Anda di halaman 1dari 19

BAB I

Identitas Nama bayi Jenis kelamin Tanggal lahir Alamat Tanggal masuk : By. A : Laki-laki : 1 mei 2013 : asrama 411 rt1 rw8 mangunsari salatiga : 2 mei 2013

Riwayat Ibu Menarche Lama haid : 13 tahun : 28 hari, teratur

Perkawinan

:1x

Riwayat Obstetri Ibu : G2 P2 A0, hamil 28 minggu Riwayat Kehamilan Sekarang ANC : Di bidan sebanyak 4 kali, mendapat imunisasi TT 2 kali dan tablet tambah darah NC : Persalinan di DKT pada tanggal 1 mei 2013, spontan, dengan apgar score 8-9-10, ketuban pecah < 6 jam dari persalinan

Pemeriksaan Fisik Vital sign Nadi Suhu : 137 x/menit : 35,7 0 C

Respirasi : 40 x/menit Berat badan lahir Jenis kelamin Panjang badan : 39 cm Keadaan umum : 1450 gram : Laki-laki

Kesan Pernafasan Sikap Suara Kulit

: Kekuningan, menangis, gerakan aktif : Abdominal : Semifleksi : menangis, keras : kekuningan dari kepala sampai abdomen atas, lanugo banyak, turgor dan elastisitas cukup, kulit tidak keriput, tidak mengelupas

Reflek Moro

: ada

Mengenyut : ada Memegang Kepala : ada : Mesocephal, sutura tak melebar, fontanella teraba tak menonjol, caput suksedaneum (+), sefal hematom (-) Mata Telinga Hidung Mulut Leher Thorak Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-) : Pengembangan paru kanan-kiri sama, ketinggalan gerak (-) : Tidak dilakukan : Paru suara dasar bronkovesikuler, suara tambahan tidak ada Irama jantung reguler, bising tidak ada Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Genitalia Anus Ekstremitas : Datar, tali pusat tidak berdarah, belum puput : Bising usus normal : Hepar teraba, BH 1/3 - 1/3 : Tidak dilakukan : Laki-laki, kelainan kongenital tidak ada : Atresia ani tidak ada : Akral hangat, warna kemerahan, tidak ada kelainan Kongenital : Sklera ikterik (+), oedema palpebra (-), sekret (-) : Kartilago sempurna : Nafas cupping hidung (-), sekret (-) : Tidak sianosis, tidak ada kelainan kongenital : Simetris, gerakan bebas, webbed neck (-)

Diagnosa Banding Neonatus : - Besar masa kehamilan - Kurang masa kehamilan - Sesuai masa kehamilan Infeksi neonatus : - Post partum - Ante partum - Durante partum Ikterik neonatorum:- Patologis - Fisiologis

Daignosa

: Bayi berat sangat rendah Neonatus preterm Sesuai masa kehamilan Persalinan spontan Obs. Infeksi neonatus Ikterik neonatorum

Terapi Inj. cefotaxim 2 x 35 mg Rawat tali pusat thermoregulasi

AL: 4,5 AE: 4,05 HB: 14,7 HT: 44,4 MCV : 109,6 MCH : 36,3 MCHC : 33,1 AT : 126 GDS : 195

Tgl 4-5-2013 fototerapi 1x24jam Bilirubin total : 17,6 Bilirubin direct : 1,3 Bilirubin indirect : 16,3 Tgl 6-5-2013 fototerapi 1x24jam Bilirubin total : 11,3 Bilirubin direct : 1,0 Bilirubin indirect : 10,3 Tgl 8-5-2013 Bilirubin total : 11,0 Bilirubin direct : 2,0 Bilirubin indirect : 9,0

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Jaundice atau ikterus adalah diskolorisasi kuning pada kulit dan sklera yang disebabkan oleh akumulasi bilirubin pada jaringan dan cairan interstitial.3 Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. 3 Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.1

