Anda di halaman 1dari 45

BAB I PENDAHULUAN I.

1 Latar Belakang Geologi merupakan ilmu yang mempelajari tetang bumi dan juga segala isinya serta aspek-aspek yang berpengaruh didalamnya. Pada dasarnya bumi ini bersifat dinamis dimana bumi ini selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini akan selalu terjadi dalam skala local maupun regional. Oleh karena sifat bumi yang selalu bergerak, maka sangatlah perlu dilakukan penelitian yang khusus terhadap pergerakan bumi ini serta pengaruh terhadap kehidupan manusia. I.2. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dari diadakan praktikum Geologi Struktur yang dilakukan di daerah Tenggarong Propinsi Kalimantan Timur, agar para mahasiswa dapat mengetahui gejala-gejala struktur yang ada di lapangan dan selanjutnya dapat menginterpretasikan berdasarkan data struktur yang telah diperoleh. Adapun tujuan dari diadakan praktikum Geologi Struktur yang dilakukan di daerah Tenggarong Propinsi Kalimantan Timur adalah agar : 1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi struktur geologi yang ada pada daerah tenggarong dan sekitarnya. 2. Mahhasiswa dapat menganalisa struktur-struktur geologi yang ada pada daerah penelitian berdasarkan pada pengolahan data yang telah diambil datanya.

3. Mahasiswa dapat meengetahui macam-macam struktur pada daerah penelitian berdasarkan analisis data-data diperolehkan. 4. Mahasiswa dapat mengetahui meknisme struktur geologi pada daerah tenggarong dan sekitarnya.

I.3. Lokasi, Waktu dan Tempat Secara administrative, daerah pelaksanaan praktikum berada pada daerah Tenggarong Propinsi Kalimantan Timur. Praktikum Geologi Struktur ini dilaksanakan sejak tanggal,xxxx hingga tanggal xxxx di laboratorium geologi struktur Universitas Kutai Kartanegara.

I.4. Metode dan Tahapan Praktikum Dalam melakukan praktikum di daerah Tenggarong dan sekitarnya dilakukan beberapa metode praktikum antara lain : 1. Tahap Persiapan Pada tahap ini dilakukan persiapan administrasi berupa perizinan baik dari pihak Universitas Kutai Kartanegara maupun Pemerintah daerah serta persiapan teknis menyangkut peralatan dan bahan yang digunakan selama penelitian seperti peta dengan skala yang di tentukan, kompas geologi, GPS, dan alat-alat lainnya yang diperlukan dalam kegiatan penelitian tersebut. Dalam tahap ini juga dilakukan studi literature untuk memperoleh gambaran umum mengenai daerah penelitian yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan laporan.

2. Tahap pelaksanaan Praktikum Pelaksanaan praktikum di lapangan merupakan tahapan pengambilan datadata geologi pada lokasi penelitian melalui pencatatan data-data geologi permukaan berupa pencatatan data lapangan pada buku lapangan, pengambilan conto batuan. 3. T ahap Pengolahan data Pada tahap ini semua data yang telah diamati di lapangan diolah dalam bentuk pengukuran kekar, gambar profil kekar, pengukuran kedudukan batuan, sketsa kekar, dibuat dalam laporan sementara yang selanjutnya untuk dianalisa dan di interpretasika

4. Tahap penyusunan laporan Setelah data-ddata diolah dan di interpretasikan, maka hasil penelitian disusun dalam suatu laporan ilmiah. Laporan ini memuat semua data lapangan, hasil analisis dan interpretasi secara sistematik berupa uraian deskriptif. I.5. Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum geologi struktur ini antara lain : 1. Peta lintasan Untuk membantu Dalam mengetahui posisi dan sebagai penunjuk daerah penelitian.

2. Kompas geologi Kompas geologi digunakan untuk mengukur kedudukan batuan, mengukur arah atau slope. 3. Palu geologi Palu geologi digunakan untuk membantu mengambil sample batuan 4. GPS ( global position system ) Digunakan untuk menentukan koordinat posisi lapangan 5. Betel Betel digunakan juga dalam pengambilan sample lunak 6. Kantong sample Kantong sample merupakan tempat untuk menyimpan sample dan memberi label sehingga mudah dikenali. 7. Spidol permanen Digunakan dalam pemberian label dikantong sample. 8. Larutan HCL Digunakan sebagai uji sifat kimiawi pada batuan, apakah bersifat karbonat atau silica. 9. Mistar dan busur derajat Digunakan sebagai alat untuk membantu pengeplotan data 10. Klip board Digunakan sebagai alas dalam pencatatan data lapangan serta alat Bantu dalam kedudukan batuan.

11. Klip dan Hecter Digunakan untuk menghecter kantong sampeltempat sample 12. Kertas kuarto Digunakan dalam pencatatan data diluar buku lapangan 13. Buku Lapangan Digunakan untuk mencatat data-data lapangan atau merekam data 14. Roll meteran Digunakan untuk mengukur jarak lintasan 15. Lup Digunakan untuk melihat mineral pada batuan 16. Komparator Merupakan alat kesebandingan dalam penamaan batuan 17. Pita meter Untuk mengukur dimensi singkapan 18. Pensil warna Digunakan untuk memberi simbol warna terhadap data litologi yang diperoleh 19. Alat tulis menulis

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Geometri Unsur Struktur Unsur-unsur struktur geologi di alam, yang umumnya di lapangan dijumpai berupa singkapan-singkapan struktur pada batuan yang terdeformasi, sebenarnya bentuk-bentuk geometrinya dapat disederhanakan menjadi geometri yang terdiri dari struktur bidang dan struktur garis. Unsur-unsur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua unsur geometris yaitu: Geometris bidang (Struktur bidang : bidang perlapisan, kekar, sesar, foliasi, sumbu lipatan, dll) dan Geometris garis (Struktur garis : goresgaris, perpotongan 2 bidang, liniasi, dll). Pemecahan masalah-masalah yang berhubungan dengan geometri struktur bidang dan struktur garis seperti : masalah besaran arah dan sudut, jarak dan panjang dari struktur bidang dan struktur garis, misalnya : menentukan panjang dari segmen garis, sudut anatara dua garis, sudut antara dua bidang, sudut antara garis dan bidang, jarak titik terhadap bidang, jarak titik terhadap garis. Adapun salah satu cara pemecahan masalah geometridalam geologi struktur adalah dengan metode geometri deskriptif, yang meliputi metode grafis dan proyeksi. Dimana dalam analisa dan pemecahan masalahnya bentuk dan posisi obyek struktur yang yang tadinya di alam memiliki kenampakan tiga dimensi diubah menjadi dua dimensi.

Kelemahan dari metode ini adalah ketelitiannya sangat tergantung pada faktor-faktor : skala penggambaran, ketelitian alat gambar dan tingkat keterampilan si penggambar. Namun dibandingkan dengan metode-metode proyeksi yang lain (proyeksi perspektif dan proyeksi stereografis), metode ini dapat lebih cepat untuk memecahkan masalah struktur bidang dan struktur garis karena secara langsung berhubungan dengan kenampakan tiga dimensi, sehingga mudah dipahami. Di dalam metode grafis ini, struktur bidang dan struktur garis digambarkan pada bidang proyeksi (bidang horizontal dan vertikal) dengan cara menarik garisgaris proyeksi dan saling sejajar satu sama lain.

