Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN (DIAGNOSA : PNEUMONIA) DI POLI ANAK RSUD PRAYA LOMBOK TENGAH

Disusun oleh : JONI HIDAYATUSSANI 031 STYC 08

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM PROGRAM PROFESI NERS 2013

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

A. Definisi Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun lobularis / bronchopneumonia). (Doenguss, 1990) Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 yang dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai. B. Etiologi Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal: 1. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral 2. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti berilium 3. Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare actynomicetes thermofilik. 4. Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate 5. Pneumonia karena radiasi sinar rontgen 6. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia, eosinofilik pneumonia 7. Microorganisme Disebabkan oleh virus dan bakteri Bakteri : Pneumcoccus, streptcoccus, stapilococcus, hemaphilus influenzae, Pseudomonas aeruginosa

Virus : Resviratory syncytial virus, adenovirus, sitomegalovirus influenza. Masa tunasnya + 1-3 hari Pneumonitis pneumonia, dan infeksi lain Jamur : aspergilus, koksdiodomiksis, hitoplasma Aspirasi : cairan amnion, makanan, cairan lambung, benda asing. Sidrom loeffler Pneumonia hipostatik Pneumonia oleh obat atau radiasi Pneumonia hipersensitivif
GROUP Bacteri PENYEBAB Streptococcos pneumonia Streptococcus piogenes Stafilococcus aureus Klebsiella pneumonia Eserikia koli Yersinia pestis Legionnaires bacillus A. Israeli Nokardia asteroids Kokidioides imitis Histoplasma kapsulatum Blastomises dermatitidis Aspergillus Fikomisetes Koksiella Burnetty Chlamidia psittaci Mikoplasma pneumonia Infulensa virus, adenovirus respiratory syncytial Pneumosistis karini TYPE PNEUMONIA Pneumonia bacteri

interstialis

dan

bronkiolitis,

pneumocystis

carinii

Q fever, mycoplasma pneumoniae pneumonia, klamidia

Legionnaires disease Aktinomikosis pulmonal Nokardiosis pulmonal Kokidioidomikosis Histoplasmosis Blastomikosis Aspergilosis Mukormikosis Q Fever Psitakosis,Ornitosis Pneumonia mikoplasmal Pneumonia virus Pneumonia pneumistis (pneumonia plasma sel)

Aktinomyctes Fungi

Riketsia Klamidia Mikoplasma Virus

Protozoa

C. Patofisiologi Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit penyakit) yang masuk akan dilawan oleh berbagai sistem pertahanan tubuh manusia. Misalnya, dengan batuk-batuk, atau perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan, hingga gerakan rambut-rambut halus (silia) untuk mengeluarkan mukus (lendir) tersebut keluar. Tentu itu semua tergantung besar kecilnya ukuran sang penyebab tersebut. Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar, netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi, campak, pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi silier. Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada pneumonia yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas. Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia pneumokokus merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paruparu paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang

berurutan (Price, 1995 : 711) : a. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah. b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar). c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang. d. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula. (Underwood, 2000 : 392). Menurut Suryadi (2001 : 247) patofisiologi pada pneumonia adalah : a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus dan (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan Streptococcus Pneumoniae) bakteri. b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus. Terjadinya destruksi sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas. c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF),

aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia. D. PATHWAYS Bakteri Stafilokokus aureus Bakteri Haemofilus influezae Penderita sakit berat yang dirawat di RS Penderita yang mengalami supresi sistem pertahanan tubuh Kontaminasi peralatan Saluran RS Pernafasan Atas

Kuman berlebih di bronkus Proses peradangan

Kuman terbawa di saluran pencernaan

Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

Infeksi saluran pencernaan

Dilatasi pembuluh darah Eksudat plasma masuk alveoli Gangguan difusi dalam plasma Gangguan pertukaran gas

