Anda di halaman 1dari 46

BAYIKU KUNING

STEP 7 1. Bagaimana metabolism bilirubin? Bilirubin adalah pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase.3,4,11,14,16,25 Metabolisme bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin, konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.1,9 Langkah oksidase pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain.3,4,9 Biliverdin yang larut dalam air kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.3,9 Bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. 9,18 Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin.3,11,16 Bilirubin yang terikat dengan albumin serum ini tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasikan ke sel hepar. Bilirubin yang terikat pada albumin bersifat nontoksik. Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin akan terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitotoksik lainnya.Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin yang tak terkonjugasi akan berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Bilirubin yang tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate

glucoronosyl transferase (UDPG-T). Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu.1,4,9,25 Sedangkan satu molekul bilirubin yang tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk rekonjugasi berikutnya.3,9,18 Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feces.1,9,25 Setelah berada dalam usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjugasi disebut sirkulasi enterohepatik.

Hasan, R., Alatas, H., 2000, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 3, Cetakan 9, Jakarta, hal 1102-1105 Proses pembentukan bilirubin : i. Produksi : Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin pada sistem retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatos lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Satu gr hemoglobin dapat menghasilkan 35mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo, yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.

ii. Transportasi : Bilirubin indirek kemudian dicta oleh albumin. Sel parenkim hepar mempunyai cara selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat pada ligandin dan sebagian kecil pada glutation Stransferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin. iii. Konjugasi : Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronide transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam sntesis bilirubin diglukoronide. Pertama-tama ahila uridin difosfat glukoronide transferase (UDPG) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sntesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran kanlikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpa konjugasi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar. iv. Ekskresi : Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi direk yang larut dalam air dan diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usu bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kescil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis. v. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus : Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu, pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mucosa saluran nafas dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatos diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi Sangay terbatas. Demikian kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah melalui placenta ke sirkulasi ibu dan disekresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatos dapat terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan fatus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatos. Pada

masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini beakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungs hati belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungs hepar akibat hipokasi, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glucosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indirek yang bebas itu dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan kernicterus dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20mg% pada umumnya capacitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah tercapai. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985. 2. Apa saja kemungkinan yang menyebabkan kulit kuning? Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:

Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan berumur lebih pendek. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi. Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim -> glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.

Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan oleh faktor/keadaan:

Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra uterin. Polisitemia. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir. Ibu diabetes. Asidosis. Hipoksia/asfiksia.

Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik.

1. Peningkatan produksi : - Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO. - Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran. - Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis . - Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ). - Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid). - Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah. - Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia. 2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine. 3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis. 4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. 5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Perinatologi, dalam Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. FKUI. Jakarta. 1985. 3. Apakah di scenario tjd ikterus pd bayi fisiologis/patologis? Ikterus patologis pd bayi premature? 4. Klasifikasi ikterus Klasifikasi ikterus Untuk mengklasifikasikannya dilihat dari gejala-gejalanya yaitu: Ikterus Fisiologis (ringan)

Timbul kuning pada umur >24 jam sampai <14 hari Kuning tidak sampai telapak tangan / telapak kaki Ikterus fisiologis tidak berbahaya, penanganannya bayi dijemur setiap pagi antara jam 7 - 9 pagi selama 30 - satu jam. Tingkatkan frekuensi pemberian ASI, minimal 8 - 12 kali sehari. Jika dirasakan sudah cukup menyusuinya, sebaiknya perhatikan apakah bayi benar-benar menghisap atau hanya mengempeng saja. Bila dirasakan ada masalah dalam menyusui segera lakukan konsultasi di klinik laktasi terdekat. Bila gejala masih tampak hingga >14 hari segera periksakan ke dokter.

Ikterus Patologis (berat)


Timbul kuning pada hari pertama (<24 jam) setelah lahir, atau Kuning ditemukan pada umur lebih dari 14 hari, atau Kuning sampai telapak tangan / telapak kaki, atau Tinja berwarna pucat

Jika tidak segera ditangani, kadar bilirubin terus meningkat sehingga dapat meracuni otak, terjadinya kerusakan saraf yang dapat menyebabkan cacat seperti tuli, pertumbuhan terhambat atau kelumpuhan otak besar atau bahkan dapat menyebabkan kematian Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th edition. 5. Faktor Resiko ikterus (etiologi) Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum: a. Faktor Maternal

Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASI

b. Faktor Perinatal

Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)

c. Faktor Neonatus

Prematuritas Faktor genetik Polisitemia

Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia

Surjono A. Hiperbilirubinemia pada neonatus:pendekatan kadar bilirubin bebas. Berkala Ilmu Kedokteran 1995;27:43-6. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care, 5th edition. 6. Px metode Kramer Intepretasi dari Kramer 1? Ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian bawah sampai tumut, tumit-pergelangan kaki dan bahu pergelanagn tangan dan kaki seta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan. Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk ditempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain. Kemudian penilaian kadar bilirubin dari tiap-tiap nomor disesuaikan dengan angka rata-rata didalam gambar di bawah ini : Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus Derajat Ikterus Daerah Ikterus Perkiraan kadar Bilirubin (ratarata) Aterm 1 2 3 4 Kepala sampai leher Kepala, badan sampai dengan umbilicus Kepala, badan, paha, sampai dengan lutut Kepala, badan, ekstremitas sampai dengan tangan dan kaki 5,4 8,9 11,8 15,8 Prematur 9,4 11,4 13,3

Kepala, badan, semua ekstremitas sampai dengan ujung jari

Penentuan derajat ikterus menurut pembagian zona tubuh (menurut KRAMER) Kramer I. Daerah kepala(Bilirubin total 5 7 mg) Kramer II daerah dada pusat(Bilirubin total 7 10 mg%) Kramer III Perut dibawah pusat s/d lutut(Bilimbin total 10 13 mg) Kramer IV lengan s/d pergelangan tangan tungkai bawah s/d pergelangan kaki(Bilirubin total 13 17 mg%) Kramer V s/d telapak tangan dan telapak kaki(Bilirubin total >17 mg%)

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008) Kenapa ikterus paling ringan di mulai dari kepala lebih dulu? 7. Hubungan HbSAg ibu (-) dg imunisasi hepatitis B pd bayinya? HBsAg: Hasil yang negatif mengindikasikan orang tersebut belum pernah terpapar terhadap virus atau tengah pulih dari infeksi hepatitis akut dan telah berhasil bebas dari virus (atau jika ada maka itu infeksi yang tersembunyi). Nilai positif (reaktif) mengindikasikan sebuah infeksi aktif namun tidak mengindikasikan apakah virus itu bisa ditularkan atau tidak. Bayi yang terinfeksi virus hepatitis B berisiko mengalami penyakit hati kronis. Namun, penularan virus dapat dicegah dengan vaksinasi segera, maksimal 12 jam setelah dilahirkan. Ibu dengan HBsAg positif berpeluang 90 persen menularkan virus hepatitis B ke bayi. Sementara ibu dengan HBsAg negatif (hepatitis tersamar) berpeluang menularkan sekitar 40 persen Pemberian imunisasi HB pada bayi berdasarkan status HBsAg ibu pada saat melahirkan, sebagai berikut:5,11

1. Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui. Diberikan vaksin rekombinan (10 mg) secara intramuskular, dalam waktu 12 jam sejak lahir. Dosis ke dua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ke tiga pada umur 6 bulan. Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif, segera berikan 0,5 ml imunoglobulin anti hepatitis (HBIG) (sebelum usia 1 minggu). 2. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif. Dalam waktu 12 jam setelah lahir, secara bersamaan diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan secara intramuskular di sisi tubuh yang berlainan. Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan sesudahnya, dan dosis ke tiga diberikan pada usia 6 bulan. 3. Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg negatif. Diberikan vaksin rekombinan secara intramuskular pada umur 2-6 bulan. Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan kemudian dan dosis ke tiga diberikan 6 bulan setelah imunisasi pertama. Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah, tetap dianjurkan untuk diberikan imunisasi,6 sesuai dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan. 5,8,9,13 Tabel 1 memperlihatkan pola pemberian imunisasi pada bayi prematur atau bayi berat lahir rendah.7 Pemberian vaksin HB pada bayi prematur dapat juga dilakukan dengan cara di bawah ini:13 1. Bayi prematur dengan ibu HBsAg positif harus diberikan imunisasi HB bersamaan dengan HBIG pada 2 tempat yang berlainan dalam waktu 12 jam.

Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian, dosis ke3 dan ke-4 diberikan umur 6 dan 12 bulan. 2. Bayi prematur dengan ibu HBsAg negatif pemberian imunisasi dapat dengan : a. Dosis pertama saat lahir, ke-2 diberikan pada umur 2 bulan, ke-3 dan ke-4 diberikan pada umur 6 dan 12 bulan. Titer anti Hbs diperiksa setelah imunisasi ke-4. b. Dosis pertama diberikan saat bayi sudah mencapai berat badan 2000 gram atau sekitar umur 2 bulan. Vaksinasi HB pertama dapat diberikan bersama-sama DPT, OPV (IPV) dan Haemophylus influenzae B (Hib). Dosis ke-2 diberikan 1 bulan kemudian dan dosis ke-3 pada umur 8 bulan. Titer antibodi diperiksa setelah imunisasi ke-3. (Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008) 8. Intepretasi dari APGAR score 8-9-10? 9. Mengapa terjadi kenaikan suhu bayi pada hari ke 3?

Kekhawatiran utama akibat hiperbilirubinemia adalah potensi efek neurotoksiknya, walaupun dapat juga terjadi jejas pada sel-sel lainnya. Hal ini masih merupakan masalah yang signifikan meskipun telah ada kemajuan-kemajuan dalam perawatan bayi dengan hiperbilirubinemia. Sebuah penelitian terhadap kasus-kasus ensefalopati bilirubin klasik di Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya, serta laporan-laporan terbaru tentang neuropati auditorik akibat hiperbilirubinemia tanpa tanda-tanda ensefalopati bilirubin klasik, menggarisbawahi perlunya pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana ikterus terjadi pada 60% bayi baru lahir yang berisiko untuk terjadinya hiperbilirubinemia dan menyebabkan kerusakan otak permanen. Hal ini penting karena dengan pemahaman yang baik dapat dilakukan tindakan pencegahan kerusakan tersebut.Ensefalopati bilirubin terjadi pada 8%, 33% dan 73% dari bayi aterm yang memiliki kadar bilirubin total 19-24, 25-29 dan 30-40 mg/dL, secara berurutan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat risiko ensefalopati bilirubin yang meningkat dengan meningkatnya

kadar bilirubin.18,35 Akhir-akhir ini dilaporkan ensefalopati bilirubin klasik mulai muncul lagi, sebagian disebabkan pemulangan dari rumah sakit yang terlalu dini (sebelum tercapainya kadar bilirubin puncak alami pada bayi) dan sebagian karena makin longgarnya kriteria terapi yang diberikan. Hal ini mengakibatkan muncul kekhawatiran tentang berapa kadar bilirubin yang aman. Peningkatan kadar BIS membuat bayi berisiko mengalami ensefalopati bilirubin, yang merupakan salah satu penyebab kerusakan otak pada masa bayi. Terdapat bukti bukti bahwa peningkatan kadar bilirubin yang moderat sekalipun tetap membuat bayi berisiko mengalami kelainan-kelainan kognitif, persepsi, motorik dan auditorik. Penelitian-penelitian prospektif terkontrol telah mengungkapkan adanya gangguan neurologis dan kognitif pada anak-anak yang mengalami peningkatan kadar bilirubin pada masa bayinya. Penelitian pada bayi aterm, seperti yang dilaporkan the National Collaborative Perinatal Project, telah mendeteksi adanya hubungan antara hiperbilirubinemia dalam kadar yang rendah yang umumnya tidak diterapi dengan gejala sisa neurologis dan motorik ringan. Kadar bilirubin yang dahulu dianggap aman ternyata bisa membahayakan. Berdasarkan penelusuran pustaka, sebagian literatur menyatakan bahwa hiperbilirubinemia derajat sedang pada bayi aterm sehat mungkin tidak aman untuk otaknya. 2.2.5. Toksisitas bilirubin pada otak Hiperbilirubinemia dan sawar darah otak merupakan 2 faktor penting didalam patogenesis terjadinya toksisitas bilirubin pada otak. Sejauh ini dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan, belum dapat ditetapkan dengan pasti berapa kadarbilirubin yang dapat menyebabkan efek neurotoksik. Hansen dan Ostrow dalam penelitiannya menjelaskan konsep toksisitas bilirubin pada neuron dengan menggunakan tikus Gunn ikterik. Toksisitas bilirubin pada otak berhubungan dengan bilirubin indirek bebas/ tidak terikat albumin (Bf). Bilirubin indirek bebas ini memiliki pH fisiologis, dapat berdifusi melewati sawar darah otak utuh dan secara pasif dapat menembus membran sel otak. Bilirubin indirek yang terikat albumin dapat masuk ke otak bila kadar bilirubin melewati kapasitas buffer darah-jaringan, atau terjadi peningkatan permeabilitas otak terhadap bilirubin karena terbukanya sawar darah otak. Konsep ini membantumenjelaskan mengapa tidak semua neonatus dengan hiperbilirubinemia mengalami toksisitas otak, dan toksisitas otak dapat juga terjadi pada konsentrasi bilirubin yang rendah. Terbukanya sawar darah otak dapat disebabkan antara lain oleh : asfiksia, asidosis, hipoksia, hipoperfusi, hipoosmolaritas, infeksi/sepsis, hipoglikemia, trauma kepala, prematuritas dan sebagainya. Walaupun faktor-faktor yang menyebabkan toksisitas bilirubin pada neuron belum sepenuhnya dimengerti, dapat dikemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain :

Konsentrasi albumin serum Kapasitas albumin untuk mengikat bilirubin Sawar darah otak Kerentanan sel otak terhadap efek toksik bilirubin Tingkat maturasi neonatus Kadar bilirubin bebas dalam serum Pengaruh beberapa obat, seperti Sulfonamid yang dapat berkompetisi membuat ikatan dengan albumin Bilirubin yang telah masuk ke dalam otak akan menyebabkan toksisitas neuronal melalui mekanisme : 1. Menghambat enzim-enzim mitokondria dan fosforilasi oksidatif Mitokondria merupakan pusat tenaga, yaitu organel sel yang berfungsi mengubah energi dari makanan menjadi ATP (fosforilasi oksidatif) dengan bantuan enzim-enzim seperti : Suksinat dehidrogenase, Gliserol 3-fosfat dehidrogenase, dan lain-lain. Dengan dihambatnya aktivitas enzim-enzim ini oleh bilirubin, menyebabkan tidak diproduksinya ATP sel yang selanjutnya berakibat kematian sel. 2. Menghambat sintesis protein Bilirubin merusak sintesis protein sel otak. 3. Memiliki afinitas yang tinggi terhadap membran fosfolipid Bilirubin memiliki afinitas yang tinggi terhadap fosfolipid, yang merupakan unsur lipid utama membran sel, sehingga akan mempengaruhi keseimbangan air serta aliran ion sel yang selanjutnya mengganggu proses kehidupan sel. 4. Inhibisi metabolisme neurotransmiter 5. Memperlambat aktivitas ion kalsium dan CaM kinase II (Calmodulin

dependent protein kinase II) Ion kalsium merupakan unsur regulator penting dalam berbagai proses intrasel. Homeostasis ion kalsium merupakan mekanisme utama yang menyebabkan kematian sel otak dan peningkatan eksitabilitas sel otak. Sel-sel otak menggunakan protein-protein pembuffer ion kalsium untuk mempertahankan kadar kalsium intrasel yang rendah. Calmodulin merupakan protein pengikat ion kalsium. Interaksi ion kalsium-calmodulin terlibat dalam pengaturan berbagai enzim kinase. Dari percobaan-percobaan terhadap tikus Gunn yang ikterik ditunjukkan bahwa bilirubin menghambat salah satu aktivitas enzim kinase tersebut yaitu CaM kinase II, yang merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan dalam proses fosforilasi, yang berakibat terganggunya mekanisme homeostasis kalsium. CaM kinase II dianggap berhubungan dengan berbagai fungsi neuron penting seperti : pelepasan neurotransmiter, perubahan konduktansi ion yang diatur oleh kalsium dan juga dinamika neuroskeletal. Semua proses toksisitas bilirubin tersebut menyebabkan nekrosis dan apoptosis neuron. Nekrosis neuron terjadi segera setelah adanya injury (immediately cell death), sedangkan apoptosis terjadi lebih lambat (delayed cell death). Rodrigues dalam penelitiannya mendapatkan bahwa toksisitas bilirubin dapat sebabkan apoptosis. Pada proses apoptosis terjadi interaksi bilirubin dengan membran neuron, yang menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas sehingga terjadi kerusakan membran akibat peningkatan polaritas lemak dan gangguan urutan protein dalam sistesis protein. Didalam otak kerentanan terhadap efek toksisitas bilirubin bervariasi menurut tipe sel, kematangan otak dan metabolisme otak. Kemajuan-kemajuan dalam memahami afinitas bilirubin terhadap albumin, agregasi bilirubin, dan efek bilirubin terhadap neuron pada tingkat molekuler sejauh ini masih dalam tahap-tahap penelitian.41 Bilirubin yang dimurnikan dengan kadar BIS serendahrendahnya 160 mol/L (ikterus fisiologis yang memberat terjadi pada kadar bilirubin diatas ambang ini : 104291 mol/L atau 7-17 mg/dL), dapat memicu apoptosis pada neuron otak tikus yang dikultur, dan menghambat uptake glutamat oleh astrosit. Maka didapatkan kerusakan pada neuron dan juga astrosit, yang terjadi pada kadar BIS yang mendekati kadar yang relevan dengan

kadar BTS yang dijumpai pada neonatus dengan ensefalopati bilirubin dini. Penelitian-penelitian yang dilakukan pada neuron-neuron progenitor imatur juga masih dalam taraf penelitian,namun diharapkan dapat memberikan pandangan lebih jauh ke patogenesis kelainankelainanneurologis yang dipicu oleh bilirubin yang terjadi pada otak imatur. 2.2.6. Manifestasi Klinis Hiperbilirubinemia I. Ensefalopati bilirubin akut Bentuk akut ini terdiri atas 3 tahap : Tahap I (12 hari pertama) : refleks hisap lemah, letargi, hipotonia, kejang (terutama pada bayi yang sangat kuning). Tahap II (pertengahan minggu pertama) : hipertonia bergantian dengan hipotonia, opistotonus, spasme otot ekstensor, peningkatan tonus otot punggung, dan ekstensor leher (retrocollis), demam, menangis dengan nada tinggi (high pitch cry), mata tidak dapat bergerak ke atas (gangguan upward gaze) dan terlihat gejala setting sun. Tahap III (setelah minggu pertama) : hipertonia. Pada fase akut, dapat disertai gangguan Brainstem Auditory Evoked Response (BAER) dan kelainan pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI). II. Ensefalopati bilirubin kronik Gejalagejala klinis dari ensefalopati birubin kronik yang klasik (Kernicterus) berkorelasi dengan temuantemuan patologis yang spesifik. Sekuele klasik dari hiperbilirubinemia neonatal yang berlebihan membentuk sebuah tetrad yang terdiri dari :18,48,51 1. gangguan ekstrapiramidal yang menyebabkan serebral palsi atetoid dan spastisitas 2. gangguan pendengaran, baik berupa tuli total atau parsial

