Anda di halaman 1dari 25

ASKEP GANGGUAN HIPOFISIS POSTERIOR

Disusun untuk memenuhi tugas KMB III Dosen pengampu : Jualiana S., SST

Disusun oleh : Aprilia Damayanti Ardi Surya Nugraha Desy Rahmawati Nur Atmi Astuti Vellanika Rahmawati Desti Dwi Kusrini Fitria Mardiana Kelas : IIA (2220111862) (2220111863) (2220111867) (2220111880) (2220111894) (2220111902) (2220111907)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO YOGYAKARTA MARET, 2013

BAB I TINJAUAN PUSTAKA


A. PENGERTIAN HIPOFISIS POSTERIOR Hipofisis posterior atau neurohipofisis merupakan perpanjangan dari hipotalamus yang terbentuk dari sekelompok akson dari hypothalamic neurosecretory neurons yang berselingan dengan sel glia.

B. ANATOMI HIPOFISIS POSTERIOR Kelenjar hipofisis terletak pada dasar tengkorak pada bagian tulang sphenoid yang disebut sella tursika (Turkish Saddle). Bagian anterior yaitu tuberkulum sella tursika, diapit oleh dua tonjolan posterior sayap tulang sphenoid yaitu prosesus klinoideus anterior, dorsum sellae membentuk dinding posterior, pada sudut atasnya menonjol ke prosesus klinoideus posterior. Kelenjar dilapisi oleh dura dan atapnya dibentuk oleh lipatan dura yang melekat pada prosesus klinoideus, yaitu diafragma sellae. Dalam keadaan normal, membrane arakhnoidea dan cairan serebrospinal tidak dapat masuk sella tursika dengan adanya diafragma sellae. Tangkai hipofisis dan pembuluh darahnya melewati lubang pada diafragma ini. Dinding lateral kelenjar secara tidak langsung berhadapan dengan sinus kavernosus dan dipisahkan oleh duramater. Kiasma optikum terletak 5-10 mm diatas diafragma sellae dan didepan tangkai kelenjar (Greenspan and Baxter, 1998). Lobus posterior hipofisis (neurohipofisis) berasal dari jaringan saraf, secara embrional dari evaginasi hipotalamus ventral dan ventrikel ketiga. Neurohipofisis terdiri dari akson dan ujung saraf dari neuron yang badannya berada di supraoptik dan nukleus paraventrikel dari hipotalamus dan jaringan penyokong. Traktus nervus hipotalamo-neurohipofiseal terdiri dari kurang lebih 100.000 serat saraf. Tebal serat saraf berkisar antara 1 sampai 50 mikrometer terdapat pada saraf terminalis (Greenspan and Baxter, 1998).

C. FISIOLOGI HIPOFISIS POSTERIOR Hormon yang disekresikan lewat neurohipofisis (hipofisis posterior) menurut Greenspan and Baxter (1998), yakni: 1. Antidiuretik Hormone (ADH, juga dikenal sebagai vasopresin): pengatur keseimbangan penting, juga vasokonstriktor kuat dan berperan penting pada regulasi sistem kardiovaskuler. 2. Oksitosin: menyebabkan kontraksi otot polos uterus untuk membantu mengeluarkan janin selama persalinan, dan merangsang ejeksi susu dari kelenjar mamaria selama menyusui. Hipotalamus dan hipofisis posterior membentuk suatu sistem neuroendokrin yang terdiri dari suatu populasi neuron neuroskretoris yang badan selnya terletak di dua kelompok di hipotalamus (nukleus supraoptik dan nukleus paraventrikel). Akson dari neuron-neuron ini turun melalui tangkai penghubung tipis untuk berakhir di kapiler di hipofisis posterior. Hipofisis posterior terdiri dari ujung-ujung saraf ini plus sel penunjang mirip glia. Secara fungsional dan anatomis, hipofisis posterior sebenarnya hanya perpanjangan dari hipotalamus (Sherwood, 2011). Hipofisis posterior sebenarnya tidak menghasilkan hormon apapun. Bagian ini hanya meyimpan dan, setelah mendapat rangsangan yang sesuai, mengeluarkan dua hormon peptida kecil. Vasopresin dan oksitosin, yang disintesis oleh badan sel neuron di hipotalamus, kedalam darah. Kedua peptida hidrofilik ini dibuat di nukleus supraoptikus dan paraventrikel, tetapi satu neuron hanya dapat menghasilkan salah satu dari kedua hormon ini. Hormon yang disintesis dikemas dalam granula sekretorik yang diangkut melalui sitoplasma akson dan disimpan di terminal neuron dihipofisis posterior. Setiap ujung saraf ini menyimpan vasopresin atau oksitosin, tidak keduanya. Karena itu, hormon-hormon ini dapat dikeluarkan secara independen sesuai kebutuhan. Akibat sinyal stimulatorik ke hipotalamus, vasopresin atau oksitosin dilepaskan ke dalam darah sistemik dari hipofisis posterior melalui proses eksositosis granula sekretorik yang sesuai. Pelepasan hormon ini terjadi sebagai respon terhadap potensial aksi yang berasal dari badan sel di hipotalamus dan merambat ke ujung saraf dihipofisis posterior. Seperti pada neuron lainnya, potensial aksi dihasilkan di neuron sekretorik ini sebagai respon terhadap sinyal sinaptik ke badan sel saraf (Sherwood, 2011).

