Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda, dilahirkan dengan ciri khas dan watak berbeda-beda yang menjadikan seseorang itu unik, mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan masyarakat, manusia saling berinteraksi dan menciptakan suatu kebudayaan yang mempengaruhi tingkah laku kebudayaan individu, setiap generasi baru memberikan corak kepribadian baru dari generasi sebelumnya dan bereaksi terhadap lingkungannnya, yang merupakan akibat dari perbedaan kepribadian dalam pemenuhan kebutuhannya. Dalam usaha penyesuaian diri terhadap kebutuhan manusia sedapat mungkin tidak menyimpang dari ketentuanketentuan yang berlaku dalam kelompoknya. Pengalaman tersebut sangat mempengaruhi kepribadian tiap individu sehingga menandai terbentuknya suatu individu. Kepribadian adalah sesuatu yang unik dan menetap yang didapat dari pengalaman diri yang bermanifestasi menjadi perilaku yang teramati, bersifat konsisten dan sering disebut sebagai sifat, karakter, dan ciri pembawaan. Kepribadian juga bersifat fleksibel dalam beradaptasi dengan lingkungannya, dimana fleksibilitas tersebut biasanya hilang jika terjadi gangguan kepribadian. Yang dimaksud dengan Gangguan Kepribadian adalah bentuk yang sangat rigid dari suatu ciri kepribadian yang teramati dari perilakunya, yang tampak dari sikapnya yang ekstrim dan berlangsung lama. Dikatakan terganggu jika menyebabkan hendaya dalam fungsi sosial dan pekerjaan yang menimbulkan distress bagi individu, yang pada umumnya individu tersebut tidak menyadari perilaku bermasalahnya. Gangguan kepribadian secara khas sudah dapat diamati sejak masa remaja atau dewasa muda, dan kurang lebih 9%-13% seluruh orang dewasa mengalami gangguan kepribadian. Mereka yang memiliki gangguan kepribadian memiliki beberapa fitur yang berbeda termasuk gangguan psikologis dalam diri, kemampuan untuk memiliki hubungan interpersonal yang sukses, kesesuaian dari jangkauan emosi, cara memahami diri mereka sendiri, orang lain
1

dan dunia dan kesulitan memiliki konbtrol impuls yang tepat. Orang dengan gangguan kepribadian tidak merasa cemas tentang perilaku maladaptifnya. Karena mereka tidak secara rutin merasakan sakit dari apa yang dirasakan oleh masyarakat sebagai gejala, mereka sering kali tidak termotivasi untuk melakukan pengobatan dan tidak mempan terhadap pemulihan. 1.2. Rumusan Masalah Pembahasan meet the expert ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, faktor pencetus, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding. penatalaksaan, dan prognosis gangguan kepribadian secara umum dan gangguan kepribadian paranoid. 1.3. Tujuan Penulisan Meet the expert ini bertujuan untuk menambah pengtahuan penulis dan pembaca tentang gangguan kepribadian kepribadian secara umum dan gangguan kepribadian paranoid. 1.4. Metode Penulisan Penulisan referat ini merupakan tinjauan kepustakaan berdasarkan rujukan dari berbagai literatur.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kepribadian Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas dari ciri perilaku dan emosi yang merupakan karakter atau ciri seseorang dalam kehidupan sehari-hari dalam kondisi yang biasa. Sifatnya stabil dan dapat diramalkan. Kepribadian meliputi segala, corak perilaku manusia yang terhimpun dalam dirinya, dan yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan dirinya terhadap rangsang baik yang datang dari lingkungannya (dunia luarnya) maupun yang berasal dari dirinya sendiri (dunia dalamnya), sehingga corak perilakunya itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas bagi manusia itu. Kepribadian berkembang menuju ke kematangan badani, emosional, intelektual, sosial, kultural dan spiritual. Perkembangan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor badani (keturunan, susunan saraf, hormonal, imunologis), emosional (mekanisme penyesuaian diri) sosial (hubungan antar manusia, adat-istiadat, kultural) dan spiritual (kpercayaan) serta intelektual (taraf intelegensi). 2.2. Pembentuk Kepribadian Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian, dapat dibedakan dalam dua golongan : a. Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannnya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Misalnya sebagai laki-laki atau perempuan seseorang mempunya hak dan kewajiban tertentu. Beberapa dari peran itu dipilih sendiri oleh orang yang bersangkutan tetapi masih terikat pada norma-norma masyarakat, misalnya jabatan atau pekerjaan. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya berdasarkan pengetahuan tentang strukur kebudayaan dimana orang itu hidup. Hal ini disebabkan karena :

1.

Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa, dll) tidaklah sama pula pada setiap orang.

2. b.

Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri.

Pengalaman yang khusus, yaitu khusus yang dialami individu sendiri. Pengalaman ini pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat. Pengalaman-pengalaman yang umum maupun khusus diatas memberi

pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu

itupun merencanakan

pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu struktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa disebut proses pembentukan identitas diri. Proses pembentukan identitas diri harus melalui berbagai tingkatan. Salah satu tingkatan yang harus dilalui adalah identifikasi, yaitu dorongan untk menjadi identik (sama) dengan orang lain, misalnya dengan ayah, ibu, kakak, guru, dsb. Pada masa remaja tahap identifikasi ini menyabakan kebingungan dan kekaburan akan peran sosial, karena remaja-remaja cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan beberapa tokoh sekaligus, misalnya dengan ayahnya, bintang film kesayangannnya, tokoh politik favoritnya, dsb. Jika kekaburan akan peranan sosial ini tidak dapat dihapuskan sampai remaja itu menjadi dewasa, maka besar kemungkinannya ia akan menderita gangguan-gangguanan kejiwaan pada masa dewasanya. Karena itu penting sakali diusahakan agar remaja dapat menentukan sendiri idenitas dirinya dan berangsur-angsur melepaskan identifikasinya terhadap orang-orang lain untuk akhirnya menjadi dirinya sendiri. 2.3. Definisi Gangguan Kepribadian Gangguan kepribadian (Aksis II pada DSM-IV) merupakan suatu ciri kepribadian yang menetap, kronis dapat terjadi pada hampir semua keadaan, menyimpang secara jelas dari norma-norma budaya dan maladaptif serta
4

menyebabkan fungsi kehidupan yang buruk, tidak fleksibel dan biasanya terjadi pada akhir masa remaja atau pada masa awal dewasa. Hal ini disebabkan pada usia ini masalah-masalah kepribadian sering bermunculan begitu luas dan kompleks. Gangguan kepribadian khas (F60 PPDGJ-III) adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang, biasanya meliputi beberapa bidang dari kepribadian, dan hampir selalu berhubungan dengan kesulitan pribadi dan sosial. Orang yang menderita gangguan kepribadian mempunyai sifat-sifat kepribadian yang sangat kaku dan sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Akibatnya ia akan mengalami kerusakan berat dalam hubungan sosialnya atau dalam bidang pekerjaannya atau dirinya terasa sangat menderita. Gejala-gejala dari orang dengan gangguan kepribadian biasanya alloplastik. Artinya orang dengan gangguan kepribadian akan berusaha merubah lingkungannya untuk disesuaikan dengan keinginannya. Selain itu, gejalagejalanya juga egosintonik, artinya orang dengan gangguan kepribadian dapat menerima dengan baik gejala-gejalanya. Umumnya orang dengan gangguan kepribadian menolak bantuan secara psikiatrik. 2.4. Etiologi a. Faktor Genetika Salah satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000 pasangan kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguan kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu menurut suatu penelitian, tentang penilaian multiple kepribadian dan temperament, minat okupasional dan waktu luang, dan sikap sosial, kembar monozigotik yang dibesarkan terpisah adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama. b. Faktor Temperamental Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin berhubungan dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa.
5