Ikterus Fisiologis dan Patologis Metabolisme bilirubin pada neonatus berada dalam bentuk peralihan dari tingkat janin, dimana plasenta merupakan jalan utama pembuangan bilirubin yang larut dalam lemak, menjadi tingkat dewasa, dimana bentuk terkonjugasi dan larut dalam air dikeluarkan dari sel-sel hati ke dalam sistem empedu untuk selanjutnya ke dalam saluran pencernaan. Beberapa faktor yang dianggap dapat menyebabkan atau meningkatkan derajat ikterus:1,2,3,4 1. Setiap faktor yang meningkatkan beban bilirubin yang harus dimetabolisme oleh hati (seperti anemia hemolitik, usia sel darah merah yang pendek akibat imaturitas atau sel yang ditransfusikan, peningkatan sirkulasi enterohepatik infeksi) 2. Setiap faktor yang dapat menimbulkan kerusakan atau menurunkan aktivitas enzim (anoksia, infeksi, mungkin hipotermi dan defisiensi tiroid), 3. Setiap faktor yang dapat mengadakan persaingan atau menghambat enzim (obatobatan dan zat lain yang memerlukan konjugasi dengan asam glukoronat untuk diekskresi) 4. Setiap faktor yang dapat meniadakan atau menurunkan jumlah enzim atau yang mengakibatkan penurunan uptake bilirubin oleh sel-sel hati (cacat genetik, prematuritas)

Bilirubin sebagai suatu produk metabolisme pada suatu saat oleh suatu sebab dan keadaan dapat menumpuk (terakumulasi). Penimbunan adalah suatu penyimpangan dari keadaan normal, jadi dengan sendirinya ikterus itu adalah patologis. Masalahnya apakah konsentrasi bilirubin tersebut mengganggu, merusak atau tidak. Bila tidak menimbulkan gangguan (patologi) itulah yang dimaksud dengan ikterus fisiologis.4 Terdapat dua jenis bilirubin, yaitu bilirubin indirek yang belum terkonjugasi dan bilirubin direk yang sudah terkonjugasi. Bilirubin indirek larut dalam lemak dan dalam serum diikat oleh albumin.2 Bilirubin direk yang sudah terkonjugasi dieksresi melalui usus. Bilirubin direk mudah larut dalam air. Penimbunan bilirubin akibat obstruksi menyebabkan ekskresi dilakukan melalui saluran kemih yang akan memberikan warna lebih gelap pada air kemih.2,3 1. Ikterus Fisiologis Kebanyakan bayi baru lahir, kadar bilirubin indirek dalam serum adalah 2 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin ini akan mencapai puncak pada umur 3 hari mencapai 6,5-7,0 mg/dl yang kemudian turun bertahap sampai kurang dari 1,5 mg/dl pada hari ke-10 kehidupan. Ikterus normal ini disebut ikterus fisiologis yang mulai timbul pada hari kedua atau ketiga dan kembali normal hari ke 10-14. ikterus mulai nampak pada kulit bila kadar bilirubin lebih dari 3 mg/dl. Ikterus yang timbul pada hari pertama (kurang dari 24 jam) dan tidak menghilang sesudah 2 minggu merupakan proses abnormal. Penyebab hiperbilirubinemia fisiologis diantaranya adalah kenaikan

pembebanan bilirubin terhadap sel hepatik (lebih dari 8,5 mg/kgbb/hari) yang disebabkan oleh penurunan daya hidup eritrosit bayi yaitu 90 hari (dewasa 120 hari) dari volume darah. 2. Ikterus Patologis Merupakan keadaan hiperbilirubinemia yang menyebabkan gangguan sistem dalam tubuh, yang kadang-kadang sukar dibedakan dari keadaan fisiologis. Pada bayi premature, kadar bilirubin dalam nilai fisiologis sudah dapat menyebabkan kernikterus (encefalopati biliaris). Dasar patologis ini adalah dari jenis bilirubin, saat timbul dan menghilangnya ikterus, dan penyebab dari ikterus.

