Anda di halaman 1dari 20

PENURUNAN KESADARAN

TERMINOLOGI 1. GCS : Glasgow Coma Score adalah kriteria yang secara kuantitatif dan terpisah menilai respon membuka mata,respon motorik,dan respon verbal,dimana skala ini digunakan untuk menilai derajat kesadaran pasien.

2. Otorrhea DS(Dextra Sinistra) Echymosis periorbital bilateral Battles sign bilateral

BIOMEKANIKA TRAUMA HUKUM NEWTON III(LAW OF REACTION) : Setiap ada gaya aksi, maka akan selalu ada gaya reaksi yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan Saat menumbuk suatu benda padat, bagian tubuh (atau tubuh keseluruhan) akan mengalami perlambatan (deselerasi) yang cepat dan akan menghasilkan gaya yang besar.

Percepatan atau perlambatan tubuh dapat menimbulkan efek : Seolah terjadi penambahan atau pengurangan berat tubuh Perubahan dalam tekanan hidrostatik internal Distorsi jaringan elastik tubuh Kecenderungan zat-zat padat dengan berbagi densitas yang larut dalam suatu cairan untuk berpisah Apabila percepatannya cukup besar tubuh akan kehilangan kendali karena tidak memiliki gaya otot yang memadai untuk bekerja melawan gaya percepatan yang besar Pada kondisi tertentu darah mungkin terkumpul di berbagai bagian tubuh Apabila seseorang mengalami percepatan dengan kepala lebih dulu, kurangnya aliran darah ke otak akan menyebabkan pandangan gelap dan hilang kesadaran Jaringan dapat mengalami distorsi akibat percepatan dan apabila gaya yang terjadi cukup besar dapat terjadi robekan atau rupture Cameron John R, dkk, Fisika Tubuh Manusia, ed.2, Jakarta, EGC, 2006.

akselerasi aksi deselerasi reaksi

Gaya yg besar

Transfer energi

Apabila energi yang ditransfer melebihi batas toleransi jaringan

Distorsi jaringan tubuh

Perubahan dalam tekanan hidrostatik internal

Pembuluh darah kapiler pecah

Edema intersisial

Peningkatan tekanan Echymosis periorbital Battles sign epiktasis intrakranial

Vol.jar.otak

Doktrin MonroKellie Vol darah Vol.LCS pusat muntah yang terletak di daerah medulla Peningkatan TIK oblongata di dasar ventrikel keempat Kompensasi muntah

Tidak seimbang

perdarahan

Edema intersisial

Mendesak bangunanbangunan

Penurunan aliran darah

Peningkatan absorpsi LCS,penurunan produksi LCS

Peka nyeri

Hipoksia,hiperkapnia,de teriorasi fungsi otak

Nyeri kepala

Penurunan kesadaran

dekompensasi

Vasodilatasi vaskular

Kerusakan otak luas

Pemberberat peningkatan TIK

Nyeri Kepala Keluhan nyeri kepala mengharuskan orang mengetahui struktur peka nyeri yang ada didalam kepala. Banguna banguna yang peka nyeri ialah sebagai berikut : 1. Sinus kranial dan vena aferen 2. Arteri arteri duramater 3. Arteri dasar otak dan cabang cabang besarnya 4. Bagian bagian duramater ( sekitar pembuluh darah besar ) Apabila terjadi trauma kepala yang meningkatkan tekanan intrakranial akibat adanya oedem, maka akan mendesak dan merangsang bangunan peka nyeri tersebut sehingga timbulah rasa nyeri kepala. Muntah Peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi juga merangsang pusat muntah yang terletak di daerah postrema medulla oblongata di dasar ventrikel keempat dan secara anataomis berada didekat pusat salivasi dan pernapasan, menerima rangsang yang berasal dari korteks serebral, organ vestibuler, chemoreseptor trigger zone ( CTZ ), serabut aferen dan system gastrointestinal.

Sumber : Listiono D, editor. Tekanan Tinggi Intrakranial. In: Ilmu bedah saraf satyanegara. Edisi ketiga. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1998; p. 122-3.

