Anda di halaman 1dari 12

c) Riwayat Alamiah

i. Masa inkubasi dan klinis


Masa inkubasi berkisar dari 2 hari sampai sebulan, dengan sebagian besar (rata-rata)
kasus terjadi dalam 14 hari. Pada neonatus, masa inkubasi biasanya 5-14 hari. Secara umum,
periode inkubasi pendek berhubungan dengan terkontaminasi luka, penyakit lebih parah, dan
prognosis yang buruk.
(7)

Masa inkubasi berkisar antara 3 sampai 21 hari, biasanya sekitar 8 hari. Semakin
pendek masa inkubasi, semakin tinggi peluang kematian, biasanya kurang dari 72 jam. Dalam
gejala tetanus neonatorum, biasanya muncul 4-14 hari setelah kelahiran, rata-rata sekitar 7
hari.

Karakteristik/gejalan klinis tetanus:
Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.
Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekwensinya
Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.
Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot
masetter.
Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas, sudut mulut
tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .
Gambaran Umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan
Eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.
Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan
dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).
(2)


Te t a n u s t i d a k b i s a s e g e r a t e r d e t e k s i k a r e n a ma s a i n k u b a s i
p e n ya k i t i n i berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke
dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala
penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu:

Tahap pertama
Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan
gej al a awal penyaki t i ni . Sat u har i kemudi an bar u t er j adi kekakuan ot ot .
Beber apa penderita juga mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita
selama infeksi tetanus masih berlangsung.

Tahap kedua
Ge j a l a a wa l b e r l a n j u t d e n g a n k e j a n g y a n g d i s e r t a i n ye r i o t o t
p e n g u n ya h (Trismus). Gejala tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di
rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka
sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot wajah, sehingga wajah penderita akan
terlihat menyeringai ( Risus Sardonisus), karena tarikan dari otot-otot di sudut mulut.Selain itu,
otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan
semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang
(Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.
Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit
bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah
dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatu berat,
dan gerakan dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

Tahap ketiga
Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks.
Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa
terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa juga karena adanya rangsangan dari luar,
misalnya cahaya, sentuhan, bunyi -bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang
ini hanya berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama
dan dengan frekuensi yang lebih sering.
Sel ai n dapat menyebabkan r adang ot ot j ant ung ( mycarditis) , t et anus
dapat menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan
patah tulang bel akang dapat t er j adi aki bat adanya kej ang ot ot hebat .
Per naf as an j uga dapat terhenti karena kejang otot, sehingga beresiko
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat
kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak
dapat menelan.
(2,4)


Ada tiga bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :
1. Localited tetanus ( Tetanus Lokal )
2. Cephalic Tetanus
3. Generalized tetanus (Tctanus umum)

1. Tetanus Lokal (Lokalited Tetanus)
Pada lokal tetanus dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten, pada daerah tempat
dimana luka terjadi (agonis, antagonis, dan fixator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus
lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa
progressif dan biasanya menghilang secara bertahap.
Lokal tetanus ini bisa berlanjut menjadi generalized tetanus, tetapi dalam bentuk yang
ringan dan jarang menimbulkan kematian. Bisajuga lokal tetanus ini dijumpai sebagai
prodromal dari klasik tetanus atau dijumpai secara terpisah. Hal ini terutama dijumpai
sesudah pemberian profilaksis antitoksin. Hanya sekitar 1% dari kasus yang fatal.

2. Cephalic Tetanus
Cephalic tetanus adalah bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1 2
hari, yang berasal dari otitis media (infeksi telinga) kronik , seperti dilaporkan di India, luka
pada daerah muka dan kepala. Terisolasi atau dikombinasikan disfungsi dari salah satu saraf
kranial dapat terjadi, tetapi keterlibatan dari saraf kranial ketujuh adalah yang paling umum.

