Anda di halaman 1dari 6

Pembahasan Cara Kerja 1.

Pembuatan Larutan Standar Asam Salisilat Langkah kerja pada pembuatan larutan standar dimulai dengan menimbang parasetamol sebanyak 50mg, kemudian menambahkan 4 mL HCM 4 M ke dalamnya. Selanjutnya adalah memindahkan larutan yang diperoleh ke dalam labu takar 10 mL secara kuantitatif untuk diencerkan sampai tanda batas dengan aquades. Larutan yang terbentuk merupakan larutan stok 5000 ppm.

2.

Penetapan Panjang Gelombang Maksimum Langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan penetapan panjang gelombang maksimum larutan parasetamol adalah dengan mengambil 50 ppm dari larutan stok, yakni sebanyak 1 mL berdasar perhitungan. Kemudian memasukkan larutan 1 mL tersebut ke dalam labu takar 25 mL dan menambahkan 0,6 mL HCl 4 M dan 1 mL NaNO2 0,1% untuk reaksi diazotasi, selanjutnya didiamkan selama 3 menit. NaNO2 akan bereaksi dengan parasetamol dan gugus amina primer mengalami diazotasi dan terbentuk garam diazonium yang reaktif. Reaksi diazotasi terjadi sangat lambat , oleh karena itu penambahan reagen perlu didiamkan beberapa menit dimaksudkan agar semua amina primer sudah mengalami diazotasi. Setelah 3 menit, langkah selanjutnya adalah penambahan 1 mL ammonium sulfamat 0,5% yang dalam praktikum ini digantikan oleh asam sulfanilat, diamkan selama 2 menit. Penambahan ammonium dimaksudkan untuk menghilangkan nitrit agar tidak merusak garam diazonium yang dapat mengakibatkan reaksi kopling berjalan lambat atau tidak berjalan sama sekali. Kemudian absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 380-600 nm. Jika larutan terlalu pekat, pengenceran dapat dilakukan kembali untuk sampel hingga didapatkan nilai absorbansi antara 0,2-0,8. Namun dalam praktikum, spektrofotometri visibel tidak dapat digunakan (error), sehingga absorbansi untuk perhitungan kadar menggunakan absorbansi kelompok lain. Akan tetapi yang terpenting adalah memahami prosedur pengoperasian spektrofotometri visibel, yakni: 1. Nyalakan alat spektronik dengan menekan tombol on/off ke arah ON bila aliran listrik sudah dihubungkan dengan arus AC 220V, maka lampu indikator akan berwarna merah menandakan adanya arus yang mengalir. Biarkan kurang lebih 15 menit untuk memanaskan alat. 2. Pilih panjang gelombang yang akan digunakan dengan cara memutar tombol pengatur panjang gelombang.

3. Atur meter ke pembacaan A (absorbansi, dalam percobaan ini tidak digunakan mode % transmitansi) dengan memilih daritombol pengaturnya modenya. 4. Masukan larutan blanko. 5. Atur meter ke pembaca hingga nilai absorbansinya 0,000 dengan menekan teranya. 6. Ganti larutan blankonya dengan larutan cuplikan dan baca absorbansi yang ditunjukan pada pembaca alat. 7. Kalau sudah selesai pengukuran padamkan alat dengan menekan tombol on/off ke arah OFF. (Novi, 2013) Penentuan kadar parasetamol masuk dalam spektrofotometri visibel karena panjang gelombang maksimum yang digunakan adalah 435 nm dan masih dalam rentang panjang gelombang untuk sinar visibel, yaitu 380-800 nm (Rohman, 2007). Penentuan panjang gelombang maksimum pada pengukuran dengan menggunakan spektrofotometri adalah langkah kerja yang sangat penting. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu : a. Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada saat itu perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar. b. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kuva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi c. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal (Rohman, 2007). Dalam praktikum ini, tujuan ditetapkannya panjag gelombang maksimal parasetamol adalah untuk mengukur absorbansi kadar parasetamol selanjutnya.

3.

Penetapan Waktu Reaksi (Operating Time) Langkah kerja yang dilakukan dalam penetapan waktu reaksi adalah dengan mengambil 50 ppm dari larutan stok, yakni sebanyak 1 mL berdasar perhitungan.

