Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TRANSFUSI DARAH
Tugas Mata Kuliah Masailul Fiqih

Dosen : Sofia Gusovi, M.Ag.

Disusun oleh:
Eka Lusiandani Koncara
0101.0701.851

Semester 6 Jurusan Pendidikan Agama Islam


Sekolah Tinggi Agama Islam DR. KHEZ. Muttaqien
Purwakata

2008
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT,


akhirnya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Transfusi
Darah” ini, guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Matsailul Fiqh.

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa pada makalah ini


penulis berusaha untuk mengupas tentang bagaimana Islam dan
pemerintah Indonesia mengatur tentang pelaksanaan usaha transfusi
darah di Indonesia.

Terima kasih banyak kami haturkan kepada semua pihak yang


telah berpartisipasi hingga rampungnya penyusunan makalah ini.

Semoga bermanfaat.

Penyusun
Purwakarta, Mei 2008

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 1


BAB II PEMBAHASAN.................................................................... 2
BAB III PENUTUP ........................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan jaman dan majunya dunia


kesehatan dunia, kita telah mengenal dengan apa yang disebut dengan
usaha transfusi darah. Usaha ini dilakukan dalam rangka
menyelamatkan nyawa seseorang dengan cara memasukkan darah
orang lain ke tubuh seseorang tersebut.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 18 Tahun 1980
telah mengatur mengenai usaha transfusi darah ini, sebagaimana
disebutkan didalamnya, antara lain:
a. Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah
kepada seorang penderita, yang darahnya telah tersedia dalam
botol atau kantong plastik;
b. Usaha transfusi darah adalah segala tindakan yang dilakukan
dengan tujuan untuk memungkinkan penggunaan darah bagi
keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang
mencakup masalah-masalah pengadaan, pengolahan, dan
penyampaian darah kepada orang sakit;
c. Darah adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang
diambil dan diolah secara khusus untuk tujuan pengobatan dan
pemulihan kesehatan;
d. Penyumbang darah adalah semua orang yang memberikan
darah untuk maksud dan tujuan transfusi darah;

1
BAB II
PEMBAHASAN

Transfusi berasal dari kata “transfusion” dalam bahasa Inggris


yang berarti “pemindahan”. Maka secara bebas bisa dikatakan bahwa
usaha transfusi darah ialah usaha pemindahan darah dari seseorang
kepada orang lain dalam rangka menyelamatkan nyawa seseorang.
Dalam PP No. 18 tahun 1980 disebutkan bahwa: “Usaha transfusi darah
adalah segala tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk
memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan
pemulihan kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaan,
pengolahan, dan penyampaian darah kepada orang sakit.”
Transfusi darah telah diselenggarakan oleh Palang Merah
lndonesia sejak tahun 1950 dalam rangka membantu rumah sakit-rumah
sakit militer dan sipil setelah diserahkan oleh Tentara Belanda dan
Pemerintah Sipil. Sebelumnya usaha Transfusi Darah diselenggarakan
oleh NERKAI (Nederlandse Rode Kruis Afdeling Indonesia = Palang
Merah Belanda Bagian Indonesia), yang dimulai pada tahun 1945.
Sebagai usaha rutin pekerjaan tersebut diteruskan oleh Palang Merah
Indonesia dan pada permulaan tidak menemui hambatan.
Kemudian timbul persoalan tentang halal tidaknya darah itu
untuk dipindahkan menurut hukum Agama Islam, persoalan tersebut
telah terjawab oleh suatu fatwa dari Majelis Pertimbangan Kesehatan
dan Syara‟ Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yang
menyatakan bahwa pemindahan darah menurut Hukum Islam
hukumnya boleh. Setelah Reglement op den Dienst der Volksezondheid
yang berasal dari Pemerintah Kolonial Belanda diganti dengan Undang-
undang tentang pokok-pokok kesehatan dan undang-undang lainnya
tentang kesehatan di keluarkan, namun ketentuan khusus mengenai
usaha transfusi darah tersebut diatur secara tersendiri dengan suatu
Peraturan Pemerintah.

2
Pada hakekatnya usaha transfusi darah merupakan bagian
penting dari tugas pemerintah di bidang pelayanan kesehatan rakyat
dan juga merupakan suatu bentuk pertolongan sesama umat manusia.
Di samping aspek pelayanan kesehatan rakyat, terkait pula aspek-
aspek sosial, organisasi, interdependensi nasional dan internasional
yang luas, baik dalam rangka kerjasama antara Pemerintah maupun
antar perhimpunan-perhimpunan Palang Merah Nasional.
Pamakaian darah sebagai salah satu obat yang belum ada
gantinya akhir-akhir ini semakin meningkat, sedangkan sumber darah
itu masih tetap manusia sendiri, hal mana menimbulkan kepincangan
antara pengadaan darah dan kebutuhan darah yang dapat
menyebabkan timbulnya jual-beli darah yang tidak sesuai dengan
falsafah bangsa dan tidak sesuai pula dengan resolusi yang diambil
oleh Kongres Internasional Palang Merah yang ke XXII di Teheran pada
tahun 1973 maupun World Health Assembly ke XXVIII tahun 1974.
Dalam rangka mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dari
transfusi darah dan untuk menjaga derajat kesehatan penyumbang
maupun pemakai darah itu, maka penyumbangan darah harus
didasarkan pada kesukarelaan, tanpa mengharapkan penggantian
uang maupun benda.
Dalam referensi fiqh klasik, belum ditemukan keterangan
mengenai donor darah. Keterangan tentang donor darah terdapat di
dalam karya ulama-ulama modern.
Dalam kitab Fatawa Syarâ’iyah, diterangkan bahwa boleh
melakukan donor darah dengan syarat:
1) Dokter menyatakan bahwa pengambilan darah itu tidak
menimbulkan akibat berbahaya bagi si pendonor.
2) Darah diambil secukupnya.
3) Tidak ada alternatif lain selain melakukan donor darah.