3. gangguan gerakan mata kearah atas (gangguan upward gaze) 4. displasia enamel dentin pada gigi susu Yang kesemuanya berhubungan dengan lesilesi patologis pada globus palidus, nukleus subtalamikus, nukleus auditorik, dan okulomotor pada batang otak. IQ dapat normal pada sebagian besar anak, namun sebagian kecil dapat mengalami retardasi mental ringan. Disamping gangguan gerak dapat pula menyebabkan gangguan bicara, ambulasi, komunikasi dan motorik. Masalah gangguan integrasi visualmotor, ketulian atau neuropati auditori menyebabkan bertambahnya frustasi dan mengurangi kemampuan intelegensi yang sebenarnya. Beberapa penelitian melaporkan bahwa proses kronik ini dapat terjadi pada usia 4 bulan-14 tahun.18,48,51 III. Ensefalopati samar/ Neuropati auditorik Anakanak ini mengalami gangguan kognitif yang lebih ringan, kelainan neurologis yang ringan, ganggguan pendengaran dan neuropati auditori. Gejala dapat 50 pula terdeteksi beberapa tahun kemudian, sehingga sulit membuat korelasi antara hiperbilirubinemia dan gangguan yang terlihat. Neuropati auditori bukan hanya gangguan pendengaran sensori neural, namun disebabkan adanya disfungsi pada tingkat batang otak atau saraf tepi. Fungsi telinga tengah tetap normal. Keadaan ini dapat di identifikasi dengan pemeriksaan Brainstem Auditory Evoked Response (BAER). Gangguan BAER telah dapat terlihat pada anak dengan hiperbilirubinemia <20 mg/dL (16-20 mg/dL), dan umumnya membaik setelah di lakukan terapi sinar. Keadaan ini membuktikan bahwa bilirubin telah masuk ke dalam otak pada kadar yang lebih rendah dari kadar yang biasa menyebabkan ensefalopati bilirubin akut

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapatdisebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorumdapat dibagi : 1. Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya padahemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darahlain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoroniltransferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke selhepar. 3. Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 4. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksidalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. Neonatal Health Care Modules HSP Kuliah mahasiswa tingkat IV FKUI. Ikterus Neonatorum 10. Di ruang PERISTI bayinya di apain aja? Foto terapinya apa? Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas

yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati. Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Fototerapi BUKAN SINAR UV - Panjang gelombang cahaya 450 sampai 460 nm - Gelombang sinar biru: 425 sampai 475 nm - Gelombang sinar putih: 380 sampai 700 nm - Spectral Irradiance: 30 W/cm2 /nm Macam Unit Terapi Sinar: - Fluorescent tube lights - blue F20T12/BB - Halogen lamps: quartz or tungsten - Fiberoptic blanket systems - Gallium nitride light emitting diode Fototerapi Intensif :

- Sumber cahaya: cahaya alami pagi hari, cahaya putih, cahaya biru, neon fluoresen biru khusus, lampu halogen tungten, selimut serabut optik, dioda yang memancarkan cahaya galium nitrida. - Jarak dari cahaya:cahaya fluoresen harus berada sedekat mungkin (sampai 10 cm dari bayi), sinar halogen dapat menyebabkan panas berlebihan - Daerah permukaan: maksimal, lepas semua pakaian kecuali popok, popok juga dapat dilepas. Mata ditutup. - Berkala versus kontinyu - Hidrasi PENGHENTIAN TERAPI SINAR : - Bayi cukup bulan bilirubin 12 mg/dL (205 mol/dL) - Bayi kurang bulan bilirubin 10 mg/dL (171 mol/dL) - Bila timbul efek samping EFEK SAMPING TERAPI SINAR : - Enteritis - Hipertermia - Dehidrasi - Kelainan kulit - Gangguan minum - Bronze baby syndrome - Kerusakan retina 11. Adakah hub. Pemberian asi pd kondisi bayi? Ikterus dan pemberian ASI Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI disebabkan oleh peningkatan bilirubin indirek. Ada 2 jenis ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI, yaitu (1) Jenis pertama: ikterus yang timbul dini (hari kedua atau ketiga) dan disebabkan oleh asupan makanan yang kurang karena produksi ASI masih kurang pada hari pertama dan (2) Jenis kedua: ikterus yang timbul pada akhir minggu

pertama, bersifat familial disebabkan oleh zat yang ada di dalam ASI. Ikterus dini Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami ikterus. Ikterus ini disebabkan oleh produksi ASI yang belum banyak pada hari hari pertama. Bayi mengalami kekurangan asupan makanan sehingga bilirubin direk yang sudah mencapai usus tidak terikat oleh makanan dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini diubah menjadi bilirubin indirek yang akan diserap kembali ke dalam darah dan mengakibatkan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan dan jangan diberi air putih atau air gula. Untuk mengurangi terjadinya ikterus dini perlu tindakan sebagai berikut :

bayi dalam waktu 30 menit diletakkan ke dada ibunya selama 30-60 menit posisi dan perlekatan bayi pada payudara harus benar berikan kolostrum karena dapat membantu untuk membersihkan mekonium dengan segera. Mekonium yang mengandung bilirubin tinggi bila tidak segera dikeluarkan, bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali sehingga meningkatkan kadar bilirubin dalam darah.

bayi disusukan sesuai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali sehari. jangan diberikan air putih, air gula atau apapun lainnya sebelum ASI keluar karena akan mengurangi asupan susu. monitor kecukupan produksi ASI dengan melihat buang air kecil bayi paling kurang 6-7 kali sehari dan buang air besar paling kurang 3-4 kali sehari. Ikterus karena ASI Iketrus karena ASI pertama kali didiskripsikan pada tahun 1963. Karakteristik ikterus karena ASI adalah kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama, berlangsung lebih lama dari ikerus fisiologis yaitu sampai 3-12 minggu dan tidak ada penyebab lainnya yang dapat menyebabkan ikterus. Ikterus karena ASI berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul ikterus pada setiap bayi yang disusukannya. Selain itu, ikterus

karena ASI juga bergantung kepada kemampuan bayi mengkonjugasi bilirubin indirek (misalnya bayi prematur akan lebih besar kemungkinan terjadi ikterus). Penyebab ikterus karena ASI belum jelas tetapi ada beberapa faktor yang diperkirakan memegang peran, yaitu :

terdapat hasil metabolisme hormon progesteron yaitu pregnane3- 20 betadiol di dalam ASI yang menghambat uridine diphosphoglucoronic acid (UDPGA) peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang nonesterified yang menghambat fungsi glukoronid transferase di hati peningkatan sirkulasi enterohepatik karena adanya peningkatan aktivitas glukoronidase di dalam ASI saat berada dalam usus bayi. defek pada aktivitas uridine diphosphate-glucoronyl transferase (UGT1A1) pada bayi homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom Gilbert. Diagnosis ikterus karena ASI

