mata. 2. I n f a n t B o t u l i s m Keracunan botulinum pada bayi memberi gejala yang berbeda dengan keracunan botulinum secara umum. Gejala yang khas nyaris tidak ada, tapi kebanyakan mengalami konstipasi berat dengan selama 3 hari lebih tidak dapatnya buang air besar hingga beberapa minggu.

G e j a l a l a i n y a n g menyertai adalah sulit menelan yang mengakibatkan susahnya pemberian makanan, cengeng dan rewel, hypotonia, dan lemas. Pada kasus berat, dapatpula dijumpai kegagalan pernapasan. 3. Wound Botulism Tipe ini tergolong jarang, yaitu masukn ya toksinm elalui luka. Biasanya jarang menimbulkan gejala, n a m u n d a p a t p u l a m e m b e r i g e j a l a s e p e r t i botulisme umum, tanpa disertai gejala gejala gangguan abdomen hebat.

30

Beberapa gejala sistemik yang disebabkan oleh rac u n b o t u l i s m e adalah sebagai berikut: C a r d i o v a s c u l a r Tachycardia dan Hipertensi. Hipertensi Ortostatik dapat pula terjadi R e s p i r a s i Gagal nafas yang dapat berakhir pada kematian N e u r o l o g i s Diplopia, kaku otot ekstremitas G a s t r o i n t e s t i n a l Diare, kram abdomen, Disfonia, Disfagia,

konstipasi, mual, muntah, ileus paralitik, mulut kering U r i n a r y Tidak ada efek langsung, namun

gejala gejala pada Vesica Urinaria seperti sulit berkemih ataupun Inkontinentia, dapat terjadi. D e r m a t o l o g i k Tidak berefek secara

langsung, namun digunakan untuk terapi penuaan atau pengkerutan pada kulit. Immunologi dan Alergi T i d a k p u n ya p e n g a r u h , n a m u n b i a s a n y a r e a k s i a l e r g i d a p a t t e r j a d i s a a t pasien disuntik antitoxin. M e t a b o l i k Gangguan menyebabkan asidosis. elektrolit sehingga serum

31

2.4.5 D i a g n o s i s Langkah -langkah utama yan g dilakukan seorang dokter untuk menegakkan diagnosis : 1. A n a m n e s i s Tanyakan kepada pasien atau kerabatnya, atau keluarganya sejak berapa jam yang lalu pasien menderita gejala seperti yang telah diuraikan sebelumnya, makanan apa yang telah dimakan oleh pasien, kapan pasien memakan makanan

tersebut, dimana dan dari mana pasien mendapat makanan tersebut, gejala gejala lainyang dirasakan oleh pasien. 2. P e m e r i k s a a n F i s i k Melakukan umum Pada dan pemeriksaan cari vital sign fisik secara pasien. yang

gejala-gejala akibat

keracunan

makanan

terintoksitasi

Clostridium

botulinum,

biasan ya gejala ga ngguan yang umum didapat.

a b d o m i n a l merupakan hal

3. P e m e r i k s a a n L a b o r a t o r i u m Untuk memastikan dan menegakkan diagnosis botulinum perlu dilakukan kultur sampel. Sampel yang dapat

digunakan adalah muntahan pasien, feses (pada infant botulism), atau bekas makanan yang sebelumnya dimakan olehpasien. Selain kultur, mungkin diperlukan pemeriksaan

32

sensitivitas terhadap antibiotika.

Pada

Wound

Botulism,

sampelnya adalah korekan atau biopsy luka.

2.4.6 Prinsip Terapi A. Terapi Gawat Darurat dan Suportif 1. Mempertahankan jalan nafas terbuka dan membantu ventilasi jika perlu (lihat jalan nafas). 2. Mengkondisikan agar darah arteri mendapatkan suplai oksigen dan mengamati dengan teliti apakah ada gangguan pada sistem pernapasan, sesak napas dapat terjadi secara tiba-tiba. B. Obat Spesifik dan Antidotum 1. Food-borne,wound, dan adult intestinal colonization botulisme a. Antitoksin Botulinum membuat sirkulasi bebas dari toksin dan mencegah timbulnya keadaan sakit; akan tetapi tidak dapat digunakan pada manifestasi-manifestasi neurologis. Hal ini paling efektif diberikan pada 24 jam sejak timbulnya gejala. Hubungi departemen kesehatan lokal atau pusat atau rumah sakit untuk mendapatkan antitoksin b. Guanidin meningkatkan sekresi asetikolin di ujung saraf tetapi hasilnya kurang efektif. c. Untuk wound botulisme, diindikasikan menggunakan antibiotic (contohnya: penicillin) . 2. Infant botulisme