3
Lalu muncul pertanyaan; Siapakah orang yang berhak diberi
tambahan darah? Siapakah si pendonor darah? Siapakah orang yang
menjadi rujukan dalam masalah perlu transfusi darah ini? Dan apakah
darah boleh diperjualbelikan?
Pertama, orang yang perlu diberi tambahan darah ialah orang
sakit atau terluka, yang keberlangsungan hidupnya sangat tergantung
pada donor darah.
Sebagaimana firman Allah SWT:

             

        

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu


bangkai, darah, daging babi, dan binatang (yang ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi
barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya)
sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya”
[Al-Baqarah : 173]

Dalam ayat lain disebutkan juga:

             
“Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” [Al-Maidah : 3]

Sisi pendalilan ayat-ayat ini adalah, ayat-ayat ini memberikan


pengertian, jika kesembuhan orang yang sakit atau terluka serta
keberlangsungan hidupnya tergantung pada transfusi darah dari orang
lain kepadanya, sementara tidak ada obat yang mubah yang dapat
menggantikan darah dalam usaha penyembuhan dan
penyelamatannya, maka boleh mentransfusi darah kepadanya. Ini
sebenarnya, bukan pengobatan namun hanya memberi tambahan yang
diperlukan.

4
Kedua, si pendonor darah adalah orang yang tidak terancam
resiko jika ia mendonorkan darah. Artinya bahwa apabila si pendonor
mendonorkan darahnya untuk menolong orang lain, jangan sampai
malah dia yang terancam untuk ditolong karena kehabisan darah atau
suatu penyakit lain yang akhirnya kambuh karena pendonoran
tersebut. Kemudian, kondisi pendonor haruslah orang yang sehat yang
tidak memungkinkan terjadinya penularan penyakit kepada orang lain
melalui darah yang didonorkan.
Ketiga, orang yang didengar ucapannya dalam masalah perlunya
transfusi darah adalah dokter muslim. Jika kesulitan mendapatkannya,
tidak ada larangan untuk mendengar ucapan dari dokter non muslim,
baik Yahudi ataupun Nasrani, jika ia ahli dan dipercaya orang banyak.
Dalilnya yaitu kisah yang terdapat dalam hadits shahih, bahwa
pada saat melakukan hijrah, beliau Shallallahu „alaihi wa sallam
menyewa seorang musyrik yang lihai sebagai pemandu jalan.
Ibnu Al-Qayyim rahimahullahu mengatakan dalam kitabnya
(Bada’i Al-Fawaid) : “Dalam (kisah) Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyewa Abdullah bin Uraiqith Ad-Daili sebagai pemandu saat berhijrah
padahal dia seorang kafir,” terdapat dalil bolehnya meruju‟ kepada
orang kafir dalam bidang kedokteran, celak, obat, tulis menulis,
hitungan, cacat atau yang lainnya, selama tidak masuk wilayah yang
mengandung keadilan.
Keberadaannya sebagai seorang kafir tidak serta merta
menyebabkannya tidak bisa dipercaya sama sekali dalam segala hal.
Dan tidak ada yang lebih beresiko ketimbang menjadikannya sebagai
pemandu jalan, terutama seperti perjalanan melakukan hijrah”.
Ibnu Al-Muflih, dalam kitab Al-Adab Asy-Syar‟iyah, menukil
perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. “Jika ada seorang Yahudi atau
Nasrani yang ahli dalam masalah kedokteran serta dipercaya banyak
orang, maka boleh bagi seorang muslim untuk berobat kepadanya,
sebagaimana juga boleh menitipkan harta kepadanya dan bermu’amalah
dengannya.”