Semua penyebab ikterus harus disingkirkan. Orangtua dapat ditanyakan apakah anak sebelumnya juga mengalami ikterus. Sekitar 70% bayi baru lahir yang saudara sebelumnya mengalami ikterus karena ASI akan mengalami ikterus pula. Beratnya ikterus bergantung pada kematangan hati untuk mengkonyugasi kelebihan bilirubin indirek ini. Untuk kepastian diagnosis apalagi bila kadar bilirubin telah mencapai di atas 16 mg/dl selama lebih dari 24 jam adalah dengan memeriksa kadar bilirubin 2 jam setelah menyusu dan kemudian menghentikan pemberian ASI selama 12 jam (tentu bayi mendapat cairan dan kalori dari makanan lain berupa ASI dari donor atau pengganti ASI dan ibu tetap diperah agar produksi ASI tidak berkurang). Setelah 12 jam kadar bilirubin diperiksa ulang, bila penurunannya lebih dari 2 mg/dl maka diagnosis dapat dipastikan. Bila kadar bilirubin telah mencapai < 15 mg/dl, maka ASI dapat diberikan kembali. Kadar bilirubin diperiksa ulang untuk melihat apakah ada peningkatan kembali. Pada sebagian besar kasus penghentian ASI untuk beberapa lama akan memberi kesempatan hati mengkonyugasi bilirubin indirek yang berlebihan tersebut,

sehingga apabila ASI diberikan kembali kenaikannya tidak akan banyak dan kemudian berangsur menurun. Apabila kadar bilirubin tidak turun maka penghentian pemberian ASI dilanjutkan sampai 18-24 jam dengan mengukur kadar bilirubin setiap 6 jam. Apabila kadar bilirubin tetap meningkat setelah penghentian pemberian ASI selama 24 jam maka jelas penyebabnya bukan karena ASI. ASI boleh diberikan kembali sambil mencari penyebab ikterus lainnya. Masih terdapat kontroversi untuk tetap melanjutkan pemberian ASI atau dihentikan sementara pada keadaan ikterus karena ASI. Biasanya kadar bilirubin akan menurun Tata drastis bila ASI dihentikan sementara (Gambar 6).

laksana

Pada hiperbilirubinemia, bayi harus tetap diberikan ASI dan jangan diganti dengan air putih atau air gula karena protein susu akan melapisi mukosa usus dan menurunkan penyerapan kembali bilirubin yang tidak terkonyugasi. Pada keadaan tertentu bayi perlu diberikan terapi sinar. Transfusi tukar jarang dilakukan pada ikterus dini atau ikterus karena ASI. Indikasi terapi sinar dan transfusi tukar sesuai dengan tata laksana hiperbilirubinemia. Yang perlu diperhatikan pada bayi yang mendapat terapi sinar adalah sedapat mungkin ibu tetap menyusui atau memberikan ASI yang diperah dengan menggunakan cangkir supaya bayi tetap terbangun dan tidak tidur terus. Bila gagal menggunakan cangkir, maka dapat diberikan dengan pipa orogastrik atau nasogastrik, tetapi harus segera dicabut sehingga tidak mengganggu refleks isapnya. Kegiatan menyusui harus sering (1-2 jam sekali) untuk mencegah dehidrasi, kecuali pada bayi kuning yang tidur terus, dapat diberikan ASI tiap 3 jam sekali. Jika ASI tidak cukup maka lebih baik diberikan ASI dan PASI bersama daripada hanya PASI saja. Ikterus dini yang menetap lebih dari 2 minggu ditemukan pada lebih dari 30% bayi, sehingga memerlukan tata laksana sebagai berikut : 1. jika pemeriksaan fisik, urin dan feses normal hanya diperlukan observasi saja.

2. dilakukan skrining hipotiroid 3. jika menetap sampai 3 minggu, periksa kadar bilirubin urin, bilirubin direk dan total. Manajemen dan penyimpanan ASI

Pada ikterus dini dan ikterus karena ASI diperlukan manajemen ASI yang benar. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa diberikan apa-apa selain ASI. Pemberian ASI eksklusif akan berhasil bila terdapat perlekatan yang erat. Bayi disusui segera setelah lahir, sering menyusui dan memerah ASI. Perlekatan yang baik bila sebagian besar areola masuk ke mulut bayi, mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah terputar ke bawah. Pada ikterus karena ASI yang terpaksa harus menghentikan ASI untuk sementara, sebaiknya diberikan pengganti ASI dengan tidak menggunakan dot, tapi menggunakan sendok kecil atau cangkir. ASI harus sering diperah dan disimpan dengan tepat terutama pada ibu yang bekerja. Berikut adalah cara menyimpan ASI yang diperah: 1. ASI yang telah diperah dan belum diberikan dalam waktu 30 menit, sebaiknya disimpan dalam lemari es. 2. ASI dapat disimpan selama 2 jam dalam lemari es dengan menggunakan kontainer yang bersih, misalnya plastik 3. ASI yang diperah harus tetap dingin terutama selama dibawa transportasi. 4. ASI yang tidak digunakan selama 48 jam, sebaiknya didinginkan di freezer dan dapat disimpan selama 3 bulan. 5. Sebaiknya diberi label tanggal pada ASI yang diperah, sehingga bila akan digunakan, ASI yang awal disimpan yang digunakan. 6. Jangan memanaskan ASI dengan direbus, cukup direndam dalam air hangat. Juga jangan mencairkan ASI beku langsung dengan pemanasan, pindahkan dahulu ke lemari es pendingin agar mencair baru dihangatkan Dengan manajemen ASI yang benar diharapkan bayi dapat diberikan ASI secara eksklusif sekalipun mengalami ikterus.

kterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama mingguke 3. Jika mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akanmenurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yanglebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akanmenurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengancepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnyakembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi initidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak pernahdilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan asamlemak rantai panjang, , 2-pregnan-3 takteresterifikasi, yang secarakompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkanmengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus.Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurangdidokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberatyang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu (Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008) Yang Disebut Breastmilk Jaundice(Sakit kuning karena ASI) Ada suatu kondisi yang biasa disebut breastmilk jaundice (sakit kuning karena ASI). Tak ada yang tahu pasti penyebab breastmilk jaundice. Untuk mendiagnosa hal ini, bayi paling tidak sudah berusia satu minggu, yang menarik adalah, banyak bayi yang mengalamibreastmilk jaundice juga mengalami kuning fisiologis yang berlebihan. Bayi harus mengalami kenaikan berat badan yang baik, hanya dengan menyusu, buang air besarnya banyak dan sering, urinnya jernih, dan secara umum dalam keadaan baik (lihat lembar informasi tentang Apakah Bayi Saya Mendapatkan Cukup ASI? dan lihat juga video clip di website nbci.ca). Dalam keadaan tersebut, bayi dikatakan sakit kuning karena ASI, walaupun, kadang, infeksi pada urin atau kelenjar tiroidnya tidak berfungsi dengan baik, seperti halnya sedikit penyakit yang lebih jarang lainnya, dapat menunjukkan gejala yang sama. Breastmilk jaundice mengalami puncaknya pada hari ke

