Masa inkubasi berkisar dari 2 hari sampai sebulan, dengan sebagian besar (rata-rata) kasus terjadi dalam 14 hari. Pada neonatus, masa inkubasi biasanya 5-14 hari. Secara umum, periode inkubasi pendek berhubungan dengan terkontaminasi luka, penyakit lebih parah, dan prognosis yang buruk. (7)
Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Semakin pendek masa inkubasi, semakin tinggi peluang kematian, biasanya kurang dari 72 jam. Dalam gejala tetanus neonatorum, biasanya muncul 4-14 hari setelah kelahiran, rata-rata sekitar 7 hari.
Karakteristik/gejalan klinis tetanus: Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari. Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya Setelah 2 minggu kejang mulai hilang. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot masetter. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity ) Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat . Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik. Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ). (2)
Te t a n u s t i d a k b i s a s e g e r a t e r d e t e k s i k a r e n a ma s a i n k u b a s i p e n ya k i t i n i berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu:
Tahap pertama Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gej al a awal penyaki t i ni . Sat u har i kemudi an bar u t er j adi kekakuan ot ot . Beber apa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.
Tahap kedua Ge j a l a a wa l b e r l a n j u t d e n g a n k e j a n g y a n g d i s e r t a i n ye r i o t o t p e n g u n ya h (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai ( Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka. Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatu berat, dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.
Tahap ketiga Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks. Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa juga karena adanya rangsangan dari luar, misalnya cahaya, sentuhan, bunyi -bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering. Sel ai n dapat menyebabkan r adang ot ot j ant ung ( mycarditis) , t et anus dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang bel akang dapat t er j adi aki bat adanya kej ang ot ot hebat . Per naf as an j uga dapat terhenti karena kejang otot, sehingga beresiko menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan. (2,4)
Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni : 1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal ) 2. Cephalic Tetanus 3. Generalized tetanus (Tctanus umum)
1. Tetanus Lokal (Lokalited Tetanus) Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progressif dan biasanya menghilang secara bertahap. Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai sesudah pemberian profilaksis antitoksin. Hanya sekitar 1% dari kasus yang fatal.
2. Cephalic Tetanus Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 2 hari, yang berasal dari otitis media (infeksi telinga) kronik , seperti dilaporkan di India, luka pada daerah muka dan kepala. Terisolasi atau dikombinasikan disfungsi dari salah satu saraf kranial dapat terjadi, tetapi keterlibatan dari saraf kranial ketujuh adalah yang paling umum.
3. Tetanus Umum (Generalized Tetanus) Bentuk ini yang paling banyak dikenal (80%). Trismus atau kejang mulut merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan di dalam otot. Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi bisa mencapai 2-4 0 C. Bila dijumpai hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis. Udara dingin, kebisingan, lampu (cahaya) serta gerakan pasien dapat memicu kejang paroksismal. Kejang dapat terjadi sering dan berlangsung selama beberapa menit. Kejang dapat terus berlanjut selama 3-4 minggu. Kadang-kadang, pasien dengan tetanus umum menampilkan manifestasi otonom yang menyulitkan perawatan pasien dan dapat mengancam nyawa pasien. Overactivity sistem saraf simpatik lebih sering ditemui pada pasien usia lanjut atau pecandu narkotika dengan tetanus. Overaktivitas otonom dapat mengakibatkan fluktuasi yang luas pada tekanan darah yang bervariasi dari hipertensi sampai hipotensi, serta takikardia, berkeringat, hipertermia, dan aritmia jantung. Neonatal tetanus (tetanus neonatorum) adalah bentuk tetanus umum, biasanya disebabkan infeksi Clostridium tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora Clostridium tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. Menurut penelitian E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42 kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus. Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ) 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus ( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %). Neonatal tetanus merupakan kejadian umum di beberapa negara berkembang (diperkirakan lebih dari 257.000 kematian tahunan di seluruh dunia pada 2000-2003). Namun sangat jarang di Amerika Serikat. Neonatus muncul seminggu setelah kelahiran dengan demam, muntah dan 'kejang'. Diferensial diagnosis termasuk sepsis dan meningitis. Penyebabnya biasanya kebersihan selama prosese persalinan yang kurang. Penyakit ini dapat dicegah dengan vaksinasi ibu, yang diberikan selama kehamilan. (1,2,7,8)
ii. Masa laten dan periode infeksi Tetanus tidak menular dari orang ke orang. Tetanus dicegah dengan vaksin penyakit yang menular, DTP (difteri, tetanus, and pertusis), tapi tidak menular. Luka, baik besar maupun kecil, adalah jalan bakteri Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh. Tetanus dapat disebabkan oleh luka bakar, luka tusuk yang dalam, otitis media, infeksi gigi, gigitan hewan, aborsi, dan persalinan yang tidak steril. Tetanus tidak mempunyai periode infeksius karena tetanus tidak menular dari orang ke orang. Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, tapi tidak menular. (7)
d) Pencegahan
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ia sembuh dikarenakan toksin yang masuk ke dalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).