5
Sebagaimana firman Allah SWT:

             

         


“Dan di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu
mempercayakan kepadanya harta yang banyak,
dikembalikannya kepadamu ; dan di antara mereka ada
orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu
dinar, tidak dikembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu
selalu menagihnya” [Ali-Imran : 75]

Dalam hadits shahih (yang diriwayatkan Imam Bukhari, red)


disebutkan bahwa saat Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam melakukan
hijrah, beliau menyewa seorang musyrik pemandu yang lihai. Beliau
mempercayakan jiwa serta harta kepadanya.
Kabilah Khuza‟ah menjadi tempat rahasia Rasulullah SAW, baik
yang muslim di antara mereka ataupun kafir. Dan diriwayatkan,
Rasulullah SAW memerintahkan agar menjadikan Al-Harits bin Kaladah
sebagai dokter padahal dia kafir.
Tetapi jika memungkinkan dia berobat kepada seorang muslim,
sebagaimana juga memungkinkan dia menitipkan barang atau
bermu‟amalah, maka semestinya dia tidak beralih kepada non muslim.
Sedangkan, jika dia perlu untuk menitipkan barang kepada
seorang ahli kitab atau berobat kepadanya, maka hal itu boleh
dilakukan. Ini tidak dikategorikan wala’ kepada Yahudi dan Nasrani
yang terlarang, sesuai perkataan Ibnu Taimiyah.
Demikian ini pendapat madzhab Malikiyah, Al-Mawardzi
mengatakan: “Aku memasukkan seorang Nasrani ke rumah Abu Abdillah,
orang itu lalu menerangkan (obat), sementara Abu Abdillah menuliskan
keterangannya. Kemudian dia menyuruhku untuk membeli obat itu
untuknya.”
Hukum asal dalam pengobatan, hendaknya dengan
menggunakan sesuatu yang diperbolehkan menurut syari‟at. Namun,
jika tidak ada cara lain untuk menambahkan daya tahan dan mengobati

6
orang sakit kecuali dengan darah orang lain, dan ini menjadi satu-
satunya usaha menyelamatkan orang sakit atau lemah, sementara para
ahli memiliki dugaan kuat bahwa ini akan memberikan manfaat bagi
pasien, maka dalam kondisi seperti ini diperbolehkan untuk mengobati
dengan darah orang lain.
Keempat, apapun alasannya, darah tidak dapat dan tidak boleh
diperjualbelikan. Agama jelas mengharamkan jual beli perkara yang
haram, dan darah termasuk perkara yang haram.

           

           

       


“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi
nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan” (Al-Ma‟idah : 3)

Pemerintah pun melarang keras jual beli darah, karena darah


merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Pemurah kepada setiap insan
yang tidak sepantasnya dijadikan obyek jual-beli untuk mencari
keuntungan, biarpun dengan dalih untuk menyambung hidup,
sebagaimana disebutkan dalam PP No. 18 Tahun 1980 Pasal 3 yang
berbunyi, “Dilarang memperjual belikan darah dengan dalih apapun”.
Akan tetapi di dalam fiqh terdapat tatacara yang
memperbolehkan penukaran barang najis sehingga uang yang didapat
menjadi halal. Penukaran ini diistilahkan dengan Naql al-Yad. Praktik
Naql al-Yad adalah sebagai berikut: pihak pendonor memberikan
darahnya begitu saja dan pihak penerima memberikan uangnya, tanpa
diawali dengan transaksi jual beli atau yang lain.

7
BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:


1. Usaha transfusi darah adalah segala tindakan yang dilakukan
dengan tujuan untuk memungkinkan penggunaan darah bagi
keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan yang mencakup
masalah-masalah pengadaan, pengolahan, dan penyampaian darah
kepada orang sakit.
2. Usaha transfusi darah di Indonesia dilakukan oleh Palang Merah
Indonesia dan Departemen Kesehatan dengan diatur oleh PP RI No.
18 tahun 1980 tentang Transfusi Darah.
3. Donor darah menurut Fiqh Islam boleh dilakukan dengan syarat:
1) Dokter menyatakan bahwa pengambilan darah itu tidak
menimbulkan akibat berbahaya bagi si pendonor.
2) Darah diambil secukupnya.
3) Tidak ada alternatif lain selain melakukan donor darah.
4. Empat hal yang perlu diperhatikan dalam hal transfusi darah:
1) Orang yang perlu diberi tambahan darah ialah orang sakit atau
terluka, yang keberlangsungan hidupnya sangat tergantung
pada donor darah.
2) Pendonor darah adalah orang yang tidak terancam resiko jika ia
mendonorkan darah.
3) Orang yang menjadi rujukan dalam masalah perlunya transfusi
darah adalah dokter muslim, walau tidak ada larangan untuk
mendengar ucapan dari dokter non muslim.
4) Darah tidak dapat dan tidak boleh diperjualbelikan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Zuhdi, Masjfuk, 1987, Masailul Fiqhiyah, Jakarta: Haji Mas Agung


Presiden RI, 1980, PP No. 18 Tahun 1980 tentang Transfusi Darah,
Jakarta
Sugema, Sony, 2004, Digital Qur’an 3.1, http://www.geocities.com/
sonysugema2000/
Alu Syaikh, Muhammad, 2007, Kondisi yang Memperbolehkan
Transfusi Darah, http://www.almanhaj.or.id/
Ad-Daimah, 2007, Hukum Donor Darah, http://www.almanhaj.or.id/
Arifin, Syamsul, 2004, Donor Darah Muslim Non-Muslim,
http://www.sidogiri.com/

Anda mungkin juga menyukai