Anda di halaman 1dari 18

BAB I GLOBALISASI TEORI PEMBANGUNAN

1.1. Dari dependensi Menuju Interdependensi. Ada beberapa dimensi yang mendasari lahirnya konsep interdependensi sebagai perkembangan dari konsep ketergantungan. Dimensi tersebut meliputi dimensi fisik, dimensi ekonomi dan dimensi politik. Dimensi fisik muncul pertama kali pada 1970-an, terutama setelah diadakannya konferensi lingkungan oleh PBB pada 1972. Konferensi lingkungan tersebut memunculkan kesadaran akan adanya satu bumi, dimana kegiatan suatu Negara akan mempengaruhi keseimbangan lingkungan secara global. Dimensi ekonomi yang mendasari konsep interdependensi ini pertama kali dikemukakan dalam proposal yang diajukan oleh komisi brandt (brandt commission report)pada 1980. Dalam proposalnya tersebut, komisi ini menghendaki adanya hubungan ekonomi yang saling menguntungkan. Dalam hubungan tersebut memungkinkan terciptanya kondisi win-win position (posisi saling menguntungkan dan bukan lagi kondisi zero sum game (yang satu untung yang lain rugi) sebagaimana diterapkan dalam konsep ketergantungan. Adanya keterkaitan antar Negara dalam dimensi fisik maupun ekonomi diharapkan akan menciptakan kerja sama yang mendorong adanya perdamaian dan pembangunan dunia. Perkembangan konsep ketergantungan menuju konsep interdependensi ini mengakibatkan adanya transisi dalam perekonomian dunia. Ada beberapa kondisi pendukung yang menunjang dalam trnsisi perekonomian dunia. Kondisi pendukung tersebut meliputi ; pertama, aliran dana dan pola investasi. Kedua, perubahan teknologi dan internasionalisasi produk. Ketiga, adanya perdagangan dan aturan-aturan internasional lainnya. Kondisi pendukung pertama yaitu adanya aliran dana dan pola investasi, dimulai dengan kenaikan harga minyak bumi pada tahun 1970-an. Kenaikan harga minyak mengakibatkan surplus dana yang dimiliki oleh Negara-negara industry mengalir ke Negara-negara penghasil minyak. Tambahan penghasilan dari

kenaikan harga minyak tersebut, memungkinkan beberapa Negara dunia ketiga penghasil minyak untuk melakukan industrialisasi. Industrialisasi dinegara-negara dunia ketiga tersebut diperkuat dengan adanya teknologi baru dan tumbuhnya pasar-pasar bagi hasil industri. Perubahan dalam aliran dana tersebut diikuti dengan perubahan dalam pola investasi. Negara-negara industry mulai melakukan relokasi industrinya kenegaranegara dunia ketiga. Relokasi industry tersebut tidak terlepas dari kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi yang memungkinkan bagi pengusahan untuk melakukan keputusan yang cepat untuk mengantisipasi perubahan pasar, teknologi transportasi yang semakin memperpendek jarak antar Negara, maupun teknologi dalam organisasi tenaga kerja yang memungkinkan adanya penyederhanaan dalam proses produksi. Globallisasi investasi mendorong tumbuh dan menyebarnya perusahaan transnasional (TNC). Teori perdagangan tradisional, yang biasanya

mengasumsikan faktor-faktor produksi (modal, tenaga kerja, tanah) tidak bebas berpindah dan tidak ada skala ekonomi dalam berproduksi, menjadi tidak relevan dengan adanya TNC. Demikian raksasanya TNC, boleh dikata kurang lebih 40 persen total perdagangan dunia terjadi antara induk dan cabang dari TNC yang sama. Pendorong transisi perekonomian global, terutama dalam perdagangan internasional, adalah GATT (general agreement on tariff and trade) yang merupakan penarik utama di sisi permintaan (demand pull).melengkapi dorongan investasi dari rencana marshall, tarikan permintaan dilakukan lewat perluasan perdagangan yang saling menguntungkan dan dampak virtuous circle-nya melalui angka pengganda ekspor terhadap kesempatan kerja, pendapatan, dan investasi. Argument para industrialis Amerika Serikat (AS) adalah bila pasar dan perbaikan ekonomi Eropa Barat dibantu dengan rencana Marshall, maka manfaat program tersebut dibagi AS adalah terbukanya akses bagi komoditi produksi AS kepasar Eropa dan pasar lainnya. Kerangka formal liberalisasi perdagangan yaitu kompromi perdagangan yang disebut GATT pada januari 1948. Ini sebenarnya merupakan produk alternative dari usul ambisius Keynes tahun 1945 untuk

membentuk organisasi perdagangan internasional (ITO). ITO ternyata tidak disetuju AS, dan proposal liberalisasi perdagangan mendapat tentangan keras dari india, Australia, dan Negara-negara lain. GATT, akhirnya mencuat sebagai kompromi sementara, yang mulanya ditandatangani oleh 22 negara. Yaitu patut dicatat disini tujuan utama GATT , yaitu: (1) pengurangan tarif ,(2) pelarangan hambatan kuantitatif dan non-tarif lainnya, dan (3) penghapusan diskriminasi perdagangan , harus diakui, telah sedikit banyak berperanan dalam membentuk arah perdagangan global.

