Anda di halaman 1dari 26

PERCOBAAN II

SUSPENSI

A. Tujuan
1. Membedakan sistem flokulasi dan deflokulasi.
2. Menerangkan usaha yang dapat dilakkukan untuk menstabilkan suspensi.
3. Menerangkan proses pembasahan partikel (wetting).
4. Menetukan volume sedimentasi dan derajat flokulasi dari suatu suspensi.

B. Dasar Teori
Berdasarkan dari Howard C. Ansel (1989) suspensi adalah sediaan cair yang
mengandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase cair.Suspensi
oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam
pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan ditujukan untuk
penggunaan oral.Suspensi topikal adalah sediaan cair yang mengandung partikel
padat yang terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan
pada kulit.Suspensi tetes telinga adalah sediaan cair yang steril yang mengandung
partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada
mata.Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium
cair yang sesuai sedangkan suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan
padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang
memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril.
Berdasarkan dari Alfred Martin (2008) suatu suspensi dalam bidang
farmasi adalah suatu disperse kasar dimana partikel zat padat yang tidak larut
terdispersi dalam suaru medium cair.penting untuk diketahui bahwa cirri-ciri dari
fase dispersi di pilih dengan hati-hati sehingga menghasilkan suatu suspensi yang
mempunyai sifat fisika, kimia, dan farmakologi yang optimum.
Untuk tujuan farmasi, kestabilan fisika dari suspensi bisa didefinisikan
sebagai keadaan di mana partikel tidak menggumpal dan tetap terdistribusi merata
diseluruh sistem dispersi. Karena keadaan yang ideal jarang menjadi kenyataan,
maka perlu untuk menambah pernyataan bahwa jika partikel-partikel tersebut
19

mengendap, maka partikel-partikel tersebut harus dengan mudah disuspensikan
kembali dengan sedikit pengocokkan saja.
Berdasarkan dari Patrick j. Sinko (2011) bahan pembuatan suspensi bakteri
yang digunakan adalah Brainheart Infusion (BHI) sebanyak 6,3 g, dilarutkan
dalam 150 mL aquades di atas penangas. Selanjutnya disterilkan dalam otoklaf
pada suhu 121
o
C selama 15 menit. Setelah proses sterilisasi, media diangkat dan
didinginkan. Media ini digunakan untuk memperoleh konsentrasi bakteri yang
sesuai untuk pengujian di laboratorium.
1. Sifat Antarmuka Partikel Tersuspensi
Luas permukaan partikel yang besar merupakan hasil dari pengecilan padatan
berkaitan dengan energi bebas permukaan yang membuat sistem menjadi tak
stabil secara termodinamik, yang berarti partikel-partikel tersebut berenergi tinggi
dan cenderung untuk mengelompok kembali sedemikian rupa sehingga
mengurangi luas permukaan dan energi bebas permukaan. Tegangan antarmuka
dapat diturunkan melalui penambahan suatu surfaktan, tapi biasanya tidak dapat
dibuat sama dengan nol.
Jika energi tolak menolak tinggi, rentangan potensial juga tinggi, dan
benturan partikel-patikelnya dilawan. Sistem tetap terdeflokulasi, dan jika
sedimentasi telah sempurna, partikel-partikel membentuk susunan yang tersusun
rapat, dengan partikel-partikel yang lebih kecil mengisi ronga-rongga diantara
partikel-partikel besar.
Berdasarkan dari Alfred Martin (2008) partikel yang terflokulasi terikat
lemah, mengendap dengan cepat, tidak membentuk suatu lempengan (cake), dan
dengan mudah dapat disuspensikan kembali. Partikel-partikel yang mengalami
deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan akhirnya membentuk suatu endapan
dimana terjadi agregasi yang akhirnya membentuk suatu lempengan yang keras
(hard cake) yang sulit disuspensikan kembali.
2. Sedimentasi Partikel Terflokulasi
Hal ini berbeda dengan yang terjadi pada suspensi terdeflokulasi yang
mempunyai suatu kisaran ukuran partikel, yaitu sesuai dengan hukum stokes,
20

partikel yang lebih besar mengendap lebih cepat daripada partikel yang lebih
kecil.
Derajat flokulasi merupakan parameter yang lebih penting dari F karena
menghubungkan volume sedimen terflokulasi dengan volume sedimen
terdeflokulasi. Jadi, dapat dikatakan bahwa :

Volume sedimen akhir suspensi terIlokulasi
Volume sedimen akhir suspensi terdeIlokulasi