2.1.1 Struktur Bidang Struktur bidang dalam geologi struktur dapat dibedakan menjadi struktur bidang riil dan struktur bidang semu. Struktur bidang riil, artinya bentuk dan kedudukannya dapat diamati secara langsung di lapangan, anatara lain adalah : bidang perlapisan, bidang ketidakselarasan, bidang sesar, bidang foliasi dan bidang sayap lipatan. Bidang yang disebut terakhir ini sebenarnya merupakan kedudukan bidangbidang yang terlipat. Struktur bidang semu, artinya bentuk dan kedudukannya hanya bisa diketahui atau didapatkan dari hasil analisa struktur bidang riil yang lain, contohnya adalah bidang poros lipatan. Dikaitkan dengan penggolongan struktur menurut waktu pembentukannya, maka dapat dibedakan menjadi struktur bidang primer dan struktur bidang sekunder. Bidang-bidang yang termasuk dalam struktur primer adalah bidang perlapisan, bidang foliasi, bidang rekah kerut (mud crack), bidang kekar kolom (columnar joint), pada

batuan beku, dan lain sebagainya. Sedangkan yang termasuk dalam struktur bidang sekunder adalah bidang kekar, bidang sesar, bidang sayap lipatan. Pada umumnya struktur bidang dinyatakan dengan istilah-istilah : jurus (srike) dan kemiringan (dip).

2.1.1.a. Definisi Istilah-Istilah Struktur Bidang - Jurus (strike) : Arah dari garis horizontal yang merupakan perpotongan antara bidang yang bersangkutan dengan bidang horizontal, besarnya diukur dari arah utara. - Kemiringan (dip) : Sudut kemiringan terbesar yang dibentuk oleh bidang miring dengan bidang hortizontal dan diukur tegak lurus terhadap jurus.

2.1.1.b. Cara Penulisan (Notasi) dan Simbol Struktur Bidang Untuk menyatakan kedudukan suatu struktur bidang secar tertulis agar dengan

mudah dan cepat dipahami, dibutuhkan suatu cara penulisan dan simbol pada peta geologi. Penulisan (notasi) struktur bidang dinyatakan dengan : Jurus / kemiringan Sistem Azimuth : hanya mengenal satu tulisan yaitu N X E/ Y besarnya X antara 0 - 360 dan besarnya Y antara 0 - 90. Sistem Kwadran : penulisan tergantung pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga mempunyai beberapa cara penulisan, misalnya : Sistem azimuth : N 145 E/ 30, maka menurut sistem kwadrannya adalah : N 35 W/ 30 SW.

NO 1 2 3 4 5

AZIMUT N 175 E / 25 N 280 E / 15 N 60 E / 20 N 35 E / 10 N 320 E / 35

SIMBOL

KUADRAN S 5 E / 25 SW N 80 W / 15 NE N 60 E / 20 SE N 35 E / 10 SE N 40 W / 35 NE

Table 2.1 notasi symbol

2.1.1.c. Cara Mengukur Struktur Bidang Dengan Kompas Geologi 1. Pengukuran Jurus (strike) Bagian sisi kompas (sisi E) ditempel pada bidang yang akan diukur, kedudukan kompas dihorizontalkan, ditunjukkan oleh posisi level dari nivo mata sapi (Bulls Eye Level), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga jurus bidang yang diukur. Berilah tanda garis pada bidang tersebut sesuai dengan arah jurusnya. 2. Pengukuran Kemiringan (Dip) Kompas pada posisi tegak, tempelkan sisi W kompas pada bidang yang diukur dengan posisi yang tegak lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat pada butir (1). Kemudian clinometer diatur sehingga gelembung udaranya tepat berada di tengah (posisi level). Maka harga yang ditunjuk oleh penunjuk pada skala clinometer adalah besarnya sudut kemiringan dari bidang yang diukur. 2.1.1.d. Aplikasi Metode Grafis I untuk Struktur Bidang

Aplikasi yang diuraikan di sini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur bidang antara lain : a. menentukan kemiringan semu b. menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang sama (gambar dilampirkan) c. menentukan kedudukan bidang dari dua kemiringan semu pada ketinggian yang berbeda (gambar dilampirkan) d. menentukan kedudukan bidang berdasarkan problema tiga titik (three point problem). (gambar dilampirkan) Adapun penjabarannya sebagai berikut : a. Menentukan Kemiringan Semu Suatu bidang ABCD dengan kedudukan N X E/ Y, berapakah kemiringan semu yang diukur pada arah N Y E. Cara penyelesaian secara grafis : membuat dua jurus yang selisih tingginya h dengan besar kemiringan yang diketahui. (2) Gambar proyeksi horizontal garis dengan arah N Y E, sehingga memotong jurus yang lebih rendah di titik L (garis AL). (3) Buat garis sepanjang d melalui L dan tegak lurus terhadap garis AL (garis AK) (4) Hubungkan A dan K, maka sudut KAL adalah kemiringan semu.

(1) Buat proyeksi horizontal bidang ABCD pada kedalaman d, yaitu dengan

b. Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua Kemiringan Semu pada Ketinggian yang Sama

10

Dari lokasi O, terukur dua kemiringan semu, masing-masing sebesar 1 pada arah N X E dan 2 pada arah N Y E. Tentukan kedudukan bidang ABFE. Langkah-langkah/ konstruksi : lokasi O (pada kedalaman d). (2) Hubungkan titik D dengan C, maka DC merupakan proyeksi horizontal jurus bidang ABFE. (3) Buat melalui O garis tegak lurus DC dan memotong di L. (4) Ukurkan LK sepanjang d maka sudut KOL adalah dip dari bidang ABFE. (5) Kedudukan bidang ABFE adalah N Z E/

(1) Gambarkan rebahan masing-masing kemiringan semu sesuai dengan arahnya dari

c. Menentukan Kedudukan Bidang dari Dua kemiringan Semu pada Ketinggian yang Berbeda Pada lokasi O ketinggia 400 meter terukur kemiringan semu 2 pada arah N Y E, dan pada lokasi P ketinggian 300 meter terukur kemiringan semu 1 pada arah N X E. Letak lokasi P terhadap O sudah diketahui Konstruksi :

(1) Gambarkan rebahan kemiringan semu di O dan P sesuai arah dan besarnya. (2) Gambarkan lokasi ketinggian 300 meter pada jalur O, yaitu lokasi Q. (3) Garis PQ adalah proyeksi horizontal jurus bidang ABFE pada ketinggian 300 meter. (4) Buat melalui O garis tegak lurus PQ, yaitu garis OT (5) Ukurkan RT sepanjang d, maka sudut TOR (6) Maka kedudukan bidang ABFE adalah N Z E/ . d. Menentukan Kedudukan Bidang Berdasarkan Problema Tiga Titik (Three Point Problem)

11

Maksudnya adalah menentukan kedudukan bidang dari tiga titik yang diketahui posisi dan ketinggiannya, dimana titik tersebut terletak pada bidang rata yang sama. Dan bidang tersebut tidak terlipat/ terpatahkan serta ketiga titik tersebut ketinggiannya berbeda. Diketahui tiga titik masing-masing : A ketinggian 750 m, B ketinggian 500 m, dan C ketinggian 200 m. untuk menyamakan interval tiap masing-masing ketinggian maka diberi titik D dengan ketinggian 250 m. Jadi beda tinggi antara titik A, B, D adalah 250 m. Ketiga titik tersebut terletak pada bidang PQRS. Tentukan kedudukan bidang PQRS. Langkah-langkah/ Kontruksi : (1) Buat tiga titik dengan ketinggian yang berbeda, masing-masing titik yaitu A ketinggiannya 750 m, B ketinggiannya 500 m, dan C ketinggiannya 200 m. (2) Agar interval masing-masing titik sama, maka beri lagi satu titik yaitu titik D dengan ketinggian 250 m yang terletak di atas titik C. (3) Hubungkan ketiga titik tersebut, yaitu titik ABD. Maka akan membentuk suatu segitiga. (4) Dip () terletak antara titik A dan D yaitu pada ketinggian 500 m. Dan untuk mencari dip () dengan menggunakan rumus di bawah ini :

Dip( ) =

BT ( BedaTinggi ) Jarak
750m 500m 750m 250m 750m

12

= 0,33

Jadi tan-1 0,33 = 18,20o

2.1.2 Struktur Garis Seperti halnya dengan struktur bidang, struktur garis dalam Geologi Struktur dapat dibedakan menjadi Struktur garis riil dan struktur garis semu. Struktur garis riil adalah : struktur garis yang arah dan kedudukanya dapat diamati langsung dilapangan. Misalnya : gores garis yang terdapat dalam bidang sesar. Struktur garis semu adalah : semua struktur garis yang arah dan kedudukannya ditafsirkan dari orientasi unsur-unsur struktur yang membentuk kelurusan atau liniasi. Misalnya : liniasi fragmen breksi sesar, liniasi mineral-mineral dalam batuan beku, arah liniasi struktur sedimen (flute cast, cross beeding) dsb. Juga dapat dimasukkan di sini kelurusan-kelurusan sungai, topografi dsb. Berdasarkan saat pembentukannya struktur garis dapat dibedakan menjadi struktur garis primer dan struktur garis sekunder. Dari contoh-contoh struktur garis yang disebutkan di atas, yang termasuk struktur garis primer adalah : liniasi atau pejajaran mineral-mineral pada batuan beku tertentu, arah liniasi struktur sedimen. Dan yang termasuk struktur garis sekunder adalah : gores-garis, liniasi memanjang fragmen breksi sesar, garis poros lipatan dan kelurusan-kelurusan : topografi , sungai, dsb. Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah istilah :

13

arah penunjaman (trend), penujaman (plunge), arah kelurusan (bearing), dan Rake atau Pitch. 2.1.2.a. Definisi Istilah-Istilah dalam Struktur Garis - Arah penunjaman (trend) : jurus dari bidang vertical yang melalui garis dan menunjukkan arah penunjaman garis tersebut (hanya menunjukkan satu arah tertentu). - Arah kelurusan (bearing) : Jurus dari bidang vertical yang melalui garis tetapi tidak menunjukkan arah penunjaman garis tersebut (menujukkan arah-arah dimana salah satu arahnya merupakan sudut pelurusannya). - Rake (pitch) : besar sudut antara garis dengan garis horizontal, yang diukur pada bidang dimana garis tersebut terdapat. Besarnya rake sama dengan atau lebih kecil 90o. 2.1.2.b. Cara Penulisan (Notasi) dan Simbol Struktur Garis Untuk menyatakan kedudukan suatu struktur garis secara tertulis dan suatu cara penulisan simbol pada peta geologi. Penulisan notasi struktur garis dinyatakan dengan: Plunge, trend (arah

penunjaman). Sistem Azimuth : hanya mengenal satu penulisan yaitu Yo, N Xo E. Xo adalah trend, besarnya : 0o 360o Yo adalah plunge, besarnya : 0o 90o (sudut vertical).

Sistem Kwadran : penulsan tergantung pada posisi kwadran yang diinginkan sehingga mempunyai beberapa cara penulisan, misalnya : Sistem azimuth : 30, N 45o E maka menurut sistem kwadran adalah : 45o, N 45o E.

14

Sistem Azimuth : 45o, N 90o E maka menurut sistem kwadrannya adalah : 45 o, N 90o E atau 45o, S 90o E.

2.1.2.c. Aplikasi Metode Grafisi I Untuk Struktur Garis Aplikasi yang akan dibahas di sini meliputi pemecahan masalah-masalah struktur garis, antara lain : a. Menentukan pluge dan rake sebuah gasis pada suatu dilampirkan). b. Menentukkan kedudukan struktur garis dari perpotongan dua bidang (gambar dilampirkan) . Adapun penjabarannya sebagai berikut : bidang (gambar

a. Menentukan plunge dan rake sebuah garis pada sebuah bidang Diketahui data dari hasil pengukuran didapat kedudukan N 0 o E / 45o, dengan arah penunjaman N 135o E. Dengan ketinggian 30 m, skala 1 : 10000. Tentukan besar plunge dan rake. - Penyelesaian secara grafis (1) (2) (3) (4) (5) Buat proyeksi horizontal / garis tegak lurus dengan kedalaman d. Dari titik O buat garis dengan arah N 135o E, sehingga memotong jurus pada kedalaman d di titik C. Melalui C buat garis CD (panjangnya = d) tegak lurus OC, maka sudut COD adalah garis besarnya plunge = 35o. Putarlah dengan jangka dari titik O sampai ketitik A (garis OA) ketitik B. Dari B buat garis sejajar (OS), maka garis ini merupakan jurus pada kedalaman d.

15

(6) (7)

Buatlah melalui C garis tegak lurus pada garis butir (5), secara memotong dititk E. Hubungan titik E dengan titik O maka sudut EOS adalh besarnya rake 55o.

b. Menentukan kedudukan garis hasil perpotongan dua buah bidang Diketahui 2 perpotongan bidang suatu pengukuran batupasir dengan kedudukan bidang yaitu N 48o E / 30o terpotong dike dengan kedudukan N 21o E / 50 NE. Tentukan kedudukan jalur perpotongannya dimana ketinggian batupasir adalah 200 m dengan skala 1 : 10000. - Penyelesaian secara grafis : (1) (2) Gambar garis jurus sesuai dengan dengan arah jurus dari batupasir dan dike serta berpotongan di A. Gambarkan proyeksi horizontal batupasir dan dike pada kedalaman d dengan menggunakan B dan C, seningga tergambar jurus dengan kedalaman d dari batupasir dan dike serta berpotongan di D. (3) Garis AD adalah proyeksi horizontal jalur perpotongan. Tentukan bearingnya, yaitu dengan mengukur sudut antara garis AD terhadap arah utara, terhitung 0 o, jadi bearingnya N 0o E. (4) (5) (6) (7) Melalui D buat garis DE (panjang = d) tegak lurus AD. Sudut DAE adalah plunge = 24o. Putar bidang batupasir dan dike sampai posisi horizontal, maka tergambar rebahan masing-masing jurus pada kedalaman d. Buat garis DF dan DG yang masing-masing tegak lurus pada garis jurus. Buat garis DF adalah rebahan AE pada batupasir dan AG adalah rebahan pada AE pada dike. Sudut BAF adalah rake pada batupasir = 53o

16

Sudut CAG adalah rake pada dike = 34o Jadi kedudukan garis potongannya adalah 24o, N 0o E. = 53o = 34o

Rake pada batupasir Rake pada dike

2.2 Tebal Dan Kedalaman Penentuan tebal dan kedalaman dalam geologi struktur pada dasarnya merupakan aplikasi dari metode grafis dan goneometris.tebal merupakan jarak tegak lurus antara dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas lapisan batuan. Ketebalan : jarak vertical dari ketinggian tertentu ( permukaan air laut ) kearah bawah terhadap suatu titik, garis, atau bidang. Biasanya menjadi acuan untuk melakukan suatu pengeboran. Tebal Tebal merupakan jarak tegak lurus antara dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas lapisan batuan. Secara garis besar, masalah-masalah penentuan ketebalan dapat dibedakan atau dibagi berdasarkan cara perhitungannya menjadi : a. Perhitungan berdasarkan pengukuran lansung. b. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak langsung

2.2.1.a. Perhitungan ketebalan secara langsung Perhitungan secara langsung ini dapat dilakukan di lapangan dengan syarat kemiringan lereng tegak lurus dengan kemiringan lapisan seperti :

17

Medan datar / tak berelief dengan lapisan relatif tegak. Medan vertikal dengan lapisan relatif horizontal. 2.2.1.b. Perhitungan ketebalan secara tidak langsung Perhitungan secara tidak langsung ini dapat dilakukan sengan bermacam-macam cara tegantung pada keadaan topografi dan kedudukan lapisan batuan. Salah satu metode yang sering diterapkan di lapangan adalah MS (measuring section). Unsur-unsur yang dijumpai di lapangan yang dipakai sebagai data perhitungan geometri adalah : - Tebal semu (w) - Tebal sebenarnya (t) - Lebar singkapan (s) - Dip / kemiringan lapisan batuan (o) - Besar sudut lintasan terhadap arah jurus lapisan (o) - Besar sudut kemiringan lereng / slope (o) - Arah kemiringan perlapisan (D) - Arah perlapisan (R) Data-data yang diperoleh ini memasukkan ke dalam rumus-rumus geometri yang sesuai dengan dengan kondisi medannya apakah datar atau miring dan arah pengukuran lintasan apakah tegak lurus jurusan lapisan atau tidak. Adapun rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan ketebalan adalah sebagai berikut :

Rumus untuk lintasan tegak lurus jurus - Bila lereng horizontal (gambar 2.2.1.F), maka berlaku rumus : t = w sin o.. (rumus 1) - Dip lebih besar dari pada slope (gambar 2.2.1.E), maka digunakan rumus :

18

t = w sin (180 ) ...........(rumus 2) - Dip lebih kecil dari slope (gambar 2.2.1.C), maka digunakan rumus : t = w sin ( + ).. (rumus 3) - Dip lebih besar dari slope (gambar 2.2.1.D, rumusnya: t = w cos (90o ) ........... (rumus 4) - Bila kemiringan lapisan 90o (gambar 2.2.1.G, rumusnya: t = w cos ............................ (rumus 5) - Untuk beta lebih besar dari alfa (gambar 2.2.1.A), rumusnya: t = w sin ( ) ..................... (rumus 6) - Untuk beta lebih kecil dari alfa (gambar 2.2.1.P), maka rumusnya: t = w sin ( ) .................... (rumus 7)

Rumus untuk lintasan tidak tegak lurus jurus - Bila lereng horizontal, maka: t = w sin . sin .. rumus : t = w (sin . cos + cos . sin . sin ) ...........(rumus 9) - Kemiringan lereng searah dengan kemiringan perlapisan dan beta lebih besar dari alfa, maka digunakan rumus : t = w (sin . cos - cos . sin . sin ) ........... (rumus 10) - Kemiringan lereng searah dengan kemiringan perlapisan dan beta lebih kecil dari alfa, maka digunakan rumus: t = w (cos . sin . sin - sin . cos ) ........... (rumus 10) (rumus 8) - Kemiringan lereng berlawanan arah dengan kemiringan lapisan, digunakan

19

Untuk menentukan ketebalan suatu lapisan, maka perlu kita memperhatikan lintasan yang dilalui pada saat pengukuran, adapun tujuan melakukan lintasan ialah mengamati sebanyak mungkin keadaan geologi dan hal-hal yang dibutuhkan. Serta untuk melakukan pengukuran struktur dan pengambilan contoh batuan. Hasilnya dapat digunakan untuk membuat peta dan penampang geologi serta kolom stratigrafi. Untuk menghasilkan ketepatan yang akurat lintasan yang dilakukan harus terukur. Untuk mengerjakan data pengukuran dengan beberapa alternatif rumus yang telah dikemukakan di atas akan memungkinkan banyak kesalahan dalam perhitungan. Hasil-hasil dari perhitungan dengan pemakaian rumus di atas apabila tidak tepat dalam menginterpretasi keadaan di lapangan maka akan menyebabkan penyimpangan yang besar dari ketebalan sebenarnya di lapangan. Rumus dari perhitungan ketebalan secar umum, yaitu :
t = w(sin . cos + cos . sin . sin )

Dengan catatan bila kemungkinan kemiringan lereng dan kemiringan lapisan searah maka salah satu dari beta dan gama harus negatif (yang negatif adalah angka yang lebih kecil). Kemudian apabila perhitungan ketebalan tersebut tanpa memperhatikan kemiringan lereng, kemiringan lapisan searah atau berlawanan arah dan apakah beta lebih besar dari gama atau sebaliknya, amak digunakan rumus :
t = w(sin . cos cos . sin . cos( D R ))

Kedalaman Kedalaman : jarak vertikal dari ketinggian tertentu (permukaan air laut) ke arah bawah terhadap suatu titik, garis, atau bidang. Biasanya menjadi acuan untuk melakukan suatu pengeboran.

20

Secara garis besar, masalah-masalah penentuan kedalaman dapat dibedakan/ dibagi berdasarkan cara perhitungannya menjadi: a. Perhitungan berdasarkan pengukuran tegak lurus jurus perlapisan b. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus perlapisan 2.2.2.a. Pengukuran kedalaman pada arah lintasan tegak lurus jurus lapisan 1. Medan datar/ topografi tidak berrelief d = l tg Keterangan: d : kedalaman l: panjang lintasan : Dip/ kemiringan batuan : slope/ kemiringan lereng 2. Medan/ topografi dengan slope a. Dip searah dengan slope
d = l (cos .tg sin )

b. Dip berlawanan arah dengan slope


d = l (cos .tg + sin )

2.2.2.b. Pengukuran kedalaman pada arah tidak tegak lurus jurus lapisan 1. Dip searah dengan slope

21

d = l (tg. cos . sin sin )

2. Dip berlawanan arah dengan slope


d = l (tg. cos . sin + sin )

Pola Singkapan Dan Peta Geologi Pengertian Geomorfologi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi yang mempelajari bentuk-bentuk permukaan yang terjadi akibat adanya gaya-gaya yang bekerja di dalam bumi maupun di permukaan bumi. Mempelajari permukaan bumi sangatlah penting bagi ahli geologi, karena ekspresi topografi terkadang dapat menunujukkan keadaqan geologi, baik struktur maupun batuannya. Adanya kekuatan (gaya) yuang bekerja di dalam bumi menyebabkan batuanbatuan terangkat dan terlipat-lipat, sedangkan kekuatan yang bekerja di permukaan bumi akan menyebabkan terjadinya pelapukan, erosi dan denudasi yang menyebabkan perubahan terhadap roman muka bumi. Kedua kekuatan (gaya) tersebut di atas menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan roman muka bumi, berupa tonjolan dan lekukan yang membentuk relief permukaan bumi. Bentuk relief permukaan bumi ternyata tergantung atau dikontrol oleh keadaan geologi setempat, seperti susunan batuannya maupun struktur yang ada di daerah tersebut. Batuan yang keras (resisten) cenderung membentuk relief yang lebih menonjol (tinggi) daripada daerah dengan batuan yang lebih lunak (kurang resisten). Sedangkan daerah yang terdiri dari batugamping akan membentuk suatu pola bentang alam karst topografi yang merupakan pola yang sangat khas (tersendiri).

22

Seperti dijelaskan di atas, adanya gaya- gaya yang bekerja menyebabkan batuan terangkat dan terlipat serta apabila terkena pelapukan dan erosi, maka batuan tersebutakan tersingkap di permukaan bumi. Dari adanya singkapan-singkapan batuan inilah dapat diketahui keadaan geologi suatu daerah serta dapat pula dibuat suatu peta yang menggambarkan keadaan geologi daerah tersebut, meliputi penyebaran batuan (litologi), penyebaran struktur, dan bentuk morfologinya. Peta semacam tersebut di atas disebut denga peta geologi. Akibat adanya kedudukan yang tidak sama dari berbagai batuan serta adanya relief permukaan bumi, menyebabkan bentuk penyebaran batuan dan struktur yang tergambarkan dalam peta geologi akan membentuk suatu pola tertentu. Bentuk penyebaran batuan etrsebut dikenal dengan istilah pola singkapan. Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni : 1. Tebal Lapisan Dengan tebal yang berbeda, walaupun kemiringannya sama, maka besar atau lebar pola singkapan akan berbeda. 2. Topografi/ Morfologi Walaupun dengan tebal yang sama, topografi yang sama, tetapi bila kemiringan lapisan berbeda, pola singkapan berbeda pula. 3. Besar kemiringan (dip) lapisan Lapisan dengan tebal yang sama, topografi sama, tetapi bila kemiringan lapisan berbeda, pola singkapan berbeda pula. 4. Bentuk Struktur Lipatan

23

Struktur lipatan akan membentuk pola singkapan yang sangat berlainan. Untuk lipatan yang menunjam yang terdiri dari sinklin dan antiklin, akan membentuk pola zig-zag, serta mempunyai ekspresi topografi punggung. Hukum V (V Rule) Dalam praktikum kali ini hukum V digunakan untuk mencari croup line (batas penyebaran batuan). Hubungan antara lapisan yang mempunyai kemiringan dengan bentuk topografi berelief akan menghasilkan suatu pola singkapan yang beraturan, dimana aturan tersebut dikenal dengan hukum V. Aturan-aturan tersebut adalah sebagai berikut : 1. 2. lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis kontur. (gambar 2.3.2.a). lapisan dengan kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng, maka kenampakan lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan membentuk huruf V yang berlawanan dengan arah kemiringan lembah. (gambar 2.3.2.b). 3. pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus, dimana pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi. (gambar 2.3.2.c.). 4. lapisan yang miring searah dengan kemiringan lereng dimana kemiringan lapisan lebih besar daripada kemiringan lereng, maka akan membentuk pola singkapan dengan huruf V mengarah sama (searah) dengan arah kemiringan lereng. (gambar 2.3.2.d.). 5. lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng, dimana besar kemiringan lapisan lebih kecildari kemiringan lereng, amka pola singkapannya akan membentuk huruf V yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng/ lembah. (gambar 2.3.2.e.).

24

6.

lapisan yang kemiringannya searah dengan kemiringan lembah dan besarnya kemiringan lapisan sama dengan kemiringan lereng/ lembah, maka pola singkapannya tampak seperti gambar 2.3.2.f.

Dari keenam aturan tersebut di atas dapa ditarik kesimpulan, bahwa hukum V adalah : Apabila dipnya 0o-5omaka arah penyebaran batuan mengikuti kontur topografi dan apabila dipnya lebih besar dari 60o-90o amak akan tegak lurus dan membelah lereng.

25

Gambar 2.3.2. Hukum V (V Rule) Metode Pembuatan Pola Singkapan dan Peta Geologi Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan cara mengamati singkapansingkapan batuan yang dijumpai. Pengamatan singkapan batuan biasanya dilakukan dengan mengambil jalur di sekitar aliran sungai. Di sepanjang aliran sungai inilah dapat dijumapi singkapan batuan dengan baik.

26

Pengamatan maupun sekunder).

yang

dilakukan

meliputi

jenis

batuan,

penyebaran,

kedudukannya, hubungan antar satuan (litologi), strukturnya (baik struktur primer

1. Data singkapan dari tiap lokasi pengamatn diplotkan pada peta dasar (peta topografi), yaitu berupa simbol, tanda, warna. 2. Batas litologi, garis sesar, sumbu lipatan dapa berupa garis penuh (tegas) bila diketahui dengan pasti atau berupa garis putus-putus jika diperkirakan. 3. Legenda peta diurutkan sesuai dengan urutan stratigrafi (hukum superposisi). 4. Penyebaran satuan batuan (pola singkapannya) dapat ditarik batasnya diantara satuan batuan yang berlainan dengan memperhatikan hukum V. 5. Semakin banyak data singkapan yang diketahui, hasilnya akn semakin baik (dapat dipertanggungjawabkan).

Pembuatan Penampang Geologi Suatu gambaran yang memperlihatkan keadaan geologi secara vertikal, sehingga diketahui hubungan satu dengan yang lainnya. Dalam pembuatan penampang geologi dipilih suatu jalur tertentu sedemikian rupa, sehingga dapat memperlihatkan dengan jelas semua keadaan geologinya secara vertikal. Dalam hal ini dipilih atau dibuat suatu jalur yang arahnya tegak lurus terhadap jurus umum lapisan batuan, sehingga dalam penampang akan tergambarkan keadaan kemiringan lapisan yang asli (true dip). Namun pembuatan penampang terkadang juga melalui jalur yang tidak tegak lurus terhadap jurus lapisan batuan, maka disini penggambaran besar kemiringan lapisannya adalah merupakan kemiringan lapisan semu (apparent dip) yang besarnya sesuai dengan arah sayatan terhadap jurus lapisan batuan.

27

Cara pembuatan penampang geologi

Misalkan pada suatu peta geologi (gambar 2.3.4.), dibuat penampang dibuat penampang melalui A B dan X Y. - Rekonstruksi (lihat gambar 2.3.4.) : (1). Perhatikan arah sayatan penampang terhadap jurus umum lapisan (tegak lurus atau tidak) (2). Buat base line yang panjangnya sama dengan panjang garis penampang pada peta geologi (3). Buat end line dan berikan angka-angka yang menunjukkan ketinggian, sesuai dengan skalanya. (4). Buat profile line dengan cara mengeplot ketinggian garis kontur yang terpotong garis penampang dan kemudian menghubungkannya. (5). Gambarkan keadaan geologinya, meliputi batas lapisan, batas struktur dan lainnya terpotong oleh garis penampang.

Penentuan kemiringan semu

Kemiringan semu tersebut dapat dicari dengan beberapa cara : 1. Dengan menggunakan tabel 2. Menggunakan Alignment Diagram 3. Menggunakan rumus Perhitungan dengan menggunakan rumus :
Tg = Tg. sin

Dimana :

28

= Apparent dip (kemiringan semu) = True dip (kemiringan asli) = sudut antara jurus lapisan dengan arah sayatan penampang geologi

Gambar 2.3.4. pembuatan penampang geologi

Lipatan ( Folds ) Lipatan adalah merupakan hasil perubahan bentuk dari suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada unsur garis atau bidang di dalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur yang terlibat di dalam lipatan adalah bidang perlipatan, foliasi, dan liniasi. Mekanisme gaya yang menyebabkan terjadinya lipatan ada 2 macam : 1. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan permukaan lempeng. 2. Bending (pelengkungan) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus permukaan lempeng. Berdasarkan proses lipatan dan jenis batuan yang terlipat dapat di bedakan menjadi 4 macam lipatan, yakni : a. Flexure / competent folding termasuk di dalamnya parallel fold

29

b. Flow / incompetent folding termasuk di dalamya similar fold c. Shear folding d. Flexure and flow folding Sedangkan pengelompokan lipatan secara diskriptive adalah sebagai berikut : a. Lipatan simetris (symmetrical fold) : suatu lipatan di mana bidang sumbunya mempunyai jarak yang sama terhadap kedua sayapnya.Membagi lipatan menjadi 2 bagian yang sama seperti yang nampak pada penampang vertikalnya yang di buat pada garis horizontall pada bidang poros. b. Lipatan a simetris (a - symerical fold ) : suatu lipatan yang jarak jarak pada kedua sayapnya tidak sama. Biasanya sayap dari lipatan demikian mempunyai sudut yang tidak sama.

30

Lipatan simetri (symmetrical folds) Lipatan asimetri (Asymetrical folds)

Fan folds

Vertical isoclinal

Overtuned fold

Recumbent fold

Chevron folds Gambar 2.4. Macam-macam lipatan

31

2.4.1. Unsur Unsur Lipatan a. Antiklin adalah unsur struktur lipatan dengan bentuk convex ke atas denagan urutan lapisan batuan yang tua di bawah yang muda di atas. b. Sinklin adalah unsur struktur lipatan dengan bentuk concave ke atas dengan urutan lapisan batuan yang tua di bawah dan yang muda di atas c. Antiform adalah unsur struktur lipatan seperti antiklin dengan lapisan batuan yang tua di atas dan yang muda di bawah. d. Sinform adalah unsur struktur lipatan seperti sinklin dengan lapisan batuan tua di atas dan yang muda di bawah. e. Axial line (hinge line) adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik pelengkungan maksimum pada setiap permukaan lapisan dari suatu struktur lipatan. f. Axial Surface (hinge surface ) adalah bidang khayal dimana terdapat semua axial line dari suatu lipatan. Pada beberapa lipatan, bidang ini dapat merupakan suatu bidang planar dan dinamakan Axial plane. g. Crestal line adalah suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik tertinggi pada setiap permuakaan lipatan suatu antiklin. h. Trough line adalah suatu garis yang menghubungkan titik-titik terendah pada sutu sinklin. i. Crestal surface adalah suatu bidang khyal di mana terletak semua crestal line dari suatu antiklin j. Trough surface adalh suatu bidang khayal di mana terletak semua trough line dari semua antiklin. 2.4.2. Rekonstruksi Lipatan Rekontruksi lipatan umumnya dilakukan berdasarkan hasil pengukuran kedudukan lapisan dari lapangan atau pembuatan suatu penampang dari peta geologi.

32

Rekontruksi lipatan hanya dilakukan pada batuan sedimen .Metode rekontruksi yang akan dibahas meliputi : 1. Metode busur lingkaran (are methode) Metode ini mengasumsikan bahwa lipatan yang biasanya terdiri dari batuan yang kompeten dianggap sebagai lipatan konsentris dan paralel. Berdasarkan cara interpolasinya metode busur dibedakan : a. Metode interpolasi Busk,1929. b. Metode Interpolasi Higgins, 1962. Dalam praktikum kali ini dan umumya metode yang sering di gunakan adalah : - Metode interpolasi Higgins, 1962 Suatu penampang yang diaplikasikan dari lapangan yang kedudukanya berlawanan untuk mengetahui sumbu suatu lipatan apakah dia sinklin atau antiklin. Misalkan : pada lintasan / penampang dengan arah E - W, di lokasi A dan B dijumpai Batas lapisan - Rekonstruksi : (1). Gambar garis sumbu dari kemiringan lapisan di A dan B, berpotongan di C. (2). Buat bisector AB hingga memotong AC di E. (3). Ukuran EF sembarang, tetapi lebih panjang dari CE. (4). Ukuran AF sama dengan BG, dan hubungkan GF. (5). Tarik garis GF sehingga memotong BC di I (6). Hubungkan F dengan I (garis tersebut sebagai batas busur lingkaran). yang sama dengan kedudukan yang berlawanan. Dilokasi A kemiringan 41o ke barat dan B ke timur sebesar 51o.

33

(7). F sebagai pusat busur lingkaran dari A dengan jari-jari FA, sedangkan I sebagai pusat busur busur lingkaran dengan jari-jari IB. (8). Maka bentuk lingkaran telah rekontruksi. 2. Kombinasi metode busur lingkaran (are metode) dan tangan bebas (freehand) Kombinasi metode ini di gunakan untuk lipatan melibatkan batuan inkompeten, di mana ter jadi penipisan dan penebalan yang tak teratur.free hand drawing di lakukan khusus pada interpolasi yang tidak dapat di lakukan dengan Arc Methode. - Kink Methode, 1985 Kind methode mengasumsikan bahwa lipatan adalah parallel, dan keadaan sayap yang lurus dan membentuk sudut lancip pada bagian sumbunya (kink atau chefron folds). Metode ini mendasarkan pada kenyataan bahwa suatu struktur lipatan tersusun dari seri perlapisan yang tertekuk seperti patah-patah (a series of sharpbends) dan memiliki ketebalan yang konstan, dengan sumbu lipatan membagi sudut di antara 2 sayap lipatan sama besar yakni y1 = y2. Sudut antara sayap dengan bidang sumbu y di sebut axial angle. Cara penggunaan metode rekonstruksi lipatan. - Arc Methode Dasarnya dalah bahwa lipatan merupakan bentuk busur dari suatu linhkaran dengan pusatnya adalah perpotongan antara sumbu sumbu kemiringan yang berdekatan. Rekonstruksinya dapat di lakukan dengan menghubungkan busur lingkaran secara langsung bila data yang ada hanya kemiringan dan batas lapisan hanya setempat.

34

2.4.3. Analisis Lipatan - Dasar Analisis Analisis lipatan dilakukan untuk mengetahui arah lipatan kedudukan bidang sumbu garis sumbu, bentuk lipatan, penunjaman dan pola tegasan yang berpengaruh terhadap pembentukan lipatan. Disamping itu analisis ini juga bertujuan untuk mengetahui jenis suatu struktur lipatan (klasifikasinya)secara deskriptif. Struktur lipatan di alam terbentuk mulai berukuran mikro (mikro fold) sampai dengan sangat besar (major fold), oleh karenanya, metode analisis yang di gunakan tergantung kepada ukuran struktur lipatan yang analisis. Untuk struktur lipatan yang berukuran kecil (mikro) dan bentuk tiga dimensinya dapat di tafsirkan,analisisnya dilakukan di lapangan dengan cara mengukur langsung unsur-ditafsirkan, analisisnya dilakukan di lapangan dengan cara mengukur langsung unsur-unsurnya (kedudukan bidang dan garis sumbu lipatan, bentuk lipatan, dan arah penunjaman). Untuk lipatan berskala besar (major fold) dimana sering bentuk utuhnya tidak teramati secara langsung atau struktur lipatan itu sudah terkikis maka terhadapnya dilakukan analisis yang didasarkan pada : 1. Mengukur kedudukan struktur bidang yang terlipat, yakni bidang perlapisan (bedding orientation) pada batuan sedimen dan bidang-bidang foliasi pada batuan metamorf. 2. Mengukur kedudukan Cleavage (cleavage orientation) yakni rekahan rapat yang berorientasi sejajar dan umumnya sejajar pula dengan kedudukan bidang sumbu lipatan (Axial Plane Cleavages) 3. 4. Mengukur bidang-bidang dan garis-garis sumbu lipatan-lipatan kecil (hinge lines of small fold) Mengukur perpotongan bidang-bidang perlapisan dengan Cleavage (Cleavage Bedding Intersection)

35

Analisis lipatan yang akan dibahas di sini adalah berdasarkan pengukuran statistik kedudukan bidang-bidang perlapisan pada batuan sedimen yang terlipat. Pengukuran kedudukan bidang-bidang perlapisan yang terlipat dilakukan secara menyeluruh pada suatu daerah dimana gejala lipatan itu terbentuk. Hasil pengukuran ini disajikan dalam peta juga dianalisis dengan menggunakan Diagram Beta dan Diagram Kontur. Penggunaan kedua dagram ini pada dasarnya sama, karena tujuan yang akan dicapai adalah kedudukan lipatan berdasarkan distribusi hasil pengukuran yang diplot dalam proyeksi kutub. Kekar (Joint) Kekar merupakan suatu rekahan yang relatif tanpa mengalami pergeseran pada bidang rekahannya. Penyebab terjadinya kekar dapat disebabkan oleh gejala tektonik maupun non tektonik. Dalam analisa struktur geologi, yang diperlukan adalah kekar yang disebabkan oleh gejala tektonik. Jadi di lapangan harus dapat membedakan dua jenis kekar tersebut. Klasifikasi kekar ada beberapa macam, tergantung dasar klasifikasi yang digunakan, diantaranya: a. berdasarkan bentuknya b. berdasarkan ukurannya c. berdasarkan kerapatannya d. berdasarkan cara terjadinya (genesanya) 2.5.1. Klasifikasi kekar berdasarkan genesanya a. Shear joint (kekar gerus), terjadinya akibat adanya tegasan tegangan (compressive stress). Sifat-sifat khas yang dijumpai pada kekar gerus adalah : Biasanya bidangnya rata (licin), dan memotong seluruh batuan. Sukar dikenal (artinya dibedakan dari kekar lainnya)

36

Memotong butir-butir fragmen dan selalu berpasangan

b. Tension joint (kekar tarikan), terjadi akibat adanya tarikan / pemekaran. Sifat-sifat khas yang ditemui pada kekar tarikan adalah : Bidang-bidangnya tidak rata Akibat adanya pengerutan Mengelilingi butir fragmen Biasanya ditandai dengan adanya oksida besi

2.5.2. Analisa kekar Secara skematis prosedur analisanya adalah sebagai berikut : Pengumpulan/ pencatatan data pengelompokan data penyajian data analisa data interpretasi/ diskusi. Untuk analisa data, digunakan metode statistik yang dilakukan dengan : 1. Diagram kipas 2. Histogram 3. Diagram kontur, dengan menggunakan proyeksi stereo grafis dan proyeksi kutub. - Tujuan analisa : a. menentukan kedudukan / arah umum dari kekar b. menentukan arah umum dari gaya utama. 2.5.2.a. Diagram Kipas - Tujuan Diagram ini dimaksudkan untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur-unsur struktur yang data-datanya hanya terdiri dari satu usur pengukuran. Dan dalam hal ini

37

digunakan untuk kekar-kekar yang mempunyai kemiringan relatif tegak, jadi yang diukur hanya jurus/ arahnya saja. - Tabulasi data Data-data pengukuran yang terkumpul dimasukkan ke dalam suatu tabel (tabulasi data), dengan tuuan untuk mempermudah proses dalam pembuatan diagramnya. Dalam hal ini jumlah data tidak terdapat batasan mengenai banyaknya data yang harus dikumpulkan. Semakin banyak data lapangan yang dipakai dalam analisa maka hasilnya akan mendekati keadaan sebenarnya. Semakin kecil pembagian interval arah maka hasil analisanya akan semakin teliti. Pembagian interval arah menjadi : 00 50 (1800 1850), 50 100 (1850 -1900),..dst. interval arah (00 50) dibuat sama dengan (1800 1850), karena (1800 1850) merupakan pelurus dari (00 50). - Pembuatan diagram kipas : Contoh yang akan dibahas di sini adalah pembuatan diagram kipas dari datadata pengukuran jurus-kekar sebanyak 40 buah. Dari pemasukan data-data pengukuran kedalam tabel diperoleh harga prosentase maksimum 45%. Harga ini dipakai sebagai patokan untuk menentukan panjang jari-jari diagram setengah lingkaran. Selanjutnya dari setiap interval dibuat busurnya dengan pusat titik nol dan panjang jari-jari sama dengan panjang yang bersangkutan. Kemudian bagilah sisi paling luar dari busur sesuai dengan pembagian arahnya. Melalui pembagian interval tersebut tariklah garis-garis ke arah pusat busur. Langkah terakhir masukkanlah hasil perhitungan prosentase kedalam gambar sehingga didapatkan hasil analisa arah umum kekar yaitu N 20o -30o E.

38

2.5.2.b. Histogram : Tujuan : Seperti pada diagram kipas yaitu untuk mengetahui arah kelurusan umum dari unsur-unsur struktur. Tabulasi data Data-data pengukuran yang terkumpul dimasukkan kedalam suatu tabel (tabulasi data) seperti pada diagram kipas. Pembuatan histogram : Contoh pembuatan histogram yang diberikan disini diambil dari data-data pengukuran kekar sebanyak 40 buah. Dari pemasukan data pengukuran ke dalam tabel diperoleh prosentase 0%, 10%, ........ 45%. Harga-harga ini diperoleh pada ordinat (sumbu vertikal) dari 0% keataas hingga harga maksimum 45% dengan skala bebas Pada absis (sumbu horizintal) diplot arah-arah dari barat ketimur dengan patokan arah utara dibagian tengahnya. Langkah terakhir, masukkan hasil perhitungan prosentase ke dalam gambar sehingga didapatkan diagram berupa batang dengan puncak yang paling tingggi menunjukkan hasil analisa arah umum kekar yaitu N 20 o 30o E. Maka harga kedudukan akan sama dengan yang ditunjukkan oleh diagram kipas. Sesar (Fault) Sesar merupakan suatu bidang rekahan atau zona rekahan yang telah mengalami pergeseran. Berdasarkan tipe gerakannya sesar secara umum dibedakan atas :

39

Sesar translasi yaitu jenis sesar yang pergerakannya sepanjang garis lurus. Sedangkan sesar rotasi yaitu jenis sesar yang pergeserannya mengalami perputaran/ terputarkan. Separation adalah jarak tegak lurus antara dua bidang yang tergeser dan diukur pada bidang sesar, komponen separation dapat diukur sejajar strike sesar dan disebut strike separation atau diukur dengan arah dip sesar dan disebut dip separation. Slip adalah pergeseran relatif pada sesar, diukur dari bok satu ke blok yang lainnya, merupakan pergeseran titik-titik yang sebelumnya berhimpit yang disebut netslip

Sesar

Sesar mendatar

Sesar

Gambar 2.6. Macam-macam Sesar

40

Unsur-unsur / istilah dalam sesar : Bidang sesar, yaitu bidang sepanjang rekahan dalam batuan yang tergeserkan. Dip sesar, yaitu sudut antara bidang sesar dengan bidang horisontal dan diukur tegak lurus jurus sesar. Strike dan dip sesar menunjukkan kedudukan bidang sesar. Hanging-wall dan foot-wall yaitu blok yang terletak di atas bidang sesar dan di bawah bidang sesar. Heave, yaitu komponen horizontal dari slip/ separation, diukur pada bidang vertikal yang tegak lurus jurus sesar.

2.6.1. Klasifikasi sesar Penamaan dari suatu sesar adalah tergantung dari sesar klasifikasi ang digunakn, diantaranya : 1. Berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkan : a. Thrust-fault, jika pola tegasan utama maksimum dan menengah adalah horisontal b. Normal-fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal c. Wrench-fault, (strike-slip fault) jiks pols tegasan maksimum dan minimum adalah horisontal. 2. Berdasarkan separation dan slip Separation : Dip separation : - Normal separation fault - Reverse separation fault - Thrust separation fault

41

Strike separation : - left-lateral separation fault - right-lateral separation fault Combined dip and stike separation : Normal left-lateral separation fault Slip Dip slip : - Normal slip fault - Reverse slip fault - Thrust slip fault

42

BAB III PENUTUP

III. 1 Kesimpulan Praktikum ini mempelajari prinsip asas susunan batuan dan mekanisme pembentukan sruktur-struktur teknotik seperti lipatan, lineasi, foliasi, kekar, retakan dan sesar. Dari hasil praktikum dan pengolahan data yang diperoleh dari lapangan, maka dapat penulis simpulkan: 1. Analisis Grafis I, praktikum memahami Proyeksi dan Geometri 2. Analisis Grafis II, praktikum memahami Problem tiga titik 3. Analisis Stereografis I, pengenalan Wulf net dan Schmidt net 4. Analisis Stereografis II, pengenalan Polar net dan Kalsbeek net 5. Analisis pemendekan ( shortening) dan pemanjangan ( lengthening) 6. Pengenalan elemen teknotik kepada praktikum 7. Pengenalan jenis-jenis struktur primer kepada praktikan 8. Pengenalan principle stress direction Gaya & Kekar serta dapat menganalisis Kekar, dan Analisis pola umum kelurusan serta praktikan mampu membuat diagram roset. 9. Pengenalan elemen lipatan dan mampu menganalisis lipatan 10. Pengenalan elemen sesar dan mampu menganalisis sesar 11. Pengenalan elemen peta; symbol batuan dan sruktur; dan kontur struktur 12. Praktikan mampu menginterpretasikan Bentuk, Susunan, dan Arsitektur internal dari Batuan.

43

13. Praktikan mampu untuk Deskripsi, Representasi, dan analisis struktur dari skala kecil hingga sedang ( small to moderate scale) 14. Praktikan mampu merekonstruksi pergerakan batuan. 15. Praktikan mampu membuat Penampang geologi; pengukuran strike; dan perhitungan dip.

III. 2. Kritik dan Saran Untuk memperoleh hasil praktikum yang baik dan berkualitas, baik ditinjau dari segi biaya yang murah dan tepat waktu juga dari segi kesesuaian dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan diperlukan metode praktikum yang tepat serta peralatan praktikum yang tepat pula.Praktikum menggunakan palu geologi, kompas, dan GPS dapat menghasilkan data dan ukuran yang dapat dipertanggung jawabkan. Praktikum geologi struktur sudah berjalan cukup baik dan menarik, namun dari praktikum ini penulis harapkan adanya modul yang diberikan kepada praktikan agar praktikum geologi struktur berjalan secara optimal. Waktu pelaksanaan praktikum hendaknya di lakukan hanya satu kali dalam seminggu agar praktikan dapat menyelesaikan tugas yang diberikan secara optimal. Jika praktikum dilakukan lebih dari satu kali dalam seminggu maka tugas yang diberikan kepada praktikan juga berlebih sedangkan waktu yang diberikan tetap satu minggu. Tugas penyusunan laporan praktikum Geologi Struktur akan lebih sempurna jika praktikan diberikan waktu penyusunan laporan yang lebih, serta adanya informasi dan literatur-literatur mengenai Geologi Struktur dari assisten praktikum.

44

DAFTAR PUSTAKA

Komisi sandi Statigrafi Indonesia, 1996, Sandi statigrafi Indonesia, Ikatan ahli Geologi Indonesia, Bandung. Sukender Asikin, 1979, Dasar-dasar Geologi Struktur , Institut Teknologi Bandung (tidak dipublikasikan) , Bandung. Mulyo, Agung, 2004, Pengantar Ilmu Kebumian, Pustaka Setia, Bandung. Hindartan, Agung Handayana, dkk, 1992, Pemetaan Geomorfologi sistematis Untuk Studi Geologi, Proceeding Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Bandung. Park, R.G., 1997. Foundations of Structural Geology. Stanley Thornes pub. Hacter, R.D. (Jr), 1994, Structural Geology: Principles, Concept and Problems. Prentice-Hall. Lisle, R.J., 1996, Geological structures and Maps: A Practical Guide. Butterworth-Haenemann. Twiss, R.J.& E.M. Moores, 1992. Structural Geology. WH Freeman & Co. McClay, K.R., 1987. The Mapping of Geologic Stuktures. Geological Society Handbook, Open University, Milton Keynes.

45

Anda mungkin juga menyukai