Kemudian memasukkan larutan 1 mL tersebut ke dalam labu takar 25 mL dan menambahkan 0,6 mL HCl 4 M dan 1 mL NaNO2 0,1% untuk reaksi diazotasi, selanjutnya didiamkan selama 3 menit. Setelah 3 menit, langkah selanjutnya adalah penambahan 1 mL ammonium sulfamat 0,5% yang dalam praktikum ini digantikan oleh asam sulfanilat, diamkan selama 2 menit. Kemudian absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 380-600 nm. Jika larutan terlalu pekat, pengenceran dapat dilakukan kembali

untuk sampel hingga didapatkan nilai absorbansi antara 0,2-0,8 selama 30 menit dengan interval waktu 1 menit. Namun, prosedur penetapan operating time ini tidak dilakukan dalam praktikum karena waktu tidak mencukupi. Berdasarkan literatur, tujuan ditentukannya operating time adalah untuk mengetahui waktu operasional dan pengukuran yang stabil, yaitu saat sampel bereaksi sempurna dengan reagen. Waktu kerja (operating time) ini ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan (Rohman, 2007).

4.

Pembuatan Kurva Kalibrasi Parasetamol Langkah kerja yang dilakukan dalam rangka pembuatan kurva kalibrasi larutan parasetamol adalah dengan mengambil 2 ppm, 4 ppm, dan 6 ppm. Dengan begitu, berarti volume yang diambil masing-masing adalah 4 mL, 8 mL, dan 12 mL dari larutan stok. Kemudian menambahkan masing-masing larutan dengan aquades sebanyak 30 mL, fungsi aquades ini adalah untuk mengencerkan larutan agar dapat terbaca oleh spektrofotometer dan menghilangkan sisa-sisa serbuk parasetamol. Jika suatu larutan yang akan diukur absorbansinya dengan spektrofotometri visibel terlalu pekat akan butirbutir partikel dari sampel yang diuji akan menyebabkan absorbansi dari larutan tersebut tidak dapat terbaca dengan jelas, sebab terlalu banyak partikel/molekul sampel yang berinteraksi dengan cahaya dari spektrofotometri sehingga absorbansinya terlalu tinggi dan sulit ditentukan (Budi, 2008). Selanjutnya adalah menambahkan 0,6 mL HCl 4 M dan 1 mL NaNO2 0,1% untuk reaksi diazotasi pada masing-masing larutan, selanjutnya didiamkan selama 3 menit. NaNO2 akan bereaksi dengan parasetamol dan gugus amina primer mengalami diazotasi dan terbentuk garam diazonium yang reaktif. Reaksi diazotasi terjadi sangat lambat , oleh karena itu penambahan reagen perlu didiamkan beberapa menit dimaksudkan agar semua amina primer sudah mengalami diazotasi. Setelah 3 menit, langkah selanjutnya adalah penambahan 1 mL ammonium sulfamat 0,5% yang dalam praktikum ini digantikan oleh asam sulfanilat, diamkan selama 2 menit. Penambahan ammonium sulfamat dimaksudkan untuk menghilangkan nitrit agar tidak merusak garam diazonium yang dapat mengakibatkan reaksi kopling berjalan lambat atau tidak berjalan sama sekali. Kemudian absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 380-600 nm. Jika larutan terlalu pekat, pengenceran dapat dilakukan kembali untuk sampel hingga didapatkan nilai absorbansi antara 0,2-0,8.

Fungsi dari pembuatan kurva baku linier adalah untuk memperoleh persamaan larutan baku dalam penentuan kadar sampel. Namun dalam praktikum, spektrofotometri visibel tidak dapat digunakan (error), sehingga absorbansi untuk perhitungan kadar menggunakan absorbansi kelompok lain.