33

a. BabyBIG

(Botulism

Immune

Globulin

Intravenous

(Human)) diindikasikan untuk penanganan botulisme yang disebabkan oleh toksin tipe A atau B pada pasien dibawah 1 tahun. Antitoksin berupa The horse serum tidak direkomendasikan untuk infant botulisme. b. Antibiotik tidak direkomendasikan kecuali untuk

penanganan infeksi direkomendasikan.

yang kedua. Cathartics tidak

c. Dekontaminasi, melakukan pemasukan arang secara oral jika kondisi memungkinkan atau sesuai. d. Peningkatan eliminasi, tidak ada aturan untuk peningkatan eliminasi; toksin diikat dengan cepat pada ujung saraf, dan beberapa bagian yang bebas toksin dapat didetoksifikasi dengan antitoksin.

34

2.5 INTOKSIKASI ASAM BORAT, BORAT DAN BORUN Asam borat dan natrium borat telah digunakan selama bertahun-tahun dalam berbagai produk sebagai antiseptik dan sebagai agen fungistatic dalam bedak bayi. Bubuk asam borat (99%) masih digunakan sebagai pestisida terhadap resiko semut dan kecoak. Di masa lalu, diulang dan aplikasi sembarangan asam borat pada kulit rusak atau terkelupas mengakibatkan banyak kasus keracunan yang parah. Wabah juga terjadi setelah asam borat ditambahkan keliru pada formula bayi atau digunakan dalam persiapan makanan. Meskipun toksisitas kronis jarang terjadi sekarang, konsumsi akut oleh anak-anak di rumah adalah umum. Lainnya senyawa boron yang mengandung dengan toksisitas serupa termasuk boron oksida dan asam orthoboric (sassolite). 2.5.1 Mekanisme Toksisitas A. Mekanisme borat poisonin tidak diketahui. Asam borat tidak sangat korosif tetapi mengiritasi selaput lendir. Mungkin bertindak sebagai racun selular umum. Sistem organ yang paling sering terkena adalah kulit, saluran cerna, otak, hati dan ginjal. B. Farmakokinetik. Volume distribusi adalah 0,17 - 0,50 L / kg. Eliminasi terutama melalui ginjal, dan 85 - 100% dari dosis dapat ditemukan dalam urin lebih dari 5 - 7 hari. Penghapusan paruh adalah 12-27 hari. 2.5.2 Dosis toksik A. Dosis toksik tunggal oral akut sangat bervariasi namun serius keracunan dilaporkan terjadi dengan 1-3 g pada bayi baru lahir, 5 g pada bayi dan 20 g pada orang dewasa. Satu sendok teh asam borat 99% mengandung

35

3-4 g. Konsumsi Sebagian besar kecelakaan pada anak-anak mengakibatkan toksisitas minimal atau tidak. B. Kronis konsumsi atau aplikasi pada kulit terkelupas jauh lebih serius daripada konsumsi tunggal akut. Toksisitas serius dan kematian terjadi pada bayi menelan 5 - 15 g dalam formula selama beberapa hari, tingkat borat serum 400-1600 mg / L. 2.5.3 Presentasi klinis A. Setelah penyerapan lisan atau kulit, gejala awal adalah gastrointestinal, dengan muntah dan diare. Emesis dan diare mungkin memiliki warna biru-hijau. Dehidrasi yang signifikan dan gagal ginjal dapat terjadi, dengan kematian yang disebabkan oleh guncangan yang mendalam. B. Gejala Hiperaktif Neurologis, agitasi dan kejang dapat terjadi lebih awal C. Sebuah ruam eritroderma (penampilan rebus lobster) diikuti oleh pengelupasan kulit setelah 2-5 hari. Alopecia totalis telah dilaporkan. 2.5.4 Diagnosis Diagnosis didasarkan pada riwayat paparan, kehadiran gastroenteritis (mungkin dengan emesis biru-hijau), erythematous, gagal ginjal akut dan tingkat borat serum. A. Tingkat spesifik. Serum atau tingkat borat darah umumnya tidak tersedia dan mungkin tidak berkorelasi secara akurat dengan tingkat keracunan. Analisis serum untuk borat dapat diperoleh dari Layanan Kesehatan Nasional atau laboratorium komersial regional yang besar lainnya. Serum normal atau kadar darah bervariasi dengan diet tetapi biasanya

