Anda di halaman 1dari 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.

1 Demam Berdarah Dengue Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti yang ditunjukkan dengan gejala klinis awal demam tinggi mendadak, lemah dan lesu, timbul bintik-bintik merah pada kulit dan nyeri ulu hati (Depkes RI, 2009). Demam berdarah dengue adalah penyakit virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang hidup di dalam dan disekitar rumah yang sangat berbahaya dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, diathesis hemoragik, hemokonsentrasi dan syok sehingga menyebabkan penderita meninggal dalam waktu yang sangat singkat atau dalam beberapa hari akibat penanganan yang terlambat (WHO, 2005). 2.1.2 Epidemiologi Hampir semua Negara tropis, virus dengue sangat endemik, salah satunya termasuk Negara Indonesia. Di Indonesia, kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota di 27 Provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD (Widoyono, 2008). Frekuensi KLB DBD semakin tahun semakin meningkat, daerah yang terserang juga semakin luas. Berdasarkan data yang ada dapat diidentifikasi terjadinya peningkatan frekuensi serangan setiap 35 tahun sekali dengan jumlah penderita yang lebih besar. Walaupun resiko kematian diantara penderita DBD (CFR) semakin menurun tetapi jumlah kematian DBD (angka kematian) semakin meningkat (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

2.1.3 Etiologi Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda. Virus ini termasuk genus Flavirus dari famili Flaviviridae (Widoyono, 2008). Penyakit Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau, DEN-4 yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya. Nyamuk ini menjadi infektif 7 hari sesudah menghisap darah penderita DBD sebelumnya. Selama periode ini, nyamuk aedes yang telah terinfeksi oleh virus dengue akan tetap infektif dan potensial menularkan virus dengue kepada manusia yang rentan lainnya (Ginanjar G, 2008). Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan sangat berhubungan dengan DBD kasus berat dan yang terbanyak di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2010). 2.1.4 Cara Penularan Penularan penyakit DBD dipengaruhi oleh interaksi tiga faktor, yaitu sebagai berikut. 1. Faktor penjamu (Target penyakit atau inang), dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular penyakit DBD. 2. Faktor penyebar (vektor) dan penyebab penyakit (agent). Dalam hal ini adalah virus DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab penyakit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus berperan sebagai vektor penyebar penyakit DBD. 3. Faktor lingkungan, yakni lingkungan yang memudahkan terjadinya kontak penularan penyakit DBD (Budiarto E, 2012). Penyakit DBD ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti betina yang menggigit atau menghisap darah pada pagi sampai sore hari. Ada dua puncak aktifitas

menggigit yaitu antara pukul 08.00 sampai 10.00 pagi dan pukul 16.00 sampai 18.00 sore. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia (terdapat virus didalam darahnya) yaitu beberapa hari saat menjelang timbulnya demam hingga saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 47 hari. Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 7 hari terutama dalam kelenjar air liurnya sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia, pada saat gigitan berikutnya virus dengue akan dipindahkan bersama air liur nyamuk dalam tubuh manusia. Virus ini akan berkembang selama 7 hari sebelum menimbulkan penyakit (Depkes RI, 2008). Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu, orang yang didalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit, tetapi semua merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya, sekali terinfeksi nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya (Widoyono, 2008).

Gambar 2.1: Siklus Penyakit DBD (Sumber : Informasi Umum Demam Berdarah, Depkes RI, Jakarta, 2009).

2.1.5

Perantara (Aedes aegypti)

2.1.5.1 Morfologi dan lingkungan hidup nyamuk Nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah, berwarna hitam dengan bintikbintik putih. Nyamuk betina memerlukan istirahat 23 hari untuk mematangkan telur, nyamuk betina melekatkan telurnya diatas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar seratus butir telur setiap kali bertelur dengan ukuran 0,7 mm perbutir, telur dapat bertahan sampai 6 bulan. Stadium telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 23 hari setelah telur itu terendam air. Stadium jentik berlangsung 68 hari, stadium pupa berlangsung antara 24 hari. Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa memerlukan waktu 9 hari. Nyamuk Aedes aegypti dapat hidup 23 bulan (Natadisastra D, 2009).

Gambar 2.2: Siklus Hidup Aedes aegypti (sumber: Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue, Depkes RI, 2006).

