Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH DUS (DRUG UTILITY STUDY)

Demam Berdarah

RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER JAWA TIMUR 26-30 April

Disusun Oleh : Riri Dwitasari S.Farm Kurniawan S.Farm 12811185

Pengampu : Roy Yunita, S.Si., Apt

RUMAH SAKIT DAERAH dr SOEBANDI INSTALASI FARMASI PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) Mei 2013

LEMBAR PENGESAHAN DUS (DRUG UTILITY STUDY) RUMAH SAKIT DAERAH dr. SOEBANDI JEMBER - JAWA TIMUR

Disetujui Oleh :

Mengetahui:

Ka IFRSD dr.SOEBANDI

Pembimbing

Drs. Prihwanto Budi, Apt.,Sp.FRS

Ratna Puji, S.Farm.,Apt

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. B. Tujuan 1. Untuk melihat rasionalitas pengobatan pada penyakit demam berdarah di RSD dr. Soebandi Jember dari sudut pandang kefarmasian. 2. Untuk mengetahui DRPs serta memberikan rekomendasi dan informasi terapi dari kasus tersebut kepada profesi tenaga kesehatan lain.

BAB II LANDASAN TEORI


DEMAM BERDARAH A. Definisi Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dengan genusnya adalah favivirus. B. Klasifikasi Menurut WHO tahun 2009, derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat :[1] No. 1. Derajat I Derajat Penjelasan Demam disertai dengan konstitusi nonspesifik, tanda dan gejala seperti anoreksia, muntah, sakit perut, satu-satunya manifestasi

hemoragik adalah tes tourniquet (+) dan / atau mudah memar. 2. Derajat II Seperti derajat I, disertai pendarahan spontan di kulit dan atau pendarahan lain. 3. Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi (< 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah. 4. Derajat IV Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur

No.

Klasifikasi WHO untuk Tingkat Keparahan tahun 1997 Definisi kasus untuk Demam Berdarah adalah kemungkinan: penyakit febril akut dengan 2 atau lebih hal berikut: Sakit kepala Nyeri retro-orbital Arthralgia Ruam Manifestasi Hemorhagic Leukopenia Serologi mendukung (timbal balik HI titer antibodi> 1280, sebanding IgG uji ELISA titer atau (+) IgM tes antibodi pada fase penyembuhan terlambat atau akut spesimen serum

Klasifikasi WHO untuk Tingkat Keparahan tahun 2009 Demam berdarah yang tidak parah tanpa tanda-tanda Peringatan Kemungkinan demam berdarah: hidup di daerah endemik DBD. Demam dan 2 dari kriteria berikut: Mual, muntah Ruam Sakit dan nyeri Tes tourniquet positif Leukopenia

(Penting ketika ada tanda-tanda kebocoran plasma)

Dikonfirmasi: Sebuah kasus dikonfirmasi dengan kriteria laboratorium

Definisi Kasus untuk Demam Berdarah Dengue (DBD) Berikut ini tanda-tanda :

1. Demam, atau riwayat demam, yang berlangsung selama 2-7 hari, kadang-kadang biphasic 2. Kecenderungan Dengue dibuktikan dengan setidaknya salah satu dari berikut: a. (+) Uji tourniquet b. Petechiae, ekimosis, purpura c. Perdarahan dari mukosa, GIT, situs suntikan atau lokasi lain d. Hematemesis atau melena

3. Trombositopenia (100.000 sel/mm3 atau kurang)

4. Bukti kebocoran plasma karena permeabilitas pembuluh darah meningkat, diwujudkan oleh setidaknya salah satu dari berikut: a. Kenaikan hematokrit sama atau lebih besar dari 20% di atas ratarata untuk usia, jenis kelamin, dan populasi b. Penurunan hematokrit c. Kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites dan hypoproteinemia

Definisi kasus untuk Dengue Shock Sindrom (DSS) Semua dari empat kriteria untuk DBD harus ada ditambah bukti kegagalan sirkulasi dimanifestasikan oleh: Cepat dan lemah nadi, Tekanan darah(<20mmHg) dimanifestasikan dengan: Hipotensi untuk usia, Kulit teraba dingin dan gelisah