36

kurang dari 7 mg / L. Tingkat boron serum dapat diperkirakan dengan membagi borat serum sebesar 5,72. B. Penelitian laboratorium yang berguna lainnya termasuk elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin dan urinalisis. 2.5.5 Pengobatan A. Darurat dan langkah-langkah dukungan 1. Mempertahankan jalan napas terbuka dan membantu ventilasi jika perlu 2. Mengobati koma (lihat Coma dan stupor), kejang, hipotensi dan gagal ginjal jika mereka terjadi. B. Spesifik obat dan penangkalnya. Tidak ada obat penawar spesifik. C. Dekontaminasi. Arang aktif sangat tidak efektif. Pertimbangkan lavage lambung untuk tertelan. D. Peningkatan eliminasi. Hemodialisa efektif dan diindikasikan setelah tertelan dan untuk perawatan suportif gagal ginjal. Dialisis peritoneal belum terbukti efektif dalam meningkatkan eliminasi pada bayi.

37

2.6 ZAT ADIKTIF

2.6.1 ZAT ADIKTIF BERBAHAYA DALAM MAKANAN

Zat aditif adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan atau pun minuman yang bertujuan memberikan rasa, warna yang menarik, dan supaya makanan atau pun minuman tersebut dapat bertahan lama. Secara umum, zat aditif makanan dapat dibagi menjadi dua yaitu :

(a) Aditif sengaja, yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya. (b) Dan kedua, aditif tidak sengaja, yaitu aditif yang terdapat dalam

makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat dari proses pengolahan. Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari bahan kimia yang mempunyai sifat

serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik susunan kimia, maupun sifat metabolismenya seperti karoten, asam askorbat, dan lainlain.

Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi

38

kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia.

Zat aditif ini sama sekali tidak mengandung nilai gizi kepada yang mengkonsumsinya. Dalam jumlah yang tidak terlalu berlebihan zat aditif ini tidak berbahaya, akan tetapi jikalau telah melebihi dari standar yang normal maka sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Misalnya dalam jangka panjang akan menyebabkan kanker, gangguan fungsi ginjal, hati, menurunnya fungsi otak yang berakibat makin melemahnya daya ingat seseorang, dan efek-efek negatif lain yang dapat mengganggu kesehatan. Beberapa contoh zat aditif adalah MSG (Monosodium Glutamate ) yang bertujuan untuk memberi rasa terhadap makanan, Rodamin-B yang berfungsi untuk memberikan warna yang menarik pada kecap, Formalin yang diberikan agar makanan menjadi tahan lama, dan masih banyak lagi zat-zat aditif lainnya. Khusus Rodamin-B, zat pewarna ini biasanya untuk keperluan tekstil/ batik agar lebih menarik warnanya namun pada kenyataanya beberapa produsen kecap dan pembuat terasi juga memanfaatkan zat ini. Begitu pula dengan Formalin yang biasanya dipergunakan untuk mengawetkan mayat, ternyata juga dipakai untuk mengawetkan tahu, bakso, ikan basah dan kering, dan makanan lainnya yang belum sempat diperiksa oleh Balai POM (Pengawasan Obat dan Makanan) Depkes RI Rodamin-B dan Formalin sedikit pun tidak boleh ada dalam makanan atau pun minuman.