1.2. Pendekatan Dalam Konsep Interdependensi. Pendekatan dalam konsep interdependensi ini menyatakan bahwa

kapitalisme dalam perekonomian dunia sudah ada sejak abad ke-16. System kapitalisme ini kemudian berkembang yang pada akhirnya menyatukan wilayahwilayah yang semula terisolasi maupun wilayah-wilayah yang telah mampu mencukupi kebutuhan masyarakatmya secara mandiri. Perkembangan system kapitalisme ini mengandung dua dimensi, yaitu: ekspensi secara geografis dan ekspansi dalam bidang social ekonomi. Adanya ekspensi ini menumbuhkan adanya daerah-daerah semiperiferi disamping daerah inti/pusat (core) dan daerah pinggiran (periferi). Polarisasi antara daerah inti, periferi , dan semiperiferi ini berdampak pada adanya pembagian kerja,dimana daerah inti merupakan produksen produk-produk industry dan daerah periferi sebagai daerah penghasil pertanian. Adapun daerah semiperiferi merupakan daerah transisi antara pusat dan periferi, dimana produknya lebih mengarah pada produk-produk industry meskipun tetap menghasilkan produk-produk pertanian. Meskipun pendekatan dalam konsep ketergantungan dan konsep

interdependesi sama-sama

bersifat kapitalis, konsep interdependesi didak

mempertentangkan kepentingan dari daerah inti dengan daerah periferi. Dalam pendekatan interdependensi justru lebih ditekankan adanya kerja sama antara keduanya yang memungkinkan bagi daerah periferi untuk berkembang menjadi daerah semiperiferi. Menurut pendekatan ini, pembangunan pada dasarnya

merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi suatu daerah dari daerah periferi menjadi semiperiferi atau dari daerah semiperiferi menjadi daerah inti. Secara umum, perkembangan terakhir sampai awal 1990-an telah mempercepat momentum globalisasi pasar keuangan hingga akhir abad ini. Globalisasi telah mengubah pola hubungan finansial, proses produksi,

perdagangan, teknologi informasi, dan hubungan ekonomi lain, yang pada gilirannya menimbulkan gejala menyatunya ekonomi semua bangsa. kita hidup dalam dunia tanpa batas, kata Lester Brown (1972), penulis buku World Without Borders. Kata kunci dalam era globalisasi adalah interdependensi antar bangsa. Interdependensi juga dialami oleh Negara-negara yang tadinya tidak tergantung dengan Negara lain. Dalam kasus AS, misalnya , Negara Dunia Ketiga (NSB) memasok 80 persen impor minyak AS, 26 persen dari impor Negara industry, 25 persen dari impor barang modal, dan 53 persen dari impor barang konsumsi. Bagi Negara industry maju, memang kebanyakan tergantung dari surplai energy dan bahan mentah dari NSB. NSB juga merupakan pasar yang pontensial bagi ekspor barang produksi Negara maju. Todaro mencatat fakta menarik berikut : (1) pada awal dasa warsa 1980-an lebih dari 41 persen dari total ekspor AS menuju NSB, (2) satu dari setiap 6 pekerjaaan disektor manufaktur AS amat tergantung pada ekspor ke NSB, (3) dari 20 rekan perdagangan AS yang terbesar, 11 adalah NSB, dan secara bersama-sama 11 negara ini menyumbang lebih dari 26 persen total perdagangan AS dan 22 persen total ekspor AS. Ketika NSB mengalami kemacetan ekonomi, Negara industry merasakan akibatnya dalam bentuk penurunan ekspor dan meningkatnya pengangguran. Sebagai contoh, saat resesi ekonomi 1981-82, penjualan ke NSB penghasil nonmigas anjlok lebih dari US$ 24 milyar. Sebaliknya, resesi yang melanda Negara-negara maju dan anjloknya harga minyak dan komoditi primer lainnya pada awal dasawarsa 1980-an, telah menyebabkan banyak NSB mengkaji ulang strategi pembangunannya. Inilah yang terkenal dengan penyesuaian structural terhadap goncangan eksternal.