Untuk mempermudah penilaian keadaan patologis dapat digunakan tanda-tanda sebagai berikut: Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan; serum bilirubin total lebih dari 12 mg/dl. Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg/dl pada bayi kurang bulan (BBLR) dan 12,5 mg/dl pada bayi cukup bulan. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6-PD, dan sepsis). Bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl, atau kenakan bilirubin serum 1 mg/dl/jam atau lebih 5 mg/dl/hari. Ikterus menetap sesudah bayi berusia 10 hari (bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada BBLR.

Metabolisme Bilirubin Metabolisme bilirubin pada neonatus berbeda dengan metabolisme bilirubin pada saat janin. Perbedaan terletak pada fungsi hepar janin yang tidak terlalu banyak berfungsi karena bilirubin dikeluarkan oleh janin melalui plasenta dalam bentuk bilirubin indirek (Monintja, 1994). Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut:2,3,5 1. Produksi Sebagian bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi dalam sistem

retikuloendotelial (RES). 75% dari bilirubin yang ada pada BBL berasal dari penghancuran hemoglobin, dan 25 % dari mioglobin, sitokrom, katalase dan triptofan pirolase. Tiap 1 gram hemoglobin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bayi cukup bulan akan menghancurkan eritrosit sebanyak 1 gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 bilirubin). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. (ngatiah, monintja, 1994). Pada BBL bilirubin direk dapat dirubah menjadi bilirubin indirek di dalam usus karena adanya -glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut.

Bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (siklus intrahepatik). 2. Transportasi Bilirubin indirek yang beredar kemudian diikat oleh albumin untuk dibawa ke hepar. Sel parenkim hepar mempunyai cara yang selektif dan efektif untuk mengambil bilirubin dari plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak. Di dalam sel, bilirubin akan terikat terutama pada ligandin (= protein Y, glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada glutation Stransferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan diekskresi ke dalam empedu dengan adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak. Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi tempat pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin. 3. Konjugasi Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronide walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide. Terdapat 2 enzim yang terlibat dalam sintesis bilirubin diglukoronide. Pertama-tama ialah uridin difosfat glukoronide transferase (UDPGT) yang mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide. Sintesis dan ekskresi diglukoronide terjadi di membran kanalikulus. Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam empedu tanpakonjugasi misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto) 4. Ekskresi Seudah konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk yang larut dalam air dan diekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usu, bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut dengan siklus enterohepatis. 5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

Produksi bilirubin pada janin dan neonatus diduga sama besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian hampir semua bilirubin pada janin adalah bilirubin indirek dan mudah melalui plasenta ke sirkulasi darah ibu untuk kemudian diekskresi oleh hepar ibu. Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi kumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg/dl. Hal ini menunjukan ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada BBL karena fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Pada bayi kurang bulan, biasanya kadar albuminnya rendah dimana albumin dibutuhkan untuk mengikat bilirubin indirek dalam serum, sehingga dapat dimengerti bila kejadian ikterus sering ditemukan pada bayi kurang bulan (BBLR).

Etiologi Penyebab ikterus pada BBL dapat berdiri sendiri atau disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum disebabkan oleh:1.6.7 1. Produksi berlebih Misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis 2. Gangguan uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungis hepar, akibat asidosis, hipoksia, infeksi, tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar), dan defisiensi protein Y dalam hepar yang berpera dalam uptake bilirubin ke sel hepar 3. Gangguan transportasi Disebabkan oleh faktor yang dapat mempengaruhi ikatan bilirubin dengan albumin seperti oleh obat-obatan (salisilat, sulfafurazole) atau karena defisiensi albumin 4. Gangguan ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi intrahepatal (akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh sebab lain) atau ekstrahepatal (biasanya kelainan bawaan)

Manifestasi Klinik Ikterus dapat ditemukan pada saat lahir atau dapat timbul setiap saat selama periode neonatal, tergantung pada keadaan yang bertanggung jawab. Intensitas ikterus tidak mempunyai hubungan klinis, dengan derajat hiperbilirubinemia, terutama pada bayi yang sedang mendapatkan fototerapi. Oleh karena itu penentuan bilirubin harus dilakukan pada semua bayi yang ikterus. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek dalam kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan pada ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat. Bayi mungkin kelihatan letargi (lemas),k ejang, tak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya epistotonus. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, stetosis yang disertai ketegangan otot, tuli, gangguan bicara dan retardasi mental. Tanda-tanda kernikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya ikterus.2,8.9

