Anda di halaman 1dari 6

Nama : Tissa Noveria Azusna NPM : 1102012296

LI 1.

Memahami dan menjelaskan reaksi hipersensivitas

LO 1.1 Definisi Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya (Buku imunologi) atau respon imun yang berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. (Buku IPD) LO 1.2 Klasifikasi a. Menurut waktu timbulnya reaksi - Reaksi cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis berat. - Reaksi intermediet Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet berupa : Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik autoimun). Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES).

- Reaksi lambat Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur. Perbedaan Waktu timbul reaksi Reaksi cepat Hitungan detik Reaksi intermediet Terjadi setelah beberapa jam terpajan Reaksi lambat Terjadi setelah 48 jam terpajan

b. Menurut Gell dan Coombs - Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi cepat atau reaksi alergi. - Reaksi hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik. - Reaksi hipersensitivitas tipe III atau reaksi kompleks imun.

- Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau reaksi lambat. LO 1.3 Pemeriksaan fisik & penunjang 1. Anamnesis Pertanyaan yang ditanyakan meliputi: riwayat paparan yang rinci terhadap kemungkinan alergen, frekuensi, lama, intensitas, lokasi dan perkembangan gejala-gejala berkaitan dengan penetuan kemungkinan penyebabnya & keputusan mengenai jenis terapi yang mungkin efektif. Selain itu perlu juga menanyakan mengenai riwayat keluarga dekat, sebab alergi dapat bersifat familial. Pemeriksaan Fisik (hasilnya bergantung lama dan berat gangguan alergi) a. Tinggi dan berat badandibandingkan dengan normal (asma berat dan pengobatannya [kortikosteroid adrenal] dapat menekan pertumbuhan). b. Pulsus paradoksus beda tekanan darah arteri sistemik selama inspirasi dan ekspirasi, normalnya tidak lebih dari 10 mmHg. Tapi pada asma akut dapat >10-20 mmHg. c. Tampak sianosis karena sumbat jalan nafas jika saturasi O2 arterial < 85%, timbul retraksi supraklavikuler dan interkostal, napas cuping hidung, dispneu asma akut. d. Penampakan lesi urtikaria dapat bervariasi dari bilur-bilur 1-3, multipel sampai bilur raksasa yang disertai angioedema. e. Jari tabuh asma yang terkomplikasi. f. Mukosa hidung: pucat, biru/ merah, kotoran hidung jernih & banyak, hipertrofi tonsil & adenoid rhinitis alergika. g. Auskultasi paru, jika ada Pemeriksaan penunjang Macam tes kulit untuk mendiagnosis alergi : a. Puncture, prick dan scratch test biasa dilakukan untuk menentukan alergi oleh karena alergen inhalan, makanan atau bisa serangga. Skin Prick Test adalah salah satu jenis tes kulit sebagai alat diagnosis yang banyak digunakan oleh para klinisi untuk membuktikan adanya IgE spesifik yang terikat pada sel mastosit kulit. Terikatnya IgE pada mastosit ini menyebabkan keluarnya histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah akibatnya timbul flare/kemerahan dan wheal/bentol pada kulit tersebut. Tes intradermal biasa dilakukan pada alergi obat dan alergi bisa serangga Patch test (epicutaneus test) biasanya untuk melakukan tes pada dermatitis kontak

2.

3.

b. c.

LI 2. Memahami dan menjelaskan hipersensivitas tipe I LO 2.1 Mekanisme Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu : a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil. b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.

c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik. Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel Th yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil. Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast dan basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.

LO

2.2 Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1 Mediator Histamin ECF-A NCF-A Protease PAF Hidrolase asam Mediator Efek Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, sekresi mukosa gaster Kemotaksis eosinofil Kemotaksis neutrofil Sekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh darah, pembentukan produk pemecah komplemen Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru Degradasi matriks ekstraseluler

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1 Mediator Sitokin Efek Aktivasi berbagai sel radang

Bradikinin

Peningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri Kontrakso otot polos paru, vasodilatasi, agregasi trombosit Kontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, kemotaksis

Prostaglandin D2 Leukotrien

LO 2.3 Manifestasi Respon Imun a. Reaksi lokal Reaksi hipersensitifitas tipe 1 lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergan masuk. Kecenderungan untuk menunjukkan reaksi Tipe 1 adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20% populasi menunjukkan penyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma dan dermatitis atopi. IgE yang biasanya dibentuk dalam jumlah sedikit, segera diikat oleh sel mast/basofil. IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast akan menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum (darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi alergi yang mengenai kulit, mata, hidung dan saluran nafas. b. Reaksi sistemik anafilaksisi Anafilaksisi adalah reaksi Tipe 1 yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit saja. Anafilaksis adalah reeaksi hipersensitifitas Gell dan Coombs Tipe 1 atau reaksi alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan basofil merupakan sel efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu berbagai alergan seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi. c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan pengelepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Mekanisme pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor nonimun. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi Tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritis, tetapi tidak berdasarkan atas reaksi imun. Manifestasi klinisnya sering serupa, sehingga kulit dibedakan satu dari lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditimbulkan antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin, dan pelemas otot. Reaksi Alergi Jenis Alergi Alergen Umum Gambaran Edema dengan peningkatan permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian Bentol, merah Edema dan iritasi mukosa nasal

Anafilaksis

Obat, serum, kacang-kacangan

Urtikaris akut Rinitis alergi

Sengatan serangga Polen, tungau debu rumah

Asma

Polen, tungau debu rumah Kerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandum Polen, tungau debu runah, beberapa makanan

Konstriksi bronkial, peningkatan produksi mukus, inflamasi saluran nafas Urtikaria yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis Inflamasi pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya vesikular

Makanan

Ekzem atopi

LI 3.

Memahami dan menjelaskan hipersensivitas tipe II

LO 3.1 Mekanisme Reaksi diawali oleh reaksi antara ab dan determinan antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan. Ab terhadap antigen permukaan sel menimbulkan destruksi sel dengan bantuan komplemen atau ADCC.

LO 3.2 Mediator a. Terbentuknya ab terhadap antigen pada permukaan sel/ komponen jaringan b. Pengaktifan dari komplemen LO 3.3 Manifestasi Respon Imun Reaksi transfusi a. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh berbagai gen. b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi, karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yagn menimbulka kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular - Reaksi dapat cepat/ lambat - Reaksi cepat: Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM. Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria. Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik. Gejala khas: Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria. - Reaksi lambat: Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yagn ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy Penyakit hemolitik pda bayi baru lahir

Ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah rhesus dn janin dengan rhesus (+). Anemia hemolitik a. Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa b. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.

Anda mungkin juga menyukai