Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Viskositas
2.1.1 Definisi Viskositas
Cairan mempunyai gaya gesek yang lebih besar untuk mengalir daripada gas,
hingga cairan mempunyai koefisien viskositas yang lebih besar daripada gas.
Viskositas gas bertambah dengan naiknya temperatur. Koefisien viskositas gas pada
tekanan tidak terlalu besar, tetapi untuk cairan naik dengan naiknya tekanan.
Viskositas gas bertambah dengan suhu kira-kira menurut persamaan jenis :
n
o
T
|
.
|

\
|
=
273


Dimana = viskositas pada suhu absolut T (K)

o
= viskositas pada 0
o
C (273 K)
n = tetapan
Viskositas gas hampir tidak bergantung pada tekanan, terutama di daerah
dimana hukum gas berlaku. Dalam daerah ini, viskositas gas pada umumnya berkisar
antara 0,01 dan 0,1 cP. Pada tekanan tinggi, viskositas gaya bertambah dengan
tekanan, lebih-lebih di daerah sekitar titik kritis.
Viskositas zat cair pada umumnya jauh lebih besar dari viskositas gas, dan
menjangkau beberapa orde besaran. Viskositas menurun secara menyolok bila suhu
dinaikkan. Contohnya, viskositas air turun dari 1,79 cP pada 0
o
C menjadi 0,28 cP
pada 100
o
C. Viskositas zat cair bertambah dengan tekanan, tetapi pengaruhnya pada
umumnya menjadi tidak berarti pada tekanan kurang dari 40 atm. Viskositas cairan
ditentukan berdasarkan persamaan Poiseuille. Besarnya koefisien viskositas untuk
fluida:
=
V l 8
t r P t

Dimana: : viskositas cairan
P : tekanan yang bekerja pada cairan
r : jari-jari silinder
t : waktu yang dibutuhkan cairan dengan volume V untuk mengalir
melalui viskosimeter
V : volume total cairan
l : panjang pipa (McCabe, dkk,1999)

2.1.2 Pengaruh Temperatur Terhadap Viskositas
Pengaruh temperatur terhadap viskositas suatu zat cair sama sekali berbeda
dengan gas, dimana pada gas koefisien viskositas bertambah dengan naiknya
temperatur, sedangkan viskositas cairan selalu menurun dengan naiknya temperatur.
Banyak persamaan yang menyatakan hubungan viskositas dan temperatur telah
dibuat. Yang pertama diturunkan oleh S. Arrhenius (1912) dan J. Deguzman (1913)
dalam bentuk eksponensial, yaitu :
B/RT
Ae = .......(2.4)
Dimana:
A dan B : konstanta untuk cairan yang dianalisa
Persamaan 2.4 dapat ditulis sebagai:
RT
B
A log log
e log A log log
B/RT
+ =
+ =

Plot antara log dengan 1/T akan menghasilkan garis lurus. Persamaan ini
menunjukkan bahwa viskositas berbanding terbalik dengan temperatur. Bila
temperatur naik, viskositas akan turun. Begitu juga sebaliknya, bila temperatur turun,
maka viskositas akan naik (Soekardjo, 1985).

2.2 Teori Bahan
2.2.1 Metanol (CH
3
OH)
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah
senyawa kimia dengan rumus kimia CH
3
OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling
sederhana. Pada keadaan atmosfer ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap,
tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih
ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut,
bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri.
Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri.
Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah
beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan
sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air. Reaksi kimia metanol yang terbakar
di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:
2 CH
3
OH + 3 O
2
2 CO
2
+ 4 H
2
O
Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan aditif
bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri, penambahan racun ini akan
menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan
bahan utama untuk minuman keras (minuman beralkohol). Metanol kadang juga
disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu merupakan produk samping dari
distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melalui proses multi tahap. Secara singkat,
gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan
karbon monoksida, kemudian gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam
tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap
pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah eksotermik.
Metanol digunakan secara terbatas dalam mesin pembakaran dalam,
dikarenakan metanol tidak mudah terbakar dibandingkan dengan bensin. Metanol
campuran merupakan bahan bakar dalam model radio kontrol.
Salah satu kelemahan metanol sebagai bahan bakar adalah sifat korosi terhadap
beberapa logam, termasuk aluminium. Metanol, merupakan asam lemah, menyerang
lapisan oksida yang biasanya melindungi aluminium dari korosi:
6 CH
3
OH + Al
2
O
3
2 Al(OCH
3
)
3
+ 3 H
2
O
Penggunaan metanol terbanyak adalah sebagai bahan pembuat bahan kimia
lainnya. Sekitar 40% metanol diubah menjadi formaldehid, dan dari sana menjadi
berbagai macam produk seperti plastik, plywood, cat, peledak, dan tekstil. Dalam
beberapa pabrik pengolahan air limbah, sejumlah kecil metanol digunakan ke air
limbah sebagai bahan makanan karbon untuk denitrifikasi bakteri, yang mengubah
nitrat menjadi nitrogen.