3. Tetanus Umum (Generalized Tetanus)
Bentuk ini yang paling banyak dikenal (80%). Trismus atau kejang mulut merupakan
gejala utama yang sering dijumpai (50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot
masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk
dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme
otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. Spasme dari
laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia.
Bisa terjadi disuria dan retensi urine, kompressi fraktur dan pendarahan di dalam otot.
Kenaikan temperatur biasanya hanya sedikit, tetapi bisa mencapai 2-4
0
C. Bila dijumpai
hipertermi ataupun hipotermi, tekanan darah tidak stabil dan dijumpai takhikardia, penderita
biasanya meninggal. Diagnosa ditegakkan hanya berdasarkan gejala klinis.
Udara dingin, kebisingan, lampu (cahaya) serta gerakan pasien dapat memicu kejang
paroksismal. Kejang dapat terjadi sering dan berlangsung selama beberapa menit. Kejang
dapat terus berlanjut selama 3-4 minggu. Kadang-kadang, pasien dengan tetanus umum
menampilkan manifestasi otonom yang menyulitkan perawatan pasien dan dapat mengancam
nyawa pasien. Overactivity sistem saraf simpatik lebih sering ditemui pada pasien usia lanjut
atau pecandu narkotika dengan tetanus. Overaktivitas otonom dapat mengakibatkan fluktuasi
yang luas pada tekanan darah yang bervariasi dari hipertensi sampai hipotensi, serta
takikardia, berkeringat, hipertermia, dan aritmia jantung.
Neonatal tetanus (tetanus neonatorum) adalah bentuk tetanus umum, biasanya
disebabkan infeksi Clostridium tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses
pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan
yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora Clostridium
tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi.
Kebiasaan menggunakan alat pertolongan persalinan dan obat tradisional yang tidak
steril,merupakan faktor yang utama dalam terjadinya neonatal tetanus. Menurut penelitian
E.Hamid.dkk, Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Pringadi Medan, pada tahun 1981. ada 42
kasus dan tahun 1982 ada 40 kasus tetanus. Biasanya ditolong melalui tenaga persalianan
tradisional ( TBA =Traditional Birth Attedence ) 56 kasus ( 68,29 % ), tenaga bidan 20 kasus
( 24,39 % ) ,dan selebihnya melalui dokter 6 kasus ( 7, 32 %).
Neonatal tetanus merupakan kejadian umum di beberapa negara berkembang
(diperkirakan lebih dari 257.000 kematian tahunan di seluruh dunia pada 2000-2003).
Namun sangat jarang di Amerika Serikat. Neonatus muncul seminggu setelah kelahiran
dengan demam, muntah dan 'kejang'. Diferensial diagnosis termasuk sepsis dan meningitis.
Penyebabnya biasanya kebersihan selama prosese persalinan yang kurang. Penyakit ini dapat
dicegah dengan vaksinasi ibu, yang diberikan selama kehamilan.
(1,2,7,8)


ii. Masa laten dan periode infeksi
Tetanus tidak menular dari orang ke orang. Tetanus dicegah dengan vaksin penyakit yang
menular, DTP (difteri, tetanus, and pertusis), tapi tidak menular. Luka, baik besar maupun
kecil, adalah jalan bakteri Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh. Tetanus dapat
disebabkan oleh luka bakar, luka tusuk yang dalam, otitis media, infeksi gigi, gigitan hewan,
aborsi, dan persalinan yang tidak steril.
Tetanus tidak mempunyai periode infeksius karena tetanus tidak menular dari orang ke
orang. Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin, tapi tidak menular.
(7)


d) Pencegahan

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya
dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti
orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita
setelah ia sembuh dikarenakan toksin yang masuk ke dalam tubuh tidak sanggup untuk
merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya
bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam
konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).

(2)

Vaksinasi adalah cara pencegahan terbaik terhadap tetanus. Komite Penasehat untuk
Praktik Imunisasi (ACIP) merekomendasikan bahwa semua anak menerima serangkaian rutin
dari 5 dosis difteri dan vaksin tetanus pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan, dan 4-6 tahun. Dosis
booster difteri dan tetanus toxoid harus diberikan dimulai pada usia 11-12 tahun (minimal 5
tahun sejak dosis terakhir) dan diulangi setiap 10 tahun sesudahnya. Saat ini, DTaP dan DT
harus digunakan pada orang kurang dari tujuh tahun, sedangkan Td diberikan kepada mereka
yang berusia tujuh tahun atau lebih. Jadwal catch-up imunisasi Td bagi mereka dimulai pada
usia tujuh tahun atau lebih terdiri dari tiga dosis. Dosis kedua biasanya diberikan 1-2 bulan
setelah dosis pertama, dan dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis kedua. Aselular
formulasi vaksin pertusis bagi remaja dan orang dewasa yang berlisensi dan dikombinasikan
dengan difteri dan tetanus-toxoid. Jadwal yang disarankan untuk Tdap belum ditentukan,
tetapi vaksin ini harus diterima dalam kondisi yang tepat.
(1,9)

