Anda di halaman 1dari 9

FRAKTUR MONTEGGIA

Dokter Pembimbing : dr. Nasir, Sp.OT

Disusun oleh: Nailil Khilmah 01.208.5728

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH RSUD Dr. R. SOEDJATI SOEMODIHARJO PURWODADI 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan oleh trauma berat; kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus menerus dapat menimbulkan fraktur. Fraktur antebrachii sering terjadi pada bagian distal yang umumnya disebabkan oleh gaya pematah langsung sewaktu jatuh dengan posisi tangan hiperekstensi. Hal ini dapat diterangkan oleh karena adanya mekanisme refleks jatuh di mana lengan menahan badan dengan posisi siku agak menekuk seperti gaya jatuhnya atlit atau penerjun payung. Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak, Fraktur yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius distal, dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai faktur type green-stick. Fraktur tulang radius dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah atau 1/3 distal. Penegakan diagnosis fraktur dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,yang ditunjang dengan pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan pencitraan diperlukanuntuk membantu menegakkan diagnosis fraktur dan mengevaluasi komplikasi yangterjadi dalam rangka menunjang pengambilan keputusan terapi pada pasien. 1.2. Tujuan Bertujuan untuk mengetahui tentang fraktur monteggia yang meliputi definisi, etiologi, klasifikasi, diagnosis, pemeriksaan radiologis dan juga penanganan fraktur monteggia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Fraktur Monteggia didefinisikan sebagai dislokasi kaput radialis disertai fraktur daerah proksimal ulna. Terbagi mejadi 4 tipe dan tergantung arah dari dislokasi kaput radialis dan terkait juga dengan frkatur os radial. 2.2. ANATOMI Ligamen anular dan radial berfungsi menstabilkan kaput radialis. Ligamen inilah yang yang akan teregang atau ruptur jika terjadi dislokasi pada kaput radialis. Artikulasi kaput radialis melekat pada capitellum humeral dan proksimal ulna pada radial notch. Radius dan ulna melekat diperantarai oleh membrane interosseus. Yang mengakibatkan jika ulna terjadi fraktur maka akan terjadi dislokasi tulang radial. Artikulasi kaput radialis melekat pada capitellum humeral dan proksimal ulna pada radial notch. Radius dan ulna melekat diperantarai oleh membrane interosseus. Yang mengakibatkan jika ulna terjadi fraktur maka akan terjadi dislokasi tulang radial. Distal ulna dan radius juga melekat pada sendi radioulnar. Ulna memberikan kestabilan pada radius dan forearm untuk melakukan gerakan putaran. Ulna dan membrane interosseus memberikan kontribusi terhadap dislokasi tulang radiaus jika ulna mengalami cedera. Nervus interosseus berjalan mengelilingi leher dari kaput radialis. Sehingga jika terjadi dislokasi dari tulang radialis maka sangat dimungkinkan terjadinya gangguan persarafan tersebut. Selain itu, serabut saraf ini berjalan masuk kedalam otototot supinator. Nervus medianus dan ulnaris masuk ke fossa antecubitii masih agak distal. 2.3. INSIDENSI Fraktur Monteggia meliputi kurang dari 5 % pada forearm fracture dan dipublikasikan dalam literature sebanyak 1-2%. Dari seluruuh frktur Monteggia, Tipe 1 menurut Bado menrupakan yang paling sering (59%), diikuti tipe III (26%), tipe II (5%) dan tipe IV (1%). Fraktur Monteggia merupakan sepertiga tersering dari fraktur Galleazzi.

2.4.

KLASIFIKASI

Klasifikasi Fraktur dislokasi Monteggia menurut Bado: Bado 1, dislokasi kaput radius ke lateral Bado 2, dislokasi radius ke kaput posterior Bado 3, dislokasi kaput radius ke lateral Bado 4, dislokasi kaput radius disertai fraktur radius dan ulna Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi anterior kaput radius Fraktur 1/3 tengah / proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai dislokasi posterior kaput radii dan fraktur kaput radii Fraktur ulna distal processus coracoideus dengan dislokasi lateral kaput radii Fraktur ulna 1/3 tengah / proksimal ulna dengan dislokasi anterior kaput radii dan fraktur 1/3 proksimal radii di bawah tuberositas bicipitalis.