Tabel 2.1 Sifat Fisika dan Kimia Metanol
No. Sifat Fisika Sifat Kimia
1.
Viskositas (cair, 25C = 0,541
cp); (uap, 25C = 0,00968 cp)
Reaksi methanol dengan asam asetat
menghasilkan ester
2. Berat molekul 32,042 gr/gmol
Rereaksi dengan karbon monoksida
membentuk asam asetat
3. Titik didih pada 1 atm 64,7
o
C
Reaksi esterifikasi dengan katalis asam
dari isobutylene dan methanol
membentuk Methyl Tertier Butyl Ether
(MTBE)
4. Titik beku pada 1 atm -97,7
o
C
Reaksi dehidrogenasi oksidatif dari
methanol dengan katalis Ag
Molybdenum-Fe
2
O
3
akan menghasilkan
formaldehyde
5.
Densitas (cair, 25
o
C) 0,7864
gr/cc
Reaksi dengan asam karboksilat katalisasi
asam dapat membentuk metil ester,
dengan penghilangan air secara
azeotropik
Sumber : (Sinuraya, 2010)

2.2.2 Sirup (Kurnia)
Sirup adalah cairan yang kental dan memiliki kadar gula terlarut yang tinggi
namun hampir tidak memiliki kecenderungan untuk mengendapkan kristal. Dari data
komposisi yang dicantumkan pada label kemasan Sirup Kurnia didapatkan data gula
pasir, asam sitrat, pewarna makanan karmoisin cl no. 14720 sebagai komposisi
pembuat sirup. Sirup kurnia diproduksi oleh PT. Kurnia Aneka Gemilang (KAG)
yang berlokasi di jalan Tanjung Morawa km.14,5, Medan, Sumatera Utara
Pada percobaan ini kami menggunakan sampel sirup dengan merek kurnia.
Produsen minuman sirup PT Kurnia Aneka Gemilang (PT KAG) berkomitmen
mempertahankan kualitas dan komposisi bahan baku, seperti gula asli dan sari buah
kualitas impor. Untuk bisa bersaing dengan kompetitornya, kualitas dan pelayanan
menjadi fokus utama PT KAG. Bagian pengawasan memperhatikan setiap tahap
proses pengerjaan, tak terkecuali bahan pembuatannya. Begitu pula dengan
penggunaan botol yang tak luput dari perhatian dengan melalui proses steril hingga
akhirnya siap dipakai. Pengisian sirup juga dilakukan di tempat berbeda, untuk
menjaga kualitas terbaik. Sedangkan untuk mempertahankan kualitas dan komposisi
bahan baku, PT KAG mengimpor gula asli dan sari buah dari Eropa.

2.3 Densitas
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin
tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya.
Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total
volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi)
akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang
memiliki massa jenis lebih rendah (misalnya air). Satuan SI massa jenis
adalah kilogram per meter kubik (kg m
-3
). Massa jenis berfungsi untuk menentukan
zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. Dan satu zat berapapun massanya
berapapun volumenya akan memiliki massa jenis yang sama. Rumus untuk
menentukan massa jenis adalah :
= m / v
Dimana : adalah massa jenis,
m adalah massa,
V adalah volume
Massa jenis air murni adalah 1 g/cm
3
atau sama dengan 1000 kg/m
3
. Selain
karena angkanya yang mudah diingat dan mudah dipakai untuk menghitung, maka
massa jenis air dipakai perbandingan untuk rumus ke-2 menghitung massa jenis, atau
yang dinamakan 'Massa Jenis Relatif'.
Rumus massa jenis relatif = Massa bahan / Massa air yang volumenya sama

2.4 Aplikasi dalam Industri
2.4.1 Pembuatan Isolat Protein Terasilasi
Penggunaan dedak padi di Indonesia masih sangat terbatas, hanya digunakan
sebagai bahan pakan. Padahal dilihat dari kandungan protein dan lemaknya yang
relatif tinggi, kegunaannya dapat ditingkatkan bukan hanya sebagai pakan tetapi juga
sebagai makanan manusia, yaitu antara lain melalui peningkatan mutu proteinnya.
Hal ini dapat dilakukan diantaranya dengan reaksi asilasi dan suksinilasi. Penelitian
ini mempelajari pengaruh reaksi asilasi dan suksinilasi terhadap sifat fungsionla
isolate protein dedak dan hasilnya menunjukkan bahwa isolat protein dedak
tersuksinilasi mempunyai kelarutan yang baik dan sifat-sifat emulsi yang sangat baik.