(2)
Vaksinasi adalah cara pencegahan terbaik terhadap tetanus. Komite Penasehat untuk Praktik Imunisasi (ACIP) merekomendasikan bahwa semua anak menerima serangkaian rutin dari 5 dosis difteri dan vaksin tetanus pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan, dan 4-6 tahun. Dosis booster difteri dan tetanus toxoid harus diberikan dimulai pada usia 11-12 tahun (minimal 5 tahun sejak dosis terakhir) dan diulangi setiap 10 tahun sesudahnya. Saat ini, DTaP dan DT harus digunakan pada orang kurang dari tujuh tahun, sedangkan Td diberikan kepada mereka yang berusia tujuh tahun atau lebih. Jadwal catch-up imunisasi Td bagi mereka dimulai pada usia tujuh tahun atau lebih terdiri dari tiga dosis. Dosis kedua biasanya diberikan 1-2 bulan setelah dosis pertama, dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis kedua. Aselular formulasi vaksin pertusis bagi remaja dan orang dewasa yang berlisensi dan dikombinasikan dengan difteri dan tetanus-toxoid. Jadwal yang disarankan untuk Tdap belum ditentukan, tetapi vaksin ini harus diterima dalam kondisi yang tepat. (1,9)
Untuk pencegahan tetanus neonatorum, langkah-langkah pencegahan, selain imunisasi ibu, adalah program imunisasi untuk gadis remaja dan wanita usia subur serta pelatihan yang tepat bidan dalam rekomendasi untuk imunisasi dan teknik aseptik dan pengendalian infeksi. Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategi yang dilakukan untuk mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah 1) pertolongan persalinan yang aman dan bersih; 2) cakupan imunisasi rutin TT yang t i nggi dan merat a; dan 3) penyel enggaraan survei l ans. Beberapa permasal ahan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada wanita usia subur yaitu pelaksanaan skrining yang bel um opt i mal , pencat at an yang di mul ai dari kohort WUS (bai k kohort i bu maupun WUS tidak hamil) belum seragam, dan cakupan imunisasi TT2 bumil jauh lebih rendah dari cakupan K4. Cakupan imunisasi TT2 selama tahun 2003-2007 tidak mengal ami perkembangan, bahkan cenderung menurun. Namun sej ak dua t ahun terakhir terjadi peningkatan cakupan imunisasi TT2+, dari 26% pada tahun 2007 menjadi 42,9% pada tahun 2008, kemudian meningkat lagi menjadi 62,52% pada tahun 2009 (Kemenkes RI. 2009). (3)
Data dari WHO menunjukkan bahwa, dari tahun ke tahun cakupan imunisasi DTP3 mengalami kenaikan. Semakin tingginya cakupan imunisasi, baik imunisasi DTP3 maupun TT2, menunjukkan penurunan pada terjadinya kasus tetanus, tetanus neonatorum.
Cakupan imunisasi DTP3 dari tahun 1980 sampai tahun 2009 (WHO)
Jumlah total kasus tetanus dan Imunisasi DTP3, 1980-2009 (WHO)
Laporan kasus tetanus neonatal dan imunisasi TT2+, 1980-2009 (WHO)
Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi cakupan imunisasi, baik imunisasi DTP3 maupun TT2, maka kasus tetanus akan semakin turun.