Tekanan Intra Kranial adalah tekanan atau hubungan volume diantara kranium dan isi kubah kranium.

Buku Saku Patofisiologi Corwin. Author, Elizabeth J. Corwin FISIOLOGI KESADARAN Serabut transversal Pusat kesadaran retikular dr batang otak sampai thalamus rangsangan Formatio activator retikularis thalamus

Keadaan bangun dan terjaga

Membangkitkan gelombang otak beta

Terdapat lesi

Cortex cerebri

Membangkitkan gelombang otak delta

tidak sadar

Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri (Mardiati, 1996). Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, meneria imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis (Price, 2006). ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga (Mardiati, 1996). Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer (Price, 2006; Tjokronegoro, 2004). Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS diproyeksikan kembali ke korteks cerebri terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran (Price, 2006).

Tingkat Kesadaran Manusia: (Price, 2006)


Sadar sadar penuh, orientasi baik terhadap orang, tempat dan waktu, kooperatif, dapat mengingat angka yang diberitahukan beberapa menit sebelumnya. Otomatisme tingkah laku normal, dapat bicara, kesulitan mengingat, bertindak otomatis tanpa tahu apa yang baru saja dilakukan. Konfusi canggung, mengalami gangguan daya ingat, kurang kooperatif, sulit dibangunkan, bingung.

Delirium disorientasi waktu, tempat dan orang, tidak kooperatif, agitasi, gelisah, sulit dibangunkan dari tidurnya. Stupor diam, tidur, berespon terhadap rangsang suara keras dan cahaya, berespo baik terhadap rangsang sakit. Stupor dalam bisu, sulit dibangunkan, masih berespon terhadap nyeri. Koma tidak sadar, tidak berespon, refleks masi ada. Koma ireversibel/mati refleks tidak ada, pupil dilatasi, tidak ada denyut jantung dan nafas. Penurunan Kesadaran, disebabkan oleh: (Tjokronegoro, 2004)

1. Lesi masa supra (infra tentorium) ditandai dengan peningkatan TIK dan disertai kelainan fokal. Kelainan ini dapat berupa neoplasma, hematoma, infark cerebri dengan oedema, abses, fokal ensefalitis, venus sinus trombosis. 2. Lesi destruktif pada subtentorial (lokal efek toksik) biasanya merupakan kerusakan langsung dari ARAS, yang dapat berupa infark batang otak, rhombensefalitis, demyelinasi batang otak, keracuana obat sedatif. 3. Lesi difus pada korteks cerebri yang merupakan lesi bilateral umumnya karena hipoksia, iskemia, hipoglikemia, ketoasidosis, kelainan elektrolit, meningitis, ensefalitis, ensefalomielitis,subarachnoid hemorrhage.

pemeriksaan klinis dan neuologis pada trauma kepala Px klinis : Status fungsi vitalnilai jalan nafas,pernafasan,nadi dan tekanan darah Status kesadaranGCS Neurologis : Pada pasien yang berada dalam yang keadaan koma kaku

Pada pasien yang sadar dapat dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap seperti biasanya. hanya dapat dilakukan pemeriksaan obyektif. Bentuk pemeriksaan yang berupa tes hanya boleh dilakukan bila kolumna vertebralis servikalis

dilakukan adalah tanda perangsangan meningens, kuduk yang

(ruas tulang leher) normal. Tes ini tidak boleh dilakukan bila ada fraktur atau dislokasi servikalis. Selain itu dilakukan perangsangan terhadap sel saraf motorik dan sarah sensorik (nervus kranialis). Saraf yang diperiksa yaitu saraf 1 sampai saraf 12, yaitu : nervus I (nervus olfaktoris), nervus II (nervus optikus), nervus III (nervus okulomotoris), (troklearis), nervus V (trigeminus), nervus IV nervus VI (Abdusens), nervus VII

(fasialis), nervus VIII (oktavus), nervus IX (glosofaringeus) dan nervus X (vagus), nervus XI (spinalis) dan nervus XII (hipoglosus), nervus spinalis (pada otot lidah) dan nervus hipoglosus (pada otot belikat) berfungsi sebagai saraf sensorik dan saraf motorik. Jenis2 px penunjang diagnostic dan indikasi pada cedera kepala 1.foto tengkorak AP dan lateral(saat deficit neurologi fokal)trauma tembus dan tumpul 2.CT Scan kepala(saat curiga fraktur basis cranial,dan tanda2 kejang,kejang karena ada rangsangan pada meningeal) 3.MRI( utk tahu kelainan pada parenkim otak) Foto Rontgen polos Pada trauma kapitis perlu dibuat foto rontgen kepala dan kolumna

vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi akibat benturan. Bila lesi terdapat di daerah oksipital, buatkan foto anterior-posterior dan bila lesi pada kulit terdapat di daerah frontal buatkan foto posterior-anterior. Bila lesi terdapat pada daerah temporal, pariental atau frontal lateral kiri, film diletakkan pada sisi kiri dan dibuat foto lateral dari kanan ke kiri. Kalau diduga ada fraktur basis kranii, maka dibuatkan foto basis kranii dengan kepala menggantung dan sinar rontgen terarah tegak lurus pada garis antar angulus mandibularis (tulang rahang bawah). Foto anterior-posterior kolumna vertebralis servikalis dibuat fraktur atau dislokasi. dan lateral untuk melihat adanya

Pada

foto polos

tengkorak mungkin

dapat ditemukan garis fraktur atau fraktur

impresi. Tekanan intrakranial yang tinggi mungkin menimbulkan impressions digitae. 2. Compute Tomografik Scan (CT-Scan) CT-Scan diciptakan oleh Hounsfield dan Ambrose pada tahun 1972.

Dengan pemeriksaan

ini kita dapat melihat ke dalam

rongga

tengkorak.Indikasi pemeriksaan CT-Scan pada penderita trauma kapitis : c.1. SKG < 15 atau terdapat penurunan kesadaran c.2. Trauma kapitis ringan yang disertai dengan fraktur tulang tengkorak c.3. Adanya tanda klinis fraktur basis kranii c.4. Adanya kejang c.5. Adanya tanda neurologis fokal c.6. Sakit kepala yang menetap.22 3. MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI dapat memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas.Beberapa keuntungan MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : lebih baik dalam menilai cedera sub-akut, termasuk kontusio, shearing injury, dan sub dural hematoma, lebih baik dalam menilai dan melokalisir luasnya kontusio dan hematoma secara lebih akurat karena mampu melakukan pencitraan dari beberapa posisi, dan lebih baik dalam pencitraan cedera batang otak. Sedangkan kerugian MRI dibandingkan dengan CT-Scan yaitu : membutuhkan waktu pemeriksaan lama sehingga membutuhkan alat penilaian fraktur, perdarahan . monitoring khusus pada pasien trauma subarachnoid dan pneumosefalus minimal

kapitis berat, kurang sensitif dalam menilai perdarahan akut, kurang baik dalam dapat terlewatkan

a) tanda tanda lucid interval b) Prinsip2 pnanganan penderita cedera kepala??? 1.Breathing Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan penderita. Adanya obstruksi

jalan nafas perlu segera dibebaskan dengan tindakan-tindakan : suction, intubasi, trakheostomi. Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila perlu, merupakan tindakan yang berperan penting sehubungan dengan edem serebri. 2.Blood Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah (Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi yang menurun mencirikan adanya suatu peninggian tekanan intracranial; sebaliknya tekanan darah yang menurun dan makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok mhipovolemik akibat perdarahan (yang kebanyakan bukan dari kepala/otak)dan memerlukan tindakan transfusi. 3.Brain Langkah awal penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata, motorik, dan verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan implikasi perbaikan/perburukan cedera kepal tersebut, dan bila pada pemantauan menunjukkan adanya perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebnih mendalam mengenai keadaan pupil(ukuran, bentuk, dan reaksi terhadap cahaya) serta gerakan-gerakan bola mata. 4.Bladder Kandung kemih perlu selalu dikosongkan(pemasangan kateter) mengingat bahwa kandung kemih yang epnuh merupakan suatu rangsangan untuk mengedan sehingga tekanan intracranial cenderung lebih meningkat. 5.Bowel Seperti halnya di atas, bahwa usus yang penuh juga cenderung untuk meninggikan TIK. 6.Bone Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder infeksi 7.fisioterapi paru Mengubah secara berkala posisi berbaring dan mengisap timbunan sekret 8.anggota gerak digerakkan secara pasif untuk mencegah kontraktur dan hipotrofi 9.kornea mata dibasahi dengan asam borat 2% untuk mencegah keratitis