Baik oksitosin dan ADH (vasopresin) kedua-duanya merupakan polipeptida yang mengandung sembilan asam amino. Rangkaian asam aminonya adalah sebagai berikut: Vasopresin: Cys-Tyr-Phe-Gln-Asn-Cys-Pro-Arg-GlyNH Oksitosin: Cys-Tyr-Ile-Gln-Asn-Cys-Pro-Leu-GlyNH Perhatikan bahwa kedua hormon ini hampir identik kecuali pada vasopresin, fenilalanin, dan arginin menggantikan isoleusin dan leusin pada molekul oksitosin. Kesamaan dari kedua molekul ini dapat menjelaskan fungsinya yang kadang kala mirip (Guyton and Hall, 1997).

1. Vasopressin Impuls neural yang memicu pelepasan ADH diaktifkan oleh sejumlah stimulus yang berlainan. Peningkatan osmolalitas dalam plasma merupakan stimulus fisiologik yang primer. Peristiwa ini diperantarai oleh osmoreseptor yang terletak dalam hipotalamus dan baroreseptor yang terletak dalam jantung serta region lainnya pada sitem vaskuler. Peristiwa hemodilusi (penurunan osmolalitas) memberikan efek yang berlawanan. Stimulus lainnya adalah stres emosional serta stres fisik dan preparat farmakologik yang mencakup asetilkolin, nikotin, serta morfin. Sebagian besar efek ini meliputi peningkatan sintesis ADH dan neurofisin II, mengingat deplesi hormone yang tersimpan tidak berkaitan dengan kerja ini. Epinefrin dan preparat yang memperbesar volume plasma akan menghambat sekresi ADH, sebagaimana halnya dengan etanol (Murray et al.,1999). Vasopresin (hormone antidiuretik, ADH) memiliki dua efek utama yang sesuai dengan namanya: (1) meningkatkan retensi HO oleh ginjal (efek antidiuretik), dan (2) menyebabkan kontraksi otot polos arteriol (suatu efek presor pembuluh). Efek pertama memiliki peran fisiologik lebih penting. Pada kondisi normal, vasopresin adalah faktor endokrin utama yang mengatur pengeluaran HO secara keseluruhan. Sebaliknya, vasopresin dalam kadar biasa hanya berperan minimal dalam mengatur tekanan darah melalui efek presornya (Sherwood, 2011).

Kontrol utama pelepasan vasopresin dari hipofisis posterior adalah masukan dari osmoreseptor hipotalamus, yang meningkatkan sekresi vasopresin sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas plasma. Masukan yang lebih lemah dari reseptor volume atrium kiri meningkatkan sekresi vasopresin sebagai respon terhadap penurunan volume CES dan tekanan darah arteri (Sherwood, 2011). 2. Oksitosin Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae merupakan stimulus primer bagi pengeluaran oksitosin. Distensi vagina dan uterus merupakan stimulus sekunder. PRL dilepaskan oleh banyak stimulus yang melepaskan oksitosin, dan fragmen oksitosin pernah dikemukakan sebagai faktor pelepasan-prolaktin. Estrogen merangsang produksi oksitosin serta neurofisin I, dan progesterone menghambat produksi senyawa ini (Murray et al.,1999). Oksitosin merangsang kontraksi otot polos uterus untuk membantu mengeluarkan janin selama persalinan, dan hormon ini juga merangsang penyemprotan (ejeksi) susu dari kelenjar mamaria (payudara) selama menyusui. Sekresi oksitosin ditingkatkan oleh refleks-refleks yang berasal dari jalan lahir selama persalinan dan oleh refleks yang terpicu ketika bayi menghisap payudara (Sherwood, 2011). Selain kedua efek fisiologik utama tersebut, oksitosin terbukti juga mempengaruhi berbagai perilaku, terutama perilaku ibu. Sebagai contoh, hormon ini meningkatkan ikatan batin antara ibu dan bayinya (Sherwood, 2011).

D. GANGGUAN HIPOFISIS PORTERIOR 1. Hipersekresi Neurohipofisis Syndrome of Inappropriate Antidiuretic HormoneScretion (SIADH) a. Pengertian Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai (SIADH; Syndrome of Inappropriate Antidiuretic HormoneScretion) mengacu pada sekresi ADH yang berlebihan dari kelenjar hipofisis dalam menghadapi osmolalitas serum subnormal. (Suzanne C.Smeltzer: 2001). SIADH adalah suatu karakteristik atau ciri dan tanda yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal mengabsorpsi atau menyerap air dalam bentuk ADH yang berasal dari hipofisis posterior. (BarbaraK.Timby). SIADH adalah syndrome yang diakibatkan karena sekresi ADH yang berlebihan dari lobusposterior dan dari sumber ektopik yang lain. (Black dan Matassarin Jacob, 1993). SIADH adalah gangguan yang berhubungan dengan peningkatan jumlah ADH akibat ketidakseimbangan cairan. (Corwin, 2001). SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior akibat peningkatan produksi ADH sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih ringan. (Corwin, 2001) Menurut kelompok SIADH adalah gangguan pada hipofisis posterior yang disebabkan oleh beberapa factor misalnya trauma, tumor, penyakit paru dan sebabsebab yang lain yang dapat mengakibatkan peningkatan sekresi ADH yang berlebih dan terjadi hiponatremia.

b. Patofisiologi Pengeluaran berlanjut dari ADH menyebabkan retensi air dari tubulus ginjal dan duktus. Volume cairan ekstra selluler meningkat dengan hiponatremi delusional. Dalam kondisi hiponatremi dapat menekan renin dan sekresi aldosteron menyebabkan penurunan Na+ direabsorbsi tubulus proximal.

Dalam keadaan normal, ADH mengatur osmolaritas serum. Bila osmolaritas serum menurun, mekanisme feedback akan menyebabkan inhibisi ADH. Hal ini akan mengembalikan dan meningkatkan ekskresi cairan oleh ginjal untuk meningkatkan osmolaritas serum menjadi normal. Pada pelepasan ADH berlanjut tanpa kontrol umpan balik, walaupun osmolaritas plasma darah dan volume darah meningkat. Kelainan biokimiawi pada keadaan yang kronik, Na turun dan Kalium naik, kadang-kadang terdapat keadaan yang disertai semua kadar elektrolit dalam serum masih normal dan satu-satunya kelainan boikimiawi hanya hipoglikemi. Atrofi adrenal yang idiopatik menyebabkan korteks kolaps, sel-sel kolaps yang masih hidup mengalami pembesaran dengan sitoplasma eosinofil. (Black dan Matassarin Jacob, 1993)

c. Etiologi Penyebab SIADH yaitu: 1) Kelainan pada sistem saraf pusat, seperti atrofi serebrum senilis, hidrosefalus, delifiumtremens, psilosis akut, penyakit demielinisasi dan degenerative, penyakit peradangan, trauma / cedera kepala / cerebrovaskular accident, operasi pada otak, tumor (karsinuma bronkus, leukemia, limfoma, timoma, sarkoma ) atau infeksi otak (ensepalitis, meningitis) dapat menimbulkan SIADH melalui stimulasi langsung kelenjar hipofisis. 2) Beberapa obat (vasopressin, desmopresin asetat, klorpropamid, klofibrat, karbamazepin, vinkristin, fenotiazin, antidepresan trisiklik, preparat diuretic tiazida, dan lain-lain) dan nikotin dapat terlibat terjadinya SIADH; zat-zat tersebut dapat menstimulasi langsung kelenjar hipofisis atau meningkatkan sensitifitas tubulus renal terhadap ADH yang beredar dalam darah.

3) Produksi dari vasopressin oleh sel tumor (seperti bronkogenik, pankreatik, kanker prostate dan limfoma dari duodenum, tymus dan kandung kemih adalah yang paling umum sering meyebabkan SIADH). (Black dan Matassarin, 1993) 4) Factor lain yang menyebabkan SIADH: a) Kelebihan vasopressin-Peningkatan tekanan intracranial baik pada proses infeksi maupun trauma pada otak. b) Proses inflamasi (virus dan bakteri pneumonia) c) Obat yang dapat merangsang atau melepaskan vasopressin (vinuristin, cisplatin, danocytocin) d) Penyakit endokrin seperti insufisiensi adrenal, mixedema dan insufisiensi pituitary anterior. e) Penyakit paru seperti, infeksi: tuberculosis, pneumonia, abses, gagal napas akut, dan ventilasi tekanan positif. 5) Faktor Pencetus: a) Trauma Kepala b) Meningitis. c) Ensefalitis. d) neoplasma. e) Cedera Serebrovaskuler. f) Penyakit Endokrin.

d. Manifestasi Klinis Manifestasi yang berhubungan dengan SIADH adalah: 1) Hiponatremi, kebingungan, kesadaran menurun / letargi sensitive koma, mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia). 2) Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tapa oedema) sekitar 5-10%. 3) Distensi vena jugularis. 4) Takhipnea 5) Kelemahan

6) Sakit kepala 7) Mual dan muntah 8) Kekacauan mental. 9) Kejang generalisata. 10) Penurunan output urine 11) Koma. Berbagai manifestasi tersebut terjadi akibat pergesaran cairan osmotic dan edema otak dan peningkatan tekanan intracranial yang ditimbulkannya;

pembengkakan otak yang dibatasi oleh ukuran tengkorak. Mekanisme fisiologis untuk melawan pembengkakan ini mencakup deplesi osmol intrasel, khususnya ion kalium. Semakin cepat perkembangan hiponatremia, semakin besar kemungkinan terjadinya edema otak dan peningkatan tekanan intracranial dan bahwa penyulit neurologis dan herniasi dapat menyebabkan kerusakan permanen. Namun, meskipun timbul secara perlahan, hiponatremia, pada kasus yang ekstrem (misalnya natriumserum <110 meq / L) menyebabkan kejang dan gangguan status mental. Mielinolisispons sentral dapat terjadi dan menyebabkan kerusakan saraf permanen padapasien dengan hiponatremia yang dikoreksi terlalu cepat.

e. Penatalaksana Medis Sindrom ini dapat ditangani dengan menghilangkan penyebab yang mendasari dan membatasi asupan cairan pasien. Karena air yang tertahan diekskresikan secara perlahan-lahan melalui ginjal, maka volume cairan ekstrasel akan menyusut dan konsentrasi natrium serum berangsur-angsur akan meningkat ke nilai normal. Preparat diuretic (misalnya furosemid [Lasix]) dapat digunakan bersama-sama pembatasan cairan jika terjadi hiponatremia berat.Tujuan penatalaksanaan pada SIADH yaitu: 1) Mencari penyebabnya jika mungkin 2) Ukur cairan elektrolit yang tidak seimbang

3) Cegah komplikasi Rencana non farmakologi 1) Pembatasan cairan (control kemungkinan kelebihan cairan) 2) Pembatasan sodium Rencana farmakologi: 1) Penggunaan diuretic untuk mencari plasma osmolaritas rendah 2) Obat / penggunaan obat demeeloculine, untuk menekan vosopresin 3) Hiperosmolaritas, volume oedema menurun 4) Ketidakseimbangan system metabolic, konten dari hipertonik saline 3% secara perlahan-lahan mengatasihi ponatremi dan peningkatan osmolaritas serum (dengan peningkatan = overload) cairan dengan cara solusi ini mungkin disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif. Pengobatan khusus = prosedur pembedahan. Pengangkatan jaringan yang mensekresikan ADH, saat ADH bersal dari produksi tumor ektopik, maka terapi ditujukan untuk menghilangkan tumor tersebut. Penyuluhan yang dilakukan untuk penderita SIADH antara lain: 1) Pentingnya memenuhi batasan cairan untuk periode yang di programkan untuk membantu pasien merencanakan masukan cairan yang diizinkan (menghemat cairan untuk situasi socialdan rekreasi). 2) Perkaya diit dengan garam Na dan K dengan aman. Jika perlu, gunakan diuretic secara kontinyu. 3) Timbang berat badan pasien sebagai indicator dehidrasi. 4) Indicator intoksikasi air dan hiponat: sakit kepala, mual, muntah, anoreksia segera lapor dokter. 5) Obat-obatan yang meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, potensial efek samping. 6) Pentingnya tindak lanjut medis: tanggal dan waktu.

7) Untuk kasus ringan, retreksi cairan cukup dengan mengontrol gejala sampai sindrom secara spontan lenyap. Bila penyakit lebih parah, maka diberikan diuretik dan obat yang menghambat kerja ADH di tubulus pengumpul. Kadang-kadang digunakan larutan natrium klorida hipertonik untuk meningkatkan konsentrasi natrium plasma. Bila ADH berasal dari produksi tumor ektopik, maka terapi untuk menghilangkan tumor tersebut.

f. Komplikasi Komplikasi: Gejala - gejala neurologis dapat berkisar dari nyeri kepala dan konfunsi sampai kejang otot, koma dan intoksikasi air.

2. Hipofungsi Neurohipofisis Diabetes Insipidus a. Definisi Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan, penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu mekanisme

neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan kegagalan tubuh dalam mengkonversi air. Kebanyakan kasus-kasus yang pernah ditemui merupakan kasus yang idiopatik yang dapat bermanifestasi pada berbagai tingkatan umur dan jenis kelamin. (Khaidir Muhaj, 2009). Diabetes insipidus (DI) merupakan kelainan di mana terjadi peningkatan output urin abnormal, asupan cairan dan sering haus. Ini menyebabkan gejala seperti frekuensi kemih, nokturia (sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil) dan enuresis (buang air kecil disengaja selama tidur atau "ngompol") Urin output. ditingkatkan karena tidak terkonsentrasi biasanya,. Akibatnya bukannya warna kuning, urin yang pucat, tidak berwarna atau berair tampilan dan konsentrasi diukur (osmolalitas atau berat jenis) rendah.

Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer (poliuri). Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik (vasopresin), yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Hormon ini unik, karena dibuat di hipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan ke dalam aliran darah olehhipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik).

b. Etiologi Diabetes insipidus bisa merupakan penyakit keturunan. Gen yang menyebabkan penyakit ini bersifat resesif dan dibawa oleh kromosom X, karena itu hanya pria yang terserang penyakit ini. Wanita yang membawa gen ini bisa mewariskan penyakit ini kepada anak laki-lakinya. Diabetes insipidus secara umum dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1) Hipotalamus mengalami kelainan fungsi dan menghasilkan terlalu sedikit hormon antidiuretik 2) Kelenjar hipofisa gagal melepaskan hormon antidiuretik ke dalam aliran darah 3) Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan 4) Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak) 5) Tumor 6) Sarkoidosis atau tuberculosis 7) Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak 8) Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis Berdasarkan etiologinya, Diabetes Insipidus dapat dibedakan menjadi dua, antara lain:

1) Diabetes Insipidus Central atau Neurogenik. Adanya masalah di bagian hipotalamus (nucleus supraoptik, paraventikular, dan filiformis hipotalamus) yang mana sebagai tempat pembuatan ADH/ vasopresin, menyebabkan terjadi penurunan dari produksi hormon ADH. Kelainan hipotalamus dan kelenjar pituitari posterior karena familial atau idiopatik, disebut Diabetes Insipidus Primer. Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus pituitary, trauma, proses infeksi, gangguan aliran darah, tumor metastase dari mamae atau paru disebut Diabetes Insipidus Sekunder. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat. 2) Diabetes insipidus Nephrogenik Ginjal tidak memberikan respon terhadap hormon antidiuretik sehingga ginjal terus-menerus mengeluarkan sejumlah besar air kemih yang encer. Pada diabetes insipidus lainnya, kelenjar hipofisa gagal menghasilkan hormon antidiuretik. Diabetes Insipidus Nefrogenik dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : a) Penyakit ginjal kronik : ginjal polikistik, medullary cystic disease, pielonefretis, obstruksi ureteral, gagal ginjal lanjut. b) Gangguang elektrolit : Hipokalemia, hiperkalsemia. c) Obat-obatan : propoksifen. d) Penyakit sickle cell e) Gangguan diet litium, demoksiklin, asetoheksamid, tolazamid, glikurid,

c. Manifestasi Klinis Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah : 1) Poliuri 5-15 liter / hari 2) Polidipsi 3) Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005 4) Peningkatan osmolaritas serum > 300 m. Osm/kg 5) Penurunan osmolaritas urine < 50-200m. Osm/kg

Keluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah produksi urin maupun cairan yang diminum per 24 jam sangat banyak. Selain poliuria dan polidipsia, biasanya tidak terdapat gejala-gejala lain, kecuali bahaya baru yang timbul akibat dehidrasi yang dan peningkatan konsentrasi zat-zat terlarut yang timbul akibat gangguan rangsang haus. Diabetes insipidus dapat timbul secara perlahan maupun secara tiba-tiba pada segala usia. Seringkali satu-satunya gejala adalah rasa haus dan pengeluaran air kemih yang berlebihan. Sebagai kompensasi hilangnya cairan melalui air kemih, penderita bisa minum sejumlah besar cairan (3,838 L/hari). Jika kompensasi ini tidak terpenuhi, maka dengan segera akan terjadi dehidrasi yang menyebabkan tekanan darah rendah dan syok. d. Patofisiologi Vasopresin arginin merupakan suatu hormon antidiuretik yang dibuat di nucleus supraoptik, paraventrikular , dan filiformis hipotalamus, bersama dengan pengikatnya yaitu neurofisin II. Vasopresin kemudian diangkut dari badan sel neuron (tempat pembuatannya), melalui akson menuju ke ujung saraf yang berada di kelenjar hipofisis posterior, yang merupakan tempat penyimpanannya. Secara fisiologis, vasopressin dan neurofisin yang tidak aktif akan disekresikan bila ada rangsang tertentu. Sekresi vasopresin diatur oleh rangsang yang meningkat pada reseptor volume dan osmotic. Peningkatan osmolalitas cairan ekstraseluler atau penurunan volume intravaskuler akan merangsang sekresi vasopresin. Vasopressin kemudian meningkatkan permeabilitas epitel duktus pengumpul ginjal terhadap air melalui suatu mekanisme yang melibatkan pengaktifan adenolisin dan peningkatan AMP siklik. Akibatnya, konsentrasi kemih meningkat dan osmolalitas serum menurun. Osmolalitas serum biasanya dipertahankan konstan dengan batas yang sempit antara 290 dan 296 mOsm/kg H2O. Gangguan dari fisiologi vasopressin ini dapat menyebabkan pengumpulan air pada duktus pengumpul ginjal karena berkurang permeabilitasnya, yang akan menyebabkan poliuria atau banyak kencing.

Peningkatan osmolalitas plasma akan merangsang pusat haus, dan sebaliknya penurunan osmolalitas plasma akan menekan pusat haus. Ambang rangsang osmotic pusat haus lebih tinggi dibandingkan ambang rangsang sekresi vasopresin. Sehingga apabila osmolalitas plasma meningkat, maka tubuh terlebih dahulu akan mengatasinya dengan mensekresi vasopresin yang apabila masih meningkat akan merangsang pusat haus, yang akan berimplikasi orang tersebut minum banyak (polidipsia). Secara patogenesis, diabetes insipidus dibagi menjadi 2 yaitu diabetes insipidus sentral, dimana gangguannya pada vasopresin itu sendiri dan diabetes insipidus nefrogenik, dimana gangguannya adalah karena tidak responsifnya tubulus ginjal terhadap vasopresin. Diabetes insipidus sentral dapat disebabkan oleh kegagalan pelepasan hormone antidiuretik ADH yang merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang mensistesis ADH. Selain itu, DIS juga timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada akson traktus supraoptikohipofisealis dan aksin hipofisis posterior di mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam sirkulasi jika dibutuhkan. DIS dapat juga terjadi karena tidak adanya sintesis ADH, atau sintesis ADH yang kuantitatif tidak mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tetapi tidak berfungsi normal. Terakhir, ditemukan bahwa DIS dapat juga terjadi karena terbentuknya antibody terhadap ADH.

e. Penatalaksanaan 1) Terapi cairan parenteral Untuk mencegah dehidrasi, penderita harus selalu minum cairan dalam jumlah yang cukup ketika mereka merasa haus karena penyakit diabetes insipidus merupakan suatu kelainan dimana terdapat kekurangan hormon antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang berlebihan dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang sangat encer sehingga penderita bayi dan anak-anak harus sering diberi minum.

2) Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide, clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus. 3) Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan diberikan vasopressin atau desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik). Pemberian beberapa kali sehari berguna untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Terlalu banyak mengkonsumsi obat ini dapat menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan dan gangguan lainnya. 4) Obat-obat tertentu dapat membantu, seperti diuretik tiazid (misalnya

hidrochlorothiazid/HCT) dan obat-obat anti peradangan non-steroid (misalnya indometacin atau tolmetin). 5) Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti (hormonal replacement) DDAVP (1-desamino-8-d-arginine vasopressin) yang merupakan pilihan utama. Selain itu, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur keseimbangan air, seperti: Diuretik Tiazid, Klorpropamid, Klofibrat, dan Karbamazepin.

f. Pemeriksaan Diagnostik Jika dicurigai penyebab poliuria adalah Diabetes Insipidus, maka harus dilakukan pemeriksaan untuk menunjang diagnosis dan untuk membedakan apakah jenis Diabetes Insipidus yang dialami karena penatalaksanaan dari dua jenis diabetes

insipidus ini berbeda. Ada beberapa pemeriksaan pada Diabetes Insipidus, antara lain: 1) Hickey Hare atau Carter-Robbins Hickey-Hare tes adalah uji endokrin untuk menyelidiki osmoregulasi. Cairan NaCl hipertonis diberikan IV dan akan menunjukkan bagaimana respon osmoreseptor dan daya pembuatan ADH. a) Infus dengan dexrose dan air sampai terjadi dieresis 5 ml/menit (biasanya 810 ml/menit). b) Infuse di ganti dengan NaCl 2,5% dengan jumlah 0,25 ml/menit/kg BB di pertahankan selama 45 menit c) Urin ditampung selama 15 menit.

Penilaian Perhatian 2) Uji nikotin

: kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok : pemeriksaaan ini cukup berbahaya

Produksi vasopressin oleh sel hipotalamus langsung dirangsang oleh nikotin. Obat yang di pakai adalah nikotin salisilat secara IV. Akibat sampingnya adalah mual, muntah. Penilaian Perhatian : kalau normal dieresis akan menurun secara mencolok : pemeriksaan ini cukup berbahaya

3) Pemeriksaan laboratorium Menunjukkan kadar natrium yang tinggi dalam darah dan air kemih yang sangat encer. Fungsi ginjal lainnya tampak normal. Apapun pemeriksaannya, prinsipnya adalah untuk mengetahui volume, berat jenis, atau konsentrasi urin. Sedangkan untuk mengetahui jenisnya, dapat dengan memberikan vasopresin sintetis, pada Diabetes Insipidus Sentral akan terjadi penurunan jumlah urin, dan pada Diabetes Insipidus Nefrogenik tidak terjadi apaapa.

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN PADA SIADH


A. Pengkajian 1. Breating 2. Blood : Takipnea : Inspeksi Auskultasi 3. Brain 4. Bladder 5. Bowel : Distensi Vena Jugularis : Takikardi

: Kekacauan mental, sakit kepala, disorientasi : Penurunan volume urine dan penurunan frekuensi berkemih : Mobilitas gastrointestinal menurun (anoreksia) dan mual muntah

6. Pantau status cairan dan elektrolit 7. Catat perubahan berat badan (BBI jika ada peningkatan lebih dari 1 kg laporkan pada dokter) 8. Monitor status neurologis yang berhubungan dengan hiponatremi dan segera lakukan tindakan untuk mengatasinya. Pemeriksaan diagnostik 1. Natrium serum: menurun < 135 M Eq/L 2. Natrium urin: kurang dari 15 M Eq/L, menandakan konservasi ginjal terhadap Na. Natrium urine > 20 M Eq/L menandakan SIADH. 3. Kalium serum: mungkin turun sesuai upaya ginjal untuk menghemat Na dan Kalium sedikit. 4. Klorida/bikarbonat serum: mungkin menurun, tergantung ion mana yang hilang dengan DNA. 5. Osmolalitas: umumnya rendah, tetapi mungkin normal atau tinggi.

6. Osmolalitas urin: mungkin turun/biasanya < 100 m osmol/L kecuali pada SIADH dimana kasus ini akan melebihi osmolalitas serum. 7. Berat jenis urin: meningkat (lebih dari 1,020) bila ada SIADH. 8. Ht: tergantung pada keseimbangan cairan, misalnya: kelebihan cairan versus dehidrasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Volume cairan berlebihan berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebihan. 2. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Berhubungan dengan perubahan absorpsi nutrisi dan natrium. 3. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na.