Contohnya, anak-anak yang secara temperamental ketakutan mungkin mengalami kepribadian menghindar. c. Faktor Biologis Hormon. Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga menunukkan peningkatan kadar testosterone, 17-estradiol dan esterone. Neurotransmitter. Aktivasi dopaminergik dan serotoninergik. Peningkatkan kadar serotonin dengan obat seretonergik tertentu seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahan dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan depresi, impulsivitas. Elektrofisiologi. Perubahan konduktansi elektrik pada elektro ensefalogram telah ditemukaan pada beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering pada tipe antisosial dan ambang, dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat. d. Faktor Psikoanalitik Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan fiksasi pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Selanjutnya Wielhelm Rich mengajukan istilah Character armor untuk menggambarkan gaya defensif karakteristik yang digunakan seseorang untuk melindungi dirinya sendiri dari impuls internal dan dari kecemasan interpersonal dalam hubungan yang bermakna. e. Interaksi antara faktor temperamen dengan faktor lingkungan Berdasarkan hasil observasi jangka panjang sejak bayi, Stella Chess dan Alexander Thomas mengemukakan teori Goodness of fit yaitu beberapa jenis gangguan kepribadian adalah hasil interaksi dari ketidakcocokan antara temperamen seorang anak dengan cara mendidik anak. f. Faktor lingkungan dan budaya Lingkungan dan budaya yang bersifat keras, tidak toleran dan agresif sering menanamkan dasar-dasar paranoid dan antisosial.

2.5. Kriteria Diagnostik a. Sikap dan perilaku yang amat tidak serasi yang biasanya meliputi beberapa bidang fungsi, misalnya afek, kesadaran, pengendalian impuls, cara memandang dan berpikir, serta gaya yang berhubungan dengan orang lain. b. Pola perilaku abnormal berlangsung lama, berjangka panjang, dan tidak terbatas pada episode penyakit jiwa. c. Pola perilaku abnormalnya pervasif (mendalam) dan jelas maladaptif terhadap berbagai keadaan pribadi dan sosial yang luas. d. Manifestasi di atas selalu muncul pada masa kanak atau remaja dan berlanjut sampai usia dewasa. e. Gangguan ini menyebabkan penderitaan pribadi (personal distress) cukup berarti, tetapi baru menjadi nyata setelah perjalanan yang lanjut. f. Gangguan ini biasanya, tetapi tidak selalu, berkaitan secara bermakna dengan masalah-masalah dalm pekerjaan dan kinerja sosial. Untuk mendiagnosis berbagai subtipe, bukti nyata dibutuhkan paling sedikit tiga dari ciri perilaku diatas. 2.6. Gejala Umum Gangguan Kepribadian Individu dengan gangguan kepribadian sarat dengan berbagai pengalaman konflik dan ketidakstabilan dalam beberapa aspek dalam kehidupan mereka. Gejala secara umum gangguan kepribadian berdasarkan kriteria dalam setiap kategori yang ada. Secara umum gangguan ini klasifikasikan berdasarkan : a. Pengalaman dan perilaku individu yang menyimpang dari sosial expectation. Penyimpangan pola tersebut pada satu atau lebih: Cara berpikir (kognisi) termasuk perubahan persepsi dan interpretasi terhadap dirinya, orang lain dan waktu. Afeksi (respon emosional terhadap terhadap diri sendiri, labil, intensitas dan cakupan). Fungsi-fungsi interpersonal. Kontrol terhadap impuls.

b. c.

Gangguan-gangguan tersebut bersifat menetap dalam diri pribadi individu dan berpengaruh pada situasi sosial. Gangguan kepribadian yang terbentuk berhubungan erat dengan pembentukan distress atau memburuknya hubungan sosial, permasalahan kerja atau fungsifungsi sosial penting lainnya.

d.

Pola gangguan bersifat stabil dengan durasi lama dan gangguan tersebut dapat muncul dan memuncak menjelang memasuki dewasa dan tidak terbatas pada episode penyakit jiwa.

e.