Jadwal pemberian imunisasi: 1. Bayi dan Anak Normal Imunisasi harus dimulai pada awal masa bayi dan memerlukan empat suntikan DTaP diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 15-18 bulan. Dosis pertama diberikan pada usia 4-6 tahun. Sepuluh tahun setelah dosis pertama (usia 14-16 tahun), suntikan Td, yang berisi dosis yang sama tetanus toksoid sebagai DTP dan dosis difteri toxoid yang dikurangi, harus diberikan dan diulang setiap 10 tahun sepanjang hidup individu dalam peristiwa yang tidak ada reaksi signifikan untuk DTP atau Td.
2. Bayi dan Anak Normal Usia Tujuh Bulan yang tidak Mendapat Imunisasi di Awal DTP harus diberikan pada kunjungan pertama dan 2 dan 4 bulan setelah injeksi pertama. Dosis keempat harus diberikan 6-12 bulan setelah terlebih dulu injeksi pertama. Dosis pertama diberikan antara 4 dan 6 tahun. Sepuluh tahun setelah dosis pertama (14-16 tahun), suntikan Td harus diberikan dan diulang setiap 10 tahun di seluruh. Prasekolah dosis tidak diperlukan jika dosis keempat dari DTP merupakan diberikan setelah ulang tahun keempat.
3. Anak Usia Tujuh Tahun atau Lebih yang Belum diimunisasi Imunisasi memerlukan setidaknya tiga suntikan Td. Suntikan harus diberikan pada kunjungan pertama , 4-8 minggu setelah bulan pertama Td, dan 6-12 setelah Td kedua. Td suntikan harus berulang setiap 10 tahun sepanjang hidup dalam hal bahwa tidak ada reaksi yang signifikan untuk Td.
4. Wanita hamil yang belum Diimunisasi Neonatal tetanus dapat dicegah dengan imunisasi aktif dari ibu hamil. Wanita hamil yang belum diimunisasi harus menerima dua dosis Td sebelum persalinan, sebaiknya selama dua trimester terakhir, diberikan 2 bulan terpisah. Sebelum ada bukti bahwa tetanus dan difteri toxoid yang teratogenik. Setelah melahirkan, sang ibu harus diberi dosis ketiga Td 6 bulan setelah dosis kedua untuk melengkapi imunisasi aktif. Td suntikan harus diulang setiap 10 tahun sepanjang hidup dalam hal bahwa tidak ada reaksi signifikan terhadap Td. Jika neonatus yang ditanggung oleh seorang ibu yang belum diimunisasi tanpa perawatan kebidanan, bayi harus menerima 250 unit TIG manusia. TIG adalah solusi dari gamma globulin disiapkan dari darah vena manusia, hyperimmunized dengan tetanus toksoid.
5. Anak di bawah Tujuh Bulan dengan Kontraindikasi untuk Vaksinasi Pertusis DT (untuk penggunaan pediatrik) lebih baik digunakan daripada DTaP. Anak di bawah 1 tahun menerima imunisasi DT sebanyak 4 kali. Tiga dosis pertama diberikan dengan interval 4-8 minggu dan dosis keempat 6-12 bulan kemudian. Jika dosis vaksin pertusis menjadi kontraindikasi setelah mulai DTaP di tahun pertama kehidupan anak, DT harus diganti dengan DTaP di jadwal yang tersisa.
6. Bayi dengan Penyakit Neurologis Bayi yang memiliki atau diduga memiliki penyakit neurologis, pemberian imunisasi DTaP atau DT ditunda sampai observasi lebih lanjut dan status neurologis anak telah jelas. Tapi, imunisasi DTaP atau DT dilakukan selambat-lambatnya anak berusia satu tahun.
7. Bayi Dengan Gangguan Neurologis sementara Berkaitan dengan DTaP Vaksinasi Bayi dan anak-anak yang mengalami kejang dalam waktu 3 hari sejak diterimanya DTaP atau ensefalopati dalam 7 hari tidak boleh menerima vaksin pertusis, bahkan meskipun penyebab dan akibat mungkin tidak bisa dimunculkan.