10-21, namun dapat berlanjut hingga dua sampai tiga bulan. Breastmilk jaundice merupakan sesuatu yang normal. Jarang, kalaupun pernah, yang menyebabkan menyusui harus dihentikan. Sangat jarang dibutuhkan perawatan apapun, seperti fototerapi. Menyusui seharusnya tidak dihentikan untuk menentukan diagnosis. Jika bayi benar-benar dalam keadaan baik dengan menyusu saja, tak ada alasan apapun untuk menghentikan menyusui atau memberi tambahan asupan, meskipun asupan tersebut diberikan dengan alat bantu menyusui. Pemikiran bahwa ada yang salah dengan bayi sakit kuning datang dari fakta bahwa pemberian susu formula pada bayi adalah model yang kita anggap sebagai cara pemberian makan yang normal pada bayi dan kita menyamaratakannya dengan ibu menyusui dan bayi ASI. Cara berfikir ini nyaris universal di antara para tenaga kesehatan, dan benar-benar pemikiran yang terbalik. Jadi, bayi yang diberi susu formula jarang sakit kuning setelah minggu pertama kehidupannya, dan kalaupun terjadi, pasti ada sesuatu yang salah. Oleh sebab itu, bayi yang disebut mengalami breastmilk jaundice dianggap perlu diperhatikan dan sesuatu harus dilakukan. Bagaimanapun, menurut pengalaman kami, sebagian besar bayi yang disusui secaraeksklusif yang benar-benar sehat dan mengalami kenaikan berat badan yang baik masih mengalami sakit kuning pada lima sampai enam minggu pertama dalam kehidupannya, atau bisa lebih. Sebenarnya, seharusnya pertanyaannya adalah apakah normal atau tidak jika tidak sakit kuning dan apakah jika tidak sakit kuning ada yang perlu kita khawatirkan? Jangan berhenti menyusui, bagi bayi yang mengalami breastmilk jaundice. Breastmilk Jaundice karena Tak Cukup Mendapat ASI Kadar bilirubin yang lebih tinggi dan lebih lama dari sakit kuning biasa dapat terjadi karena bayi tidak mendapatkan cukup ASI. Hal ini dapat disebabkan karena produksi ASI membutuhkan waktu lebih lama daripada biasanya (tapi jika bayi menyusu dengan baik dalam beberapa hari pertama seharusnya hal ini bukanlah masalah), atau karena kebiasaan di rumah sakit yang membatasi menyusui, atau karena, biasanya, pelekatan bayi tidak baik sehingga bayi tidak mendapatkan cukup ASI yang tersedia (lihat lembar informasi Apakah Bayi Saya Mendapatkan Cukup ASI? Dan juga lihat video klip di website nbci.ca). Ketika bayi mendapatkan sedikit ASI, buang air besar cenderung menjadi sedikit dan jarang karena bilirubin yang berada di usus bayi terserap kembali ke dalam darah dan bukannya dibuang saat buang air besar. Sudah jelas, cara terbaik untuk mencegah sakit kuning karena tidak mendapat cukup ASI adalah dengan mulai menyusui dengan benar (lihat lembar informasi Menyusui-Mengawali dengan Benar/Breastfeeding-Starting Out Right).Bagaimanapun, yang pasti, pendekatan awal untuk bayi sakit kuning karena tidak mendapatkan cukup ASI bukanlah dengan menghentikan bayi menyusu atau dengan memberinya susu botol (lihat lembar informasi Protokol untuk Mengatur Asupan ASI/Protocol to Manage Breastmilk Intake). Jika bayi menyusu dengan baik, menyusu lebih sering sudah cukup untuk menurunkan kadar bilirubin, meskipun sebenarnya tak ada yang benar-benar perlu dilakukan. Jika bayi menyusu kurang baik, membantu bayi melekat dengan lebih baik dapat membuat bayi menyusu lebih efektif dan mendapatkan lebih banyak ASI. Menekan payudara agar bayi mendapatkan lebih banyak ASI juga dapat membantu (lihat lembar informasi Penekanan Payudara/Breast Compression). Jika pelekatan dan

penekanan payudara saja tidak berhasil, alat bantu menyusui dapat digunakan untuk memberi tambahan asupan (lihat lembar informasi Alat Bantu Menyusu/Lactation Aid). Lihat juga lembar informasi Protokol untuk Mengatur Asupan ASI/Protocol to Manage Breastmilk Intake. Lihat juga video di situs nbci.ca untuk membantu menggunakan Protokol tersebut dengan menunjukkan bagaimana membantu pelekatan bayi, bagaimana mengetahui apakah bayi mendapat cukup ASI, bagaimana menggunakan penekanan, dan informasi lainnya tentang menyusui. 12. Adakah hub. Dg ketuban pecah dini dg keadaan bayi? 13. Komplikasi hiperubinemia? 1. Terjadi kernikterus, yaitu kerusakan pada otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus hipokampus, nucleus merah didasar ventrikel IV. 2. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, RM, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking. 3. Retardasi mental - Kerusakan neurologis Efek Hiperbilirubinemia dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi. Bilirubin dapat menghambat enzimenzim mitokondria serta mengganggu sintesis DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf (terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf. 4. Gangguan pendengaran dan penglihatan 5. Kematian. (Donna L. Wong ; 2008) 14. Apa yang dimaksud Kern ikterus? 15. Patofisiologi infeksi Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih seringditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadapkuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3golongan, yaitu : 1. Infeksi Antenatal

Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itumelalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melaluisirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah : a). Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalicinclusion ;(b). Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;(c). Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeriamonocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta.Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapattuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut. 2. Infeksi Intranatal Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayilebih dari 12 jam ), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas danamnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partuslama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasilikuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapatmenyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengankuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan oral trush . 3. Infeksi Pascanatal Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibatfatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atauakibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatalini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitassekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapatinfeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit. Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi itusendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan

bayinya.Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat bayi yang lebihtua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yangteliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisisdan laboratarium seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu diagnosis dapat ditegakkan dengan permeriksaan selanjutnya.Infeksi pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejalainfeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan kalaukita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakantanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namuntiba tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebutmungkin sekali disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala yang dapat disebabkan diantaranyaialah malas, minum, gelisah atau mungkin tampak letargis. Frekuensi pernapasan meningkat, berat badan tiba tiba turun, pergerakan kurang, muntah dan diare. Selain itu dapat terjadiedema, sklerna, purpura atau perdarahan, ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuhdapat meninggi, normal atau dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkaliterdapat hipotermia dan sklerma. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu Not Doing Well kemungkinan besar ia menderita infeksi.Pembagian infeksi perinatal.Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.1. Infeksi berat ( major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diareepidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.2. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksiumbilikus ( omfalitis ), moniliasis (Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008) 16. Manifestasi klinis infeksi Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angkakematian yang

tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapungejala yang perlu mendapat perhatian yaitu : - Malas minum - Bayi tertidur - Tampak gelisah - Pernapasan cepat - Berat badan turun drastic - Terjadi muntah dan diare - Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal - Pergerakan aktivitas bayi makin menurun - Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang - Terjadi edema - sklerema (Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

17. Mengapa ditemukan bayi Nampak kuning pada wajah pd hari ke-2 ? Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterusfisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakanatau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatumorbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebuthiperbilirubinemia. Ikterus Fisiologis

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusatadalah sebesar 13 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanyamencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnyamenurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagaiakibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara padakonjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung samaatau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antarahari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukanoleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi. Ikterus Patologis Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosisawal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertamakehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik.Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:1.Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan2.Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebihsetiap 24 jam3.Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah,defisiensi G6PD, atau sepsis).Ikterus yang disertai oleh: oBerat lahir <2000 gram oMasa gestasi 36 minggu oAsfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN) oInfeksi oTrauma lahir pada kepala

oHipoglikemia, hiperkarbia oHiperosmolaritas darah5.Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB). Neonatal Health Care Modules HSP Kuliah mahasiswa tingkat IV FKUI. Ikterus Neonatorum IKTERIK NEONATORUM

Definisi Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional darihepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated). Klasifikasi Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterusfisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakanatau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatumorbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebuthiperbilirubinemia. Ikterus Fisiologis Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusatadalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanyamencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnyamenurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.Ikterus

akibat perubahan ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagaiakibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara padakonjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung samaatau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antarahari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukanoleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi. bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dankadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapatditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan penyebabikterus jika:1.Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.2.Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.3.Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau5.Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl. Ikterus Patologis Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosisawal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertamakehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh penyakit hemolitik.Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:1.Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan2.Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebihsetiap 24 jam3.Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah,defisiensi G6PD, atau sepsis).Ikterus yang disertai oleh: oBerat lahir <2000 gram

oMasa gestasi 36 minggu oAsfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN) oInfeksi oTrauma lahir pada kepala oHipoglikemia, hiperkarbia oHiperosmolaritas darah5.Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14 hari (pada NKB). Kernicterus Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar,letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus,kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian padanada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental Etiologi Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapatdisebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorumdapat dibagi : 1. Produksi yang berlebihanHal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya padahemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darahlain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis. 2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoroniltransferase (sindrom crigglerNajjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke selhepar.

3. Gangguan transportasiBilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak. 4. Gangguan dalam ekskresiGangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksidalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain. Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu. Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu,

memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama mingguke 3. Jika mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akanmenurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yanglebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akanmenurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengancepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnyakembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi initidak memperlihatkan rantai yang tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak yang mereka pernahdilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan asamlemak kira70% panjang,, disusuinya. 2-pregnan-3 Pada ibu tak-teresterifikasi, susu yang secarakompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kirabayi lainnya, hasilkanmengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus.Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurangdidokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberatyang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu

Patofisiologi Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bilaterdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatankadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang menderita gangguanekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empeduintra/ekstra hepatik.Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat inimemungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapatmenembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebutkernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubinindirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah,hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadikarena trauma atau infeksi. Manifestasi Klinis Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari.Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl atau

100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalahdengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada, lutut dan lainlain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengantabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya. Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala: 1.Dehidrasi -Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,muntah-muntah) 2.Pucat -Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) ataukehilangan darah ekstravaskular. 3.Trauma lahir -Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahantertutup lainnya. 4.Pletorik (penumpukan darah) -Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatanmemotong tali pusat, bayi KMK 5.Letargik dan gejala sepsis lainnya 6.Petekiae (bintik merah di kulit) -Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis ataueritroblastosis 7.Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal) -Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksikongenital, penyakit hati 8.Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa) 9.Omfalitis (peradangan umbilikus) 10.Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid) 11.Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktuskoledokus) 12.Feses dempul disertai urin warna coklat -Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnyakonsultasikan ke bagian hepatologi.

Diagnosis Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantudalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam halini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selamahamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisiintrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulittampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengangangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaanini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulitdipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akanlebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemahdan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterusadalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguannafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanyaditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalamdiagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterusmempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkanoleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksiintra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari keduadan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan

penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksikuman, polisitemia, hemolisis karena perdarahan tertutup, kelainan morfologieritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat nafas, toksositosis obat, defisiensiG-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5 mungkinmerupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayidari ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelahminggu pertama biasanya terjadi pada atresia duktus koledokus, hepatitisneonatal, stenosis pilorus, hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi post natal, danlain-lain Penatalaksanaan I. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebabMenetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatankhusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapatmemenuhi kebutuhan itu yaitu menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yangdikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu :A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertamaPenyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnyakemungkinan dapat disusun sebagai berikut :Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.- Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6PD.Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu : Kadar bilirubin serum berkala Darah tepi lengkap Golongan darah ibu dan bayi Uji coombs Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsihepar bila perlu. B. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir

Biasanya ikterus fisiologis

Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau R h a t a u golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat,misalnya melebihi 5 mg%/24 jam. Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin Polisitemia Hemolisis Hipoksia. Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain. Dehidrasi asidosis. Defisiensi enzim eritrosit lainnya.P e m e r i k s a a n y a n g p e r l u d i l a k u k a n adalah bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak c e p a t , d a p a t d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n d a e r a h t e p i , pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G -6-PD dan pemeriksaan lainnya bila perlu.C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama- Biasanya karena infeksi (sepsis).Dehidrasi asidosis.- Difisiensi enzim G-6-PD.- Pengaruh obat.- Sindrom CrigglerNajjar.- Sindrom Gilbert.D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya- Biasanya karena obstruksi.- Hipotiroidisme.- breast milk jaundice - Infeksi.- Neonatal hepatitis .- Galaktosemia. - Lain-lain.Pemeriksaan yang perlu dilakukan :- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala. - Pemeriksaan darah tepi. - Pemeriksaan penyaring G-6-PD. - Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.Penyinaran dapat dilakukan dengan: 1.Pertimbangkan terapi sinar pada: - N C B S M K ( n e o n a t u s ( s e s u a i c u k u p b u l a n ) m a s a kehamilan) sehat : kadar bilirubin perdarahan tertutup (perdarahan subapo neurosis, perdarahanhepar subkapsuler dan lain-lain).