2.5.

ETIOLOGI Fraktur Monteggia sangat terkait dengan jatuhnya seseorang yang diikuti oleh outstretchhand dan tekanan maksimal pada gerakan pronasi . Dan jika siku dalam keadaan fleksi maka kemungkinan terjadinya lesi tipe II atau III semakin besar.. Pada beberapa kasus, cedera langsung pada Forearm dapat menghasilkan cedera serupa. Evans pada tahun 1949 dan Pennrose melakukan studi mengenai etiologi fraktur Monteggia pada cadaver dengan cara menstabilkan humerus dan menggunakan energy secara subjektif pada forearm. Penrose menyebutkan bahwa lesi dengan tipe II merupakan

variasi pada dislokasi posterior dari siku. Bado percaya bahwa lesi tipe III terjadi akibat gaya lateral pada siku sering terjadi pada anak-anak. Secara esensi, trauma energy tinggi (tabrakan motor) dan trauma energy rendah (jatuh dari posisi berdiri) bisa memicu cedera ini. 2.6. PATOFISIOLOGI Struktur pada forearm tertaut secara baku. Dan jika ada satu tulang yang mengalami disrupsi maka akan berpengaruh ke tulang lain. Ulna dan radial berikatan secara intak hanya pada proksimal dan distal sendi. Namun, mereka menyatu sepanjang sumbu dihubungkan dengan membrane interosseus. Hal inilah yang menyebabkan radius bias berputar mengelilingi ulna. Ketika ulna mengalami fraktur, energy disalurkan sepanjang membrane interosseus dan terdisplasi pada proksimal radius. Akhirnya yang terjadi adalah disrupsi membrane interosseus sehingga mendisplasi proksimal radius. Hasil akhirnya adalah disrupsi menbran intraoseus proksimal dari fraktur, dislokasi sendi proksimal radioulnar dan dislokasi sendi radiocapitellar Dislokasi kaput radialis bisa mengarah pada cedera nervus radialis. Cabang dari nervus radialis yang mempersarafi posterior interoseus yang mengelilingi leher dari radius, sangat rentan beresiko untuk mengalami cedera, terutama pada injuri dengan Bado tipe II. Cedera pada nervus radialis cabang median interoseus anterior dan nervus ulnaris juga dilaporkan. Kebanyakan cedera saraf adalah neurapraksis dan membaik dalam waktu 4-6 bulan. Pemuntiran pada pergelangan tangan akibat trauma bisa diatasi dengan ekstensi dan latihan gerak jari bias mencegah terjadi kontraktur sembari menunggu cedera saraf. 2.7. GAMBARAN KLINIS Berdasarkan mekanisme diatas, pasien datang dengan nyeri siku. Terkait dengan tipe fraktur dan keparahan, kemungkinan mengalami pembengkakan siku , deformitas, krepitasi parestesi atau baal. Beberapa pasien tidak merasakan nyeri hebat saat beristirahat tapi fleksi sendi cubiti dan rotasi forearm terbatasa dan nyeri. DIslokasi kaput radial mungkin teraba pada anterio, posterior atau posisi anterolateral. Pada tipe I dan IV, kaput radial dapat dipalpasi pada fosa antecubiti. Kaput radialis dapat dipalpasi secara posterior pada tipe II dan pada daerah lateral pada tipe III Kulit sebaiknya diperiksa untuk memastikan bahw tidak terjadi fraktur terbuka. Nadi dan pengisisan kapiler harus dicatat. Hematom mungkin terjadi pada lokasi dislokasi walapun bukan tempat trauma secara langsung. Fungsi motorik harus diperiksa karena cabang dari nervus radialis dapat

terjepit,mengakibatkan kelemahan atau paralisis jari jari atau ibu jari untuk ekstensi. Cabang sensorik biasanya tidak terlibat. Namun harus diperiksa. 2.8. DIAGNOSA Pemeriksaan Klinis :

Deformitas di daerah yang fraktur: angulasi, rotasi (pronasi atau supinasi) atau shorthening Nyeri Bengkak false movement krepitasi