Untuk pencegahan tetanus neonatorum, langkah-langkah pencegahan, selain
imunisasi ibu, adalah program imunisasi untuk gadis remaja dan wanita usia subur serta
pelatihan yang tepat bidan dalam rekomendasi untuk imunisasi dan teknik aseptik dan
pengendalian infeksi.
Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi
tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategi yang
dilakukan untuk mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah
1) pertolongan persalinan yang aman dan bersih; 2) cakupan imunisasi rutin TT
yang t i nggi dan merat a; dan 3) penyel enggaraan survei l ans. Beberapa
permasal ahan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada wanita usia subur yaitu
pelaksanaan skrining yang bel um opt i mal , pencat at an yang di mul ai dari
kohort WUS (bai k kohort i bu maupun WUS tidak hamil) belum seragam, dan
cakupan imunisasi TT2 bumil jauh lebih rendah dari cakupan K4. Cakupan imunisasi
TT2 selama tahun 2003-2007 tidak mengal ami perkembangan, bahkan cenderung
menurun. Namun sej ak dua t ahun terakhir terjadi peningkatan cakupan imunisasi
TT2+, dari 26% pada tahun 2007 menjadi 42,9% pada tahun 2008, kemudian
meningkat lagi menjadi 62,52% pada tahun 2009 (Kemenkes RI. 2009).
(3)

Data dari WHO menunjukkan bahwa, dari tahun ke tahun cakupan imunisasi DTP3
mengalami kenaikan. Semakin tingginya cakupan imunisasi, baik imunisasi DTP3 maupun
TT2, menunjukkan penurunan pada terjadinya kasus tetanus, tetanus neonatorum.

Cakupan imunisasi DTP3 dari tahun 1980 sampai tahun 2009 (WHO)



Jumlah total kasus tetanus dan Imunisasi DTP3, 1980-2009 (WHO)



Laporan kasus tetanus neonatal dan imunisasi TT2+, 1980-2009 (WHO)


Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi cakupan imunisasi, baik imunisasi DTP3
maupun TT2, maka kasus tetanus akan semakin turun.


Jadwal pemberian imunisasi:
1. Bayi dan Anak Normal
Imunisasi harus dimulai pada awal masa bayi dan memerlukan empat suntikan DTaP
diberikan pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, dan 15-18 bulan. Dosis pertama diberikan pada
usia 4-6 tahun. Sepuluh tahun setelah dosis pertama (usia 14-16 tahun), suntikan Td, yang
berisi dosis yang sama tetanus toksoid sebagai DTP dan dosis difteri toxoid yang dikurangi,
harus diberikan dan diulang setiap 10 tahun sepanjang hidup individu dalam peristiwa yang
tidak ada reaksi signifikan untuk DTP atau Td.

2. Bayi dan Anak Normal Usia Tujuh Bulan yang tidak Mendapat Imunisasi di Awal
DTP harus diberikan pada kunjungan pertama dan 2 dan 4 bulan setelah injeksi pertama.
Dosis keempat harus diberikan 6-12 bulan setelah terlebih dulu injeksi pertama. Dosis
pertama diberikan antara 4 dan 6 tahun. Sepuluh tahun setelah dosis pertama (14-16 tahun),
suntikan Td harus diberikan dan diulang setiap 10 tahun di seluruh. Prasekolah dosis tidak
diperlukan jika dosis keempat dari DTP merupakan diberikan setelah ulang tahun keempat.


3. Anak Usia Tujuh Tahun atau Lebih yang Belum diimunisasi
Imunisasi memerlukan setidaknya tiga suntikan Td. Suntikan harus diberikan pada
kunjungan pertama , 4-8 minggu setelah bulan pertama Td, dan 6-12 setelah Td kedua. Td
suntikan harus berulang setiap 10 tahun sepanjang hidup dalam hal bahwa tidak ada reaksi
yang signifikan untuk Td.