total > 12 mg/dL- N K B ( n e o n a t u s k u r a n g b u l a n ) s e h a t : k a d a r b i l i r u b i n t o t a l > 10 mg/dL 2.Pertimbangkan i n d i r e k > 2 0 mg/dL 3.Terapi sinar intensif - T e r a p i bila sinar intensif dianggap berhasil, setelah u j i a n penyinaran tranfusi tukar bila kadar bilirubin

kadar bilirubin minimal turun 1 mg/dL. Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis s e s u d a h o b s e r v a s i d a n p e m e r i k s a a n s e l a n j u t n y a t i d a k m e n u n j u k k a n d a s a r patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kernicterus. Ikterusyang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu : 1.Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama. 2.Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg% pada n e o n a t u s c u k u p bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan 3.Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari. 4.Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama. 5.Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi ataukeadaan patologis lain yang telah diketahui. 6.Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%

(Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

Infeksi Neonatorum Definisi Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu:

early infection (infeksidini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena infeksi diperoleh darisi ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat adalah infeksi yangdiperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular dari orang lain. Adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih. Etiologi Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara 1 RS dengan RS yang lain. Perbedaan tersebut terdapat pula antar suatu negara dengan negara lain. Perbedaan pola kuman ini akan berdampak terhadap pemilihan antibiotik yang dipergunakan pada pasien. Perbedaan pola kuman mempunyai kaitan pula dengan prognosa serta komplikasi jangka panjang yang mungkin diderita bayi baru lahir. Hampir sebagian besar kuman penyebab di negara berkembang adalah kuman gram negatif berupa kuman enterik seperti Enterobakter sp, Klebsiella sp dan Coli sp. Sedangkan di Amerika utara dan eropa barat 40% penderita terurama disebabkan oleh Streptokokus grup B. Selanjutnya kuman lain seperti Coli sp, Listeria sp dan Enterovirus ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikt. (Buku Ajar Neonatologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia 2008)

Patogenesis Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih seringditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi yang lahir diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas transplasenta terhadapkuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari orang lain.Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya dalam 3golongan, yaitu : 1. Infeksi Antenatal

Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini kuman itumelalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis. Selanjutnya infeksi melaluisirkulasi umbilikus dan masuk ke janin. Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah : a). Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia, cytomegalicinclusion ;(b). Spirokaeta, yaitu treponema palidum ( lues ) ;(c). Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan listeriamonocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi melalui infeksi plasenta.Fokus pada plasenta pecah ke cairan amnion dan akibatnya janin mendapattuberkulosis melalui inhalasi cairan amnion tersebut. 2. Infeksi Intranatal Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain.Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara pecahnya ketuban dan lahirnya bayilebih dari 12 jam ), mempunyai peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas danamnionitik. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partuslama dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan inhalasilikuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain itu infeksi dapatmenyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga melalui kontak langsung dengankuman yang berasal dari vagina misalnya blenorea dan oral trush . 3. Infeksi Pascanatal Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi yang berakibatfatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada saat penggunaan alat atauakibat perawatan yang tidak steril atau sebagai akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatalini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitassekali karena mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapatinfeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika sehingga pengobatannya sulit. Diagnosa infeksi perinatal sangat penting, yaitu disamping untuk kepentingan bayi itusendiri tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalin dan ruangan perawatan

bayinya.Diagnosis infeksi perianatal tidak mudah. Tanda khas seperti yang terdapat bayi yang lebihtua seringkali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat ditegakkan dengan observasi yangteliti, anamnesis kehamilan dan persalinan yang teliti dan akhirnya dengan pemeriksaan fisisdan laboratarium seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan adanya infeksi, kemudian berdasarkan persangkalan itu diagnosis dapat ditegakkan dengan permeriksaan selanjutnya.Infeksi pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum, sehingga gejalainfeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis dini dapat ditegakkan kalaukita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku neonatus yang seringkali merupakantanda permulaan infeksi umum. Neonatus terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namuntiba tiba tingkah lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebutmungkin sekali disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala yang dapat disebabkan diantaranyaialah malas, minum, gelisah atau mungkin tampak letargis. Frekuensi pernapasan meningkat, berat badan tiba tiba turun, pergerakan kurang, muntah dan diare. Selain itu dapat terjadiedema, sklerna, purpura atau perdarahan, ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuhdapat meninggi, normal atau dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkaliterdapat hipotermia dan sklerma. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu Not Doing Well kemungkinan besar ia menderita infeksi.Pembagian infeksi perinatal.Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.1. Infeksi berat ( major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia, diareepidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.2. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum, infeksiumbilikus ( omfalitis ), moniliasis Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting, terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan menimbulkan angkakematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi pada bayi tidak khas. Adapungejala yang perlu mendapat perhatian yaitu : - Malas minum - Bayi tertidur

- Tampak gelisah - Pernapasan cepat - Berat badan turun drastic - Terjadi muntah dan diare - Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas normal - Pergerakan aktivitas bayi makin menurun - Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang - Terjadi edema - sklerema 2.4. Patogenesis Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.19 Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut: 2.4.1. Infeksi Antenatal. Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu, kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit lain yang dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes). 2.4.2. Infeksi Intranatal

Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan kandida. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan. 2.4.3. Infeksi Pascanatal Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit 1. penatalaksanaan suportif

monitoring cairan, elektrolit dan glukosa, berikan koreksi jika tjd hipovolemia, hiponatremia, hipoglikemia. Bila tjd SIADH (syndrom of inappropriate antidiuretic hormone), batasi cairan kausatif

antobiotik diberikan sebelum kuman peneyebab diketahui. Biasanya digunakan dg golongan penisilin spt ampisilin ditambah aminoglikosida spt gentamisin. Setelah didapatkan hasil biakan dan uji sensitivitas, diberikan antibiotik yg sesuai. Terapi dilakukan selama 10-14 hr. Bila terjadi meningitis antibiotik diberikan selamA 14-21 HR DG DOSIS SESUI MENINGITIS (Kapita Selekta kedokteran, ed 2)

Anda mungkin juga menyukai