Perilaku materialistik dari beberapa produsen makanan dan minuman yang tidak memperhatikan aturan yang ada dan hanya mengejar keuntungan, tentunya sangat merugikan masyarakat utamanya yang belum tahu akan dampak terhadap

39

kesehatan dari penggunaan zat aditif ini. Ditambah lagi penerapan aturan yang belum tegas terhadap produsen pengguna zat aditif yang berlebihan dan yang dilarang. Kondisi seperti ini membuat tidak jera dari pengguna zat berbahaya ini. Sehingga dimana-mana dapat kita temukan makanan dan minuman yang diperjual belikan tidak memperhatikan Hygiene dan Sanitasi Makanan.

Nama zat pengawet dan Penyakit yang ditimbulkan 1) Formalin : Kanker paru-paru, gangguan pada alat pencernaan, penyakit jantung dan merusak sistem saraf. 2) Boraks : Mual, muntah, diare, penyakit kulit, kerusakan ginjal, serta gangguan pada otak dan hati. 3) Natamysin : Mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit. 4) Kalium Asetat : Kerusakan fungsi ginjal. 5) Nitrit dan Nitrat : Keracunan, mempengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, sulit bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah. 6) Kalsium Benzoate : Memicu terjadinya serangan asma. 7) Sulfur Dioksida : Perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi. 8) Kalsium dan Natrium propionate : Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur. 9) Natrium metasulfat : Alergi pada kulit

Nama Zat Pewarna dan Penyakit yang ditimbulkan :

40

1) Rhodamin B (pewarna tekstil) : Kanker dan menimbulkan keracunan pada paru-paru, tenggorokan, hidung, dan usus 2) Tartazine : Meningkatkan kemungkinan hyperaktif pada masa kanak-kanak. 3) Sunset Yellow : Menyebabkan kerusakan kromosom 4) Ponceau 4R : Anemia dan kepekatan pada hemoglobin. 5) Carmoisine (merah) : Menyebabkan kanker hati dan menimbulkan alergi. 6) Quinoline Yellow : Hypertrophy, hyperplasia, carcinomas kelenjar tiroid

Nama Zat Pemanis dan Penyakit yang ditimbulkan :

1) Siklamat : Kanker (Karsinogenik) 2) Sakarin : Infeksi dan Kanker kandung kemih 3) Aspartan : Gangguan saraf dan tumor otak 4) Semua pemanis buatan : Mutagenik

Nama Penyedap rasa dan Penyakit yang ditimbulkan :

Mono natrium Glutamat dan Monosodium Glutamat : Kelainan hati, trauma, Hipertensi, Stress, Demam tinggi, Mempercepat proses penuaan, Alergi kulit, Mual, Muntah, Migren, Asma, Ketidakmampuan belajar, Depresi.

Tips Sehat :

41

1) Usahakan bawa makanan dari rumah 2) Biasakan sarapan agar tidak terlalu banyak jajan 3) Banyak mengkonsumsi sayur, buah dan banyak minum air putih 4) Olahraga teratur 5) Cuci tangan sebelum makan 6) Teliti sebelum membeli makanan :

- Amati apakah makanan tersebut berwarna mencolok atau jauh berbeda dari warna aslinya. segarnya. Biasanya makanan yang mencolok warnanya mengandung pewarna tekstil

- Cicipi rasa makanan tersebut. Biasanya lidah kita juga cukup jeli membedakan mana makanan yang aman dan mana yang tidak. Makanan yang tidak aman umumnya berasa tajam, misalnya sangat gurih dan membuat lidah bergetar biasanya makanan-makanan ini mengandung penyedap rasa dan penambah aroma berlebih.

- Perhatikan kualitas makanan dan tanggal kadaluarsa. Apakah masih segar, atau malah sudah berjamur dan bisa menyebabkan keracunan.

- Baui juga aromanya. Bau apek atau tengik menandakan bahwa makanan tersebut sudah rusak atau terkontaminasi oleh

mikroorganisme.

42

- Amati komposisinya. Bacalah dengan teliti adakah kandungan bahan-bahan makanan tambahan yang berbahaya yang bisa merusak kesehatan.