Surfaktan sangat berguna dalam mengurangi tegangan antarmuka antar
partikel-partikel zat padat dan suatu pembawa dalam pembuatan suatu suspensi.
Gliserin dan zat higroskopis yang serupa juga berharga dalam menggiling zat-zat
yang tidak larut. Secara nyata gliserin mengalir kedalam ruang antara partikel
untuk menggantikan udara dan selama berlangsungnya penyampuran, melapisi
dan memisahkan zat tersebut sehingga air dapat mempenetrasi dan membasaahi
masing-masing partikel tersebut. Dikarenakan oleh gaya tolak menolak yang kuat
antara partikel-partikel yang berdekatan, sistem tersebut dipeptisasi atau di
deflokulasi dengan membuat suatu seri suspensi bismuth subnitrat yang
mengandung konsentrasi kalium fosfat berbasa satu yang meningkat, haines dan
martin sanggup menunjukkan suatu kolerasi antara potensial zeta yang tampak
dan volume sedimentasi, cake (pembentukan lempengan yang keras) dan
flokulasi.
Pengujian mikroskopis dari berbagai suspensi menunjukkan bahwa pada
suatu potensial zeta positif, terjadi flokulasi maksimum dan akan berlanjut sampai
potensial zeta cukup negatif untuk terjadinya deflokulasi lagi. Onset (waktu
mulai) flokulasi bersamaan dengan volume sedimentasi maksimum yang
ditentukan. F tetap konstan selagi flokulasi masih ada, dan hanya jika potensial
zeta menjadi cukup negatif untuk mengakibatkan peptisasi kembali, maka volume
sedimentasi mulai turun.
Surfaktan, baik nonionik maupun ionik, telah digunakan untuk
menghasilkan flokulasi dari partikel yang tersuspensi. Konsentrasi yang
diperlukan umtuk mencapai efek ini akan merupakan hal yang mentukan karena
senyawa ini bisa juga bekerja sebagai zat pembasah untuk mecapai dispersi.
21

Polimer merupakan suatu senyawa berantai panjang dan mempunyai bobot
molekul yang tinggi dan mengandung gugus aktif yang ditempatkan disepanjang
panjangnya. Zat ini bekerja sebagai zat pemflokulasi karena sebagian dari rantai
tersebut diadsorbsi pada permukaan partikel, dengan bagian yang tersisa
mengarah keluar medium dispers. Jembatan antara bagian-bagian yang terakhit ini
mengakibatkan terbentuknya flokulasi.
Berdasarkan jurnal dari Sri Hidayanti (2009) metil ester sulfonat (MES)
merupakan salah satu jenis surfaktan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan
antarmuka/interfacial tension (IFT) minyak dan air sehingga dapat bercampur
dengan homogen. Surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti
industri sabun, detergen, farmasi, kosmetika, cat, dan industri perminyakan.
Bahan baku pembuatan surfaktan dapat diperoleh dari minyak bumi (fossil fuel)
atau dari minyak nabati dan hewani. Kelemahan surfaktan dari minyak bumi
adalah bahan baku bersifat tidak dapat diperbarui, harga mahal, tidak tahan pada
kesadahan tinggi, dan sulitdidegradasi oleh mikroba sehingga tidak ramah
lingkungan. Saat ini surfaktan detergen masih didominasi oleh produk turunan
petrokimia, salah satunya adalah Linier Alkyl Benzene Sulfonat (LABS). Harga
minyak bumi dunia yang semakin mahal membuat beberapa industri detergen di
Amerika dan Jepang mulai menggunakan minyak nabati untuk bahan baku
pembuatan surfaktan.
3. Flokulasi Terkendali
Berdasarkan jurnal dari Warsita Rangga Aji (2012) flokulasi adalah proses
lambat yang bergerak secara terus-menerus selama partikel-partikel tersuspensi
bercampur di dalam air, sehingga partikel akan menjadi lebih besar dan bergerak
menuju proses sedimentasi. Ide dasar dari flokulasi adalah untuk mengendapkan
flok-flok dengan penambahan flokulan. Flokulasi merupakan suatu kombinasi
pencampuran dan pengadukan atau agitasi yang menghasilkan agregasi yang akan
mengendap setelah penambahan flokulan. Flok tersebut akan saling bergabung
membentuk flok yang lebih besar. Flok-flok yang terbentuk mempunyai berat
molekul yang lebih besar dari molekul air sebagi akibat dari penambahan polimer,
sehingga flok tersebut akan dengan mudah mengendap.
22