2.1.5.2 Tempat perkembangan nyamuk Tempat perkembangan nyamuk Aedes aegypti adalah tempat penampungan air dalam atau di sekitar rumah atau tempat-tempat umum yang biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini bersarang dan bertelur di genangan air jernih, bukan di got atau diselokan kotor, tempat perkembangbiakan nyamuk berupa genangan air yang tertampung disuatu tempat atau bejana. Nyamuk ini tidak dapat berkembangbiak digenangan air yang langsung berhubungan dengan tanah (Soedarmo, 2005). Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan dalam beberapa tempat yaitu dalam tempat penampungan air untuk kepentingan sehari-hari, seperti bak mandi, drum, tempayan, ember, gentong dan lainlain. Kemudian tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti tempat air minum burung, vas bunga, kaleng, botol, ban bekas dan plastik bekas. Serta tempat penampungan alamiah seperti lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pohon bambu dan lain-lain. Pada malam hari nyamuk lebih suka bersembunyi disela-sela pakaian tergantung yang sudah digunakan, terutama diruang gelap atau lembab, nyamuk ini mampu terbang sampai radius 100 meter dan tergolong antropofilik yaitu suka darah manusia, berbeda dengan nyamuk lain yang sudah puas menggigit atau menghisap darah satu orang saja, nyamuk Aedes aegypti ini mempunyai kebiasaan menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat sehingga mempercepat terjadinya proses penularan (Syafrudin, 2011). 2.1.6 Patogenesis Infeksi virus terjadi melalui gigitan nyamuk, virus memasuki aliran darah manusia kemudian bereplikasi (memperbanyak diri). Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk

antibodi, selanjutnya akan terbentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai antigennya. Komplek antigen-antibodi tersebut akan melepaskan zat-zat yang merusak sel-sel pembuluh darah yang disebut dengan proses autoimun. Proses tersebut menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat yang ditunjukan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain trombosit dan eritrosit. Akibatnya, tubuh akan mengalami perdarahan mulai dari bercak sampai pendarahan hebat pada kulit, saluran pencernaan (muntah darah, berak darah), saluran pernafasan (mimisan, batuk berdarah) dan organ vital (jantung, hati, ginjal) yang sering mengakibatkan kematian (Widoyono, 2008). 2.1.7 Tanda dan gejala Gambaran klinis DBD sering kali tergantung pada umur penderita. Pada bayi dan anak biasanya di dapatkan demam dengan ruam makulopapular. Pada anak besar dan dewasa mungkin hanya di dapatkan demam ringan atau gambaran klinis lengkap dengan panas tinggi mendadak, sakit kepala hebat, sakit bagian belakang kepala, nyeri otot dan sendi serta ruam. Tidak jarang ditemukan perdarahan kulit, biasanya didapatkan leukopeni atau kadang-kadang trombositopeni (Mandal, 2008). Manisfestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue (SSD). Fase demam yang dialami pasien biasanya selama 27 hari yang diikuti oleh fase kritis selama 23 hari, pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan pengobatan adekuat (Sudoyo, 2009).

Secara keseluruhan pasien penyakit DBD pada umumnya disertai dengan gejala-gejala klinis dan kelainan laboratoris sebagai berikut: Kriteria klinis: 1. Demam tinggi selama 27 hari yang dapat mencapai 40oC. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan (malaise), nyeri sendi dan tulang, serta sakit didaerah belakang bola mata (retroorbita) dan wajah yang kemerahmerahan (flushing). 2. Tanda-tanda perdarahan spontan seperti mimisan, perdarahan gusi, perdarahan pada kulit seperti tes Rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, muntah darah atau berak darah hitam. 3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali) 4. Kegagalan sirkulasi darah yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, akral dingin, gelisah, tidak sadar dan syok yang dapat menyebabkan kematian. Kriteria laboratorium: 1. Trombositipenia (<100.000/mm3) 2. Hemokonsentrasi (Ht meningkat >20%) Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat minimal 2 kriteria klinis yang positif dan 1 kriteria laboratorium yang positif (Ginanjar G, 2008).

2.1.8 Derajat Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Penyakit Demam Berdarah Dengue DERAJAT GEJALA I Demam disertai 2 atau lebih tanda: lemah, lesu, tidak nafsu makan, mual, muntah, sakit kepala, nyeri retroorbital, mialgia, artralgia, nyeri ulu hati ditambah uji bendung positif Gejala di atas ditambah perdarahan spontan (ptekiae dan ekimosis, mimisan) Gejala di atas ditambah kegagalan sirkulasi(kulit dingin dan lembab serta gelisah) Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak teratur, ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, sianosis .

II III IV

DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD) Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, 2009. 2.1.9 Pengobatan Pengobatan yang diberikan bagi penderita penyakit DBD bersifat suportif dengan cara menggantikan cairan tubuh yang hilang dan istirahat selama demam, pengobatan ditujukan untuk mencegah penderita DBD masuk masuk ke fase syok. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah memberi minum sebanyak mungkin, memberi obat penurun panas golongan Antipiretik dan kompres dengan air hangat. Apabila penderita tidak dapat minum atau muntah-muntah pasang infus cairan Ringer Laktat atau NaCl dan segera rujuk ke Rumah Sakit. Terapi DBD juga bersifat simtomatis, yaitu untuk mengurangi keluhan yang timbul seperti nyeri otot, perdarahan dan sebagainya (Depkes RI, 2005). Pengobatan DBD ringan sampai sedang (derajat I dan II) harus dengan monitoring yang ketat kemungkinan terjadinya kebocoran plasma. Penderita dapat dirawat dengan pemberian cairan intravena selama 1214 jam.