C. INTERVENSI

1. Volume cairan berlebihan berhubungan dengan sekresi ADH yang berlebihan. Tujuan : Setelah dilakukan keperawatan diharapkan terjadi keseimbangan cairan dan juga tidak ada oedema pada tubuh cairan serta pengeluaran urine kembali seimbang. NOC : 1. Fluid Balance Kriteria hasil : a. Tekanan darah normal. b. Denyut nadi normal. c. Tekanan vena pusat normal. d. Tidak terjadi acites/oedema pada perut. e. Masukan selama 24 jam seimbang. f. Berat badan tidak menurun.

g. Penegangan pada vena jugularis tidak teraba. h. Serum elektrolite normal. i. Hematokrit normal. j. Turgor kulit baik. k. Berat jenis urine normal. NIC : 1. Fluid/electrolyte management.

Rencana tindakan keperawatan : a. Kaji keadaan umum pasien. b. Kaji tanda-tanda Vital. c. Monitor tanda dan gejala peningkatan retensi urine. d. Monitor hasil laboratorium yang berkaitan dengan retensi uriene. e. Monitor hasil laboratorium yang berkaitan dengan keseimbangan cairan seperti hemetoktrit, albumin, protein total, osmolalitas serum, berat jenis urine. f. Monitor status hemodinamika seperti tekanan vena pusat. g. Monitor respon pasien terhadap terapi yang diberikan. h. Pantau masukan dan keluaran urine serta hitung keseimbangan sairan.

i. Berikan/batasi cairan tergantung pada status volume cairan. j. Kolaborasi medis untuk pemberian obat-obatan. EVALUASI DX I a. Tekanan darah normal dengan skala 1 atau 2 b. Denyut nadi normal dengan skala 1 atau 2 c. Tekanan vena pusat normal dengan skala 1 atau 2

d. Denyut nadi teraba. Dengan skala 1 atau 2 e. Tidak terjadi acites/oedema pada perut.dengan skala 1 atau 2 f. Masukan selama 24 jam seimbang.dengan skala 1 atau 2 g. Berat badan tidak menurun.dengan skala 1 atau h. Penegangan pada vena jugularis tidak teraba.dengan skala 1atau 2 i. Serum elektrolite normal.dengan skala 1 atau 2 j. Hematokrit normal.dengan skala 1 atau 2 k. Turgor kulit baik.dengan skala 1 atau 2 l. Berat jenis urine normal.dengan skala 1 atau 2. 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan absorpsi nutrisi dan Na. Tujuan tindakan keperawatan : Setalah dilakukan tindakan kerawatan diharapkan berat badan pasien akan stabil dan pasien bebas dari tanda-tanda mal nutrisi serta pasien dapat mengumpulkan energinya kembali untuk beraktivitas. NOC : 1. Nutritional status : ffood and fluid intake. Kriteria hasil : a. Asupan Nutrisi. b. Asupan makanan dan cairan. c. Kakuatan dapat terkumpul kembali. d. Berat badan meningkat. e. Pemeriksaan biomekanis.

NIC

: 1. Nutrition management. 2. Nutrition terapi. 3. Eating disorders management.

NIC I rencana tindaklan keperawatan. a. Kaji berat badan pasien b. Berriksn makanan tinggi kslori, untuk peningkkatan energi. c. Tingkatkan pemberian makan yang mengandung proein, vitamin, dan besi apabila dianjurkan. d. Berikan makanan tinggi Na e. Sediakan makanan kecil yang menarik. f. Seleksi jenis makanan yang tepat

NIC II rencana tindakan keperawatan: a. Berikan lingkungan yang nyaman pada saat pasien makan. b. Lakukan perawatan mulut sebelum pasien makan. c. Sediakan makanan yang menarik untuk pasien agar pasien merasa tertaik. d. Ajari pasien dan keluaraga tentang diet yang harus diberikan. NIC III rencana tindakan keperawatan: a. Tentukan target berat badan yang harus di capai pasien. b. Timbang berat badan pasien secara teratur. c. Monitor masukan kalori setiap hari.

d. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain untuk pemberian asupan yang tepat. e. Batasi aktivitas fisik. f. Berikan program diet yang dianjurkan. EVALUASI DX II a. Asupan nutrisi baik dengan skala 1 atau 2. b. Asupan makanan dan cairan baik dengan skala 1 sampai 2. c. Energi terkumpul kembali dengan sekala 1 sampai 2 d. Berat badan meningkat dengan skala 1 sampai 2. e. Pemeriksaan biomekanis menunjukan hasil yang baik dengan skala 1 sampai 2. 3. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan kadar Na. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan tingkat kesadaran dapat meningkat kembali ditandai dengan dapat mengenali lingkungan sekitar, serta memiliki koping mekanisme yang baik. NOC : Cognitive ability. Kriteria hasil : a. Pasien mampu berkomunikasi dengan baik. b. Pasien bisa meningkatkan konsentrasinya. c. Orientasi pasien kembali normal. d. Proses informasi bisa kembali lancar. NIC : 1. Electrolyte management : Hyponatremia.

