Anda di halaman 1dari 27

BAB I PENDAHULUAN Keperawatan sebagai profesi mengharuskan pelayanan keperawatan diberikan secara profesional dengan kompentensi yang memenuhi

standar dan memperhatikan kaidah dan moral, sehingga masyarakat menerima pelanyanan berupa asuhan keperawatan yang bermutu sesuai denagan mukadimah dan kode etik keperawawatan alinea 3 dan 4 praktek keperawatan haruslah dapat melaksanakan tugas pelayanan keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dengan cakupan tangungjawab perawatan Indonesia adalah meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadi penyakit, mengurangi dan menghilangi penderitaan serta memulihkan kesehatan yang semua ini dilaksanakan atas dasar pelayanan paripurna (La Ode Jumadi Gafar 1999: 77). Berdasarkan hal tersbut, institusi pendidikan diploma III Akademi Perawatan Rumah Sakit Dustira. Dapat menghasilkan tenaga perawat profesional pemula yang dapat diandalkan, tidak hanya dari segi ilmu dan keterampilan semata, namun juga dapat menganalisa masalah-masalah yang ada diekitar masyarakat yang semakin luas, komplek dan juga dinamis. A. Latar Belakang Masalah Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan

2 yang terdiri dari pengunyahan, penelanan dan pencampuran dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai anus. Makanan yang masuk kedalam tubuh dimetabolisme di dalam sel untuk menghasilkan energi, membentuk jaringan, hormon dan enzim. Makanan dapat bergerak dari saluran cerna bagian atas sampai keanus karena adanya gerakaan peristaltik yang berasal dari kontraksi usus yang diatur oleh sistem syaraf otonom dan syaraf enterik. Apabila saluran pencernaan ini mengalami gangguan maka akan berakibat pada tubuh itu sendiri, salah satu gangguannya yaitu pada organ appendiks (Saepudin ; 1997 : 80). Appendiks yaitu suatu organ tambahan seperti kantung yang tidak mempunyai fungsi yang terletak pada bagian inferior dari sekum. Bila terjadi peradangan pada appendiks maka akan terjadi appendicitis. Appendicitis adalah peradangan yeng terjadi pada daerah appendiks yang disebabkan obstruksi oleh faeces yang akhirnya merusak aliran darah dan mengkikis mukosa mengakibatkan inflamasi ( Egram ; 1998 : 215). Berdasarkan catatan epidemiologi Rumah Sakit Dustira Cimahi. Diketahui jumlah penderita dari bulan Maret 2002 sampai Agustus 2002 penderita Appendiktomi Cimahi. yang dirawat di ruang perawatan Bedah Rumah Sakit Dustira

3 TABEL I Distribusi penyakit bedah digestive selama 6 bulan ( Pebruari s/d Juli 2002 ) di RS Dustira Cimahi Kasus Bedah Terbanyak 1. Appendicitis 2. HIL 3. Haemorhoid 4. Ileus obstruksi 5. Peritonitis 6. Cholitiasis 7. Ca pancreas 8. Obstipasi 9. Dyspepsi 10.Colostomi Feb 17 25 10 3 2 1 Maret 32 7 5 3 1 2 1 1 Bulan April Mei 54 43 13 20 12 12 2 1 1 2 1 1 1 Juni 34 9 4 1 1 Juli 48 18 2 2 2 1 1 Jumlah 228 92 45 12 7 4 3 2 2 1 % 16,10 6,49 3,17 0,84 0.49 0,28 0,21 0,14 0,14 0,07

Jumlah 58 52 83 80 49 74 396 100 Sumber : Data laporan bulanan rekam medik ruang perawatan bedah RS Dustira Cimahi dari bulan pebruari sampai dengan bulan juli 2002 Berdasarkan data di atas bahwa penyakit appendicitis merupakan angka yang terbanyak diantara penyakit bedah yang lain sebanyak 16,10 %. Perlu membutuhkan perawatan dan penanganan yang sangat optimal dan komprehensif untuk mencegah gangguan yang lebih lanjut sehingga klien sehat seperti semula. Penyakit appendicitis apabila dibiarkan akan meyebabkan perforasi dan apabila tidak dilakukan operasi akan meyebabkan infiltrat dan kemungkinan besar akan mengakibatkan kematian. Dengan pernyataan diatas maka penulis merasa tertarik untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Tn.M dengan post appendiktomi dan melaporkannya dalam bentuk karya tulis dengan judul Asuhan Keperawatan Pada

4 Pasien Tn.M dengan Gangguan Sistem Pencernaan Akibat Post Appendiktomi Atas Indikasi Appendicitis Akut hari ke-2 Diruang Perawatan Satu Rumah Sakit Dustira Cimahi

B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn.M dengan post Appendiktomi di ruang perawatan satu Rumah Sakit Dustira dan melaksanakan proses keperawatan. 2. Tujuan Khusus Setelah melakukan asuhan keperawatan pada pasien Tn.M dengan Post Appendiktomi penulis dapat : a. Melaksanakan pengkajian dengan menggunakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data, menganalisa dan menegakkan diagnosa

keperawatan. b. Membuat rencana tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan berdasarkan prioritas masalah. c. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan berdasarkan prioritas masalah. d. Mengevaluasi hasil dari tindakan-tindakan perawatan yang telah

dilaksanakan berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. e. Mendokumentasikan proses perawatan dengan benar.

C. Metode dan Tehnik Pengumpulan Data Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah metode deskriptif berbentuk study kasus, yaitu berupa gambaran proses perawatan yang dilakukan oleh penulis. Adapun tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah : 1. Wawancara yaitu menggunakan komunikasi langsung dengan klien, keluarga, perawat ruangan maupun tim medis lainnya untuk mendapatkan data dan mengetahui masalah yang dihadapai. 2. Observasi yaitu melalui pengamatan langsung terhadap klien, dengan menggunakan asuhan keperawatan. 3. Pemeriksaan fisik yaitu dengan malakukan pemeriksaan dari kepala hingga kaki untuk menmgindentifikasi gangguan yang terjadi pada sistem tubuh secara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. 4. Study dokumentasi yaitu penulis langsung menggunakan status klien, catatan perawatan, dan catatan medis. 5. Study kepustakaan yaitu mengumpulan dan mempelajari dari buku-buku sumber dan materi-materi yang menunjang sesuai dengan judul.

D.Sistematika Penulisan Sistem penulisan karya tulis ini membahas gambaran secara umum mengenai uraian pembuatan study kasus ini.

6 Gambarannya adalah sebagai berikut : Bab satu : Pendahuluan, terdiri dari : Latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode dan teknik pengumpulan data, sistematika data. Bab dua : Tinjauan teoritis mengenai konsep dasar yang meliputi, pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, komplikasi, dan teoritis asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa pengumpulan

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan catatan perkembangan. Bab tiga : Tinjauan kasus meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi, dan pembahasan. Bab empat : Kesimpulan dan saran

7 BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar 1. Pengertian a. Appendicitis Appendiksitis merupakan penyakit bedah sebagai akibat kebudayaan yang menyangkut kebiasaan makan (Koswari ; 1993 :212). Sedangkan menurut Price, (1995 ; 401) appendicitis merupakan peradangan yang terdapat pada apendik dan mengenai seluruh bagian lapisan organ tersebut. Sedangkan kalau appendicitis vermiformis merupakan tabung buntu yang relatif panjang namun sempit, memiliki ukuran yang panjangnya 6

sampai dengan 9 centimeter dan diperdarahi oleh apendikularis ( price 1991 : 296) Menurut pendapat (Suparman : 1990 : 177) bahwa appendiksitis akut adalah kasus gawat bedah abdomen yang sering terjadi. Kejadian yang paling tinggi ditemukan pada usia dekade kedua dan ketiga. Penulis menarik kesimpulan bahwa appendiksitis adalah peradangan pada appendik yang terjadi akibat ataupun karena oleh infeksi oleh bakteri. Appendiksitis ini biasanya dilakukan dengan cara pengangkatan appendik tersebut yang dinamakan dengan appendiktomi.