Pasien yang menunjukan kenaikan kadar hematokrit, jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3 atau menunjukkan tanda-tanda perdarahan spontan selain petekiae harus dirawat inap secara intensif (Kementerian kesehatan RI, 2010). 2.1.10 Upaya pencegahan Pencegahan DBD dapat dilakukan dengan cara: 1. Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologi) Kegiatan mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius 100 m dari rumah indeks. 2. Pengasapan (fogging) Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan pengasapan racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga. 3. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN ) Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari tempat perkembang biakannya. Karena itu cara yang tepat adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD (pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue) yang dilakukan dengan cara 3M plus yaitu: menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, menutup rapat-rapat tempat

penampungan air dan menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas dan lain-lain. Selain itu ditambah dengan cara lainnya, seperti: memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar, memasang kawat kasa di rumah, pencahayaan dan ventilasi yang memadai, jangan

membiasakan menggantung pakaian dalam rumah, tidur menggunakan kelambu dan gunakan obat nyamuk (bakar, gosok dan lain-lain) untuk mencegah gigitan nyamuk. 4. Larvasidasi Larvasidasi adalah menaburkan bubuk abate dan ikan-ikan pemakan larva ke dalam tempat-tempat penampungan air. 5. Penyuluhan tentang gejala awal penyakit, pencegahan dan rujukan penderita (Depkes RI, 2008).

Gambar 2.3: Upaya Pencegahan DBD (Sumber: Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue, Depkes RI, 2006).

2.2

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD Ada beberapa faktor yang mempempengaruhi kejadian DBD, antara lain:

2.2.1 Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu ransangan tertentu .pengetahuan kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010). Kedalaman pengetahuan yang diperoleh seseorang terhadap suatu ransangan dapat diklasifikasikan berdasarkan enam tingkatan, yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil), merupakan mengingat kembali suatu materi yang dipelajari sebelumnya. b. Memahami (comprehension) Merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. c. Aplikasi (application) Kemampuan dalam menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya. d. Analisis (analysis) Kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. e. Sintesis (synthesis) Kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (evaluation) Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu matei atau objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Sebelum seseorang mengadopsi prilaku, harus terlebih dahulu tahu apa arti atau manfaat prilaku tersebut bagi dirinya dan keluarganya, sebagai contoh orang yang melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), apabila dia tahu apa manfaat dan tujuan kesehatan bagi keluarganya, dan apa bahayanya bila tidak melakukan PSN tersebut. Beberapa indikator untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan antara lain: 1. Pengetahuan tentang penyakit meliputi a. Penyebab penyakit b. Gejala dan tanda-tanda penyakit c. Bagaimana pengobatan atau kemana mencari pengobatan d. Bagaimana cara penularannya e. Bagaimana cara pencegahannya 2. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan a. Manfaat air besih b. Pengelolaan sampah yang benar c. Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat (Notoatmodjo, 2003). 2.2.2 Sikap Menurut Notoatmodjo (2003) Sikap (Attitude) merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju- tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Secara keseluruhan, sikap mempunyai tiga komponen pokok, yaitu:

a. kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. b. kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut: a. Menerima (receiving) Mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan. b. Menanggapi (responding) Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. c. Menghargai (valuing) Memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. d. Bertanggung jawab (responsible) Bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya dengan segala resiko. 2.2.3 Peran Petugas Kesehatan Peran petugas kesehatan adalah suatu kegiatan yang diharapkan dari seorang petugas kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Peran petugas kesehatan terbagi kedalam dua bentuk yaitu partisipasi sosial dan partisipasi langsung. Partisipasi sosial adalah Partisipasi dalam bentuk pengadaan pelayanan kesehatan dan peningkatan Partisipasi pengambilan keputusan di tingkat nasional, yaitu terhadap mereka yang tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan dan tidak mempunyai kekuatan dan juga tindakan pengawasan program yang dijalankan. Sedangkan partisipasi langsung adalah hal atau kesadaran keterlibatan langsung tokoh masyarakat dalam program kesehatan yang

berhubungan dengan kepentingan masyarakat. Perilaku petugas kesehatan termasuk juga undang-undang peraturan dari pusat maupun dari pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan, sikap positif dan dukungan fasilitas saja melainkan diperlukan perilaku (contoh) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan para petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003). Peran petugas kesehatan memegang penting dalam memberikan penyuluhan akan tetapi tidak hanya penyuluhan akan tetapi juga diadakannya survei untuk pemberantasan jentik nyamuk DBD setiap seminggu sekali, petugas kesehatan memegang peranan penting dalam mengatasi masalah demam berdarah dengue didaerah yang menjadi tempat tugasnya. Adanya genangangenangan air merupakan tempat perindukan yang potensial untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti. Kegiatan yang telah dilakukan adalah identifikasi jentik berupa penyemprotan dan penaburan bubuk abate pada genangan air tersebut, juga dilakukan penyomprotan dalam rumah dan di Desa-Desa endemis. Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M yaitu menguras, menutup dan mengubur.

Anda mungkin juga menyukai