Gangguan pola kepribadian tidak disebabkan oleh efek-efek psikologis yang muncul yang disebabkan oleh kondisi medis seperti luka di kepala. Ganguan kepribadian khas adalah suatu gangguan dalam konstitusi

karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari individu, biasanya meliputi bebarapa bidang dari kepribadian dan hampir selalu berhubungan dengan kekacauan pribadi dan sosial. Gangguan kepribadian tidak didiagnosa pada pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia dibawah 18 tahun sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada remaja awal, bila pun adanya gejala-gejala tertentu yang tampak, maka gejala tersebut menetap setidaknya 1 tahun lamanya, namun tidak semua gejala yang ada dapat didiagnosa sebagai bentuk gangguan kepribadian. 2.7. Faktor Resiko Meskipun penyebab gangguan kepribadian umumnya tidak diketahui secara jelas, faktor-faktor tertentu tanpaknya meningkatkan resiko berkembang atau memicu terjadinya gangguan kepribadian, diantaranya : a. Riwayat keluarga dengan gangguan kepribadian atau penyakit mental lainnya. b. Status sosial ekonomi rendah c. Pelecehan verbal, fisik dan seksual selama masa kanak-kanak d. Diabaikan selama masa kanak-kanak e. Kehidupan keluarga yang tidak stabil dan kacau selama masa kanakkanak.

f.

Kehilangan orang tua karena proses kematian atau perceraian yang traumatik selam masa kanak-kanak.

2.8. Resiko Gangguan Kepribadian

Individu yang tidak segera melakukan pengobatan, gangguan kepribadian dapat berdampak pada :
a. Isolasi sosial, kehilangan sahabat-sahabat terdekat yang disebabkan

ketidak mampuan untuk menjalani hubungan yang sehat, rasa malu yang disebabkan putusnya hubungan dengan masyarakat.
b. Bunuh diri, melukai diri sendiri sering terjadi pada individu yang

mengalami gangguan kepribadian ambang dan cluster.


c. Ketergantungan pada alkohol dan obat-obatan. d. Depresi, kecemasan dan gangguan makan. e. Perilaku berbahaya yang dapat merusak diri sendiri. Penderita gangguan

kepribadian ambang berpotensi melakukan tindakan berbahaya, tanpa perhitungan seperti terlibat pada seks bebas beresiko atau terlibat dalam perjudian. Pada gangguan kepribadian dependen beresiko mengalami pelecehan seksual, emosional, atau kekerasan fisik karena individu ini hanya mengutamakan pada bertahan hubungan semata (bergantung pada orang tersebut).
f. Kekerasan atau bahkan pembunuhan. Perilaku agresif pada gangguan

kepribadian paranoid dan antisosial.


g. Tindakan kriminal. Gangguan kepribadian antisosial mempunyai resiko

lebih besar melakukan tindakan kriminal. Hal ini dapat mengakibatkan diri bersangkutan dipenjara.
h. Gangguan simtom yang ada dapat menjadi lebih buruk dikemudian hari

bila tidak mendapatkan perawatan secara baik. 2.9. Klasifikasi dan Penjelasannya Gangguan kepribadian digolongkan menjadi tiga kelompok dalam DSM-IV, yaitu :

a. Kelompok A (odd/eccentric cluster) Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, skizoid, dan schizotypal. Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku yang aneh dan eksentrik. b. Kelompok B (dramatic/erratic cluster) Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionik dan narsistik. Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku yang dramatik atau berlebih-lebihan. c. Kelompok C (anxious/fearful cluster) Terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent dan obsessivecompulsive, individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku cemas dan ketakutan.7 Pada pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa ke III (PPDGJ-III) gangguan kepribadian khas dibagi menjadi : F60 Gangguan kepribadian khas F60.0 Gangguan kepribadian paranoid F60.1 Gangguan kepribadian skizoid F60.2 Gangguan kepribadian disossional F60.3 Gangguan kepribadian emosional tak stabil .30 Tipe impulsif .31 Tipe ambang F60.4 Gangguan kepribadian histrionik F60.5 Gangguan kepribadian anankastik F60.6 Gangguan kepribadian cemas (menghindar) F60.7 Gangguan kepribadian dependen F60.8 Gangguan kepribadian khas lainnya F60.9 Gangguan kepribadian YTT