1.3. Strategi Pembangunan Dan Sistem Dunia. Teori pembangunan modern terdiri atas dua komponen, yaitu: komponen pertama adalah tujuan akhir dari pembangunan,dan komponen kedua adalah alat yang di gunakan untuk mencapai tujuan pembangunan.pada komponen pertama biasanya normative karena di pengaruhi oleh idiologi yang di anut oleh Negara tersebut.adapun komponen kedua di jabar kan dalam strategi pembangunan yang hendak di terapkan.hal ini dapat dilihat secara ekspelisit dalam perencanaan pembangunan suatu Negara. Strategi pembangunan suatu Negara merupakan cerminan dari kemampuan suatu Negara untuk bertindak, sehingga krisis yang terjadi disuatu Negara dapat dikatakan merupakan krisis dari strategi pembangunan yang diterapkan oleh Negara tersebut. Dengan demikian, strategi pembangunan pada dasranya merupakan konsep empiris yang langsung berkaitan dengan prilaku Negara. Strategi pembangunan dapat dipandang sebagai perencanaan eksplisit yang diterapkan suatu Negara terhadap masalah peningkatan kesejahteraan rakyatnya dalam arti materiil, yang dikaitkan dengan sumberdaya manusia dan alam yang dipunyai,serta berkaitan dengan dunia internasional.

1.3.1. Upaya Reformasi Global. Interprestasi teoritis terhadap pembangunan global tergantung bagaimana kita memahami fenomena interdependensi. Tata ekonomi dunia baru dan usulan komisi brant merupakan contoh gerakan revolmasi global, karena keduanya

memandang dunia sebagai satu system sehingga konsekuensinya perubahan yang di anjurkan adalah perubahan system secara keseluruhan. Problem utama dari strategi reformasi semacam ini adalah: siapakah yang dinamakan agen perubahan? hal ini berkaitan dengan kedua konsep tersebut yang menghendaki intervensi, yang dinyatakan dalam strategi pembangunan, sehingga amat sering dikaitkan dengan Negara sebagai actor yang dominan. Tata Ekonomi Dunia Baru (NIEO atau new international economic orde) lebih merupakan strategi politik dibanding strategi ekonomi. NIEO merupakan ekspresi dari solidaritas Negara-negara dunia ketiga yang menghendaki gerakan

swadaya secara kolektif.usulan utamanya adalah suatu jalur pembzngunan yang dilakukan lewat perdagangan dengan Negara-negara industry dan akses terhadap teknologinya.kendaki demikian,masalah utama yang menghadang nieo,yang juga dihadapi oleh strategi global lainnya,adalah bahwa strategi ini tidak di ikuti dengan penjelasan yang gamblang mengenai siapa pelaku yang akan melaksanakanya. Laporan komisi brandt (1980),yang berjudul North-South: A programme for survival,mengenai dialog utara-selatan menghadapi masalah yang sama.usulan brandt ini mendasarkan pada konsep interdependensi. Dialog utara-selatan, sebagaimana dirintis dalam deklarasi NIEO. Segera mengalami kemacatan. Penyebabnya, Negara kaya tidak dapat memenuhi permintaan yang dinyatakan dalam dokumen NIEO. Laporan komisi brant boleh dikatakan identik dengan global Keynesianism. Solusi Keynes terhadap kemiskinan global adalah melakukan apa yang disebut massive resource transfer. Maksudnya, penduduk miskin global merupakan fungsi dari system Keynes yang menganggur sehingga bila mereka menggunaan sumber-sumber keuangannya untuk membeli barangbarang produksi Negara maju, maka masalah ekonomi dengan sendirinya terpecahkan. Dapat diduga tanggapan terhadap usulan ini amat bervariasi tergantung ideologi pembangunan yang di anut apa. Liberalisme yang radikal tentu tidak dapat diterima oleh pnganut aliran kanan baru karena mereka menghendaki agar NSB menyeimbangkan anggaran negaranya, meliberalkan perekonomiannya, dan mengidentifikasi keunggulan komparatif yang dimilikinya. Disisi lain, kritik dari penganut aliran kiri mempertanyakan kepentingan yang saling menguntungkan antara Negara-negara utara dan selatan sebagaimana tesis interdependensi .menurut pandangan mereka. Integrasi dunia ketiga ke dalam system interdependensi global justru akan meningkatkan konflik dibanding

mendatangkan stabilitas.