Berdasarkan dari Alfred Martin (2008) elektrolit bekerja sebagai bahan
pemflokulasi dengan mengurangi sawar elektrik antar partikel, seperti dibuktikan
oleh penurunan potensial zeta dan pembentukan jembatan antar partikel-partikel
berdekatan yang menghubungkan partikel-partikel tersebut dalam suatu struktur
yang longgar.
Berdasarkan dari Patrick j. Sinko (2011) Jika elektrolit ditambahkan
secukupnya potensial zeta mencapai nol dan kemudian meningkat ke arah positif.
Partikel koloid dan partikel disperse kasar dapat memiliki muatan permukaan
yang bergantunng pada pH sistem. Sifat penting dispersi yang bergantung pH
adalah titik nol muatan, yaitu pH suatu muatan akhir permukaan adalah nol.
Muatan permukaan yang diinginkan dapat dicapai melalui pengaturan pH dengan
penambahan HCl atau NaOH untuk menghasilkan muatan permmukaan positif,
nol, atau negatif. Potensial zeta negatif nitofurantoin sangat berkurang jika nilai
pH suspensi ini diberi muatan dari basa menjadi asam.
4. Flokulasi dalam Pembawa Terstruktur
Inkompatibilitas fisik tidak akan terjadi karena sebagian besar koloid
hidrofilik bermuatan negatif sehingga kompatibel dengan bahan pemflokulasi
anionik. Akan tetapi, jika kita memflokulasikan suspensi partikel bermuatan
negatif dengan elektrolit kationik (alumunium klorida, penambahan hidrokoloid
dapat menghasilkan produk yang inkompatibel, seperti dibuktikan oleh
terbentuknya massa berserabut dan tidak enak dilihat yang tidak memiliki atau
sedikit memiliki daya pensuspensi dan mengndap dengan cepat.
Pada kondisi ini, koloid pelindung perlu digunakan untuk mengubah muatan
partikel dari negatif menjadi positif. Hal ini dapat dicapai dengan
mengadsorbsikan amin asam lemak (yang sudah dipastikan tidak toksik) atau
bahan-bahan seperti gelatin, yang bermuatan positif dibawah titk isoeletriknya,
pada permukaan partikel. Selanjutnya, kita dapat menggunakan elektrolit anionik
untuk menghasilkan flokulat yang kompatibel dengan bahan pensuspensi
bermuatan negatif.

23

5. Pertimbangan Reologi
Prinsip reologi dapat diterapkan dalam suatu penelitian mengenai faktor-
faktor berikut ini yaitu viskositas suspensi yang mempengaruhi pengandapan
partikel-partikel terdispersi, perubahan sifat alir suspensi jika wadah dikocok dan
jika produk dituang dari botol, serta kualitas penyebaran lotion ketika dioleskan
pada daerah tertentu. Pertimbangan reologi juga penting dalm pembutan suspensi
6. Pemerian Bahan
a. Sulfamerazin
Sulfamerazin merupakan serbuk atau hablur putih atau putih agak
kekuningan, tidak berbau atau hampir tidak berbau, rasa agak pahit, mantap di
udara kalau kena cahaya akan langsung lambat laun warna menjadi tua. Kelarutan
sangan sukar larut dalam air, dalam kloroform P, dan dalam eter P, sukar larut
dalam etanol (90%) , agak sukar larut dalam aseton P, mudah larut dalam asam
mineral encer dan dalam larutan alkali hidroksida.
b. Propilenglikol
Propilenglikol merupakan cairan kental, jernih, tidak bewarna, tidak berbau,
rasa agak manis, higroskopis. Kelarutan dapat campur dengan air, dengan etanol
(95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur
dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak.
c. NaH
2
PO
4

NaH
2
PO
4
merupakan hablur tidak bewarna atau serbuk hablur putih, tidak
berbau, rasa asam dan asin . kelarutan larut dalam 1 bagian air.
(Depkes, 1979)
d. Tween 80
Tween 80 merupakan cairan seperti minyak bewarna putih bening atau
kekuningan, sedikit berasa seperti basa dan memiliki bau khas. Kelarutan Larut
dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak mineral dan minyak nabati.
(Ainley, 1994)



24

C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Alumunium foil
b. Beaker glass
c. Gelas ukur 50 mL (5 buah)
d. Mortir dan Stemper
e. Sendok tanduk
f. Sudip
2. Bahan
a. CMC Na
b. NaH
2
PO
4

c. Propilenglikol
d. Sulfamerazin
e. Tween 80

D. Prosedur Kerja
1. Dibuat lima buah suspensi dengan formula dan cara pembuatan yang telah
ditentukan.
a. Pembuatan suspensi tabung I
1) Digerus sulfamerazin dalam mortir.
2) Ditambahkan 25 mL aquadest, digerus hingga homogen.
3) Dipindahkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan aquadest hingga 50 mL,
dikocok sampai homogen.
b. Pembuatan suspensi tabung II
1) Dilarutkan NaH
2
PO
4
dalam 10 mL aquadest dalam gelas ukur.
2) Digerus sulfamerazin dalam mortir.
3) Ditambahkan 25 mL aquades, digerus hingga homogen.
4) Dipindahkan ke dalam gelas ukur yang berisi larutan NaH
2
PO
4
dan
ditambahkan aquadest.
c. Pembuatan suspensi tabung III
25

1) Dikembangkan Na CMC dalam 5 mL aquadest, digerus hingga terbentuk
mucillago.
2) Digerus sulfamerazin dalam mortir kemudian dimassukkan mucillago yang
telah dibuat sebelumnnya, digerus hingga homogen.
3) Dipindahkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan aquadest hingga 50 mL,
dikocok sampai homogen.
d. Pembuatan suspensi tabung IV
1) Digerus sulfamerazin dalam mortir kemudian dimasukkan propilenglikol,
digerus hingga homogen.
2) Ditambahkan 20 mL aquadest, digerus hingga homogen.
3) Dipindahkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan aquadest hingga 50 mL,
dikocok sampai homogen.
e. Pembuatan suspensi tabung V
1) Dilarutkan Tween 80 dalam 25 mL aquadest
2) Digerus sulfamerazin dalam mortir.
3) Ditambahkan 25 mL larutan tween 80, digerus hingga homogen.
4) Dipindahkan ke dalam gelas ukur dan ditambahkan aquadest hingga 50 mL,
dikocok sampai homogen.
f. Dibandingkan cara pembuatan sediaan I dengan sediaan II, III, IV, dan V.
g. Ditentukan volume sedimentasi (Vu) masing-masing sediaan pada waktu
tertentu (5, 10, 20, 40, 60, 90, dan 120 menit).
h. Ditentukan derajat flokulasi () masing-masing sediaan setelah didiamkan
selama 2 jam.

26

E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
a. Hasil Perhitungan Harga Volume Sedimentasi (F)
Waktu
(Menit)
Volume Sedimentasi (F)
Tabung
I
Tabung
II
Tabung
III
Tabung
IV
Tabung
V
0 50 50 50 50 50
5 10 12 10 24 7
10 10 11,5 10 21,5 7
20 9,9 11 9,8 18 6,8
40 9,8 11 9 14,8 6,8
60 9,2 10,8 9 13 6,8
90 9 10,1 8,5 12,5 6,8
120 9 10 8 12 6,8
b. Perhitungan Derajat Flokulasi ()
Derajat Flokulasi
Tabung I Tabung II Tabung III Tabung IV Tabung V
1,09 1,11 1,14 1,2 1,13
2. Perhitungan
a. Perhitungan Bahan
1) NaH
2
PO
4

NaH
2
PO
4

0,1
100
50
0,05
2) NaCMC
NaCMC
0,1
100
50
0,05
27

b. Perhitungan Harga Volume Sedimen
1) Tabung I
a) Menit 0 = 1
b) Menit 5 = 10 mL
F