- Ingat juga, kriteria aman itu bervariasi. Aman buat satu orang belum tentu aman buat yang lainnya. Bisa saja pada anak tertentu bahan pengawet ini menimbulkan reaksi alergi. Tentu saja reaksi semacam ini tidak akan muncul jika konsumennya tidak memiliki riwayat alergi

2.6.2 PROSES

PENGOLAHAN

MAKANAN

YANG

POTENSIAL

MEMBAHAYAKAN KESEHATAN

1. Pengalengan (canning)

Pengalengan (canning) yaitu proses pengawetan meliputi pemasakan makanan, pengemasan dalam kaleng yang telah disterilkan dan setelah dikalengkan harus dilakukan pemanasan sekali lagi. Cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert pada akhir abad 18. Penelitian yang telah dilakukannya selama 15 tahun menunjukkan bahwa bila makanan dipanaskan pada suhu tertentu kemudian ditutup/dibuat kedap udara akan membuat makanan menjadi lebih awet. Pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk membunuh mikroorganisme dan pengemasan atau pengalengan dapat mencegah masuknya mikroorganisme baru. Kerusakan makanan dalam kaleng dapat diidentifikasi dari bentuk kemasan, mikroorganisme akan mendekomposisi makanan, proses dekomposisis akan
43

menghasilkan gas sehingga menyebabkan kaleng menggelembung, bocor atau bahkan meledak. Metode pengalengan memiliki resiko pencemaran yang tinggi ketika kaleng tersebut telah terbuka.Salah satu contoh dampak negatif lainnya yaitu berkembangnya bakteri anaerob misalnya Clostridium botulinum, mikroorganisme ini tidak menghasilkan gas dan perubahan rasa pada makanan sehingga tidak bisa dideteksi dari rasa dan bau makanan. Clostridium botulinum menghasilkan toxin/zat beracun yang dapat menyebabkan sakit yang akut bahkan kematian. 2. Pengasapan Tujuan pengasapan adalah memperpanjang umur simpanan

produk.namun,pengasapan juga dapat menghasilkan senyawa-senyawa yang tidak aman bagi kesehatan.beberapa senyawa bersifat karsinogenik seperti benzopiren (senyawa hidrokarbon polisiklis aromatik) ,nitrosamine dan fenol timbul selama pengasapan bahan makanan. metode memasak ini juga merusak nilai gizi makanan akibat panas yang terlalu tinggi dari batas normal pengolahan. 3. Penggaraman Pada proses penggaraman, pengawetan dilakukan dengan cara mengurangi kadar air dalam makanan sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang biak lagi. Jadi, peranan garam dalam proses ini tidak bersifat membunuh mikroorganisme (fermicida), tetapi garam mengakibatkan terjadinya proses penarikan air dalam sel daging ikan sehingga terjadi plasmolisis (kadar air dalam sel mikroorganisme berkurang, lama kelamaan bakteri mati).

44

Proses penggaraman menyebabkan kandungan natrium dalam makanan tersebut tinggi.hal ini dapat berbahaya terhadap kesehatan.contohnya pada penderita hipertensi dan penderita gagal ginjal. 4. Penggorengan Minyak merupakan campuran dari ester asam lemak dengan gliserol. Jenis minyak yang umumnya dipakai untuk menggoreng adalah minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak wijen dan sebagainya. Minyak

goreng jenis ini mengandung sekitar 80% asam lemak tak jenuh jenis asam oleat dan linoleat, kecuali minyak kelapa. Proses penyaringan minyak kelapa sawit sebanyak 2 kali (pengambilan lapisan lemak jenuh) menyebabkan kandungan asam lemak tak jenuh menjadi lebih tinggi. Tingginya kandungan asam lemak tak jenuh menyebabkan minyak mudah rusak oleh proses penggorengan (deep frying), karena selama proses menggoreng minyak akan dipanaskan secara terus menerus pada suhu tinggi serta terjadinya kontak dengan oksigen dari udara luar yang memudahkan terjadinya reaksi oksidasi pada minyak. Dalam kehidupan sehari-hari, asam lemak trans dijumpai dalam berbagai produk pangan lemak nabati yang dihidrogenasi seperti margarin, shortening, biscuit atau kue-kue. Proses hidrogenasi yang terjadi selain menghasilkan jumlah lemak jenuh lebih banyak, juga akan mengubah bentuk cis menjadi trans. Fennema menyebutkan bahwa pada suhu 25oC, reaksi oksidasi terhadap asam oleat (C18:1 cis) akan menghasilkan 2 (dua) senyawa radikal intermediate yaitu cis dan trans. Ratio dari LDL/HDL merupakan faktor risiko PJK yang lebih relevan dibandingkan dengan faktor risiko lainnya seperti kadar total kolesterol yang tinggi; makin besar ratio LDL/HDL di atas nilai ideal empat makin besar risiko
45

PJK. Konsumsi asam lemak trans menimbulkan pengaruh negatif karena menaikkan kadar LDL, sama seperti pengaruh dari asam lemak jenuh. Akan tetapi, disamping menaikkan LDL, TFA juga akan menurunkan HDL, sedangkan asam lemak jenuh tidak akan mempengaruhi kadar HDL. Jadi pengaruh TFA dibandingkan dengan asam lemak jenuh, maka efek negatif dari TFA dapat menjadi dua kali lipat. Asupan TFA selama kehamilan diduga juga akan mengganggu metabolisme asam lemak esensial sehingga dengan demikian akan mempengaruhi perkembangan janin. 5. Pembakaran (grill)

Pembakaran adalah metode memasak popular. Hal ini juga dapat menjadi alternatif metode memasak yang sehat, karena beberapa kandungan lemak jenuh daging berkurang karena proses pembakaran. Namun, pembakaran juga menyajikan risiko kesehatan. Terdapat dua jenis senyawa karsinogenik yang dihasilkan oleh suhu tinggi memanggang:

Heterocyclic

amines

(HCAs)

amina

heterosiklik

(HCA)

HCA terbentuk ketika daging yang secara langsung terkena api atau permukaan yang sangat tinggi suhu. Kandungan daging yang kaya keratin bereaksi dengan panas membentuk berbagai HCA, termasuk aminoquinolines imidazo-, amino-imidazo-quinoxalines, amino-imidazo-

pyridines, dan aminocarbolines. HCA telah terbukti dapat menyebabkan mutasi DNA, dan mungkin menjadi faktor dalam perkembangan kanker tertentu.

46

Polycyclic

aromatic

hydrocarbons

(PAHs)

polycyclic

aromatik

hidrokarbon (PAH) PAH terdapat di asap yang dihasilkan saat lemak dari daging menyatu atau menetes di atas bara panas panggangan. Berbagai PAH dalam asap yang dihasilkan, termasuk benzopyrene dan Dibenzo antrasena, melekat pada permukaan luar daging panggang. PAH paparan ini juga diyakini terkait dengan kanker tertentu.

Kandungan HCA dan PAH dalam daging dapat dikurangi dengan sedikit perubahan dalam metode memanggang. Secara khusus, praktek berikut ini akan mengurangi jumlah HCA dan PAH yang terbentuk:

1. Rendam daging sebelum memanggang. Para peneliti telah menentukan bahwa pengasinan daging sebelum memanggang, bahkan hanya untuk beberapa menit, dapat mengurangi pembentukan HCA sebesar 90% atau lebih. Ini dapat percaya mengingat bahwa rendaman membentuk penghalang atau pelindung untuk getah daging yang mencegah reaksi HCA dari terjadi. 2. Bakar pada suhu yang lebih rendah. Menurunkan suhu pembakaran juga sangat mengurangi pembentukan HCA. 3. Mencegah kontak langsung dengan api. Api dari panggangan menyebabkan pembentukan HCA dan PAH. awasi proses pembakaran makanan sesering untuk meminimalkan kemungkinan kontak langsung dengan api.

47

4. Jangan terlalu lama membakar daging. Meskipun penting untuk memasak daginghingga matang, berhati-hatilah untuk tidak terlalu lama membakarnya.Daging yang dibakar hingga benarbenar matang mengandung HCA lebih tinggi dari pada daging yang dibakar setengah matang .