1.3.2. Percobaan Untuk Memisahkan Diri (Delinking). Strategi pembangunan mandiri (self-reliant) telah dicoba di Tanzania, Ghana, Jamaica, Nikaragua, dan Burma. Strategi ini menghendaki mobilisasi sumber-sumber domestic dibanding mengundang sumber dari luar negri. Tanzania di bawah pemerintahan Nyerere menerapkan strategi pembangunan mandiri yang ambisius, termasuk pembangunan industri-industri dasar. Ghana dibawah rejim Nkrumah menekankan pembangunan industri dalam kerangka trasformasi sosialis,menekankan pembangunan pertanian bersekala besar,dan mendukung strategi kebutuhan pokok dan stabilisasi.Dalam praktek, percobaan strategi pembangunan mandiri di kedua Negara tersebut mengalami krisis dan berakhir dengan mengundang IMF membantu program restrukturisasi ekonomi. Negara lain yang mencoba menerapkan strategi pembangunan mandiri juga mengalami destabilisasi. Di Jamaika terjadi tarik-menarik antara pendukung Puerto Rican model melawan cuban model. Pada tahun 1972, ketika peoples national party (PNP) berkuasa,kebijakan luar negri jamaika mengacu pada model kuba.ini amat kontras dengan garis kebijakan Jamaica labour party (JLP) pada decade 1960-an dimana jamaika mengikuti model puero rico yang mendukung strategi orientasi ekspor,menarik investasi asing,dan kebijakan luar negrinya dekat dengan amerika serikat.penerapan strategi kebijakan mandiri berakhir dengan krisis politik,ekonomi,dan social. Percobaan menerapkan strategi pembangunan mandiri di nikaragua ternyata utopis.ini disebabkan karena pasar nikaragua pada dasarnya berorientasi ke amerika utara dan amat tergantung dengan impor pangan. Dengan demikian,bisa dipahami mengapa dalam debat strategi

pembangunan terjadi reaksi terhadap kelemahan teoride pendensia dan pesimisme terhadap strategi pembangunan mandiri. strategi pembangunan mandiri dan strategi lainnya dewasa ini semakin berkurang gaungnya karena alas an ekonomi dan politik. Alasan ekonominya adalah telah terjadi: (1) perubahan dalam nilai tukar perdagangan seperti meningkatnya barang impor untuk komorditi

energy,makanan,dan barang modal. (2) menurunnya harga komoditi primer yang masih merupakan produk unggulan dikebanyakan NSB. alasan politik yang muncul adalah adanya kebutuhan untuk merampingkan para sekutu dan konsolidasi control dari dua raksasa:AS dan uni soviet. Dapat disimpulkan bahwa kegagalan implementasi strategi

pembangunan mandiri harus di pahami dalam kerangka structural dan politik dunia,dan tidak hanya dapat dijelaskan oleh kelemahan strategi pembangunan yang di anut. Perubahan global, terutama perang dingin dalam bentuk baru,telah membuat semakin sulit menerapkan strategi pembangunan mandiri.

1.3.3. Klasifikasi Strategi Pembangunan. percobaan untuk memisahkan diri dengan system dunia dalam tingkat yang radikal (radikal delinking) terbukti tidak di dukung oleh fakta empiris.kendati demikian,pilihan strategi pembangunan memang anatara integrasi dengan system dunia ataukah otonomi,ataupun antara penganut radikal dengan pembangunan bertahap. dua pilihan ini memang sudah menjadi isu utama dalam teori pembangunan,yang di mulai sejak kritik list terhadap ekonomi politik inggris,atau yang dinyatakan oleh Friedrich List sebagai: ekonomi politik nasional versus kosmopolitik.isu ini,yaitu apakah ada kontradiksi anatar pembangunan nasional dan internasional,menandai munculnya ekonomi pembangunan,ekonomi politik nasional di kembangkan lebih lanjut oleh para penganut teori dependensia,yang mendukung strategi radikal delinking dengan pasar dunia.pendulum ini berbalik kembali kemudian sebagai mana di perlihatkan dalam gambar 1.3.3. tersebut.

Gambar 1.1. Klasifikasi Strategi Pembangunan.

Gradualist Neoklasik

Ekonomi Pembangunan Integrasi Otonomi

Marxisme Neoklasik

Dependensia

Sumber : Hettne (1991: h. 146)

Berdasarkan pengalaman dalam proses pembangunan sebelumnya, Griffin (1988) menggolongkan strategi pembangunan menjadi enam , yaitu : 1. Strategi Pembangunan Menetarls. strategi ini mengasumsikan bahwa efisiensi dalam alokasi sumberdaya akan tercapai dalam jangka panjang. Meskipun untuk mencapai stabilitas ekonomi, dalam jangka pendek akan terjadi krisis. Dalam strategi ini peranan Negara dibatasi.