Tingkat Keparahan DHF / DSS DBD Kelas 1 Demam disertai dengan konstitusi non-spesifik tanda dan gejala seperti anoreksia, muntah, sakit perut, satu-satunya manifestasi hemoragik adalah tes tourniquet (+) dan / atau mudah memar

Demam yang tidak parah tanpa tanda-tanda Peringatan. Demam dan 2 dari kriteria berikut: Mual, muntah Ruam Sakit dan nyeri Tes tourniquet positif Leukopenia Ada tanda-tanda peringatan ringan, misalnya sakit perut ringan atau pembesaran hati ringan

DBD Grade 2 Perdarahan spontan

DBD dengan tanda-tanda Peringatan *: Nyeri perut atau nyeri

selain manifestasi dari kelas 1, pasien biasanya mengalami perdarahan kulit (mukokutan), GIT

muntah persisten akumulasi cairan Klinis pendarahan mukosa Kelesuan, gelisah pembesaran hati> 2 cm Laboratorium: kenaikan bersamaan dengan penurunan jumlah trombosit * Membutuhkan pengamatan ketat dan intervensi medis

DBD kelas 3 (DSS) Kegagalan sirkulasi dimanifestasikan dengan cepat, nadi lemah dan penyempitan tekanan darah atau hipotensi, dengan kulit teraba dingin dan gelisah

Dengue harus dipertimbangkan jika pasien dari daerah yang beresiko endemic dan dengan demam 2-7 hari ditambah beberapa fitur berikut: kebocoran plasma berat, yang mengarah ke: - Syok - Cairan akumulasi dengan gangguan pernapasan Pendarahan hebat, Gangguan organ berat - Hati: AST atau ALT 1000 - SSP: gangguan kesadaran - Hati dan organ lainnya

C. Epidemiologi Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak di Asia, dan Dengue Shock Syndrome (DSS) yang parah menyebabkan kematian yang cukup signifikan pada anak-anak.[2] Penyakit ini berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak anak berusia di bawah 15 tahun. [2] Demam berdarah diyakini merupakan salah satu penyakit yang sudah ada lama di dunia. Jejak rekam mengenai penyakit dengan gejala yang serupa telah ditemukan di ensiklopedia medis dari Cina tertanggal tahun 992. Seiiring dengan perkembangan global di bidang pelayaran dan industri pengiriman barang melalui laut di abad ke 18 dan 19, kota-kota pelabuhan bertambah dengan pesat dan menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan nyamuk vektor bagi penyakit demam berdarah. Nyamuk dan virus yang berperan dalam penyakit ini terus menyebar ke berbagai daerah baru dan telah menyebabkan banyak epidemi di seluruh dunia. Salah satu epidemi demam berdarah yang paling pertama terjadi di daerah Asia Tenggara.[2] Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara, terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India. Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat.[3]

D. Etiologi Penyakit demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus. Dikenal bermacam-macam jenis virus penyebab penyakit demam berdarah, tetapi di Indonesia hanya terdapat 2 jenis virus penyebab demam berdarah yaitu virus dengue dan virus chikungunya. Diantara kedua jenis virus yang terdapat di negeri kita, virus dengue merupakan penyebab terpenting dari demam berdarah.

Penyebab demam berdarah antara lain : 1. Virus Dengue Virus dengue sebagai penyebab penyakit demam berdarah dengue, merupakan mikroorganisme yang sangat kecil hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Virus hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia yang ditempati terutama untuk kebutuhan protein. Apabila daya tahan tubuh seseorang yang terkena infeksi virus tersebut rendah, sebagai akibatnya sel jaringan akan semakin rusak bila virus tersebut berkembang banyak maka fungsi organ tubuh tersebut baik, maka akan sembuh dan timbul kekebalan terhadap virus dengue yang pernah masuk ke dalam tubuhnya. Virus ini mempunyai empat serotipe yang di kenal dengan DEN- 1, DEN2, DEN- 3, dan DEN- 4, yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan perdarahan. 2. Vektor Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes alboptictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. 3. Host Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dan dapat pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta.[4]

E. Patogenesis Infeksi virus dengue

Asimptomatik

Simptomatik

Demam tidak jelas (sindroma virus) Demam Dengue

Demam Berdarah Dengue (Kebocoran)

Tidak ada pendarahan

Pendarahan

DBD tanpa renjatan

DBD dengan renjatan (DSS)

Gambar 1. Patofisiologi demam berdarah [5] Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah.9 Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus dengue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya. Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cellmediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.

Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat. Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibody IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM yang cepat. [5]

F. Gejala dan Tanda Masa tunas / inkubasi selama 3 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut : a. Demam tinggi yang mendadak 2 7 hari ( 38 40 derajat Celsius ). b. Pada pemeriksaan uji tourniquet, tampak adanya jentik (puspura) perdarahan. c. Terjadi pembesaran hati ( Hepatomegali ). d. Tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok.

e. Terjadi penurunan trombosit di bawah 100.000 / mm3 (Trombositopeni) f. timbulnya beberapa gejala klinik yang menyertai seperti mual,muntah penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut diare,menggigil kejang, sakit kepala, mimisan (epitaksis) pada hidung dan gusi, feces berlendir dan campur darah (melena). g. Demam yang di rasakan penderita menyebabkan pegal / sakit pada persendian. h. Munculnya bintik bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah i. Pada kasus berat gejala klinis di tambah dengan terjadinya akumulasi cairan pada rongga tubuh. [4] Karena seringnya terjadi perdarahan dan syok maka pada penyakit ini angka kematiannya cukup tinggi, oleh karena itu setiap Penderita yang diduga menderita Penyakit Demam Berdarah dalam tingkat yang manapun harus segera dibawa ke dokter atau Rumah Sakit, mengingat sewaktu-waktu dapat mengalami syok / kematian. Penyebab demam berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, hemokonsentrasi. Sejumlah kasus kecil bisa menyebabkan sindrom shock dengue yang mempunyai tingkat kematian tinggi. G. Diagnosis Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Biasanya yang terjadi adalah demam tanpa adanya sumber infeksi, ruam petekial dengan trombositopenia dan leukopenia relatif. Serologi dan reaksi berantai polimerase tersedia untuk memastikan diagnosa demam berdarah jika terindikasi secara klinis. Mendiagnosis demam berdarah secara dini dapat mengurangi risiko kematian dari pada menunggu akut. Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium. Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang berlebihan.

Kriteria Klinis DBD antara lain : a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. b. Terdapat manifestasi pendarahan ditandai dengan : Uji tourniquct positif Petekia, ekimosis, purpura Pendarahan mukosa, epistaksis, endarahan gusi Hematemesis dan atau melena

c. Pembesaran hati d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah. Klinis Laboratoris DBD antara lain : a. Trombositopenia (100.000/L atau kurang) b. Hemakonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20% atau lebih. Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemakonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia atau terjadi pendarahan. Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat : Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi pendarahan ialah uji Tourniquet. Derajat II : seperti derajat I, disertai pendarahan spontan di kulit dan atau pendarahan lain.

Derajat III :

Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi (< 20 mmHg) atau hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV :

syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
[1]

H. Tatalaksana Pengobatan Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya perubahan fisiologi berupa perembesan plasma danperdarahan. Perembesan plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dankematian. Deteksi dini terhadap adanya perembesan plasma danpenggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya perembesan plasma danperdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit danjumlah trombosit. Pemilihan jenis cairan danjumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah, dan obatobat lain dilakukan atas indikasi yang tepat

a. Terapi farmakologi Tatalaksana untuk pasien DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit. [6]
Pasien DBD Demam Tinggi, mendadak terus < 7 hari Tidak disertai ISPA, Badan lemah/lesu

Ada Kedaruratan Tanda syok, muntah terus menerus, kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak darah Jumlah trombosit <100.000/L

Tidak ada kedaruratan

Uji tourniquet (+)

Uji tourniquet (-)

Jumlah Trombosit >100.000/L

Rawat Jalan

Tatalaksana disesuaikan (lihat bagan 3, 4, 5)

Rawat inap

Rawat Jalan

Minum banyak parasetamol bila perlu. Control tiap hari sampai demam turun bila demam menetap periksa Hb, Ht, trombosit

Parasetamol kontrol tiap hari sampai demam menghilang

Nilai tanda klinis, jumlah trombosit, Ht, bila masih demam pada hari ke 3

Bila timbul tanda syok, lemah, kaki tangan dingin, nyeri perut, berak hitam, kencing berkurang, Hb/Ht naik dan trombosit turun Segera bawa ke Rumah sakit