Trauma Kapitis Trauma kapitis Definisi : Trauma mekanik terhaadap kepala baik scr langsung / tdk langsung sehingga menyebabkan gangguan fungsi neurologis (gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial) baik temporer maupun permanen.

Etiologi : Kepala diam dibentur oleh benda bergerak hanya terjadi luka benturan Kepala bergerak membentur benda diam Dapat terjadi : Getaran otak Deformasi tengkorak Pergeseran otak Rotasi otak Lesi kontra benturan Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain oleh benda yang bergerak (kepala tergencet) Mula-mula terjadi adalah retak atau hancurnya tulang tengkorak. Bila hebat -> otak juga hancur

Klasifikasi : 1. Berdasarkan Patologi - komotio serebri - kontusio serebri - laserasio serebri

2. Berdasarkan lokasi lesi - lesi diffus

- lesi kerusakan vaskuler otak - lesi fokal : kontusio & laserasio serebri - lesi kerusakan vaskuler otak : hematoma intraparenkhimal) intrakranial (ekstradural, subdural,

Patofisiologi : Trauma pada CNS mempunyai 2 fase. Fase awal luka neuron dan terjadi dari hasil langsung pada saat trauma awal. Fase kedua atau fase akhir, terjadi proses multiplikasi neuropatologik, dapat berlangsung dari hari sampai mingguan setelah terjadi trauma pertama. Sumber: Cecil Medicine Manifestasi klinis :

Diagnosis : Anamnesis :

DIAGNOSIS A. Anamnesis Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu lintas,

kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua dengan kecelakaan yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di kamar mandi atau sehabis bangun tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga kadang- kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya : jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh. Anamnesis yang lebih terperinci meliputi : 1. Sifat kecelakaan. 2. Saat terjadinya, beberapa jam/hari sebelum dibawa ke rumah sakit. 3. Ada tidaknya benturan kepala langsung. 4. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa. Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peris tiwanya sejak sebelum terjadinya kecelakaan, sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan adanya amnesia retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan intrakranial. Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang/ turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung/disorientasi (kesadaran berubah). B. Indikasi Perawatan Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit bila terdapat gejala atau tanda sebagai berikut : 1. Perubahan kesadaran saat diperiksa. 2. Fraktur tulang tengkorak. 3. Terdapat defisit neurologik. 4. Kesulitan menilai kesadaran pasien, misalnya pada anak- anak, riwayat minum alkohol, pasien tidak kooperatif. 5. Adanya faktor sosial seperti : a. Kurangnyapengawasan orang tua/keluarga bila dipulangkan. b. Kurangnya pendidikan orang tua/keluarga.

c. Sulitnya transportasi ke rumah sakit

Skala Koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian/pemeriksaan atas tiga parameter, yaitu : a. Buka mata. b. Respon motorik terbaik. c. Respon verbal terbaik.

Penatalaksanaan : 1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC10,9% atau Dextrose in saline. 2. Mengurangi edema otak Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak: a. Hiperventilasi. b. Cairan hiperosmoler.

c. Kortikosteroid. d. Barbiturat.

a. Hiperventilasi Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 di antara 25-30 mmHg.

b.Cairan hiperosmoler
Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit. Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindakan bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.

c. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang bermanfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak. Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi : Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.

d. Barbiturat
Digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.

e. Cara lain
Pala 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 15002000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Dr. Budi Riyanto W.

UPF Mental Organik, Rumah Saki' Jiwa Bogor, Bogor


Prognosis : Dubia et bonam jika ditangani secara cepat dan tepat

Anda mungkin juga menyukai