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan radiologis dilakukan untuk menentukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat kesegarisan antara kondilus medialis, kaput radius, dan pertengahan radius. Radiologis : anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas pada tulang. 2.9. PENANGANAN Metode Penanganan Konservatif Prinsipnya dengan melakukan traksi ke distal dan kembalikan posisi tangan berubah akibat rotasi Posisi tangan dalam arah benar dilihat letak garis patahnya 1/3 proksinal posisi fragmen proksimal dalam supinasi untuk dapat kesegarisan fragmen distal supinasi - 1/3 tengah posisi radius netral maka posisi distal netral 1/3 distal radius pronasi maka posisi seluruh lengan pronasi, setelah itu dilakukan immobilisasi dengan gips atas siku Metode Penanganan Operatif - Empat eksposur dasar yang direkomendasikan 1. Straight ulnar approach untuk fraktur shaft ulna

2. Volar antecubital approach untuk fraktur radius proximal 3. Dorsolateral approach untuk fraktur shaft radius, mulai dari kapitulum radius sampai distal shaft radius 4. Palmar approach untuk fraktur radius 1/3 distal - Posisikan pasien terlentang pada meja operasi. Meja hand sangat membantu untuk memudahkan operasi. Tourniquet dapat digunakan kecuali bila didapatkan lesi vaskuler. - Ekspos tulang yang mengalami fraktur sesuai empat prinsip diatas. - Reposisi fragmen fraktur seoptimal mungkin - Letakkan plate idealnya pada sisi tension yaitu pada permukaan dorsolateral pada radius, dan sisi dorsal pada ulna. Pada 1/3 distal radius plate sebaiknya diletakkan pada sisi volar untuk menghindari tuberculum Lister dan tendon-tendon ekstensor. - Pasang drain, luka operasi ditutup lapis demi lapis . Prosedur tetap 1. Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, serta imobilisasi dengan gips (long arm cast) dengan posisi lengan supinasi, selama 4-6 minggu. 2. Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi internal, post operasi dilakukan tes pada sendi radioulnar bila tidak stabil imobilisai dengan gips pada posisi lengan supinasi selama 3 minggu dilakukan fiksasi internal. 3. Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan debridement kemudian imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi. 2.10. Komplikasi

Malunion Kompartemen sindrom Cross union Atropi sudeck Trauma N. Medianus Rupture tendo ekstensor sendi pergelangan tangan, pronasi, supinasi, fleksi palmar, pergerakan serta ekstensi

BAB III KESIMPULAN Fraktur Monteggia paling tepat digunakan untuk merujuk terhadap dislokasi dari sendi radioulnar proksimal yang berhubungan dengan fraktur lengan bawah. Cedera ini relatif jarang terjadi, kurang dari 5% dari semua fraktur lengan bawah. Fraktur pada ulna biasanya dapat terlihat baik secara klinis maupun radiologis lengan dan siku. Manifestasi Klinis yaitu terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi (lebih sering) dan tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi, gaya mendorong dari depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke posterior Berdasarkarkan klasifikasi Bado, fraktur Monteggia dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. 2. 3. ulna. 4. Tipe IV: dislokasi anterior dari caput radii disertai fraktur radius dan ulna. Penatalaksanaannya dilakukan reposisi tertutup. Asisten memegang lengan atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke arah supinasi penuh. Setelah itu, dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan di atas siku dengan posisi siku fleksi 90 dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw). Tipe I: fraktur proksimal ulna dengan angulasi anterior disertai dislokasi anterior Tipe II: fraktur proksimal ulna dengan angulasi posterior disertai dislokasi posterior Tipe III: dislokasi lateral atau anterolateral dari caput radii disertai fraktur metafise kaput radius. kaput radii dan fraktur kaput radii.

DAFTAR PUSTAKA Koval Kenneth J, Zuckerman Joseph D. 2006. Handbook of Fractures 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Doenges M, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pemdokumentasian Perawatan pasien. Edisi III. EGC:Jakarta Long, B.C, 2000. Perawatan Medikal Bedah. Edisi VII. Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran:Bandung Mansjoer, A, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II. Media Aesculapius:Jakarta Wim de jong; R.sjamsuhidajat , 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisis II. EGC Jakarta

Anda mungkin juga menyukai