8. Anak-anak dengan Gangguan Neurologis tidak Diimunisasi dengan Lengkap Jika kejang atau gangguan lainnya terjadi sebelum ulang tahun pertama dan penyelesaian terlebih dulu tiga dosis utama serangkaian DTaP, dosis lebih lanjut DTaP atau DT dianjurkan sampai status bayi telah jelas.
9. Bayi dan Anak-anak dengan Kondisi Neurologis Stabil Bayi dan anak-anak dengan kondisi neurologis yang stabil, termasuk kejang terkendali dengan baik, dapat divaksinasi. Terjadinya kejang tunggal (terkait dengan DTaP) pada bayi dan anak kecil, sementara yang memerlukan evaluasi, tidak perlu imunisasi DTaP, terutama jika kejang dapat dijelaskan secara memuaskan. Antikonvulsan profilaksis harus dipertimbangkan ketika memberikan DTaP ke anak-anak tersebut.
10. Anak-anak dengan Gangguan neurologis yang Terselesaikan Imunisasi DTaP dianjurkan untuk bayi dengan masalah neurologis tertentu yang telah jelas mereda atau telah diperbaiki, seperti neona-hypocalcemic tetani atau hidrosefalus (berikut penempatan shunt dan tanpa kejang).
e) Pengobatan
Tujuan terapi adalah untuk mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernapasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut dapat diperinci sebagai berikut : Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa: membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202, dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah anti tetanus serum (ATS) dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.
Diet cukup kalori dan protein Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral. (2)
Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.
Imunisasi aktif-pasif Ant i t et anus ser um ( ATS) 5. 000 - 10. 000 IU, di ber i kan i nt r amus kul ar . Unt uk n e o n a t u s b i s a d i b e r i k a n i v ; a p a b i l a t e r s e d i a d a p a t d i b e r i k a n Hu ma n t e t a n u s immunoglobulin (HTIG) 3000-6000 IU i.m. Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.
Anti konvulsi C-C -CCEC g]C_ -)C4C) -]_C -)C =]OCO- -E) -)]4C)gC -]_C ]OE g) )g Bila datang dengan kejang diberi diazepam : - neonatus bolus 5 mg iv - anak bolus 10 mg iv Dosis rumatan maximal : - anak 240 mg/hari - neonatus 120 mg/hari
- Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480mg/hari, dengan atau tanpa kurarisasi.
- Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cai r an i nf us . Bi l a t i dak ada s yr i nge pump, di ber i kan bol us t i ap 2 j am ( 12 x/hari)
- Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bila ada gangguan saraf otonom. P e r a wa t a n l u k a a t a u p o r t d e n t r e e ya n g d i c u r i g a i , d i l a k u k a n s e k a l i g u s d e n g a n pembuangan j ar i ngan yang di duga mengandung kuman dan spor a ( debridemant), sebaiknya dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti-konvulsi.
Terapi suportif Bebaskan jalan nafas Hi n d a r k a n a s p i r a s i d e n g a n me n g h i s a p l e n d i r p e r l a h a n - l a h a n d a n me mi n d a h - mindahkan posisi pasien Pemberian oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu. Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal tidak memperkuat kejang Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit
Tetanus sedang dan berat Tetanus sedang Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi) Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral. Tetanus berat/sangat berat Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi Balans cairan dimonitor secara ketat
- Apabi l a s pas me sangat hebat ( t et anus ber at ) , per l u vent i l asi mekani k dengan p a n k u r o n i u m b r o mi d a 0 , 0 2 mg / k g b b i n t r a v e n a , d i i k u t i 0 , 0 5 mg / k g b b / k a l i , diberikan tiap 2-3 jam
- Apabi l a t er j adi akt i f i t as si mpat i s yang ber l ebi han, ber i kan b - bl ocker s eper t i propanolol/a dan b- blocker labetalol. (1,4)
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi Mei 02 undefined den ger Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim urat syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut.
Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin. Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf. Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.
Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya. http://worldhealth-bokepzz.blogspot.com/2012/05/penyakit-tetanus-merupakan-salah-satu.html