Rencana asuhan keperawatan : a. Kaji keadaan umum pasien. b. Monitor tanda-tanda vital. c. Monitor seberapa banyak pasien kehilangan sodium. d. Monitor keseimbangan elektrolit pasien. e. Batasi aktivitas pasien untuk mengumpulkan energi. f. Berikan larutan hipertonik (3% sampai 5%) 3 ml/kg/jam sesuai dengan keluhan hyponatremia. g. Ajari pasien untuk penggunaan terapi diuresis. h. Monitor manifestasi dari sistem kardiovaskuler. i. Monitor fungsi ginjal. j. Timbang berat badan pasien. k. Berikan makanan/cairan tinggi sodium.

DAFTAR PUSTAKA Greenspan, F.S., Baxter, J.D., 1994. Basic and Clinical Endocrinology (4th ed.). Wijaya, Caroline et al. 1998 (alih bahasa), EGC: Jakarta. Guyton, A.C., Hall, J.E., 1996. Textbook of Medical Physiology (9th ed.). Setiawan, Irawati et al. 1997 (alih bahasa), EGC: Jakarta. Junqueira, L.C., Carneiro, J., Kelley, R.O., 1995. Basic Histology (8th ed.). Tambayong, Jan. 1997 (alih bahasa), EGC: Jakarta. Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W., 1996. Harpers Biochemistry (24th ed.). Hartono, Andry. 1999 (alih bahasa), EGC: Jakarta. Sherwood, L., 2007. Human Physiology: from Cells to Systems (6th ed.). Pendit, B.U. 2011 (alih bahasa), EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai

  • Pengkajian 1
    Pengkajian 1
    Dokumen1 halaman
    Pengkajian 1
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Teknik Komunikasi Pada Anak
    Teknik Komunikasi Pada Anak
    Dokumen17 halaman
    Teknik Komunikasi Pada Anak
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Pres Komun
    Pres Komun
    Dokumen40 halaman
    Pres Komun
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Askep Megacolon
    Askep Megacolon
    Dokumen14 halaman
    Askep Megacolon
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Kanker Serviks
    Kanker Serviks
    Dokumen8 halaman
    Kanker Serviks
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Format Askep Bugenvil 1
    Format Askep Bugenvil 1
    Dokumen15 halaman
    Format Askep Bugenvil 1
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Askep Anak Morbili
    Askep Anak Morbili
    Dokumen6 halaman
    Askep Anak Morbili
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • BBLR
    BBLR
    Dokumen7 halaman
    BBLR
    Sposato Con Kedju Sharma
    Belum ada peringkat
  • Askep Anak Dermatitis
    Askep Anak Dermatitis
    Dokumen8 halaman
    Askep Anak Dermatitis
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • ASKEP Asfiksia Mekonium
    ASKEP Asfiksia Mekonium
    Dokumen4 halaman
    ASKEP Asfiksia Mekonium
    Rini Indriani
    Belum ada peringkat
  • Askep Anak Alergi
    Askep Anak Alergi
    Dokumen4 halaman
    Askep Anak Alergi
    Jenifer Jill Saputro
    Belum ada peringkat
  • Askep Ards
    Askep Ards
    Dokumen2 halaman
    Askep Ards
    Ayu Intan Pandini
    Belum ada peringkat
  • Angina Pectoris
    Angina Pectoris
    Dokumen12 halaman
    Angina Pectoris
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Kasus Chepalgia
    Kasus Chepalgia
    Dokumen10 halaman
    Kasus Chepalgia
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Chest Pain
    Chest Pain
    Dokumen16 halaman
    Chest Pain
    Lia Aphrilia Dee
    100% (2)
  • Askep Anak Acut Limphosityc Leucemia
    Askep Anak Acut Limphosityc Leucemia
    Dokumen9 halaman
    Askep Anak Acut Limphosityc Leucemia
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • LP CA Servik1
    LP CA Servik1
    Dokumen7 halaman
    LP CA Servik1
    Theresia Purwani Okyantari
    Belum ada peringkat
  • Askep Anak BBLR
    Askep Anak BBLR
    Dokumen6 halaman
    Askep Anak BBLR
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Visi Misi
    Visi Misi
    Dokumen1 halaman
    Visi Misi
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Vertigo
    Vertigo
    Dokumen11 halaman
    Vertigo
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Kasus Chepalgia
    Kasus Chepalgia
    Dokumen10 halaman
    Kasus Chepalgia
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • SIADH
    SIADH
    Dokumen29 halaman
    SIADH
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Halusinasi
    Laporan Pendahuluan Halusinasi
    Dokumen14 halaman
    Laporan Pendahuluan Halusinasi
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Visi Misi
    Visi Misi
    Dokumen1 halaman
    Visi Misi
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • PKN Aprilia Damayanti 2220111862
    PKN Aprilia Damayanti 2220111862
    Dokumen9 halaman
    PKN Aprilia Damayanti 2220111862
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Visi Misi
    Visi Misi
    Dokumen1 halaman
    Visi Misi
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan
    Laporan Pendahuluan
    Dokumen14 halaman
    Laporan Pendahuluan
    Lia Aphrilia Dee
    Belum ada peringkat