V
o

10
50

0,2 mL
c) Menit 10 = 10 mL
F

V
o

10
50

0,2 mL
d) Menit 20 = 9,9 mL
F

V
o

9,9
50

0,198 mL
e) Menit 40 = 9,8 mL
F

V
o


9,8
50

0,196 mL
28

f) Menit 60 = 9,2
F

V
o

9,2
50

0,184 mL
g) Menit 90 = 9 mL
F

V
o


9
50

0,18 mL
h) Menit 120 = 9 mL
F

V
o


9
50

0,18 mL
2) Tabung II
a) Menit 0 = 1
b) Menit 5 = 12 mL
F

V
o

12
50

0,24 mL
c) Menit 10 = 11,5 mL
F

V
o

11,5
50

0,23 mL
d) Menit 20 = 11 mL
29

F

V
o

11
50

0,22 mL
e) Menit 40 = 11 mL
F

V
o


11
50

0,22 mL
f) Menit 60 = 10,8 mL
F

V
o

10,8
50

0,216 mL
g) Menit 90 = 10,1 mL
F

V
o


10,1
50

0,202 mL
30

h) Menit 120 = 10 mL
F

V
o


10
50

0,2 mL
3) Tabung III
a) Menit 0 = 1
b) Menit 5 = 10 mL
F

V
o

10
50

0,2 mL
c) Menit 10 = 10 mL
F

V
o

10
50

0,2 mL
d) Menit 20 = 9,8 mL
F

V
o

9,8
50

0,196 mL
e) Menit 40 = 9 mL
F

V
o


9
50

0,18 mL
f) Menit 60 = 9 mL
31

F

V
o

9
50

0,18 mL
g) Menit 90 = 8,5 mL
F

V
o


8,5
50

0,17 mL
h) Menit 120 = 8 mL
F

V
o


8
50

0,16 mL
i) Tabung IV
a) Menit 0 = 1
b) Menit 5 = 24 mL
F

V
o

24
50

0,48 mL
c) Menit 10 = 21,5 mL
F

V
o

21,5
50

0,43 mL
d) Menit 20 = 18 mL
F

V
o

32

18
50

0,36 mL
e) Menit 40 = 14,8 mL
F

V
o


14,8
50

0,296 mL
f) Menit 60 = 13 mL
F

V
o

13
50

0,26 mL
g) Menit 90 = 12,5 mL
F

V
o


12,5
50

0,25 mL
h) Menit 120 = 12 mL
F

V
o


12
50

0,24 mL
j) Tabung V
a) Menit 0 = 1
b) Menit 5 = 7 mL
F

V
o

7
50

33

0,14 mL
c) Menit 10 = 7 mL
F

V
o

7
50

0,14 mL
d) Menit 20 = 6,8 mL
F

V
o

9,8
50

0,136 mL
e) Menit 40 = 6,8 mL
F

V
o


6,8
50

0,136 mL
f) Menit 60 = 6,8 mL
F

V
o

6,8
50

0,136 mL
g) Menit 90 = 6,8 mL
F

V
o


6,8
50

0,136 mL
h) Menit 120 = 6,8 mL
F

V
o

34


8
50

0,16 mL
c. Perhitungan Derajat Flokulasi
1) Tabung I
V
~
8,2

V
u
V
~

9
8,2

1,09
2) Tabung II
V
~
9

V
u
V
~


10
9

1,11
3) Tabung III
V
~
7

V
u
V
~

8
7

1,14
4) Tabung IV
V
~
10

V
u
V
~

12
10

1,2
5) Tabung V
35

V
~
6

V
u
V
~

6,8
6

1,13











36

F. Pembahasan
Suspensi adalah suatu dispersi kasar di mana partikel zat padat yang tidak
larut terdispersi dalam suatu medium cair. Suspensi terdiri dari partikel kecil yang
di kenal dengan fase terdispersi, terdistribusi keseluruhan medium kontinu atau
medium pendispersi berupa zat cair.
Terdapat dua sistem suspensi yaitu deflokulasi dan flokulasi. Pada sistem
deflokulasi, partikel sangat lambat mengendap dikarenakan adanya peningkatan
potensial zeta (25 mV atau lebih). Semakin tinggi nilai potensial zeta maka
semakin kuat gaya tolak-menolak antar partikel sehingga terjadi pengendapan
yang lambat. Selain itu, pada sistem ini terbentuk ukuran partikel terkecil yang
menujukkan peningkatan luas permukaan partikel. Peningkatan luas permukaan
berbanding lurus dengan peningkatan sudut kontak antar partikel. Ketika terjadi
pengendapan, partikel membentuk cake yang keras yang sukar ditembus oleh
medium pendispersi, sehingga sukar didispersikan kembali. Sedangkan pada
sistem flokulasi, partikel sangat cepat mengendap dikarenakan adanya penurunan
potensial zeta (kurang dari 25 mV). Jika nilai potensial zeta rendah maka semakin
kuat gaya tarik-menarik sehingga terbentuk agregat yang longgar yang dapat
mengendap lebih cepat. Selain itu, dengan terbentuknya agregat, terjadi
peningkatan ukuran partikel yang menujukkan penurunan luas permukaan
partikel. Penurunan luas permukaan berbanding lurus dengan penurunan sudut
kontak antar partikel. Ketika terjadi pengendapan, celah antar partikel mudah
ditembus oleh medium pendispersi sehingga suspensi dapat didispesikan kembali
dengan cepat.
Percobaan ini dibuat 5 bagian suspensi dengan penambahan zat yang
berbeda. Zat yang disuspensi adalah serbuk sulfamerazin yang sangat sukar larut
dalam air. Sulfamerazin pada percobaan ini digerus terlebih dahulu, penggerusan
ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran partikel, meningkatkan sudut kontak
agar mudah terbasahi, dan pengecilan ukuran partikel sehingga partikel
sulfamerazin sulit untuk mengendap. Suspensi pertama terdiri dari 2,5 gram
sulfamerazin, suspensi kedua terdiri dari 2,5 gram sulfamerazin dan 0,05 gram
NaH
2
PO
4,
suspensi ketiga terdiri dari 2,5 gram sulfamerazin dan 0,25 gram Na
37

CMC, suspensi keempat 2,5 gram sulfamerazin dan 5 mL propilenglikol, dan
suspensi kelima adalah 2,5 gram sulfamerazin dan 0,05 gram tween 80. Kelima
suspensi ini dikocok terlebih dahulu dan didiamkan selama 0 menit, 5 menit 10
menit, 20 menit, 40 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Pada menit ke 5
yang paling cepat mengendap yaitu suspensi keempat, yaitu sulfamerazin dan
propilenglikol, kemudian suspensi kedua keempat, dan yang paling lambat
mengendap adalah suspensi ketiga dan suspensi kelima.
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sulfamerazin,
NaH
2
PO
4,
Na CMC, propilenglikol, dan tween 80. Sulfamerazin berwarna putih,
hablur atau serbuk, tidak berbau, rasa pahit, kelarutan sangat sukar larut dalam air,
dalam CHCl
3
, dalam eter, agak sukar larut dalam aseton. Sulfamerazin merupakan
zat aktif. Na CMC atau Natrium karboksi-metil-selulosa berbentuk serbuk atau
butiran, putih atau kuning gading, tidakberbau atau hampir tidak berbau,
higroskopik. Kelarutan mudah terdispersi dalam air, membentuk suspensi
koloidal, tidak larut dalam etanol, tidak larudalam eter dan dalam pelarut organik
lain. Na CMC merupakan floculatingagent, kerena NaCMC berfungsi untuk
meningkatkan viskositas dari suspensi, semakin besar konsentrasi NaCMC makin
besar viskositas suspensi, semakin besar viskositas suspensi maka pengendapan
yang terjadi akan semakin lambat. Propilenglikol berupa cairan kental, jernih,
tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, higroskopik. Kelarutan dapat
campur dengan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak campur dengan eter
minyak tanah dan minyak lemak. Propilenglikol digunakan sebagai pembasah.
Natrium dihidrogen fosfat (NaH
2
PO
4
) berupa hablur, tidak berwarna, tidak
berbau, rasa asam, putih, ada rasa asin, dan larut dalam 1 bagian air. Tween 80
merupakan salah satu contoh surfaktan, tween 80 dapat menurunkan tegangan
antarmuka antara obat dan medium sekaligus membentuk misel sehingga molekul
obat akan terbawa oleh misel larut kedalam medium. Tween 80 sangat larut dalam
air, larut dalam etanol, etil asetat, metanol dan toluen.
Suspensi pada tabung I sulfamerazin tidak ditambahkan dengan suspending
agen, sulfamerazin hanya ditambahkan dengan aquades. Suspensi pada tabung II,
sulfameraszin ditambahkan dengan NH
2
PO
4
dan aquades. Suspensi pada tabung
38

III, sulfamerazin ditambahkan dengan NaCMC dan aquades. Suspensi pada
tabung IV, sulfamerazin ditambahkan dengan propilen glikol dan aquades.
Suspensi pada tabung V, sulfamerazin ditambahkan dengan tween 80 dan
aquades.
Pengendapan yang cepat terjadi pada tabung IV, lalu pada tabung II, I, III,
dan V. Hal ini di karenakan pada tabung IV adanya penambahan wetting agent
yaitu propilenglikol yang berfungsi dalam pengusiran udara pada permukaan
partikel atau zat padat oleh cairan pembasah (propilen glikol). Propilen glikol ini
yang saling kontak dengan zat padat akan menyebaar dan menggantikan udara
dipermukaan partikel zat padat (sulfamerazin), sehingga memudahkan dalam
pembasahan dan serbuk dari sulfamerazin mudah tenggelam atau mengendap atau
membentuk flokulat-flokulat. Sistem yang terbentuk adalah sistem flokulasi
karena setelah 60 menit sedimentasi mudah untuk terdispersi kembali. Prinsip
kerja dari wetting agent yaitu memindahkan udara diantara partikel-partikel yang
hidrofobik (sulfamerazin), sehingga bila ditambahkan air dapat menembus dan
membasahi partikel sulfamerazin karena lapisan wetting agent tersebut pada
permukaan partikelnya mudah bercampur dengan air sehingga pendispersian
partikel dilakukan dengan menggerus terlebih dahulu partikel dengan wetting
agent.
Suspensi padatabung II, adamya penambahan NH
2
HPO
4
NaH
2
PO
4