Gejala klinis : demam 2-7 hari uji tourniquet positif atau pendarahan spontan Laboratorium : hematokrit tidak meningkat, trombositpenia (Ringan)

Pasien masih dapat minum Beri minum banyak 1-2 L/hari, atau 1 sendok makan tiap 5 menit. Jenis minuman : air putih, teh manis, sirup, jus buah, su, oralit. Bila suhu > 38,5C beri parasetamol dan bila kejang beri obat anti konvulsi

Pasien tidak dapat minum Pasien muntah terus

Pasang infuse NaCl 0,45%; dektrosa 5%, tetesan rumatan sesuai BB, periksa HT, HB tiap 6 jam. Trombosit tiap 12 jam

Monitor gejala klinis dan laboratorium Perhatikan tanda syok, palpasi hati setiap hari. Ukur dieresis setia hari. Awasi pendarahan. Periksa Ht, Hb, tiap 6 jam dan trombosit tiap 12 jam.

Ht naik dan atau trombosit turun

Perbaikan klinis dan laboratoris

Infus ganti ringer laktat (tetesan disesuaikan, lihat bagian 4)

Pulang

Tatalaksana kasus DBD derajat II dengan peningkatan kadar hematokrit. [6]


Cairan awal RL/NaCl 0,9% atau RLD5/NaCl 0,9% + D5 6-7 ml/kg BB/jam Monitor tanda vital/nilai Ht dan trombosit tiap 6 jam

Perbaikan Tidak gelisah, nadi kuat, tekanan darah stabil, dieresis cukup (1ml/kg BB/jam), Ht turun (2x pemeriksaan)

Tidak ada perbaikan Gelisah, distress pernafasan, frekuensi nadi naik, Ht tetap tinggi/naik, tekanan darah < 20 mmHg dan dieresis kurang/tidak ada

Tetesan dikurangi

Tetesan dinaikkan 10 ml/kgBB/jam Tidak ada perbaikan

Perbaikan 15 ml/kgBB/jam

Sesuaikan tetesan 3 ml/kg BB/jam

Tanda vital tidak stabil Diuresis kurang dan ada tanda-tanda syok

Distress pernafasan dan Ht naik IVFD stop setelah 2448 jam dan apabaila tanda vital/Ht stabil dan dieresis membaik

Ht turun

Tranfusi darah Koloid 220-30 ml/kgBB (maksimal 1.500 ml/kali) 10 ml/kg BB/

Perbaikan

Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV.[6]


SSD Oksigenasi (berikan O2 : 2-4 L/menit) Pergantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis) RL/NaCl 0,9% 10-220 ml/kg BB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit

Syok teratasi Kesadaran membaik, nadi teraba kuat, tekanan nadi > 20 mmHg, tidak sesak nafas/sianosis, ekstremitas hangat, dieresis cukup 1 ml/kgBB/jam

Syok tidak teratasi Kesadaran menurun, nadi lembut/tidak teraba, tekanan nadi < 20 mmHg, distress nafasan/sianosis,kulit dingin ekstremitas dingin, periksa kadar gul darah

Cairan dan tetesan disesuaikan (10 ml/kgBB/jam)

Evaluasi ketat Tanda vital, pendarahan, dieresis, Hb, Ht dan trombosit

Lanjutkan cairan (15-20 ml/kgBB/jam) Tambahkan koloid/plasma (Dekstran/FPP 10-20 ml/kgBB) Koreksi asidosis Evaluasi 1 jam

Syok belum teratasi Stabil dalam 24 jam, diberikan tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok teratasi Ht turun Tetesan 3 ml/kgBB/jam Tranfusi darah ml/kgBB, koloid ml/kgBB, dan data diulang sesuai kebutuhan Ht tetap tinggi/naik

Infuse stop tidak melebihi 48 jam

b. Terapi Nonfarmakologi 1. Tirah baring 2. Diet makanan lunak, atau makanan biasa tanpa bahan perangsang. 3. Minumlah air putih min. 20 gelas berukuran sedang setiap hari (lebih banyak lebih baik) atau minuman ion tambahan seperti pocari sweat 4. Minuman lain yang disarankan: Jus jambu merah untuk meningkatkan trombosit (ada juga yang menyarankan: daun angkak, daun jambu, dsb) 5. Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas yang banyak (meskipun biasanya minat makan akan menurun drastis).

BAB III PEMBAHASAN I. Kasus Nn. A, 21 tahun, mengeluh demam sejak 6 hari yang lalu (Kamis, 25/4), mual (+), muntah (+), pasien memeriksakan diri ke RS dan mendapatkan vitamin dan obat penurun panas. Sabtu (27/4) pasien BAB berwarna hitam, mual dan muntah (+), mimisan serta demam. Minggu (28/4) pasien merasa nyeri perut di ulu hati dan perut terasa sebah. Pada hari senin (29/4) panas mulai turun tetapi mual dan muntah (+) serta BAB berwarna hitam Keluhan utama : Demam dan mual RPS RPD RPK RPO : Pasien mengeluh demam sejak 6 hari sebelum masuk RS : ::Keadaan umum TD Vitamin Obat penurun panas

: Lemah : 100/70 mmHg

Kesadaran (GCS) : kompos mentis Nadi RR Suhu tubuh Diagnosa : 98 x/: 22 x/: 39,2C : Obs febris H6, susp. DHF grade II dd tifoid fever

a. Data Subjektif (S) Hari/TGl Selasa, 30-4-2013 Problem atau Kejadian Nn. A mengeluh demam sejak 6 hari yang lalu (Kamis, 25/4), mual (+), muntah (+), pasien memeriksakan diri ke RS dan mendapatkan vitamin dan obat penurun panas. Sabtu (27/4) pasien BAB berwarna hitam, mual dan muntah (+), mimisan serta demam. Minggu (28/4) pasien merasa nyeri perut di ulu

hati dan perut terasa sebah. Pada hari senin (29/4) panas mulai turun tetapi mual dan muntah (+) serta BAB berwarna hitam

Rabu, 1-5-2013 Kamis, 2-5-2013 Jumat, 3-5-2013 Sabtu, 4-5-2013

Melena Demam, muntah, melena Perut terasa kembung, menggigil Perut sebelah kiri nyeri

b. Data Objektif (O) Tanda2 vital pasien : KU Hari/TGl Selasa, 30-4-2013 Rabu, 1-5-2013 Kamis, 2-5-2013 Jumat, 3-5-2013 Sabtu, 4-5-2013 Lemah Cukup Cukup Cukup Cukup

TD (mmHg) 100/70 90/50 100/60 110/80 90/60

N (x/menit) 98 70 85 72 84

KES CM CM CM CM CM

RR (x/menit) 22 16 19 20 18

T (o C) 39,2 36,8 38,5 36,5 38,5

c. Profil Pengobatan pada saat masuk Rumah Sakit Hasil Nama Obat
Infus RL Cefotaxime Antrain Ranitidin Aspar- K Fansidar

Rute
I.V I.V I.V I.V P.O P.O

Dosis

Tanggal pemberian obat (April-Mei)


30 1 2 pm 3 pm 4 pm pm 30 tpm

3x1 3x1 3x1 3x1 tab 1x2 tab

Laboratorium Jenis Periksa Hematologi Hemoglobin Leukosit Hematokrit Trombosit Faal Hati SGOT SGPT Elektrolit Natrium Kalium Chloride Calcium Magnesium Fosfor Faal Ginjal Kreatinin serum BUN Urea Asam Urat Kadar Gula Darah Sewaktu d. Assesment Hasil Pemeriksaan 12,4 4,4 36,6 125 34 27 133,2 2,96 97,8 1,86 5 12 2,9 131 stik Normal L 13,4-17,7; P 11,4-15,1 g/dl L 4,3-10,3; P 4,39 11,3x10 /L L 38-42%; P 40-47 % 150-450x109/L L 10-35; P 10-31 U/L L 9-43; P 9-36 U/L 135-155 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L 90-110 mmol/L 2,15-2,57 mmol/L L 0,73-1,06; P 0,77-1,03 mmol/L 0,85-1,60 mmol/L L 0,6-1,3; P 0,5-1,1 mg/dL 6-20 mg/dL 10-50 mg/dL L 3,4-7; P 2,0-5,7 mg/dL < 200mg/dL