10

Gangguan Kepribadian Paranoid Ganguan kepribadian paranoid ditandai dengan ketidakpercayaan terhadap orang lain bahwa orang lain berniat buruk kepadanya, berniat pervasif, awitan dewasa muda, nyata dalam berbagai konteks. Pasien dengan gangguan kepribadian paranoid mempunyai kecurigaan terus-menerus dan berlebihan bahwa orang disekitarnya memilki motif jahat. Mereka menolak bertangguang jawab atas perasaan mereka sendiri dan melemparkan tanggung jawab pada orang lain. Mereka sering kali bersikap bermusuhan, mudah tersinggung dan marah. Menurut teori psikodinamika, gangguan ini merupakan mekanisme pertahanan ego proyeksi, orang tersebut melihat orang lain mempunyai motif merusak dan negatif, bukan dirinya. Ada kecenderungan untuk membanggakan dirinya sendiri karena menganggap dirinya mampu berfikir secara rasional dan objektif, padahal sebenarnya tidak. Dalam situasisosial, orang dengan kepribadian paranoid mungkin tampak sibuk dan efisisen, tetapi mereka seringkali menciptakan ketakutan dan konflik bagi orang lain. Dan berdasarkan teori kognitif- behavioral, orang dengan gangguan ini akan selalu dalam keadaan waspada, karena tidak mampu membedakan antara orang yang membahayakan dan yang tidak. Para penderita gangguan kepribadian paranoid cenderung tidak memiliki kemampuan untuk menyatakan perasaan negatif yang mereka miliki terhadap orang lain, selain itu mereka pada umumnya juga tidak kehilangan hubungan dengan dunia nyata, dengan kata lain berada dalam kesadaran saat mengalami kecurigaan yang mereka alami walau secara berlebihan. Penderita akan merasa sangat tidak nyaman untuk berada bersama orang lain, walaupun di dalam lingkungan tersebut merupakan lingkungan yang hangat dan ramah. Dimana dan bersama siapa saja mereka akan memiliki perasaan ketakutan akan dikhianati dan dimanfaatkan oleh orang lain. Gangguan kepribadian paranoid juga dapat disebabkan oleh pengalaman masa kecil yang buruk ditambah dengan keadaan lingkungan yang dirasa mengancam. Pola asuh dari orang tua yang cenderung tidak
11

menumbuhkan rasa percaya antara anak dengan orang lain juga dapat menjadi penyebab dari berkembangnya gangguan ini. Epidemiologi Prevalensi gangguan kepribadian paranoid adalah 0,5 sampai 2,5%. Gangguan ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita, dan gangguan ini tampaknya tidak memiliki pola familial. Gangguan ini biasanya muncul pada masa dewasa awal yang mana merupakan manifestasi dari rasa tidak percaya dan kecurigaan yang tidak tepat terhadap orang lain sehingga menghasilkan kesalah pahaman atas tindakan orang lain sebagai sesuatu yang akan merugikan dirinya. Secara spesifik penyebab dari munculnya gangguan ini masih belum diketahui, namun seringkali dalam suatu kasus muncul pada individu yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan skizofrenia, dengan kata lain faktor genetik masih mempengaruhi. Pedoman diagnosis : a) Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakan. b) Kecurigaan dan kecenderungan yang mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan menyalahartikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat sebagai suatu sikap permusuhan dan penghinaan. c) Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk memaafkan suatu penghinaan dan luka hati masa kecil. d) Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada (actual situation). e) Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar (justication), tentang kesetiaan seksual dari pasangannya. f) Kecenderungan untuk merasa dirinya penting secara belebihan, yang bermanifestasi dalam sikap yang selalu merujuk ke diri sendiri (self referential attitude). g) Preekupasi dengan penjelasan-penjelasan yang bersekongkol dan tidak substantif dari suatu peristiwa, baik yang menyangkut diri pasien maupun dunia pada umumnya.
12