Peningkatan suhu

Edema antara kaplier dan alveoli

Akumulasi sekret di bronkus

Peningkatan flora normal dalam usus

Septikimia

Iritasi PMN eritrosit pecah

Bersihan jalan nafas tidak efektif

Mukus bronkus meningkat Bau mulut tidak sedap Anoreksia Intake kurang

Peningkatan peristaltik usus Malabsorbrsi

Peningkatan metabolisme Evaporasi meningkat

Edema paru

Pengerasan dinding paru Penurunan compliance paru

Diare

Gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit Hiperventilasi

Suplai O2 menurun Hipoksia Metabolisme Dispneu Retraksi dada / nafas cuping hidung Gangguan pola nafas Intoleransi aktivitas anaeraob meningkat Akumulasi asam laktat Fatigue

Nutrisi kurang dari kebutuhan

E. Manifestasi Klinis Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului : Infeksi saluran nafas atas akut selama beberapa hari Demam, Menggigil, Suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, Sesak nafas, Nyeri dada, Batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau Nyeri perut, Kurang nafsu makan, dan Sakit kepala. Secara umum dapat dibagi menjadi : Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipneu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih, dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. F. Pemeriksaan Laboratorium a) Pemeriksaan Laboratorium - Sputum : terdapat sel-sel polimorfonuklear dan bakteri gran + - Darah mm) b) Pemeriksaan Radiologi LED meningkat 1 jam 40 mm, 2 jam 60 mm Bilirubin D/1 miningkat 6,1 mg/dl Analisa gas darah (AGD) Pa O2 < 50 mmhg.Pa CO2>50 mmhg . Sa O2 <90 % PH < 7,2 : Jumlah leokosit meningkat (10.000 30.000

Pada foto torax terlihat konsolidasi satu atau beberapa lonus dan bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus. (Doengus, 1990) G. Penatalaksanaan Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab,sesuai yang ditentukan oleh pemeriksaan sputum prapengobatan dan mencakup : a. Antibiotik,terutama untuk pneumonia bacterialis.Pneumonia lain dapat diobati dengan antibiotic untuk mengurangi infeksi bacteris sekunder. b. Penicilin prokain c. Amoksisilin d. Ampicillin e. Kotrimoksasol b. Istirahat c. Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi d. Teknik-teknik bernafas dalam untuk meningkatkan ventilasi alveolus dan mengurangi resiko atalektasis. e. Juga diberikan obat-obat lain yang spesifik untuk mikro-organisme yang diidentifikasi dari biakan sputum. Jika mengalami pusing kejang lakukan fungsi lumbal untuk mencari kemungkinan terjadi meningitis. Gunakan spuit plastik, jika perlu hisaplah dengan lembut lendir yang ada di hidung klien agar jalan nafas bebas. Berikan oksigen intranasal dengan ukuran 1 liter/menit jika kien menderita sianosis. Beri kloramfenikol 25 mg/kg BB, IM setiap 6 jam, setelah ada perbaikan baru ganti dengan kloramfenikol oral. Jika kien dehidrasi dan tidak mampu minum, berikan cairan melalui jalur intragatrik. Jika kien dalam keadaan syok berikan cairan secara IV sewaktu menetukan jumlah cairan yang akan diberikan, ingatlah bahwa anak ini mudah mendapatkan edema paru dan kegagalan pernafasan. (Peter Anugrah, 1993) H. a. b. c. d. Komplikasi Abses paru Efusi pleura Empisema Gagal napas f. meningitis g. atelektasis h. hipotensi i. delirium : 50.000 u/kg BB, IM sekali sehari : 15 mg/kg BB oral tiap 8 jam : 25 mg/kg BB oral tiap 6 jam : 4 mg/kg BB oral tiap 12 jam