48

BAB III PENUTUP

3.1

KESIMPULAN Makanan merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam

kehidupan manusia, makanan yang dimakan bukan saja harus memenuhi gizi dan mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit. Hal itu bertujuan untuk menghindarkan kita dari keracunan makanan (food poisoning). Keracunan makanan dapat terjadi karena toksin bakteri yang berada di makanan masuk ke dalam tubuh dalam jumlah yang berlebihan karena pengolahan dan penyimpanan makanan yang kurang tepat(tidak memenuhi persyaratan) atau karena bakteri yang diproduksi di usus setelah tertelan Jenis jenis mikroba yang dapat menyebabkan keracunan makanan antara lain Clostridium botulinum, Mushroom Amatoxyn Type, Mushrooms, Boric acid, borates dan boron. Berbagai mikroba tersebut mempunyai mekanisme toksisitas, dosis toksik, manifestasi klinis, diagnosa serta cara penanganannya masingmasing. Misalnya, Clostridium botulinum dapat memproduksi toksin botulinum yang menghambat pembebasan asetilkolin sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan (paralisis). Mushrooms Amatoxyn Type berikatan dengan polimerase RNA II yang dependen-DNA dan menghambat elongasi sehingga

mengakibatkan penurunan sintesa protein dan terjadinya kema tian sel. Mushrooms (Ccendawan/jamur) bekerja mengiritasi GI mengakibatkan

49

muntah dan diare tidak lama setelah makanan tersebut dikonsumsi. Asam borat tidak sangat korosif tetapi mengiritasi selaput lendir. Mungkin bertindak sebagai racun selular umum. Sistem organ yang paling sering terkena adalah kulit, saluran cerna, otak, hati dan ginjal. Berbagai mikroba tersebut apabila masuk ke dalam tubuh kita dalam dosis yang berlebihan dapat menimbulkan efek yang ringan seperti gastroenteritis hingga dapat berakibat fatal. Zat aditif adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan atau pun minuman yang bertujuan memberikan rasa, warna yang menarik, dan supaya makanan atau pun minuman tersebut dapat bertahan lama. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat, lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga

mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang terjadinya kanker pada hewan dan manusia. Proses pengolahan yang memungkinkan menimbulkan terjadinya bahaya adalah pengalengan (canning), pengasapan penggorengan,penggaraman, dan pembakaran. 3.2 SARAN Untuk menghindari terjadinya keracunan makanan yang disebabkan oleh mikroba sebaiknya kita selalu menjaga hygiene perorangan dan food hygiene dengan melakukan pengolahan, serta peyimpanan makanan dengan baik dan

sesuai persyaratan . Pemerintah hendaknya lebih memperhatikan dan mengawasi proses-proses pengelolahan makanan dalam pabrik.pabrik, serta memperhatikan zat zat adiktif yang digunakan dalam kualitas. makanan baik segi kuantitas maupun

50

DAFTAR PUSTAKA

International Programme on Chemical Safety Pois ons Information Monograph 858.2006.Clostridium botulinum. WHO. Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI. Journal of Ilene B. Anderson, PharmD. Journal from Lowa State University, college of veterinary medicine http://www.cfsph.iastate.edu/Factsheets/pdfs/botulism.pdf (Diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://www.pdf-finder.com/KERACUNAN-PANGAN-AKIBAT-BAKTERI (diakses pada tanggal 23 April 2013) http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunBakteriPatogen.pdf (diakses pada tanggal 23 April 2013)
http://www.ama-assn.org/ama/pub/category/4903.html (diakses pada tanggal

23 April 2013)
http://www.emedicine.com/sports/fulltopic/topic158.htm (diakses pada tanggal

23 April 2013)
http://www.emedicine.com/pmr/topic216.htm#section~mechanism_of_action

(diakses pada tanggal 23 April 2013)


http://www.fda.gov/fdac/features/095_bot.html (diakses pada tanggal 23 April

2013)
http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Mekanisme%20toksin.html (diakses pada

tanggal 23 April 2013)


http://www.tarakharper.com/b_botuln.htm (diakses pada tanggal 23 April 2013) http://textbookofbacteriology.net/clostridia.html (diakses pada tanggal 23 April

2013)

51

http://litbang.patikab.go.id http://nutritiondata.self.com http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/869-pengawetan-pangan-denganpenggaraman http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/05_Edit-1_RatuAyu_PENGARUH DAN LAMA PROSES_Layout.pdf SUHU

52

Anda mungkin juga menyukai