Pemeriksaan Pada bayi normal puncak kadar bilirubin tidak boleh lebih dari 12 mg/dl pada hari ketiga paska natal dan 2 mg/dl pada akhir minggu kedua dan 95% bilirubin adalah indirek. Kenaikan biasanya hanya 0,2 mg/dl/jam atau 4 mg/dl/hari. Faktor-faktor yang penting dalam diagnose:1,7 1. Puncak kadar bilirubin 2. Jenis bilirubin 3. Waktu terjadinya puncak kadar bilirubin Untuk menentukan etiologi, kadar puncak bilirubin kurang penting, tetapi kadar yang meningkat merupakan alasan untuk mencari penyebab dan menentukan tindakan selanjutnya. Pada umumnya kenaikan kadar bilirubin indirek disertai dengan peningkatan kadar bilirubin direk yang menunjukan adanya gangguan fungsi hati.6,7

10

Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam cahaya buatan. Paling baik pengamatan dilakukan di bawah cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulityang akan diamatai untuk menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah.2,4 Penilaian ikterus sebaiknya dilakukan secara laboratoris, namun apabila fasilitas tersebut tidak tersedia dapat ditentukan secara klinis, yaitu dengan rumus Kramer (tabel.1) yang dilakukan di bawah sinar biasa (day light).2,4,5

Tabel 1. penilaian klinis ikterus dengan Kramer DAERAH 1 2 3 LUAS IKTERUS Kepala dan leher Daerah 1 + badan bagian atas Daera 1,2 + badan bagian bawah dan tungkai Daerah 1,2,3 + lengan dan kaki di bawah dengkul Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki KADAR BILIRUBIN (mg%) 5 9 11

4 5

12 16

Dari pemeriksaan Kramer ini diperoleh kesan bahwa:8,10 1. Penjalaran ikterus berjalan dari atas ke bawah (sefalokaudal) 2. Bila kenaikan kadar bilirubin serum berhenti, maka warna kulit juga tidak menjalar lagi dan penurunan kadar bilirubin serum sesuai dengan berkurangnya warna ikterus tetapi serempak pada semua area dan tidak berjalan dari bawah ke atas 3. Pada bayi berat lahir rendah (BBLR), penjalaran warna juga mempunyai pola yang sama tetapi pada zona yang sama kadar bilirubin serum lebih tinggi 4. Pengamatan secara klinis ini tidak dapat menggantikan pemeriksaan laboratoris dan hanya merupakan prakiraan apabila tidak ada alat ukur yang lebih baik

Penatalaksanaan

11

Masalah yang didapatkan pada bayi iktrerus adalah kurangnya masukan cairan dan nutrisi karena bayi malas minum, resiko terjadi kernikterus karena adanya kelebihan bilirubin indirek dalam peredaran darah yang dapat masuk ke dalam jaringan otak, dan pengobatan terhadap hiperbilirubinemia (pemberian terapi sinar, transfusi tukar), dan kurangnya pengetahuan orang tua/ibu mengenai penyebab dan bahaya ikterus (tabel.2).4,5,9 1. Masukan cairan dan makanan Bayi diberi minum sesuai kebutuhan, jika bayi tidak mau menghisap berikan dengan sendok atau jika perlu berikan melalui sonde. Perhatikan frekuensi buagn air besar untuk mengetahui kemungkinan intoleransi akibat pemberian susu formula pada ibu yang ASInya tidak mencukupi kebutuhan bayi. 2. Mencegah terjadinya kernikterus Dalam hal ini adalah pengamatan yang tepat dan cermat perubahan peningkatan kadar ikterus/bilirubin bayi baru lahir, khususnya ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis 3. Mengatasi hiperbilirubinemia Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Pengobatan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan bayi. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Misalnya pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgbb, yang diberikan sebelum transfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi. Dengan melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi Transfusi tukar darah

Fototerapi Cahaya menurunkan konsentrasi bilirubin serum melalui dua mekanisme dasar yaitu fotoisomerisasi dan oksidasi fotosensitif. Fotoisomerisasi mempertinggi ekskresi bilirubin dengan mempermudah pengikatan hidrogen intramolekular, yang menghalangi

12

masuknya molekul air ke sisi polar bilirubin. Penyusunan kembali secara internal dalam molekul bilirubin sebagai akibat foto terapi mengganggu pengikatan hydrogen dan membuka sisi polar bilirubin untuk molekul air. Jadi fotoisomer bilirubin (bilirubin E) dan lumirubin adalah larut dalam air dan dapat diekskresi melalui empedu dan urin tanpa konjugasi sebelumnya oleh hepar. Fotooksidasi bilirubin menyebabkan bilirubin terhidrolisis menjadi monopirol, dipirol, dan tripirol yang larut dalam air, dan kemudian diekskresi ke dalam empedu atau urin.2,4 Indikasi fototerapi hanya setelah dipastikan adanya hiperbilirubinemia patologik. Fototerapi diberikan secara kontinu dan bayi sering dibalik agar pemaparan kulit maksimal. Tindakan ini harus segera dihentikan, bila konsentrasi bilirubin indirek berhasil diturunkan hingga mencapai kadar yang dipandang aman, sesuai dengan usia dan keadaan bayi. Pemberian fototerapi biasanya selama 100 jam. Kadar bilirubin serum dan hematokrit hendaknya dipantau setiap 4-8 jam pada bayi yang menderita penyakit hemolitik atau bayi dengan kadar bilirubin yang mendekati batas yang dianggap dapat menimbulkan keracunan pada bayi. Yang lainnya terutama bayi yang lebih tua dapat dipantau dengan interval 12-24 jam. Pemantauan hendaknya sampai 24 jam setelah penghentian fototerapi, oleh karena kadang terjadi kenaikan kembali kadar bilirubin yang tak terduga. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg/dl atau kurang terapi dihentikan walaupun belum 100 jam. Kedua mata dan gonad sebaiknya ditutup dan dilindungi secukupnya dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya.1,2,5,6 Komplikasi fototerapi baik segera maupun lanjut meliputi peningkatan insensible water loss, frekuensi defekasi yang meningkat, timbul kelainan kulit (flea bite rash), gangguan retina, gangguan pertumbuhan, kenaikan suhu, dan beberapa kelainan lain seperti kelainan gonad.1,2

Transfusi Tukar Indikasi transfusi tukar darah 5,10 Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg% Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg% perjam Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung Kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif

13

Transfusi

tukar

sebaiknya

diuloangi

sebnyak

yang

diperlukan

untuk

mempertahankan agar kadar bilirubin indirek serum bayi aterm tetap kurang dari 20 mg/dl. Timbulnya tanda klink kernikterus juga merupakan indikasi transfusi tukar harus segera dikerjakan pada setipa kadar bilirubin serum. Jenis transfusi tukar dapat dalam bentuk:1,2,8 1. Packed red cells (PRC) Digunakan terutama untuk bayi yang sangat peka yang memerlukan koreksi anemia segera dan hal ini merupakan konsekuensi saat lahir. Anemia, edema, dan hepatomegali merupakan indikasi untuk melakukan transfusi tukar dengan PRC. Transfusi tukar berlangsung sangat lambat (dengan kenaikan 5-10 ml) sampai akhirnya hematokrit mencapai 45%. 2. Darah segar Darah segar digunakan terutama untuk mengganti eritrosit yang tersensitisasi, untuk menghilangkan antibodi dalam sirkulasi, dan untuk menghilangkan bilirubin. Albumin dapat digunakan untuk memudahkan pembuangan bilirubin. Lebih dari 40% bilirubin dapat dihilangkan dengan pemberian 1 g/kg albumin rendah garam pada bayi 1 jam sebelum dimulai transfusi tukar. Dalam melaksanakanntrnsfusi tukar sebaiknya ada 3 tenaga professional yang terlibat, untuk menjalankan prosedur dan resusitasi yang diperlukan dan mengawasi oscilloscope serta mencata tanda-tanda vital, volume darah yang diganti, tekanan vena dan lain-lain. 1 Volume darah yang digunakan dua kali volume darah bayi (kira-klira 170 ml/kg, sampai 1 unit darah penuh), dan proses pertukaran ini harus dilaksanakan dal;am waktu kira-kira 1 jam dari penarikan pertam sampai terakhir. (kira-kira 2-4 ml/kg/menit).2,3