e. dehidrasi

Perikarditis

j. Asidosis metabolik dan

ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. pengumpulan data a) Biodata Meliputi identitas klien yang terdiri dari mana, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku bangsa, dan identitas orang tua. b) Keluhan Utama Sesak nafas c) Riwayat Penyakit Sekarang Demam Mendadak suhu tubuh naik 40o C, keluar keringat, muka kemerahan, nyeri otot, dan sakit kepala. Batuk berdahak Ini timbul beberpa hari sebelumnya, mula-mula batuk kering kemudian keluar dahak berwarna putih seperti lendir. Sesak nafas Sesak nafas timbul desertai dahak, sesak timbul terutama waktu berbaring, waktu inspirasi maupun ekspirasi. d) Riwayat Penyakit Sebelumnya Menyangkut riwayat sakit yang pernah diderita yang dapat menyebabkan terjadinya pnemonia seperti penderita didahului oleh ISPA, dimana tandatandanya batuk, pilek, kesulitan bernafas, dan demam. e) Riwayat Penyakit Keluarga Yang perlu dikaji yaitu penyakit yang pernah diderita seperti penyakit menular yang khusunya penyakit saluran pernafasan meskipun penderita bukan penyakit keturunan, namun perlu deperhatikan karena bila salah satu anggota keluarga ada yang menderita pneumonia hal ini diperngaruhi oleh sanitasi dan personal hygiene. (Doengus, 1990).

f) Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual 1. Biologis - Bernafas Gejalanya pernafasan cepat dan dangkal, adanya tarikan dinding dada, pernafasan cuping hidung. - Nutrisi Kehilangan safsu makan, mual/muntah, turgor kulit jelek, mukosa mulut kering, malnutrisi. - Elimanasi Terjadi perubahan pola BAB dan BAK karena peruh intake dan out put makanan dan minuman. - Aktivitas Ditandai dengan kelelahan, kelemahan, sering menangis. - Istirahat tidur Terjadi perubahan pola istirahat yang disebabkan karena sesak nafas dan batuk. 2. Psikologis Ditandai dengan ketakutan, kegelisahan, cemas, dan rewel. 3. Sosial Pada data sosial yang perlu dikaji aalah hubungan klien dengan lingkungan sekitar, hubungan klien dengan keluarga, tetangga atau orang sekitarnya. 4. Spiritual Biasanya kelurga mengatakan hanya bisa berdoa untuk kesembuhan anaknya. (Doengus, 1990) B. 1. (Doenges, 1999 : 166) 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166) 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177) DIAGNOSA KEPERAWATAN Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum.

4. (Doenges, 1999 : 172) 5.

Gangguan

keseimbangan

cairan

dan

elektrolit

berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171) 6. C. INTERVENSI 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum Tujuan : 2. Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas 3. Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret Hasil yang diharapkan : 4. Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas 5. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas 6. Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi : a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki. Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)

e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk. Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada. f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung. Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen. Tujuan : - Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada distres pernafasan. Hasil yang diharapkan : - Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan - Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi Intervensi : a. Rasional Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia. c. Kaji status mental Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia. d. Awsi frekuensi jantung/ irama Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi. e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler. f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif

Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi. g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg. 3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli Tujuan: - Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih Intervensi : a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas. b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius. Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil. c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi. Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. d. Observasi pola batuk dan karakter sekret. Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan. e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif. Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum. f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan. Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas. g. Berikan humidifikasi tambahan Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan. h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus. 4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral. Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit Intervensi : a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi. Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah). Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan c. Catat lapporan mual/ muntah. Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral d. Pantau masukan dan haluaran urine. Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan 5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen. Tujuan : - Menunjukkan peningkatan nafsu makan - Mempertahankan/ meningkatkan berat badan Intervensi : a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah. Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah b.Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut. Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan. Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini d.Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen. Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal

e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk pasien. Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar. Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi 6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup sehari-hari. Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas. Intervensi : a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas. Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut. Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat. Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolic. d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen 7. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : suhu 360C, mukosa lembab. Intervensi : a. Pantau tanda vital Rasional : indikator untuk memantau peningkatan suhu secara tiba tiba yg dapat mengakibatkan kejang. b. Berikan kompress hangat pada klien. Rasional : kompress hangat sangat membantu menurunkan panas secara konduksi c. Berikan antipiretik sesuai petunjuk dan isntruksi

Rasional : antipiretik sangat efektif menurunkan menurunkan panas d. Anjurkan klien untuk selalu memakai pakaian yang tipis dan mudah menyerap keringat Rasional : membantu meyerap keringat agar klien merasa nyaman. DAFTAR PUSTAKA Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA. Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta. Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta. Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta. Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai