Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Tulang adalah jaringan yang hidup dan terus bertumbuh. Tulang mempunyai struktur, pertumbuhan dan fungsi yang unik. Bukan hanya memberi kekuatan dan membuat kerangka tubuh menjadi stabil, tulang juga terus mengalami perubahan karena berbagai stres mekanik dan terus mengalami pembongkaran, perbaikan dan pergantian sel. Untuk mempertahankan kekuatannya, tulang terus menerus mengalami proses penghancuran dan pembentukan kembali. Tulang yang sudah tua akan dirusak dan digantikan oleh tulang yang baru dan kuat. Proses ini merupakan peremajaan tulang yang akan mengalami kemunduran ketika usia semakin tua.

Kerapuhan tulang yang disebut sebagai penyakit osteoporosis adalah pengurangan massa dan kekuatan tulang dengan kerusakan mikroarsitektur dan fragilitas tulang, sehingga menyebabkan tulang rapuh dan mudah patah. Osteopenia menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan volume tulang (Djokomoeljanto, 2003; Hammett, 2004; Setyohadi, 2006). Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki laki dan merupakan problema pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problema fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.

1.2.

Tujuan Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang penyakit osteoporosis yang meliputi definisi, etiologi, faktor resiko, patogenesis, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan dan pencegahan osteoporosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Osteoporosis merupakan penyakit metabolik tulang atau disebut juga penyakit tulang rapuh atau tulang keropos. Osteoporosis diistilahkan juga dengan penyakit silent epidemic karena sering tidak memberikan gejala hingga akhirnya terjadi fraktur (patah) (Dalimartha, 2002). Menurut WHO pada International Consensus Development

Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).

2.2. Etiologi a. Osteoporosis postmenopausal Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki risiko yang sama untuk

menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. b. Osteoporosis senilis Merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal. c. Osteoporosis sekunder Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit osteoporosis bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan osteoporosis. d. Osteoporosis juvenil idiopatik Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya belum diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang. (Junaidi, 2007).

2.3. Faktor Resiko 1. Usia Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4 1,8 2. Genetik Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia) Seks (wanita > pria) Riwayat keluarga

3. Lingkungan, dan lainnya Defisiensi kalsium Aktivitas fisik kurang Obat obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin) Merokok, alkohol Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan) Hormonal dan penyakit kronik o Defisiensi estrogen, androgen o Tirotoksikosis, hiperkortisolisme o Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, hiperparatiroidisme primer,

gastrektomi) Sifat fisik tulang o Densitas (massa) o Ukuran dan geometri

o Mikroarsitektur o Komposisi 4. Faktor resiko fraktur panggul yaitu : a. Penurunan respons protektif Kelainan neuromuskular Gangguan penglihatan Gangguan keseimbangan

b. Peningkatan fragilitas tulang Densitas massa tulang rendah Hiperparatiroidisme

c. Gangguan penyediaan energi Malabsorpsi

2.4. Klasifikasi 1. Osteoporosis Primer a. Osteoporosis primer tipe I adalah osteoporosis pasca menopause. Pada masa menopause, fungsi ovarium menurun sehingga produksi hormon estrogen dan progesteron juga menurun. Estrogen berperan dalam proses mineralisasi tulang dan menghambat resorbsi tulang serta pembentukan osteoklas melalui produksi sitokin. Ketika kadar hormon estrogen darah menurun, proses pengeroposan tulang dan pembentukan mengalami ketidakseimbangan. Pengeroposan tulang menjadi lebih dominan (Wirakusumah, 2007).

b.

Osteoporosis primer tipe II adalah osteoporosis senilis yang biasanya terjadi lebih dari usia 50 tahun. Osteoporosis terjadi akibat dari kekuragan kalsium berhubungan dengan makin bertambahnya usia (Hortono, 2000).

c.

Osteoporosis primer tipe III adalah osteoporosis idiopatik merupakan osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Osteoporosis ini sering menyerang wanita dan pria yang amsih dalam usia muda yang relative jauh lebih muda (Hortono, 2000).

2. Osteoporosis Sekunder Osteoporosis sekunder terjadi karena adanya penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi kepadatan massa tulang dan gaya hidup yang tidak sehat. Faktor pencetus dominan osteoporosis sekunder adalah seperti di bawah ini (Wirakusumah, 2007). a. Penyakit endokrin : tiroid, hiperparatiroid, hipogonadisme. b. Penyakit saluran cerna yang menyebabkan absorbsi gizi kalsium, fosfor, vitamin D terganggu. c. Penyakit keganasan (kanker). d. Konsumsi obat obatan seperti kortikosteroid. e. Gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, kurang olahraga.

2.5. Patogenesis Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju

resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks. a. Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30 %) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95 %) serta sejumlah mineral lainnya (5 %) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr, dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2 %) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98 %) terdiri kolagen tipe 1 (95 %) dan protein nonkolagen (5 %) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang. Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai bentuk akan selalu mengikuti fungsi.

b. Patogenesis Osteoporosis Primer Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel sel mononuklear, seperti IL 1, IL 6, dan TNF yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik. c. Patogenesis Osteoporosis Sekunder Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42 % dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58 %. Pada dekade ke 8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodelling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak

berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur. Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi, dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki laki akan menyebabkam osteoporosis, karena laki laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif. Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata.

10

2.6. Gambaran Klinis Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar ke sekitar pinggang hingga ke dalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik di tempat tidur. Istirahat di tempat tidur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus. Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan : Patah tulang akibat trauma yang ringan. Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang. Gangguan otot (kaku dan lemah). Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.

11

Stadium Osteoporosis 1. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada usia 30-35 tahun. 2. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai turun (osteopenia). 3. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan sentuhan atau benturan ringan. 4. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul akibat patah tulang. Anda tidak bisa bekerja, bergerak , bahkan mengalami stres dan depresi (Waluyo, 2009).

2.7. Diagnosis Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (Wallaca 1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman, dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :

12

Tinggi badan yang makin menurun. Obat obatan yang diminum. Penyakit penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.

Jumlah kehamilan dan menyusui. Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi. Apakah sering beraktivitas di luar rumah, sering mendapat paparan matahari cukup.

Apakah sering minum susu, asupan kalsium lainnya. Apakah sering merokok, minum alkohol.

Pemeriksaan Fisik : Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan. Pemeriksaan Radiologi : Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yag lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang tulang vertebra yang memberikan gambaran picture frame vertebra. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang (Densitometri) Teknik pemeriksaan densitas massa tulang : Quantitative Ultrasonography

13

Quantitative computed tomography Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur untuk menilai hasil pemeriksaan densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu : Normal bila densitas massa tulang di atas 1 SD rata rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T score) Osteopenia bila densitas massa tulang diantara 1 SD dan 2,5 SD dari T score Osteoporosis bila densitas massa tulang 2,5 SD T score atau kurang Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur

2.8. Penatalaksanaan Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultraviolet. Selain itu juga menghindari obat obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid. Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah

meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat obatan

14

antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesteron dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban. Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.

2.9. Pencegahan Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis, yaitu: a. Asupan kalsium cukup Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat

dilakukan dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000 mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan. b. Paparan sinar matahari Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu.

15

Sebaiknya berjemur dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008). c. Melakukan olahraga dengan beban Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang. Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga. Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting. Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan, kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya dengan teratur dan benar. d. Hindari rokok dan minuman beralkohol Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum alkohol juga bisa merusak tulang. e. Deteksi dini osteoporosis Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.

16

BAB III KESIMPULAN

1. Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan risiko terjadinya patah tulang 2. Penyebab osteoporosis diantaranya : 3. Faktor kekurangan estrogen kekurangan kalsium keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan idiopatik resiko terjadinya osteoporosis, yaitu usia, genetik, lingkungan,

dan fraktur panggul. 4. Osteoporosis terbagi menjadi primer dan sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis pasca menopause dan sekunder biasanya terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. 5. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. 6. Terapi osteoporosis mempertimbangkan 2 hal, yaitu menghambat hilangnya massa tulang dan peningkatan massa tulang. 7. Pencegahan osteoporosis meliputi : Asupan kalsium cukup Paparan sinar matahari Melakukan olahraga dengan beban Hindari rokok dan minuman beralkohol Deteksi dini osteoporosis

17

DAFTAR PUSTAKA

Assessment of Fracture Risk and its Application to Screening for Postmenopausal Osteoporosis. Report of a WHO Study Group. Geneva: WHO; 1994 (Technical Report Series 843) Broto, R, 2004. Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Osteoporosis. Dexa Media No. 2 Vol 17:47 57 Dalimartha, S, 2002. Resep Tumbuhan Obat Untuk Penderita Osteoporosis. Penebar Swadaya. Jakarta. Djokomoeljanto R, 2003. Postmenopausal osteoporosis. Patofisiologi dan dasar pengobatan. Simposisum Osteoporosis Postmenopausal. Semarang: p. 1 12 Hammett, Stabler CA, 2004. Osteoporosis from pathophysiology to treatment. In: Washington American Association for Clinical Chemistry Press.p. 1 86 Hortono, M, 2000. Mencegah dan Mengatasi Osteoporosis. Puspa Swara. Jakarta. Kaniawati, M., Moeliandari, F, 2003. Penanda Biokimia untuk Osteoporosis. Forum Diagnosticum Prodia Diagnostics Educational Services. No 1: hal. 1 18 Lane NE. 2003. Osteoporosis. Jakarta. Raja Garfindo Persada. Sennang AN, Mutmainnah, Pakasi RDN, Hardjoeno, 2006. Analisis Kadar Osteokalsin Serum Osteopenia dan Osteoporosis. Dalam Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. Vol.12, No.2: hal 49 52 Setiyohadi B, 2006. Pemeriksaan Densitometri Tulang. Dalam Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Pusat penerbiatan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: Hal. 112 75 Sinnathamby, Hemanath. 2010. Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Osteoporosis Dan Asupan Kalsium Pada Wanita Premenopause Di Kecamatan Medan Selayang Ii. Skripsi. FK Universitas Sumatra Utara. Sudoyo, Setiyohardi, Alwi, Simadibrata, Setiati. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI. Wirakusmah, E.S., 2007. Mencegah Osteoporosis Lengkap dengan 39 Jus dan 38 Resep. www.medicastore.com : Penyebab Osteoporosis dan Faktor Risiko Osteoporosis

18

Anda mungkin juga menyukai