4. Wanita hamil yang belum Diimunisasi
Neonatal tetanus dapat dicegah dengan imunisasi aktif dari ibu hamil. Wanita hamil yang
belum diimunisasi harus menerima dua dosis Td sebelum persalinan, sebaiknya selama dua
trimester terakhir, diberikan 2 bulan terpisah. Sebelum ada bukti bahwa tetanus dan difteri
toxoid yang teratogenik. Setelah melahirkan, sang ibu harus diberi dosis ketiga Td 6 bulan
setelah dosis kedua untuk melengkapi imunisasi aktif. Td suntikan harus diulang setiap 10
tahun sepanjang hidup dalam hal bahwa tidak ada reaksi signifikan terhadap Td. Jika
neonatus yang ditanggung oleh seorang ibu yang belum diimunisasi tanpa perawatan
kebidanan, bayi harus menerima 250 unit TIG manusia. TIG adalah solusi dari gamma
globulin disiapkan dari darah vena manusia, hyperimmunized dengan tetanus toksoid.

5. Anak di bawah Tujuh Bulan dengan Kontraindikasi untuk Vaksinasi Pertusis
DT (untuk penggunaan pediatrik) lebih baik digunakan daripada DTaP. Anak di bawah 1
tahun menerima imunisasi DT sebanyak 4 kali. Tiga dosis pertama diberikan dengan interval
4-8 minggu dan dosis keempat 6-12 bulan kemudian. Jika dosis vaksin pertusis menjadi
kontraindikasi setelah mulai DTaP di tahun pertama kehidupan anak, DT harus diganti
dengan DTaP di jadwal yang tersisa.

6. Bayi dengan Penyakit Neurologis
Bayi yang memiliki atau diduga memiliki penyakit neurologis, pemberian imunisasi
DTaP atau DT ditunda sampai observasi lebih lanjut dan status neurologis anak telah jelas.
Tapi, imunisasi DTaP atau DT dilakukan selambat-lambatnya anak berusia satu tahun.

7. Bayi Dengan Gangguan Neurologis sementara Berkaitan dengan DTaP Vaksinasi
Bayi dan anak-anak yang mengalami kejang dalam waktu 3 hari sejak diterimanya DTaP
atau ensefalopati dalam 7 hari tidak boleh menerima vaksin pertusis, bahkan
meskipun penyebab dan akibat mungkin tidak bisa dimunculkan.


8. Anak-anak dengan Gangguan Neurologis tidak Diimunisasi dengan Lengkap
Jika kejang atau gangguan lainnya terjadi sebelum ulang tahun pertama dan penyelesaian
terlebih dulu tiga dosis utama serangkaian DTaP, dosis lebih lanjut DTaP atau DT dianjurkan
sampai status bayi
telah jelas.


9. Bayi dan Anak-anak dengan Kondisi Neurologis Stabil
Bayi dan anak-anak dengan kondisi neurologis yang stabil, termasuk kejang terkendali
dengan baik, dapat divaksinasi. Terjadinya kejang tunggal (terkait dengan DTaP) pada bayi
dan anak kecil, sementara yang memerlukan evaluasi, tidak perlu imunisasi DTaP, terutama
jika kejang dapat dijelaskan secara memuaskan. Antikonvulsan profilaksis harus
dipertimbangkan ketika memberikan DTaP ke
anak-anak tersebut.

10. Anak-anak dengan Gangguan neurologis yang Terselesaikan
Imunisasi DTaP dianjurkan untuk bayi dengan masalah neurologis tertentu yang telah
jelas mereda atau telah diperbaiki, seperti neona-hypocalcemic tetani atau hidrosefalus
(berikut
penempatan shunt dan tanpa kejang).



e) Pengobatan

Tujuan terapi adalah untuk mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernapasan sampai pulih. Dan tujuan
tersebut dapat diperinci sebagai berikut :
Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:
membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),
membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202, dalam hal ini penata
laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah anti tetanus serum (ATS) dan
pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS.

Diet cukup kalori dan protein
Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Hila ada trismus,
makanan dapat diberikan personde atau parenteral.
(2)


Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi
Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau
Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam
Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.

Imunisasi aktif-pasif
Ant i t et anus ser um ( ATS) 5. 000 - 10. 000 IU, di ber i kan i nt r amus kul ar .
Unt uk n e o n a t u s b i s a d i b e r i k a n i v ; a p a b i l a t e r s e d i a d a p a t
d i b e r i k a n Hu ma n t e t a n u s immunoglobulin (HTIG) 3000-6000 IU i.m.
Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.

Anti konvulsi
C-C -CCEC g]C_ -)C4C) -]_C -)C
=]OCO- -E) -)]4C)gC -]_C ]OE g)
)g
Bila datang dengan kejang diberi diazepam :
- neonatus bolus 5 mg iv
- anak bolus 10 mg iv
Dosis rumatan maximal :
- anak 240 mg/hari
- neonatus 120 mg/hari

- Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan
dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai
480mg/hari, dengan atau tanpa kurarisasi.

- Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cai r an
i nf us . Bi l a t i dak ada s yr i nge pump, di ber i kan bol us t i ap 2 j am ( 12 x/hari)

- Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bila ada
gangguan saraf otonom. P e r a wa t a n l u k a a t a u p o r t d e n t r e e ya n g
d i c u r i g a i , d i l a k u k a n s e k a l i g u s d e n g a n pembuangan j ar i ngan yang
di duga mengandung kuman dan spor a ( debridemant), sebaiknya dilakukan setelah
diberi antitoksin dan anti-konvulsi.

Terapi suportif
Bebaskan jalan nafas
Hi n d a r k a n a s p i r a s i d e n g a n me n g h i s a p l e n d i r p e r l a h a n - l a h a n d a n
me mi n d a h - mindahkan posisi pasien
Pemberian oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.
Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde
nasogastrik, asal tidak memperkuat kejang
Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus sedang dan berat
Tetanus sedang
Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi)
Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.
Tetanus berat/sangat berat
Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi
Balans cairan dimonitor secara ketat

- Apabi l a s pas me sangat hebat ( t et anus ber at ) , per l u vent i l asi mekani k
dengan p a n k u r o n i u m b r o mi d a 0 , 0 2 mg / k g b b i n t r a v e n a , d i i k u t i
0 , 0 5 mg / k g b b / k a l i , diberikan tiap 2-3 jam

- Apabi l a t er j adi akt i f i t as si mpat i s yang ber l ebi han, ber i kan b - bl ocker
s eper t i propanolol/a dan b- blocker labetalol.
(1,4)

http://epidemiologiunsri.blogspot.com/2011/11/tetanus.html

Penyakit tetanus merupakan salah satu
infeksi
Mei
02 undefined
den ger
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi sistim
urat syaraf dan otot. Bagaimana gejala dan apa penyebabnya? Gejala tetanus umumnya
diawali dengan kejang otot rahang (dikenal juga dengan trismus atau kejang mulut)
bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, bahu atau
punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.

Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang baru lahir. Neonatal tetanus menyerang
bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali
pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi
di negara berkembang. Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik
melahirkan yang sudah maju tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu
antibodi dari ibu kepada jabang bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat
mencegah infeksi tersebut.

Apa yang menyebabkan infeksi tetanus? Infeksi tetanus disebabkan oleh bakteri yang disebut
dengan Clostridium tetani yang memproduksi toksin yang disebut dengan tetanospasmin.
Tetanospasmin menempel pada urat syaraf di sekitar area luka dan dibawa ke sistem syaraf
otak serta saraf tulang belakang, sehingga terjadi gangguan pada aktivitas normal urat syaraf.
Terutama pada syaraf yang mengirim pesan ke otot. Infeksi tetanus terjadi karena luka. Entah
karena terpotong, terbakar, aborsi , narkoba (misalnya memakai silet untuk memasukkan obat
ke dalam kulit) maupun frosbite. Walaupun luka kecil bukan berarti bakteri tetanus tidak
dapat hidup di sana. Sering kali orang lalai, padahal luka sekecil apapun dapat menjadi
tempat berkembang biaknya bakteria tetanus.

Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul di
hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan
seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan
mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan
umumnya terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi
sebagai bagian dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus
dilanjutkan walaupun telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk
wanita hamil sebaiknya diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga
kebersihannya.
http://worldhealth-bokepzz.blogspot.com/2012/05/penyakit-tetanus-merupakan-salah-satu.html

Anda mungkin juga menyukai