Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH BAHASA INDONESIA

FASCIOLOSIS PADA HEWAN KURBAN

Oleh: DESHINTA RIZKY PRAMUDANTI 0911310037

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Ternak ruminansia di Indonesia, selain berperan sebagai sumber protein, juga digunakan dalam ritual budaya dan religius yaitu sebagai hewan qurban. Hari raya Idul Adha merupakan salah satu momen penting yang menyebabkan lonjakan permintaan ternak potong, dilihat dari aspek sosial dan ekonomi, salah satu hari raya umat Islam ini sangat menguntungkan petemak serta dapat meningkatkan kualitas pangan masyarakat miskin. Tingginya permintaan hewan kurban tersebut

mendorong terjadinya peningkatan lalu lintas temak antar daerah. Peningkatan lalu lintas temak tersebut harus diimbangi dengan kewaspadaan terhadap kemungkinan penularan penyakit hewan antar daerah. Penyakit ini dapat berupa penyakit infeksius maupun penyakit non-infeksius. Menurut Ressang (1984), salah satu

penyakit yang sering terjadi pada temak sapi, kambing dan domba adalah infeksi parasit cacing, termasuk cacing hati dengan nama latinnya Fascilola gigantica. Melihat data fasciolosis, infeksi cacing hati pada hewan ternak meningkat. Hasil pantauan hewan kurban tahun 2009, dari 12.537 ekor sapi yang dipotong, sebanyak 606 ekor atau 4,8% diantaranya dan 27 ekor atau 0,01% dari 18.922 ekor kambing didiagnosa fasciolosis. Sementara, dari pantauan dan pemeriksaan hewan kurban tahun 2010, dari 10.713 ekor sebanyak 599 ekor sapi atau 5,5% dan 15 ekor dari 24.030 ekor kambing didiagnosa fasciolosis (Purwono, 2010). Tingginya prosentase kejadian Fasciolosis pada hewan kurban ini membuat kesadaran pemerintah untuk melakukan pemeriksaan hewan kurban, khususnya pemeriksaan pada hati hewan kurban. Hal ini dilakukan agar daging ataupun hati yang dibagikan kepada masyarakat layak untuk dikonsumsi.

1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 1.2.2 Apa yang dimaksud dengan Fasciolosis? Bagaimana cara pemeriksaan dan penanganan jika hati hewan kurban terserang Fasciolosis? 1.2.3 Bagaimana keadaan dan patologi hati hewan kurban yang terserang Fasciolosis?

1.2.4

Bagaimana pengaruh Fasciolosis terhadap kesehatan manusia?

1.3 Tujuan 1.3.1 1.3.2 Untuk mengetahui maksud dari Fasciolosis. Untuk mengetahui cara pemeriksaan dan penanganan jika hati hewan kurban terserang Fasciolosis. 1.3.3 Untuk mengetahui keadaan dan patologi hati hewan kurban yang terserang Fasciolosis. 1.3.4 Untuk mengetahui pengaruh Fasciolosis terhadap kesehatan manusia.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fasciolosis Fasciolosis merupakan penyakit parasiter yang menyerang hati hewan disebabkan oleh cacing pipih (trematoda) dan umumnya menyerang ternak ruminansia, seperti sapi, kerbau dan domba. Umumnya kasus tersebut terjadi di negara empat musim atau subtropis dan disebabkan oleh cacing trematoda Fasciola hepatica . Fasciolosis di Indonesia hanya disebabkan oleh cacing trematoda Fasciola gigantica (Muchlis, 1985). Menurut Purwono (2010), Fascioliasis di Indonesia merupakan salah satu penyakit ternak yang telah lama dikenal dan tersebar secara luas. Keadaan alam Indonesia dengan curah hujan dan kelembaban yang tinggi, dan ditunjang pula oleh sifatnya yang hemaprodit yakni berkelamin jantan dan betina akan mempercepat perkembangbiakan cacing hati tersebut. Cacing ini banyak menyerang hewan ruminansia yang biasanya memakan rumput yang tercemar metacercaria, tetapi dapat juga menyerang manusia. Cacing ini termasuk cacing daun yang besar dengan ukuran panjang 30 mm dan lebar 13 mm, dengan habitat utamanya di hati maka dikenal dengan nama cacing hati (Mohammad, 2008). Ada tiga cara larva infektif cacing hati setelah masuk ke dalam tubuh sampai ke organ hati hewan yang terinfeksi. Pertama ialah ikut bersama aliran darah, kemudian menembus kapiler darah, terus ke vena porta dan akhirya sampai ke hati. Kedua, dari lambung (abomasum) menembus mucosa usus (duodenum), ke saluran empedu dan akhirnya sampai ke parenkhim hati. Ketiga, yang umum terjadi adalah setelah menembus usus menuju peritonium, lalu menembus kapsula hati yang akhirya sampai ke hati (Arifin, 2006).