2.4.1.1 Bahan dan Metode
Pembuatan isolate protein dedak yang digunakan mempunyai kadar air,
protein, lemak, serat kasar, ekstrak tanpa N dan abu berturut-turut 10,8%, 9,8%,
14,3%, 8,2%, 46,5%, dan 7,1%. Protein diekstraksi dari dedak bebas lemak dengan
NaCl 5% (1:10 b/v; suhu ruang; 2 jam) pengendapan protein dilakukan pada pH 3,5
dengan HCl 2N, endapan dicuci dengan aquadest dan didialisis (4-5
o
C; 24 jam)
selanjutnya dikeringkan dengan pengering beku.

2.4.1.2 Asetilasi dan Suksinilasi
Untuk asetilasi digunakan asetat anhidrid dan suksinilasi dengan suhu
suksinat anhidrid menggunkan metode Narayana dan Rao (1984) serta Choi, dkk
(1981) yang dimodifikasi. Kadar yang digunakan untuk keduanya 0,6 gig protein.
Reaksi asilasi dilakukan pada pH antara 8,5 dan 9,0 selama 15 menit. Pengaturan pH
dilakukan dengan larutan NaOH. Protein selanjutnya didialisis dan dikeringkan
dengan pengering beku.

2.4.1.3 Penetapan Sifat Fungsional
Penetapan sifat fungsional dilakukan terhadap isolate protein kontrol (tidak
diasilasi), yang di-asetilasi dan yang di-suksinilasi. Sebagai pembanding digunakan
kasein dan gluten. Kelarutan protein ditetapkan dengan metode AOCS BA 11-65 dari
Smith dan Circle (1972) dalam Kabirullah dan Wills (1982) Sena Huton dan
Campbell (1977) yang dimodifikasi. Dalam hal ini ditetapkan harga NSI (Nitrogen
Solubility Index) sebagai jumlah N terlarut dalam total N sampel dikalikan 100%.
Absorpsi air dan minyak ditetapkan dengan metode Kabirullah dan Wills
(1982) yang dimodifikasi, yang dinyatakan dalam volume air atau minyak (ml) yang
diarbsorpsi oleh per gram sampel. Viskositas spesifik ditetapkan menggunakan
metode Grant (1973) Sena Kim dan Kinsella (1986) yang dimodifikasi. Dalam hal ini
digunakan protein 0,1% dalam larutan buffer fosfat pH 7. Viskositas diukur dengan
viskosimeter Ostwald. Sifat emulsi ditetapkan dengan metode Deshpande, dkk
(1982) yang dimodifikasi. Untuk ini digunakan suspense protein dengan konsentrasi
7% (b/v) 3 ml yang ditambah minyak zaitun murni 3 ml.
Daya emulsi dinyatakan dalam volume emulsi yang terbentuk dalam volume
cairan total mula-mula dikalikan 100%. Kestabilan emulsi ditetapkan dengan cara
memanaskan emulsi yang terbentuk pada penangas air pada suhu 80
o
C selama 30
menit. Sifat berbuih ditetapkan dengan metode Yasumatsu, dkk (1972) dan
Deshpande, dkk (1982) yang dimodifikasi. Untuk ini digunakan suspensi protein 1%
(b/v) 5 ml diputar dengan super mixer selama 1 menit. Daya berbuih dinyatakan
sebagai volume buih yang terbentuk dalam volume cairan semula dikalikan 100%.
Kestabilan berbuih dilihat setelah buih tersebut dibiarkan selama tiga puluh menit
dan diukur kembali volumenya. Densitas kamba ditetapkan dengan metode Choi et al
(1981), yang dinyatakan sebagai berat sampel (g) dari volume (ml) tertentu dikalikan
100%. (Herastuti & Anwar, 2011)

Anda mungkin juga menyukai