14

Tabel. 2. Bagan Penanganan Ikterus Bayi Baru Lahir TANDA-TANDA Warna kuning pada kulit dan sklera mata (tanpa hepatomegali, perdarahan kulir dan kejang-kejang) KATEGORI PENILAIAN Daerah ikterus Normal 1 1+2 Fisiologik 1 sampai 4 Patologik 1 sampai 5 1 sampai 5

(rumus Kramer) Kuning hari ke: Kadar bilirubin PENANGANAN Bidan atau puskesmas Terus diberi ASI Jemur di matahari pagi jam 7-9 selama Rujuk ke 10 menit Badan bayi telanjang, mata ditutup Terus diberi ASI Banyak minum Rumah sakit Sama dengan di atas Sama dengan di atas Periksa golongan darah ibu dan bayi Periksa kadar bilirubin Nasihat bila semakin kuning, kembali Waspadai bila kadar Tukar darah Terapi sinar Terapi sinar rumah sakit Banyak minum 1-2 5 mg% >3 5-9 mg% >3 11-15 mg% >3 > 15-20 mg% >3 >20 mg%

bilirubin naik > 0,5 mg/jam Coombs test

Komplikasi Kernikterus merupakan akibat dari hiperbilirubinemia, dimana terjadi kerusakan akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah di dasar ventrikel IV.1,2,3 15

Kadar bilirubin indirek atau bilirubin bebas darah yang tepat, yang bila dilewati bersifat toksis terhadap bayi, tidak dapat diramalkan, tetapi kernikterus jarang ditemukan pada bayi aterm, yang mempunyai kadar bilirubin serum lebih rendah dari 18-20 mg/dl. Lama pemaparan yang diperlukan agar timbul pengaruh toksis juga tidak diketahui. Makin kurang matang bayi, semakin besar kepekaan mereka mengalami kernikterus. Faktor-faktor yang mempermudah pergerakan bilirubin ke sel-sel otak dan pengaruh yang merugikan yang ditimbulkan meliputi prematuritas, hemolisis, asfikisa, asidosis, infeksi, hipoglikemia dan kadar albumin serum yang rendah. Pengaruh kumulasi yang ditimbulkan oleh sejumlah faktor tersebut akan meningkatkan kejadian kernikterus.1,2,6 Tanda dan gejala klinik biasanya timbul 2-5 hari setelah kelahiran bayi aterm dan sampai hari ke-7 pada bayi premature, tetapi hiperbilirubinemia dapat menimbulkan sindroma setiap saat selama periode neonatus dan sangat jarang selama masa anak-anak lanjut. Letargi, nafsu makan buruk dan hilangnya reflek moro merupakan tanda awal. Selanjutnya bayi kealihatan sakit, berat dan melemah badannya, disertai penurunan reflek tendon, kesulitan pernapasan, opistotonus, fontanella menonjol, kejang, spasme, dengan bayi merentangkan lengan, disertai ekstensi dan endorotasi lengan dan tangan dikepalkan. Bayi yang berhasil hidup biasanya kan menderita kerusakan yang berat, tetapi dapat pulih kembali dan selam 2-3 bulan timbul kembali sedikit abnormalitas.1,2,4,5