Untuk diagnosis diatas dibutuhkan paling sedikit 3 dari diatas. Diagnosis banding: 1. Skizofrenia paranoid Dapat dibedakan karena halusinasi dan pikiran formal tidak ditemukan pada gangguan kepribadian paranoid. 2. Gangguan kepribadian ambang Karena pasien paranoid jarang mampu terlibat secara berlebihan dan rusuh dalam persahabatan dengan orang lain seperti pasien ambang. Prognosis Pada umumnya, pasien dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki masalah seumur hidupnya dan tinggal bersama orang lain. Masalah pekerjaan dan perkawinan adalah sering ditemukan Terapi a. Psikoterapi. Psikoterapi merupakan perawatan yang paling menjanjikan bagi para penderita gangguan kepribadian paranoid. Orang-orang yang menderita penyakit ini memiliki masalah mendasar yang membutuhkan terapi intensif. Hubungan yang baik antara terapis dengan klien kunci kesembuhan klien. Walau masih sangat sulit untuk membangun suatu hubungan yang baik dikarenakan suatu keragu-raguan yang timbul serta kecurigaan dari diri klien terhadap terapis. Walau penderita gangguan kepribadian paranoid biasanya memiliki inisiatif sendiri untuk melakukan perawatan, namun sering kali juga mereka sendiri jugalah yang menghentikan proses penyembuhan secara prematur ditengah jalan. Demikian juga dengan pembangunan rasa saling percaya yang dilakukan oleh sang terapis terhadap klien, dimana membutuhkan perhatian yang lebih. Kemungkinan jangka panjang pada penderita gangguan kepribadian paranoid bersifat kurang baik, kebanyakan yang terjadi terhadap penderita dikemudian hari adalah
13

menetapnya sifat yang sudah ada sepanjang hidup mereka, namun dengan penanganan yang efektif serta bersifat konsisten maka kesembuhan bagi penderita jelas masih terbuka. b. Farmakoterapi. Berguna dalam menghadapi agitasi dan kecemasan. Obat yang digunakan diantaranya, obat antiansietas (diazepam), antipsikotik (thiorizadine atau haloperidol).

BAB III PENUTUP


14

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa siapa saja berpotensi untuk mengalami gangguan kepribadian. Karena gangguan kepribadian tidak saja disebabkan oleh faktor genetika (dapat diturunkan), tapi juga dipengaruhi oleh faktor temperamental, faktor biologis (hormon, neurotransmitter dan elektrofisiologi), dan faktor psikoanalitik (yaitu adanya fiksasi pada salah satu tahap di masa perkembangan psikoseksual dan juga tergantungdari mekanisme pertahanan ego orang yang bersangkutan). Dalam pengobatan perlu diingat bahwa sifat-sifat gangguan kepribadian khas termasuk dalam pola seumur hidup dan penderita tidak mempunyai motivasi dasar untuk berubah. Tetapi dapat memfokus pada spek kerugian akibat perilaku itu. Hampir semua gangguan kepribadian dapat disembuhkan baik melalui psikoterapi (terapi kejiwaan) maupun farmakoterapi (terapi obat-obatan), dengan teknik penyembuhan yang berbeda-beda untuk masing-masing gangguan kepribadian. Selain daripada terapi individual yang berlangsung lama, ada baiknya bila penderita dimasukka ke dalam terapi kelompok sehingga ia dapat belajar cara-cara yang baru mengenai hubungan antar manusia. Ia memerlukan model atau contoh untuk dapat diambil pelajaran. Ia memerlukan juga orang-orang yang dapat ia melakukan identifikasi serta orang-orang yang secara tetap dapat memberi umpanbalik kepadanya tentang akibat perilakunya pada orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

15

1. 2. 3. 4.

Willy F. Maramis dan Albert A. Maramis. 2009. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Edisi 2. Pusat penertibitan dan percetakan UNAIR. Surabaya. Sylvia D. Elvira dan Gitayanti Hadisukanto. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit FK UI. Jakarta. Maslim, Rusdi, 2001, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ III, Jakarta. Kaplan & Saddock, 1997, Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke-7, jilid 2, Binarupa Aksara, Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai