Anda di halaman 1dari 11

Tatalaksana syok Penatalaksanaan umum Tujuan utama tatalaksanan syok adalah mengembalikan oksigenasi dan suplai substrat yang

adekuat ke sel secepat mungkin dan meningkatkan utilisasi oksigen metabolisme sel. Langkah-langkah penatalaksanaan umum syok yaitu sebagai berikut. 1. Nilai keadaan ABCDE (Airway, Breatthing, Circulation, Disability, Exposure) pasien, deteksi keadaan syok, jenis syok, dan aktifkan tim resusitasi. 2. Lakukan look, listen dan feel tidak lebih dari 10 detik, bila terdapat henti jantung atau pasien tidak bernapas normal segera lakukan basic life support dimulai dengan kompresi dada yang kemudian dikombinasi dengan bantuan pernapasan termasuk intervensi pada proses pernapasan seperti intubasi endotrakeal. 3. Segera dapatkan akses vaskular, paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimal 16 G) sebelum mempertimbangkan jalur vena sentral. 4. Loading cairan cepat disesuaikan dengan penilaian awal jenis syok. Pada syok hipovolemik dapat diberikan 2-3 liter cairan kristaloid dalam 20-30 menit. 5. Nilai segera tanda vital setelah loading cairan. Bila tanda vital stabil, lakukan definite workup. Bila tanda vital belum stabil (tekanan darah < 90 mmHg dan frekuensi nadi masih > 120 kali per menit), sebaiknya dilakukan pemasangan kateter vena sentral. 6. Bila tekanan vena sentral meningkat mengindikasikan disfungsi jantung atau tamponade. Echocardiografi sebaiknya segera dilakukan dan syok kardiogenik ditatalaksana sesuai etiologi. 7. Bila tekanan vena sentral < 15 dan tanda vital belum stabil, resusitasi cairan dapat dilanjutkan dengan kristaloid darah atau komponennya

untuk mencapai hematokrit 30 dan tekanan vena sentral 15. Bila target tercapai dan tanda vital membaik, lakukan definite workup. 8. Bila tanda vital tidak membaik atau bahkan terjadi perburukan setelah melanjutkan resusitasi cairan, dianjurkan untuk memasang kateter arteri pulmonalis untuk tatalaksana selanjutnya. 9. Kateter urin dipasang untuk memudahkan penilaian produksi urin. Dekompresi lambung dengan NGT dapat mengurangi risiko aspirasi dan komplikasi akibat dilatasi lambung. 10. Jika kateter intravena telah terpasang, ambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch, lakukan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan, pemeriksaan toksikologi dan tes kehamilan pada wanita subur. Analisa gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat itu. Foto thoraks juga harus diambil setelah pemasangan kateter vena sentral pada vena subklavia atau vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumothoraks atau hematothoraks. Penatalaksanaan khusus 1. Syok hipovolemik Terdapat tiga prinsip dalam penatalaksanaan pasien dengan syok hipovolemik, yaitu: a. Maksimalkan penghantaran oksigen (melalui ventilasi yang adekuat, peningkatan saturasi oksigen dalam darah dan memulihkan aliran darah). Pemberian oksigen tambahan diberikan untuk mempertahankan saturasi lebih dari 95%. b. Kontrol kehilangan darah lebih lanjut. Dalam sirkulasi, yang menjadi prioritas yaitu mengontrol perdarahan, memperoleh akses intravena yang cukup dan menilai perfusi jaringan. Pada luka-luka luar biasanya dapat dikontrol dengan bebat tekan langsung pada pusat perdarahan. c. Resusitasi cairan. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes dengan cepat atau dengan cairan garam seimbang seperti Ringers

laktat (RL) dengan jarum infuse yang terbesar. Pemberian 24 L dalam 2030 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik. Tidak ada bukti medis yang menerangkan tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik.1 Untuk mengetahui apakah resusitasi cairan berhasil (cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan pengisian ventrikel), kita dapat menggunakan kateter Swan-Ganz untuk pemeriksaan tekanan baji paru. Apabila hemodinamik tetap tidak stabil, berarti kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar hemoglobin 10 g/dL harus segera diatasi dengan transfusi. Sebaiknya darah yang digunakan untuk transfusi terlebih dahulu telah dilakukan tes crossmatch.2 Pada keadaan hipovolemi yang berat ataupun berlanjut, dapat juga diberikan obat-obat inotropik dengan dopamin, vasopressin atau dobutamin untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang adekuat setelah volume darah dikembalikan ke normal. Pemberian nalokson bolus 30 mcg/kg dalam 35 menit dilanjutkan 60 mcg/kg dalam 1 jam dalam dekstros 5% dapat membantu meningkatkan MAP.2 Evaluasi terhadap resusitasi cairan dan perfusi organ Pulihnya tekanan darah, tekanan nadi dan denyut nadi merupakan tandatanda yang mendukung perfusi organ menjadi normal. Tetapi dengan pengamatan tersebut belum memberikan informasi tentang perfusi organ. Perbaikan kondisi CVP dan sirkulasi kulit merupakan bukti penting dari perfusi yang membaik, namun sulit diukur.4 Indikator yang cukup sensitif untuk menilai perfusi ginjal adalah jumlah produksi urin. Jumlah produksi urin yang normal umumnya menandakan aliran darah ginjal yang adekuat, bila tidak dipengaruhi oleh obat-obat diuretik, sehingga produksi urin merupakan salah satu monitor utama resusitasi dan respon pasien. Perubahan-perubahan pada CVP dapat memberikan informasi yang bermanfaaat oleh karena itu pemasangan CVP harus diambil dalam penanganan kasus-kasus yang sulit/kompleks.4

Produksi urin

Produksi urin digunakan untuk memonitor aliran darah ginjal. Penggantian volume resusitasi yang adekuat akan menghasilkan urin sekitar 0,5 ml/kg/jam pada orang dewasa, 1 ml/kg/jam untuk anak-anak, dan 2 ml/kg/jam untuk bayi (kurang dari 1 tahun) 2 ml/kg/jam.4 Keseimbangan asam basa Pada hipovolemik dini akan terjadi alkalosis respiratorik yang sering diikuti dengan asidosis metabolik ringan. Asidosis yang parah dapat terjadi pada syok yang berkepanjangan atau syok berat. Asidosis yang menetap disebabkan oleh resusitasi yang tidak memadai atau kehilangan darah yang berlanjut. Defisit basa dan atau peningkatan asam laktat dapat berguna untuk menentukan adanya dan tingkat beratnya syok. Pengukuran serial pada parameter-parameter ini dapat digunakan untuk memonitor respon pasien pada saat terapi.4 Pola respon pasien-pasien terhadap pemberian cairan dibedakan atas tiga kelompok, yaitu kelompok respon cepat, respon sementara, dan respon minimum, seperti pada tabel berikut. Tabel Responses to initial fluid resuscitation Rapid transient Vital signs Return to normal Minimal or Response no response response Transient Remain abnormal improvement, recurrence of decreased blood pressure and increased heart rate Moderat and Severe ongoing high High Moderate to high Type specific immediate Emergency blood release

Esmtimated blood loss Need for more crystalloid Need for blood Blood preparation

Minimal low low Type and crossmatch

Need for operative Possibly Like highly intervention likely Early presence of Yes Yes Yes surgeon 2000 mL of isotonic solution in adults; 20 mL/kg bolus of Ringers lactate in children

2.

Syok kardiogenik Hal pertama yang harus dilakukan dalam penatalaksanaan syok

kardiogenik yaitu menilai masalah utamanya, apakah volume, pompa atau irama yang mengalami gangguan. Apabila masalah utama terletak pada volume cairan, maka pemberian cairan atau darah (komponennya) adalah langkah pertama yang harus dilakukan. Apabila masalah utama pada pompa jantung, maka hal yang harus diperhatikan adalah tekanan darahnya.3 Tekanan darah sistolik > 100 mmHg, terdapat edema paru, maka obat yang diberikan yaitu vasodilator. Tekanan darah sistolik 70100 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda syok, dapat diberikan inotropik. Tekanan darah sistolik 70100 mmHg dengan disertai gejala dan tanda syok, maka obat yang digunakan adalah vasopresor. Tekanan darah < 70 mmHg disertai gejala dan tanda syok, maka obat yang digunakan yaitu vasopresor kuat. Apabila permasalahan utama terletak pada irama jantung (bradiaritmia dan takiaritmia), maka tatalaksanya disesuaikan dengan diagnosis gangguan irama tersebut. Setelah keadaan syok berhasil diatasi, maka tatalaksana lanjutan dapat dilakukan. Algoritma penatalaksanaan syok kardiogenik dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut.3

Gambar 2.1 Skema penatalaksanaan syok kardiogenik2 3. Syok sepsis Hal yang perlu diperhatikan dalam terapi syok sepsis adalah eliminasi sumber infeksi dan terapi antimikroba harus dimulai dalam 1 jam pertama, dan terapi suportif yang meliputi oksigenasi, kontrol gula darah, intervensi nutrisi, mengatasi disfungsi organ, terapi gangguan koagulasi, steroid, dan bikarbonat.3 Tujuan resusitasi pada pasien sepsis berat (hipoperfusi dalam 6 jam pertama adalah tekanan vena sentral 812 mmHg, tekanan arteri rata-rata/MAP 65 mmHg, produksi urine 0,5 ml/kg/jam dan saturasi oksigen vena sentral 70%. Setelah resusitasi cairan, dan tekanan vena sentral telah mencapai 812 mmHg namun MAP masih dibawah 60, maka dapat diberikan agen vasoaktif seperti dopamin. Bila dalam 6 jam resusitasi, saturasi oksigen tidak mencapai 70% dengan resusitasi cairan dengan CVP 812 mmHg, maka dilakukan transfusi PRC untuk mencapai hematokrit 30% dan atau pemberian dobutamin (maksimal hingga 20 g/kg/menit).2,3

Oksigenasi Kegagalan sistem sirkulasi karena ganguan ventilasi maupun perfusi dapat menyebabkan hipoksia pada pasien dengan syok septik. Oksigenisasi bertujuan untuk mengatasi hipoksia dengan cara meningkatkan saturasi oksigen darah, meningkatkan transport oksigen dan memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan. Pada keadaan hipoksia berat dan gagal napas, ventilasi mekanik perlu segera dilakukan.2 Terapi cairan Pada sepsis dapat terjadi hipovolemia akibat peningkatan kapasitas vaskuler (penurunan aliran balik vena), dehidrasi, terjadinya perdarahan dan kebocoran kapiler. Hipovolemia pada sepsis perlu diatasi dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara klinis, respon terhadap pemberian cairan terlihat dari peningkatan tekanan darah, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki dan penurunan saturasi oksigen. pada sarana yang lebih lengkap atau di unit rawat intensif dapat dipantau dengan mengukur tekanan vena sentral dan tekanan arteri pulmonalis.2 Vasopresor atau inotropik Setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan yang adekuat, tetapi pasien masih mengalami hipotensi, maka dapat diberikan vasopresor.2 4. Syok anafilaktik Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Pengobatan syok anafilaktik tidaklah sulit, asal tersedia obat-obat emergensi dan alat bantu resusitasi gawat darurat serta dilakukan secepat mungkin agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap.

Jika terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah obat atau zat kimia masuk ke dalam tubuh, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah: 1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. 2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu: a. Airway 'penilaian jalan napas'. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut. b. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai edema laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. c. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar. Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru. 3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.

4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus. 5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik. 6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin. 7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. 8. Jika syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan

penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi. Berikut adalah gambar algoritma penatalaksanaan syok anafilaktik. 5. Syok neurogenik Terapi pada syok neurogenik yaitu terapi simultan terhadap hipovolemi relatif dan kehilangan tonus vasometer. Pemberian cairan dalam jumlah besar diperlukan untuk menormalkan hemodinamik. Jika adanya perdarahan telah disingkirkan, maka dapat diberikan norepinefrin atau agen -adrenergik untuk meningkatkan resistensi vaskuler dan menjaga tekanan arteri yang adekuat.3

Referensi: 1. Kolecki P et al. hypovolemic shock treatment and management. Medscape. 2012 [cited 2012 July 05]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com.760145 2. Aru WS, Bambang S, Alwi I, Simardibrat M, Setiati S editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Jakarta: Departemen ilmu penyakit dalam FKUI; 2006

3. Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto AY, Abdullah M. EIMED PABDI kegawatdaruratan penyakit dalam. Jakarta: pusat penerbitan ilmu penyakit dalam; 2011.

4. American Collage of Surgeon Committee on Trauma. Advanced Trauma Life Support for Doctors. Edisi VIII.Chicago: American Collage of Surgeon;2004.

5. Rifki AZ. Syok dan penanggulangannya. Padang: FKUA; 1999[di akses 5 Juli 2012]. Diunduh dari: http://www.scribd.com.doc/94479586.syok dan penanggulangannya.

Anda mungkin juga menyukai