2. Strategi Pembangunan Ekonomi Terbuka. Strategi perkembangan ini menitik beratkan pada perdagangan luar negeri dan keterkaitan dengan dunia luar sebagai mesin pembangunan. Kebijakan sangat tepat diterapakn pada Negara-negara yang berorientasi pada pembuatan produk yang ditujukan untuk pasar. Strategi ini identik dengan apa yang disebut supply-side-oriented state karena menghendaki peran aktif Negara disisi penawaran. 3. Strategi Pembangunan Industrialisasi. Strategi ini menitikberatkan sektor manufaktur yang berorientasi pasar, baik pasar domestic maupun pasar luar negeri. Sebagai mesin pembangunan. Menurut strategi ini, campur tangan pemerintah masih diperlukan. 4. Strategi Pembangunan Revolusi Hijau. Strategi pembangunan melalui revolusi hijau menitikberatkan pada kebijakan untuk meningkatkan produktivitas dan teknologi bidang pertanian sebagai alat untuk memacu pertumbuhan bidang lainnya. 5. Strategi Pembangunan Redistribusi. Strategi pembangunan melalui redistribusi ini dimulai dari redistribusi pendapatan dan kesejahteraan serta tingkat partisipasi masyarakat sebagai alat untuk memobilisasi peran serta penduduk dalam pembangunan. 6. Strategi Pembangunan Sosialis. Strategi pembangunan sosialisme lebih menekankan pada peran pemerintah dalam pembangunan: mulai dari perencanaan, perusahaan milik Negara hingga pelayanan masyarakat. Meskipun dalam system sosialisme peran pemerintah bisa bersifat ekstrem atau moderat.

Perlu dicatat bahwa tidak semua Negara menganut strategi pembangunan yang jelas. Biasanya, kebanyakan Negara tidak mengakui strategi pembangunan yang dapa didentifikasi dan seringkali berubah-ubah. Ini diakibatkan karena lemahnya peran Negara di NSB, dan bisa juga akibat krisis ekonomi global. Bisa dipahami apabila peranan strategi pembangunan bagi banyak Negara saat ini

10

cenderung menjawab krisis manajemen dari pada melakukan transformasi sosialekonomi. Pada gilirannya hal ini mengurangi relevansi teori pembangunan. Pendekatan yang kedua dalam studi perbandingan strategi pembangunan adalah berdasarkan perspektif teoritis. Analisis yang berorientasi pada system dunia menggarisbawahi keterbatasan pendukung nasionalisme ekonomi. Para pendukung teori system dunia banyak sejalan dengan tradisi pemikiran kaum dependensia. Menurut teori system dunia, pada hakekatnya hanya dikenal tiga strategi pembangunan, yaitu : 1. Strategi Pembangunan Dengan Memanfaatkan Peluang Pasar Luar Negeri. dalam strategi inio, pemerintah berperan aktif (state capitalism) dalam memanfaatkan keunggulan komperatifnya untuk memanfaatkan peluang pasar luar negeri. Meskipun harus diakui tidak semua Negara memiliki kemampuan untuk memanfaatkan peluang tersebut. Gambar 1.2. Klasifikasi Strategi Pembangunan menurut seers (1983). Antinasionalis Socialist open-door strategies (Marxist socialist) Egalitarian Anti Egalitarian

Self-reliance (Dependency theorists)

State capitalism (Traditional conservatives)

Nasionalis

11

2. Strategi Pembangunan Dengan Mengundang Investasi Luar Negeri. Strategi pembangunan dengan mengundang investasi luar negeri dilakukan dengan memanfaatkan keunggulan komparatif, seperti upah buruh yang murah serta kemudahan-kemudahan lainnya. Ini disebut juga sebagai model liberal open door. 3. Strategi Pembangunan Mandiri. Strategi pembangunan mandiri (self-reliance) menekankan pada kemampuan dalam negeri dan sesedikit mungkin bantuan dari pihak luar. Strategi ini kurang berhasil diterapkan pada Negara-negara dunia ketiga karena keterbatasan sumberdaya alam maupun manusia. Seers (1983) mengkombinasikan dimensi internal-eksternal (nasionalis

versus antinasionalis) dengan dimensi tingkat egalitarianism. Dengan cara ini terdapat 4 posisi strategi pembangunan, yaitu : variasi sosialis terhadap internasionalisme, pendukung strategi kebijakan pintu terbuka, variasi radikal dan konservatif dari strategi self-reliance, dan delinking. Menurut seers, kebijakan pembangunan ibarat pendulum. Oleh karena itu, selalu ada ruang untuk melakukan maneuver, sesuai dengan kondisi obyektif yang dihadapi maupun situasi historis yang diwarisi. Berdasarkan pengalaman dari NICs (Newly Industrialized Countries). Keberhasilan dai pembangunan mereka tidak ditentukan pada strategi

pembanguan yang dipilih tetapi lebih ditentukan pada konsistensi dan fleksibilitas dalam menerapkan kebijakan. Meskipun secara individual keberhasilan dari NICs memberikan masukan-masukan dalam pelaksanaan pembangunan dinegara dunia ketiga, bukan berarti strategi pembangunan yang diterapkan oleh NICs dapat diterapkan begitu saja dinegara lain. Hal ini disebabkan karena setiap Negara memiliki keunikan masing-masing.

12

BAB II EKONOMI POLITIK LIBERALISASI

2.1. Liberalisasi di Negara Berkembang dan Industri. Liberalisasi di NSB merupakan usaha pemerintah yang bertujuan untuk memperbaiki kinerja dari perusahaan-perusahaan pemerintah melalui peningkatan efesiensi, likuidisi, atau swastanisasi. Liberalisasi di NSB pempunyai beberapa perbedaan bila dibandingkan dengan liberalisasi di Negara industry. Perbedaanperbedaan tersebut, meliputi setidaknya pada dimensi Jameson,1992). 1) Liberalisasi di NSB menitikberatkan pada pengurangan defisit anggaran dan tingkat inflasi. Adapun dinegara-negara industri, liberalisasi ditujukan untuk meningkatkan anggaran pemerintah melalui penjualan asset-aset Negara kepada swasta. 2) Tujuan pelaksanaan liberalisasi di NSB ditekankan pada pencapaian program redistribusi pendapatan, sedang dinegara industri liberalisasi lebih ditujukan pada pembentukan kelas menengah baru sebagai pendukung sistem pasar. 3) Terbatasnya kelas menengah di NSB menyulitkan pembentukan modal berikut (Wilber dan

melalui pasar modal. Dengan meningkatnya kelas menengah dinegara industri sebagai akibat adanya liberalisasi, mendorong tumbuhnya investasi swasta. 4) Untuk meningkatkan modalnya, kebanyakan perusahaan swasta di NSB lebih senang menggunakan sistem perbankan (utang pada bank) dibandingkan menjual sahamnya dipasar modal. Adapun perusahaan swasta dinegara

industri lebih menyukai menjual sahamnya melalui pasar pasar modal dibandingkan meminjam modal dari bank. 5) Pelaksanaan liberalisasi di NSB tidak terlepas dari pertimbangan unsur kedaerahan dan perbedaan etnik, dimana pertimbangan tersebut jarang ditemui di Negara-negara insustri.

13

2.2. Perbedaan Pendekatan. Ada dua pendekatan kebijakan yang dapat diterapkan dalam program

stabilisasi ekonomi suatu Negara (Wilber dan Jameson,1992). Kebijakan tersebut meliputi kebijakan yang bersifat neo-konservatif atau kebijakan yang

menitikberatakan pada penyesuaian struktural dan perekonomian. Kebijakan yang bersifat neo-konservatif bertujuan untuk mengubah pola kekuatan politik dan ekonomi dinegara tersebut. Kebijakan neo-konservatif biasanya diwujudkan dalam bentuk liberalisasi perusahaan-perusahaan milik pemerintah. Adapun kebijakan yang menitikberatkan pada penyesuaian structural bertujuan untuk mengubah tingkat harga barang-barang jadi (final good), barang setengah jadi (intermediate good) dan faktor-faktor produksi. Kebijakan ini dilaksanakan melalui liberalisasi perdagangan, penentuan harga domestik yang didasarkan pada tingkat harga pasar internasional, peningkatan pendapatan pemerintah melalui pajak, perbaikan system administrasi perpajakan serta mengurangi defisit pemerintah dengan jalan mengurangi subsidi dan pengeluaran pemerintah.

2.3. Aspek Politik Pelaksanaan Liberalisasi. Pelaksanaan liberalisasi perekonomian suatu Negara tidak terlepas dari aspek politik. Aspek politik tersebut meliputi(Wilber dan jameson,1992) : 1) Ideologi yang dianut Negara yang bersifat liberal akan lebih cepat mengurangi campur tangan pemerintah dalam perekonomiannya. Sebaliknya, campur tangan pemerintah sulit untuk dikurangi pada negara yang ideologinya menitikberetkan pada pemerataan. 2) Defisit anggaran dan krisis keuangan pemerintah Sebagian besar perusahaan milik pemerintah merupakan penyumbang besar dalam defisit anggaran pemerintah. Sebagai contoh, pada akhir 1970-an perusahaan pemerintah menyumbang defisit anggaran pemerintah antara 66