16/2/12

17/2/12

18/2/12 DHF grade II

19/2/12 DHF grade II, susp malaria

20/2/12 Malaria (-), DHF grade II

Susp DHF grade DHF grade II II

e. Profil penggunaan obat pasien 30/4/2013


- Inf. RL : 30 Tpm - Inj Cefotaxime 3x1 a - Ranitidin 3x1 a - Antrain 3 x 1 a

1/5/2013
- Inf. RL : 30 Tpm - Inj Cefotaxime 3x1 a -Ranitidin 3x1 a - Antrain 3 x 1 a

2/5/2013
- Inf. RL : 30 Tpm - Inj Cefotaxime 3x1 a - Ranitidin 3x1 a - Antrain 3 x 1 a

3/5/2013
- Inf. RL : 30 Tpm -Inj Cefotaxime 3x1 a - Ranitidin 3x1 a - Antrain 3 x 1 a -Aspar K 3x1 tab -Fansidar 1x2 tab

4/5/2013
- Inf. RL : 30 Tpm -Inj Cefotaxime 3x1 a - Ranitidin 3x1 a - Antrain 3 x 1 a -Aspar K 3x1 tab -Fansidar 1x2 tab

f.

Drug Related Problem Medical Problem Demam berdarah Terapi Cefotaxim DRPs Penggunaan obat tidak tepat Care Plan Monitoring

Demam Epistaksis dan Melena Aspar K

Karena terapi DBD Gejala pasien bersifat simptomatis dan suportif maka berikan terapi untuk gejalanya Indikasi tanpa Berikan parasetamol Suhu tubuh terapi (500 mg 3x sehari) menurun Pendarahan, epistaksis dan melena Indikasi tanpa Ditambahkan asam Pendarahan terapi traneksamat injeksi 1 epistaksis dan tab (500 mg) 3 x melena sehari diberikan 2 jam sesudah makan, dimana asam traneksamat merupakan antifibrinolitik sehingga bisa membantu dalam menghentikan

pendarahan Mual, muntah Ranitidin dan nyeri Frekuensi mual dan muntah serta nyeri perut (keluhan dispepsia) Indikasi tanpa Diberikan antasida obat secara oral dengan dosis 1-2 tab 3-4x sehari dan diminum 1 jam sebelum atau sesudah makan Obat tanpa Menghentikan indikasi penggunaan fansidar (anti malaria)

Mual, muntah dan nyeri (keluhan dispepsia)

Fansidar

Nyeri ulu hati Antrain dan perut

Penggunaan Menghentikan terapi Nyeri yang obat tidak antrain dirasakan pasien tepat

Dehidrasi

Infus RL 30 tpm

Tekanan darah, kadar/jumlah elektrolit

Dalam kasus ini, terdapat beberapa DRP yaitu penggunaan obat tidak tepat untuk antibiotik cefotaksim, dimana DBD disebabkan oleh virus bukan bakteri, jadi pemberian antibiotik tidak memberikan hasil apapun dan akan menyebabkan resistensi terhadap antibiotik tersebut sehingga antibiotik sebaiknya dihentikan. Berdasarkan standar Depkes RI dan WHO, pasien DHF tidak dianjurkan pemberian antibiotik karena tidak membantu kondisi pasien. Selain