Prognosis Dengan menggunakan criteria patologik, maka sepertiga dari bayi yang menderita penyakit hemolitik yang tidak mendapat pengobatan dan kadar bilirubin serum yang lebih dari 20 mg/dl, akan mengalami kernikterus. Adanya tanda-tanda neurologik yang nyata mempunyai prognosis jelek, 75% bayi seperti ini atau lebih akan meninggal dunia, dan 80% dari mereka yang hidup akan memperlihatkan koreoatetosis bilateral disertai spasme oto involunter. Keterbelakangan mental, ketulian dan quadriplegia spastis lazim ditemukan. 2,5,6

16

BAB III KESIMPULAN

Ikterus merupakan disklorisasi pada kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3 dengan kadar bilirubin indirek 5-6 mg/dl dan untuk selanjutnya menurun hari ke 5-7 kehidupan maka disebut ikterus fisiologis sedangkan ikterus patologis yaitu bila bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl / 24 jam pertama kehidupan yang selanjutnya dapat terjadi kernikterus bila tidak didiagnosa dan ditangani secara dini. Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan yang menurun dan hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim ditemukan tanda-tanda kernikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya kernikterus. Riwayat kehamilan 28 minggu dengan BBL 1450 gram, Pada pasien ini didiagnosis dengan Bayi berat sangat rendah, Neonatus preterm, Sesuai masa kehamilan, Persalinan spontan, Obs. Infeksi neonates, Ikterik neonatorum. Ikterik neonatorum dapat dilihat dari tanda ikterik pada sclera dan kulit bagian kaki (krammer IV) dan hasil lab Bilirubin total : 17,6, Bilirubin direct : 1,3, Bilirubin indirect : 16,3. Pada pasien ini diberikan terapi fototerapi 2x24 jam. Hasil kadar bilirubin setelah fototerapi Bilirubin total : 11,0 ,Bilirubin direct : 2,0 ,Bilirubin indirect : 9,0 Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan untuk mencegah agar konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksitas, pengobatan yang sering diberikan adalah fototerapi dan transfusi tukar. Prognosis ikterus tergantung diagnosa secara dini dan penatalaksanan yang cepat dan tepat.

17

DAFTAR PUSTAKA 1. Monintja HE; Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus, Jakarta, FKUI, 1997, 105-58; 217-30 2. Klaus dan Fanaroff, alih bahasa: Surjono, A; dalam Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi, edisi ke-4, cetakan I, ECG, 2004, 394-411 3. Kliegman B, Edisi Bahasa Indonesia, Wahab S, Ilmu Kesehatan Anak; Edisi-15, Volume I, Nelson, EGC, 2000; 635-43 4. Saiffudin AB, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal; Edisi-1, cetakan-2, Jakarta, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2001; 22157 5. Wiknjosastro H, Ilmu Kebidanan; dalam Monintja HE, Penyakit-Penyakit Dalam Masa Neonatal, Edisi ke-3, Cetakan ke-4, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2004; 738-52 6. Ngastinah, Ikterus Neonatorum dalam Perawatan Anak Sakit, Cetakan I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997, 197-206 7. Lewis, DA and Nocton, J., hyperbilirubinemia, in On Call Pediatric, WB saunders Company, USA, 2006, 326-336 8. Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito, Buku I, Cetakan II, Yogyakarta, 1996, 112-122 9. Matondan, C.S., dkk, Diagnosis Fisis pada Anak, Edisi II, PT sagung seto, Jakarta 2000, 36-37 10. Gomella, T.L., Conjugated-Unconjugated (direct-indirect) hyperbilirubinemia, in Neonatology Management, Prosedures, on call, Problems, Diseases and Drugs, 3rd Edition, Appleton and Lange, USA, 1994, 202-207 11. Boedjang, Infeksi Pada Bayi Baru Lahir dan Masa Neonatal, Edisi ke-3, Cetakan ke4, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Penatalaksanaannya, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 44 (II), 1994, 105-117 12. Singer DB., Text Book of Fetal and Perinatal Pathology : Infections of Fetus and Neonatus, Boston, Black Well Scientific Publication, 1994 13. Tatty ES., Sindrom Respon Peradangan Sistemik : Sepsis dan Syok Septik pada Anak Diagnosis dan Pengelolaan, BP Undip, Semarang, 1997; 55-19

18

19

Anda mungkin juga menyukai