merupakan salah satu floculating agent jenis elektrolit. Elektrolit berfungsi untuk
mengurangi gaya listrik tolak-menolak antar partikel, sehingga terjadi flok bebas
pada partikel. Dengan penambahan NaH
2
PO
4
akan menyebabkan penurunan
potensial zeta yang menyebabkan potensial zeta menjadi 0 (nol) dan kemudian
menjadi positif karena pengaruh elektrolit NaH
2
PO
4
. Penurunan potensial zeta
tersebut menyebabkan penurunan gaya listrik tolak-menolak, sehingga
membentuk agregat yang lebih cepat mengendap. Semakin tinggi nilai potensial
zeta maka semakin kuat gaya tolak menolak dan sedimentasi terbentuk lambat,
sedangkan jika potensial zeta rendah maka gaya tarik menarik akan semakin kuat
dan sedimentasi terjadi dengan cepat.
39

Suspensi pada tabung III, adanya penambahan NaCMC. NaCMC
merupakan polimer yang memiliki rantai panjang dan mempunyai bobot molekul
yang tinggi dan mengandung gugus aktif yang ditempatkan disepanjang rantai
NaCMC bekerja sebagai pemflokulasi karena sebagian dari rantai tersebut
diadsorbsi pada permukaan partikel, dengan bagian tersisa mengarah keluar
medium dispers. NaCMC berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari suspensi,
semakin besar konsentrasi NaCMC makin besar viskositas suspensi, semakin
besar viskositas suspensi maka pengendapan yang terjadiakan semakin lambat.
NaCMC bekerja sebagai pemflokulasi dengan membentuk jaring-jaring polimer
yang dapat mengikat partikel Sulfamerazin. Jaring polimer tersebut diadsorbsi
pada permukaan partikel Sulfamerazin, dengan bagian tersisa mengarah keluar
medium dispersi. Oleh karena partikel Sulfamerazin terlindungi oleh NaCMC
maka terjadi penurunan tegangan permukan dan mengakibatkan pengelompokaan
tak dapat terhindarkan. Pengelompokan ini bukan terjadi karena partikel
Sulfamerazin tetapi karena adanya NaCMC yang melapisi atau melindung partikel
Sulfamerazinsehingga partikel cepat mengendap namun dapat terdispersi kembali
karena ikatan antar pelindung (NaCMC) membuat gayavan der Waals lemah.
Polimer ini juga menunjukkan aliran pseudoplastis dalam larutan yang berpotensi
menstabilkan bentuk fisik suspensi.
Suspensi pada tabung IV, Sulfamerazin ditambahkan dengan propilenglikol.
Propilenglikol merupakan wetting agent yang berfungsi menurunkan tegangan
antarmuka antara partikel padat dan cairan pembawa. Turunnya tegangan antar
muka akan menurunkan sudut kontak sehingga memudahkan dalam pembasahan,
sehingga serbuk dari Sulfamerazin mudah mengendap atau membentuk flokulat-
flokulat. Prinsip kerja dari wetting agent yaitu memindahkan udara diantara
partikel-partikel yang hidrofobik, sehingga bila ditambahkan air dapat menembus
dan membasahi partikel Sulfamerazin karena lapisan wetting agent tersebut pada
permukaan partikelnya mudah bercampur dengan air.
Suspensi pada tabung V, adanya penambahan tween 80. Tween 80 juga
berfungsi sebagai wetting agent yang dapat menurunkan tegangan antarmuka
antara partikel padat dan cairan pembawa. Turunnya tegangan antar muka akan
40

menurunkan sudut kontak sehingga memudahkan dalam pembasahan, sehingga
serbuk dari Sulfamerazin mudah mengendap atau membentuk flokulat-flokulat.
Prinsip kerja dari wetting agent yaitu memindahkan udara diantara partikel-
partikel yang hidrofobik, sehingga bila ditambahkan air dapat menembus dan
membasahi partikel Sulfamerazin karena lapisan wetting agent tersebut pada
permukaan partikelnya mudah bercampur dengan air. Tween 80 juga merupakan
surfaktan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan antar permukaan dengan
cara adsorbsi pada permukaan partikel membentuk lapisan-lapisan
monomolekuler sehingga cenderung untuk terjadinya pengelompokan.
Pengelompokan tersebut mengakibatkan peningkatan ukuran partikel. Semakin
besar ukuran partikel maka semakin kecil luas permukaan. Penurunan luas
permukaan tersebut juga menyebabkan menurunnya sudut kontak antarpartikel
sehingga tidak akan terbentuk cake ketika terjadi pengendapan. Faktor penurunan
tegangan antarmuka bukan menjadi faktor utama dalam hal ini, faktor yang lebih
bermakna yaitu kenyataan bahwa tiap partikel tidak larut yang terdispersi
dikelilingi oleh suatu lapisan monolayer yang saling melekat sehingga mencegah
terjadinya pengelompokan antar dua partikel terdispersi ketika partikel tersebut
saling mendekat. Akibat dari lapisan mono layer ini sehingga gayavan der
Waalsnya lemah yang mengakibatkan sedimen yang terbentuk dapat terdispersi
kembali.
Volume sedimentasi adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (V
u
)
terhadap volume mula-mula dari suspensi (V
o
) sebelum mengendap. Derajat
flokulasi adalah suatu rasio volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (V
u
)
terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi (V
oc
). Jika nilai derajat
flokulasi kurang dari 1 (satu) maka volume akhir sedimentasi lebih kecil dari
volume awal sedimentasi, hal ini dikarenakan suspensi membentuk cake atau
lempengan yang keras, sedangkan jika derajat flokulasi lebih besar dari 1 (satu)
maka volume sedimentasi akhir lebih besar dari sedimentasi awal, sehingga
menunjukan pranatan yang jernih pada suspensi.
Hasil pengamatan, didapatkan derajat floktulasi pada tabung I yaitu sebesar
1,09, pada tabung II sebesar 1,11, pada tabung II sebesar 1,14, pada tabung IV
41

sebesar 1,2 dan pada tabung V sebear 1,13. Derajat flokulas yang untuk sediaan
suspensi yaitu sebesar 1 (satu).Semakin mendekati angka 1 (satu) suatu nilai
derajat flokulasinya maka semakin baik pula sedian suspensi tersebut, hal ini
dikarenakan jika deraja flokulasi sebeesar 1 (satu) maka volume akhir
sedimantasisama dengan sedimentasi awal atau tidak terjadi penambahan voleme
sedimentasi akhir, artinya sedimentasi tetap ketika pengukuran sedimentasi tak
terhingga dilakukan, dan masih terdapat partikel yang masih terdispersi dalam
sediaan suspensi.
Berdasarakan hasil pengamatan, didapatkan suspensi sulfamerazin yang
paling baik yaitu dengan perlakuan tanpa ditambahkan dengan suspending
agentmenghasilkan derajaat flokulasi mendekai 1 yaitu 1,09. Hasil ini tidak sesuai
dengan teori, berdasarkan teori penambahan Tween 80 pada suspensi
sulfamerazin menghasilkan deraja flokulasi yang mendekati 1. Kesalahan ini
dapat disebabkan karena kesalahan dalam teknik pembuatannya dalam skala kecil
dan konvensional yang memungkinkan banyak kesalaan terjadi seperti
sulfamerazin ang digerus tidak homogen dan pembilasan yang tidak dilakukan
dengan baik sehingga masih terdapat partikel sulfamerazin pada mortir. Volume
sedimentasi mempertimbangkan rasio akhir dari endapan terhadap tinggi awal dari
suspensi pada waktu suspensi mengendap dalam suatu kondisi di bawah standar.
Semakin mendekati angka 1 volume sedimentasinya semakin baik suspensinya.
Kecepatan volume sedimentasi dapat bertambah dengan adanya flokulan. Efek
flokulan yang menyeluruh adalah menciptakan penggabungan partikel-partikel
halus menjadi partikel yang lebih besar sehingga mudah didapatkan endapan yang
disebabkan juga karena kontak antar partikel. Kontak partikel dapat terjadi dengan
cara yaitu kontak yang disebabkan oleh gerak brown (gerak acak partikel koloid
dalam medium pendispersi) dan kontak yang disebabkan oleh gerakan cairan itu
sendiri akibat adanya pengadukan. Kontak yang dihasilkan oleh partikel yang
mengendap yaitu adanya tumbukan antara partikel yang mempunyai kecepatan
pengendapan lebih besar dengan partikel yang mempunyai kecepatan
pengendapan lebih kecil. Setelah pengamatan selama 60 menit, suspensi dikocok
kembali untuk mengetahui sistem terdispersi lagi atau tidak dan untuk mengetahui
42

termasuk ke dalam sistem flokulasi yang reversibel, atau sistem deflokulasi yang
irreversible. Reversible bisa terdispersi kembali yang berarti yang akan
membentuk suspensi yang ideal karena tidak membentuk cake.




























43

G. Kesimpulan
Berdasarkan pada oercobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa suspensi yang paling stabil yaitu dengan derajat flokulasi yang mendekati
nilai 1 (satu) yaitu pada suspensi tabung I dengan sulfamerazin dengan
ditambahkan aquades.

Anda mungkin juga menyukai