2.2 Cara Pemeriksaan dan Penanganan Jika Hati Hewan Kurban Terserang Fasciolosis 2.2.1 Pemeriksaan Hewan Kurban 2.2.1.1 Postmortem Pemeriksaan hewan kurban sebelum disembelih, untuk

mengetahui terserang Fasciolosis adalah dilakukan pemeriksan tinja

atau cairan duodenum atau cairan empedu hospes untuk menemukan telur cacing fasciola. Untuk membantu menegakkan diagnosis terutama fasciolosis jaringan dan fascioliasis dalam periode prepaten, maka dapat dilakukan berbagai uji imunodiagnostik misalnya uji

imunofluoresen tak langsung, uji hemaglutinasi pasif, uji presipitasi gel atau metode imunodiagnostik lainnya (Akoso, 1995).

2.2.1.2Antemortem Pemeriksaan hati hewan kurban dilakukan segera setelah hewan kurban disembelih, yaitu dengan (Arifin, 2006): Mengeluarkan hati dari rongga abdomen Melihat ukuran hati apakah berukuran normal atau abnormal, yaitu apabila hati abnormal maka hati terlihat bengkak. Meraba permukaan hati, jika permukaan hati licin maka hati tersebut normal, tetapi apabila permukaan hati kasar maka hati tersebut abnormal. Membelah bagian dalamnya yaitu pada duktus biliaris, jika hewan menderita Fasciolasis, maka dari duktus tersebut akan keluar Fasciola gigantica yang berbentuk seperti lembaran daun tipis yang berukuran panjang 30 mm dan lebar 13 mm.

2.2.2 Penanganan Hewan Kurban Menurut Mohammad (2008), penanganan hewan kurban jika positif terserang Fasciolosis perlu dilakukan, yaitu dengan cara Daging hati diamankan untuk dimusnakan.. Tindakan ini, agar daging hati tersebut tidak dikonsumsi, sebab jika dikonsumsi, selain tidak ada gizinya, juga membahayakan bagi kesehatan. Beberapa daging hati hewan kurban yang terkena penyakit cacing hati itu bervariasi, yaitu yang utuh satu hati, separuh daging hati dan ada yang hanya seperdelapan daging hati. Hati hewan yang terkena cacing hati harus diafkir dan tidak dikonsumsi, karena hati sudah rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi.

2.3 Keadaan dan Patologi Hati Hewan Kurban yang Terserang Fasciolosis 2.3.1 Antemortem Bentuk akut pada sapi mempunyai ciri-ciri gangguan pencernaan, adanya gejala konstipasi yang jelas dan kadang-kadang mencret. Terjadi pengurusan yang cepat, lemah dan anemia. Bentuk kronik pada sapi berupa penurunan produktivitas dan pertumbuhan yang terhambat (Akoso, 1995). Menurut Ressang (1984), bentuk akut pada domba dan kambing, berupa mati mendadak disertai darah yang merembes atau keluar dari hidung dan anus. Bentuk kronik pada tahap pertama pada domba menunjukan gejala menjadi gemuk akibat banyaknya empedu yang disalurkan ke dalam usus, karena lemak kurang berfungsi atau tidak dipergunakan akibat adanya anemia. Meskipun gemuk terjadi kelemahan otot. Selanjutnya diikuti penurunan nafsu makan, selaput lendir pucat, serta bulu menjadi kering dan rontok, akhirnya terjadi kebotakan dan hewan menjadi lemah dan kurus. 2.3.2 Postmortem Perbedaan patologi hati hewan yang normal dan abnormal, yaitu pada patologi hati hewan yang normal ditandai dengan warna hati merah agak gelap secara merata dengan kantong empedu yang relatif kecil. Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi yang cenderung tajam (Purwono, 2010). Hal ini berbeda dengan kondisi hati yang terserang Fasciolosis adalah konsistensi rapuh atau mengeras karena terbentuk jaringan ikat pada hati, serta banyak ditemukannya Fasciola gigantica di dalam saluran empedu hati. Hiperplasia epitelium dan inflamasi pada saluran empedu terjadi akibat dari infeksi awal cacing dewasa. Cacing dewasa yang tubuhnya cukup besar dapat menyebabkan obstruksi mekanis dari duktus biliaris. Hati yang mengandung cacing memiliki ciri-ciri berwarna pucat dan dipenuhi urat berwarna putih yang cukup tebal (Akoso, 1995)..

2.4 Pengaruh Fasciolosis terhadap Kesehatan Manusia Pengaruh kesehatan manusia mengkonsumsi hati yang terserang Fascilosis adalah tidak berpengaruh pada kesehatan manusia, tetapi tidak layak untuk dikonsumsi karena di dalam hati terdapat cacing dan penampakan hati tidak normal. Fasciolosis pada hati hewan tidak dapat menular ke manusia, dikarenakan siklus hidup tidak cocok dengan siklus hidup penularannya ke manusia. Hal tersebut

dikarenakan cacing yang berada di hati hewan sudah dewasa, sedangkan Fasciolosis yang bisa menular ke manusia adalah fase metaserkaria. Metaserkaria ini merupakan fase yang berada di lingkungan atau air, seperti akibat meminum air yang mengandung metaserkaria dan mengonsumsi makanan serta peralatan dapur yang dicuci air yang mengandung metaserkaria dapat menularkan Fasciolosis ke manusia (Mohammad, 2008).

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Fasciolosis merupakan penyakit parasiter yang menyerang hati hewan disebabkan Fasciola gigantic yang berbentuk seperti daun yang tipis dengan ukuran panjang 30 mm dan lebar 13 mm. Pemeriksaan hewan kurban sebelum disembelih untuk mengetahui terserang Fasciolosis adalah dilakukan pemeriksan tinja dan uji imunodiagnostik, sedangkan pemeriksaan setelah disembelih yaitu hati dilihat, diraba, dan dibelah untuk mengetahui ada atau tidaknya Fasciola gigantica di dalamnya. Bentuk akut pada sapi mempunyai ciri-ciri gangguan pencernaan, sedangkan pada kambing berupa mati mendadak disertai darah yang merembes atau keluar dari hidung dan anus. Kondisi hati yang terserang Fasciolosis adalah konsistensi rapuh atau mengeras, serta berwarna pucat dan dipenuhi urat berwarna putih yang cukup tebal. Hati hewan yang terkena cacing hati harus diafkir dan tidak dikonsumsi, karena hati sudah rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi.

3.2 Saran Sebaiknya sebelum dan sesudah dilakukan pemotongan hewan, hewan diperiksa terlebih dahulu, agar dagingnya layak dikonsumsi oleh manusia.

DAFTAR RUJUKAN

Akoso, T. B. 1995. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta. Arifin, M. 2006. Pengaruh Iradiasi Terhadap Infektivitas Metaserkaria Fasciola gigantic pada Kambing. http://digilib.batan.go.id/eprosiding/File%Prosiding/ Risalah % 2000/2000/M-Arifin.pdf. [28 Desember 2012]. Mohammad, N. 2008. Fasciolosis pada Sapi. Kesehatan/

http://www.nenadmohamed.com/2008/08/fasciola-hepatica.html. [28 Desember 2012] Muchlis, A. 1985. Identitas Cacing Hati (Fasciola sp.) dan Daur Hidupnya di Indonesia. Thesis Ph.D. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Purwono. 2010. Fasciolosis. http://www.pur07_vet.wordpress.com. [28 Desember 2012]. Ressang, A. A. 1984. Pathologi Khusus Veteriner. Fad Project Khusus Investigasi Unit Bali. Bali.

Anda mungkin juga menyukai