5. Pengukuran Kadar Parasetamol dalam Sediaan Tablet Langkah pertama dalam penetapan kadar parasetamol adalah dengan mengambil 5 tablet parasetamol dan ditimbang satu persatu, hasilnya dirata-rata. Kemudian 5 tablet parasetamol tersebut digerus dengan mortir hingga halus dan homogen. Tujuan penggerusan ini adalah untuk mempermudah dan mempercepat pelarutan dari parasetamol menggunakan aquades karena semakin luas permukaan suatu zat (partikel parasetamol semakin kecil dan luas permukaannya semakin besar) maka semakin besar pula kelarutannya (semakin banyak partikel parasetamol yang bertumbukan dengan pelarut) (Martin, et al., 1990). Selanjutnya adalah menimbang secara seksama 50 mg serbuk parasetamol sebanyak 3x penimbangan karena akan melakukan replikasi sebanyak 3x. Setelah menimbang 50 mg serbuk parasetamol sebanyak 3x, serbuk tersebut masing-masing diencerkan dengan aquades masing-masing 30 mL, lalu dihomogenkan dengan diaduk-aduk. Selanjutnya adalah menambahkan 4 mL HCl 4 M dan 1 mL NaNO2 0,1% untuk reaksi diazotasi pada masing-masing larutan, selanjutnya didiamkan selama 3 menit. NaNO2 akan bereaksi dengan parasetamol dan gugus amina primer mengalami diazotasi dan terbentuk garam diazonium yang reaktif. Reaksi diazotasi terjadi sangat lambat , oleh karena itu penambahan reagen perlu didiamkan beberapa menit dimaksudkan agar semua amina primer sudah mengalami diazotasi. Setelah 3 menit, langkah selanjutnya adalah penambahan 1 mL ammonium sulfamat 0,5% yang dalam praktikum ini digantikan oleh asam sulfanilat, diamkan selama 2 menit. Penambahan ammonium sulfamat dimaksudkan untuk menghilangkan nitrit agar tidak merusak garam diazonium yang dapat mengakibatkan reaksi kopling berjalan lambat atau tidak berjalan sama sekali. Kemudian absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 380-600 nm. Jika larutan terlalu pekat, pengenceran dapat dilakukan kembali untuk sampel hingga didapatkan nilai absorbansi antara 0,2-0,8. Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik) (Rohman, A. 2007).

Namun dalam praktikum, spektrofotometri visibel tidak dapat digunakan (error), sehingga absorbansi untuk perhitungan kadar menggunakan absorbansi kelompok lain. Nilai absorbansi sampel dimasukkan ke persamaan kurva baku, menggunakan metode regresi linier dan menghasilkan persamaan y= a + bx. Dari persamaan kurva baku didapat kadar rata-rata.

Hasil vs Literatur Salah satu persyaratan CPOB perlu dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam tablet, menurut persyaratan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0%. Hasil yang diperoleh berbeda jauh dan tidak sesuai dengan literatur. Sehingga kadar parasetamol yang seharusnya didpat adalah sekitar 479,16 mg (532,4 mg x 90%). Namun dalam praktikum hanya 0,028 mg. Hasil yang berbeda ini dpat terjadi karena pada saat melarutkan parasetamol dalam aquadesdilakukan di dalam glass beaker terlebih dahulu sehingga banyak partikel yang tertinggal dalam glass beaker dan tidak masuk ke dalam labu ukur yang akhirnya menyebabkan jumlah amoxicillin dalam larutan berkurang. Selain itu, saat pengocokan dan pengadukan dengan menggunakan labu ukur tidak tercampur secara sempurna dan larutan belum homogen yang ditandai dengan banyak partikel parasetamol yang terlihat beterbangan dalam larutan sampel tersebut sehingga kadar parasetamol yang terlarut dalam larutan tidak optimal dan sempurna . Oleh karena itu, pada saat pembacaan absorbansi dengan spektrofotometer visibel hasil yang diperoleh tidak optimal. Berdasarkan literatur, penentuan kadar sampel metode regresi linier yaitu metode parametrik dengan variabel bebas (konsentrasi sampel) dan variabel terikat (absorbansi sampel) menggunakan persamaan garis regresi Kurva Larutan Baku. Konsentrasi sampel dapat dihitung berdasarkan persamaan kurava baku tersebut (Rohman, 2007).

Kesimpulan Pengukuran kadar parasetamol menggunakan spektrofotometri visibel karena parasetamol memenuhi persyaratan senyawa yang dapat diukur dengan spektrofotometri visibel, yakni reprodusibel, selektif, sensitif.

Kadar parasetamol yang diperoleh adalah 0,028 mg dan tidak sesuai dengan persyaratan parasetamol dalam tablet menurut Farmakope Indonesia Edisi I

Daftar Pustaka Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV . Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta. Budi, Darmawan Setia. 2008. Penentuan Kadar Glukosa dalam Darah, www.scribd.com, Diakses tanggal 23 Mei 2013. Martin, A, et al. 1990. Farmasi Fisik. UI-Press : Jakarta. Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis.Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Novi, 2013, Laporan Praktikum AAS, http://noviechemist.blogspot.com/2013/01/laporanpraktikum-aas.html, Diakses tanggal 23 Mei 2013.

Anda mungkin juga menyukai