itu juga terdapat DRP lain yaitu indikasi tanpa terapi untuk demam yang dialami pasien dimana untuk demam yang lebih dari atau sama dengan 38,5C (38,5C) karena suhu tubuh yang tinggi merupakan indikasi paling umum yang dapat ditemui pada kasus infeksi dimana tubuh sudah tidak berhasil menyingkirkan melalui saluran normalnya dan semua kalor diproduksi secara berlebihan sehingga harus diberikan antipiretik yaitu parasetamol dengan dosis 500 mg 3 kali sehari dan aturan pakai diminum 1 jam sebelum makan atau bisa dengan bersama makanan.[7] Dalam penanganan epistaksis (mimisan) sebaiknya digunakan kombinasi antara asam traneksamat oral dan suplemen vitamin K. Asam traneksamat merupakan antifibronilitik dimana fungsinya adalah mencegah ikatan antara plasminogen dengan fibrin dalam darah, menghambat aktivitas fibrinolitik yang dilakukan oleh pepsin, menstabilkan proses koagulasi darah, menghambat efek aktivasi plasminogen menjadi plasmin dan juga menghambat aksi plasmin pada fibrin sehingga mencegah terjadinya fibrinolisis dan mengakibatkan terjadinya proses koagulasi. Vitamin K berguna untuk meningkatkan biosintesis beberapa faktor pembekuan darah. [8] Dalam penanganan melena, nyeri perut di ulu hati serta mual dan muntah (gejala dispepsia), pasien diberikan ranitidine injeksi 3 x 1 gram sehari yang merupakan antogonis H2 dengan mekanisme kerja memblok kerja histamine pada sel parietal dan mengurangi sekresi asam sehingga kadar H+ (asam) dalam lambung tidak meningkat. Untuk memperkuat aksi dalam menangani gejala dispepsia, sebaiknya ditambahkan antasida dengan dosis 1-2 tablet untuk 3-4 kali sehari dimana mekanisme kerja dari antasida adalah meningkatkan pH lumen lambung sehingga membasakan lambung dan suasana lambung akan menjadi netral. [8] Untuk penggunaan antrain sebagai anti nyeri merupakan penggunaan obat kurang tepat dimana antrain mengandung natrium metamizol yang merupakan NSAID golongan/turunan pirazolidin. Pada pasien DHF umumnya terjadi trombositopenia, sedangkan pemakaian NSAID mempunyai efek samping menghambat tromboksan untuk proses koagulasi sehingga dapat meningkatkan resiko perdarahan. Selain itu, NSAID dapat menyebabkan efek samping trombositopeni, sehingga justru memperburuk kondisi pasien. [9] Penggunaan fansidar yang merupakan antimalaria juga merupakan penggunaan obat tidak tepat serta obat tanpa indikasi, dimana pasien mengalami infeksi virus bukan infeksi parasit dan juga dari data laboratorium ada tanggal 2 Mei 2013 sudah dinyatakan bahwa pasien negative malaria. [8]

Untuk penggunaan infuse sudah tepat karena larutan ini mengandung KCl dan CaCl2 serta NaCl dimana pasien sudah mengalami hipokalemia dan hipokalsemia. Kalium klorida (KCl), kalium merupakan kation (positif) yang terpenting dalam cairan intraseluler dan sangat esensial untuk mengatur keseimbangan asam-basa serta isotonis sel. Sedangkan Natrium klorida (NaCl), natrium merupakan kation utama dalam cairan ekstraseluler dan memegang peranan penting pada regulasi tekanan osmotisnya dan diharapkan dapat meningkatkan tekanan darah pasien. [6]

BAB IV KESIMPULAN 1. Pada kasus DHF yang tidak tertangani dengan baik, pasien akan mengalami syok atau yang biasa yang disebut DSS (Dengue Syok Syndrome). 2. Pada kasus ini terdapat beberapa DRP yaitu penggunaan obat tidak tepat, indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization and the Special Programme for Research and Training in Tropical Diseases. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New edition 2009. 2. Ngo Thi Nhan, Cao Xuan Thanh Phuong, Rachel Kneen, Bridget Wills, Nguyen Van My, Nguyen Thi Que Phuong, Chu Van Thien, Nguyen Thi Thuy Nga, Julie A.Simpson, Tom Solomon, Nicholas J. White, and Jeremy Farrar, 2001, Acute Management of Dengue Shock Syndrome: A Randomized Double-Blind Comparison of 4 Intravenous Fluid Regimens in the First Hour, CID; 32: 204-13. 3. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue Fever Threat Spreading in the Americas. New York: Natural Resources Defense Council Issue Paper; 2009. 4. WHO, 1997, Dengue haemorrhagic fever : diagnosis, treatment, prevention and control, World Health Organization, 2nd edition, Geneva, Switzerland. 5. WHO, 2009, Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition. Geneva: World Health Organization. 6. Anonim, 2009, Diagnosis dan Terapi Cairan Pada Demam Berdarah Dengue, vol 22, Jakarta. 7. Tjay, T. H dan Raharja, K., 1993, Swamedikasi, Edisi 1, 42, 43, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 8. Neal, M.J., 2002, At a Glance Farmakologi Medis, Erlangga Medical Series, Jakarta. 9. AHFS, 2002, AHFS Drug Information, American Society of health System Pharmacists, Wisconsin, USA.

Anda mungkin juga menyukai