14

persen hingga 76 persen. Untuk mengatasi hal tersebut, liberalisasi dianggap sebagai langkah yang paling cepat untuk mengatasi defisit tersebut. 3) Dominasi koalisi dan jaminan social Pada umumnya , NSB yang menerapkan kebijakan subtitusi impor diwarnai dengan adanya koalisi yang kuat antara elit pemerintah terutama dari kalangan militer, para manejer yang pro-pemerintah , organisasi buruh, pegawai negri dan para profisional dari kalangan menengah yang dekat dengan pemerintah. Biasanya koalisi ini tidak begitu memperhatikan sektor indusrti kecil, sektor pertanian dan sektor informal. Meskipun harus diakui, bahwa koalisi yang mendominasi Negara-negara penganut kebijakan industri subsidi impor ini juga memberikan jaminan sosial kepada kalangan berpenghasilan rendah dan

organisasi buruh. Jaminan sosial yang diberikan antara lain pelayanaan kesehatan dan pendidikan secara Cuma-Cuma, subsidi yang besar pada barangbarang konsumsi, jaminan lapangan kerja dan penentuan indeks tingkat upah. Untuk menjamin tersedianya lapangan kerja, liberalisasi dapat dilakukan dengan jalan : pertama, memberikan insentif kepada perusahaan swasta sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menciptakan lapangan kerja baru. Kedua, menyerahkan pengelolaan BUMN dan perusahaan jasa lainnya kepada swasta yang memungkinkan adanya rasionalisasi tenaga kerja dan terciptanya lapangan kerja baru. Adapun dominasi kalangan militer biasanya terjadi pada industri-industri strategis. Disamping bertujuan untuk

menyediakan lapangan kerja bagi bekas anggotanya, campur tangan militer dalam perekonomian juga bertujuan untuk menjamin kelangsungan penyediaan dana bagi anggaran militer. 4) Terpeliharanya kekuasaan Keberadaan BUMN memungkinkan bagi pemerintah untuk mempunyai akses langsung terhadap lapangan kerja, dana dan status. Adanya BUMN memungkinkan bagi pemerintah untuk mengontrol secara langsung aktivitas ekonomi. Akibatnya, secara langsung maupun tidak langsung hal ini akan menjaga kekuasaan pemerintah.

15

5) Kelangsungan suatu pemerintahan Hingga saat ini belum ada kesepakatan apakah liberalisasi lebih mudah dilaksanakan dinegara demokratis ataukah Negara otoriter. Suatu hal yang perlu ditekankan disini bahwa apapun sifat pemerintahan suatu Negara, diperlukan adanya dukungan yang cukup bagi kelangsungan pemerintahannya untuk melaksanakan liberalisasi perekonomian.

2.4. Beberapa Trend Pada Dekade 1980-An. Sejarah mencatat setidaknya ada tiga krisis pada dekade 1980, yaitu: krisis harga minyak, krisis utang luar negri , dan krisis peran Negara (kuncoro,1993). Anjloknya harga minyak pada 1983 dan 1986 terbukti membuat banyak Negara berkembang, terutama Negara pengekspor minyak, kalang kabut. Krisis ini mau tidak mau membuat para pengambil kebijakan di banyak Negara mengkaji ulang stretagi pembangunannya dan melakukan serangkaian upaya yang dikenal dengan nama penyesuaian struktural dan stabilisasi ekonomi. Penyesuaian struktural, pada dasrnya, merupakan bagian kebijakan pembangunan yang bertujuan mengubah secara structural sisi penawaran suatu perekonomian dengan menghilangkan berbagai ketidak sempurnaan pasar. Adapun tindakan stabilisasi ekonomi dilakukan untuk mengendalikan sisi permintaan melalui kebijakan makro ekonomi. Krisis utang luar negeri yang disulut sejak awal 1980-an terbukti membuat goncangan perekonomian dunia. Kasus Negara-negara amerika latin seperti Meksiko,Argentina,dan Brazil seakan mewakili potret suram Negara dunia ketiga yang dihantam lilitan utang luar negeri. Isu kesulitan membayar hutang menjadi isu internasional setelah banyak Negara afrika mengalami hal yang sama. Sampai 1983 tercatat lebih dari 23 negara menjadi korban krisis utang internasional . pada akhirnya, krisis utang internasional menyulut goncanganya system perbankan internasional. Hal ini mau tidak mau membuat banyak bank komersial meninjau kembali penilaian coun-try-risk dan strategi pemberian pinjaman internasional mereka.

16

Krisis peran Negara, sangat taraf tertentu. Berkaitan dengan dua krisis diatas. Peran Negara yang luas dimungkinkan karena adanya sumber dana yang melimpah, misalnya dari minyak, atau karena konsekuensi dari ideology sosialisme. Tidak mengherankan ada yang berpendapat bahwa Negara merupakan engine of growth. Campur tangan Negara dilakukan baik secara langsung sebagai penjual dan pembeli dipasar melalui BUMN, maupun secara tidak langsung melalui regulasi dan kebijakan. Campur tangan ini dijustifikasikan dengan argument adanya kegagalan pasar. Hal ini memungkinkan dilakukannya sentralisasi melalui perencanaan makro dan sektoral. Hanya saja, efektivitas peran Negara dipertanyakan setelah terjadi krisis minyak dan utang luar negeri, serta semakin dinamisnya globalisasi ekonomi. Campur tangan Negara nampaknya mengalami evolusi mengikuti perubahan persepsi mengenai tujuan dan kendala yang melekat dalam proses pembangunan. Pada dekade 1950 dan 1960-an, cmpur tangan Negara terutama untuk mendorong investasi dalam bidang infrastruktur dan barang modal, dengan tujuan untuk menghilangkan kendala tabungan dan devisa. Pada dasawarsa 1980-an, peran Negara kian berkurang, dan terbatas pada upaya menjaga berlangsungnya mekanisme harga. Yang terakhir ini, antara lain, karena Negara kehilangan sumber penerimaan yang utama, berkembangnya kegiatan pemburu rente (rentseeking activities), meluasnya korupsi dan manipulasi. Perkembangan di Uni Soviet dan Negara-negara Eropa Timur, dimana paham sosialisme dan peran Negara begitu dominan, menunjukkan bahwa mereka semakin mempertanyakan kelangsungan system ekonomi sosialis. Bahkan agaknya gejala free-market socialism semakin menjadi kenyataan.

2.5. Pengalaman Indonesia. Sebagai Negara penganut system ekonomi terbuka. Perkembangan yang terjadi di dunia. Internasional sedikit banyak akan mempengaruhi perekonomian Indonesia. Diantara tiga macam krisis yang sedang menjadi trend pada dasawarsa 1980, nampaknya krisis minyak yang paling memukul perekonomian Indonesia. Tak pelak lagi ini berkaitan dengan struktur penerimaan Negara yang didominasi

17

oleh penerimaan dari sektor minyak dan gas. Pada dasawarsa 1970-an betapa dominannya penerimaan migas dalam menyokong penerimaan dalam negeri. Padahal penerimaan dari migas merupakan fungsi dari harga minyak dipasar internasional. Begitu harga minyak anjlok, misalnya 1982 dan 1986, konsekuensinya penerimaan migas pada tahun anggaran itu menurun drastis. Untungnya pemerintah cepat tanggap menghadapi kejutan eksternal semacam ini. Dimulai dengan penjadwalan proyek-proyek besar, devaluasi dan deregulasi perbankan pada 1983. Tahun-tahun selanjutnya , kita menyaksikan deretan panjang paket deregulasi dibidang moneter (dan keuangan),fiskal,

perdagangan (dan pengapalan), dan investasi . secara garis besar , deregulasi tersebut nampaknya merupakan kombinasi dari kebijaksanaan expenditure-

reducing policy dengan expenditure-switching policy. Terasa juga adanya niat pemerintah untuk melakukan restrukturisasi ekonomi. Yaitu:mengubah

ketergantungan pada suatu komoditas (minyak) menjadi banyak komoditas (diversifikasi ekspor non-migas), mobilisasi dana dalam negeri (pajak dan tabungan), serta mengurangi campur tangan pemerintah dibanyak sektor yang dipandang menghambat kemajuan dunia usaha. Baying-bayang krisis bantuan luar negeri bukannya tidak ada. Disbanding Negara-negara Amerika Latin dan Afrika, memang kondisi beban utang Indonesia masih mendingan. Kendati debt service ratio (DSR), perbandingan antara pembayaran bunga dan cicilan utang, berkisar antara 25,4 persen hingga 40,7 persen selama 1985-1989, Indonesia agaknya tidak biasa dibandingkan dengan Negara-negara Amerika Latin yang beban pembayaran utangnya melebihi penerimaan ekspor mereka. Jumlah utang yang meningkat selama tiga tahun terkhir sampai 1990 disebabkan oleh kebutuhan untuk mendapatkan pinjaman baru dank arena perubahan nilai tukar AS terhadap yen dan mark jerman ; sedang meningkatnya DSR karena sudah banyak utang yang jatuh tempo, anjloknya minyak bumi dan komoditas primer lain, serta currency realignment.

18

Anda mungkin juga menyukai