8 b. Appendiktomi Appendiktomi adalah tindakan pengangkatan jaringan appendik (Houngton,1991 ; 57). Tetapi pendapat lain mengatakan appendictomi sebagai nama yang menyatakan upaya untuk mengangkat jaringan appendik yang terinfeksi. Jadi secara singkat appendiktomi dapat disimpulkan adalah tindakan pembedahan yang berfungsi untuk mengangkat jaringan appendik yang mengalami peradangan.

2. Anatomi Fisiologi Menurut Oswari (1993 ; 212) Appendik terletak pada caecum diujung Tenia atau (pita otot) panjang pendeknya usus buntu itu tidak berpengaruh terhadap terjadinya peradangan. Ujung usus buntu terdapat pada semua arah caecum misalnya dapat sampai ke panggul, ke sakrum atau melilit ke usus halus. Letak yang paling banyak ditemui pada retrocaecal atau belakang sekum. Sedangkan menurut Price, Sylvia Anderson, Mc Carty Wilson (1991 ; 296) Appendiks vermiformis merupakan tabung buntu yang relatif panjang namun sempit, memiliki ukuran enam sampai sembilan centimeter dan diperdarahi oleh appendikularis. Pada posisi yang normal appendiks terletak pada dinding abdomen dibawah titik Mc Burney dengan cara menarik garis garis spinna illiaka superior anterior kanan ke umbilikus.

9 Titik tengah garis ini merupakan tempat pangkal appendiks ( gambar 2.1)

Gambar : penampang apendik pada posisi normal (Sumber, patofisiologi, price, 1995 ; 401) Dinding appendiks terdiri dari empat lapisan. Keempat lapisan ini adalah tunika serosa, tunika muskularis, tunika sub mukosa dan tunika mukosa. Pada dasarnya dinding appendiks sama seperti yang dimiliki oleh dinding usus halus, tetapi masih dapat dibedakan. Perbedaannya terletak pada dinding submukosa, pada dinding appendiks dinding submukosanya terdapat banyak folikel limfe (Evelyn C Pearce1992 ; 195). Menurut Suparman (1990 ; 177) Berpendapat bahwa fungsi appendiks ini tidak diketahui tetapi kadang-kadang appendiks disebut Tonsil Abdomen, karena ditemukan banyak jaringanlimfoid sejak intra uteri akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 15 tahun yang kemudian mengalami atrofi serta praktis menghilang pada usia 60 tahun. Sehingga dapat diperkirakan apppendiks mempunyai peranan dalam mekanisme immunologi.

10 Appendiks mengeluarkan cairan yang bersifat basah dan mengandung amilase, Erepsin dan musin.

3. Etiologi dan faktor pencetus Obstruksi lumen apendik menjadi faktor utama terjadinya apendicts. Yang termasuk kemungkinan penyebab obstrksi adalah sebagai beikut : Oleh parasit, calculi ( Fecolith ) didalam appendik, hiperplasia jaringan lymphoid yang merupakan penyebab terbanyak. Adanya benda asing seperti cacing. Infeksi virus, appendik yang melilit karena adanya perlengketan, malfungsi dari sistem katup pada pintu appendk. Sedangkan faktor pencetus lain sehingga terjadinya appendicitis adalah karena makanan yang pedas, kebiasaan menahan BAB, makanan yang keras dan biji-bijian, intake cairan yang kurang.

4. Gambaran klinis Pada kasus appendicitis akut, biasanya gejala-gejala permulaan adanya nyeri dan perasaan yang tidak enak pada sekitar umbilikus, mual dan muntah. Gejala ini pada umumnya dapat berlangsung selama 1-2 hari. Dan dalam beberapa jam nyeri dapat menjalar ke daerah kuadran kanan bawah, terdapat nyeri pada titik MC burney, sehingga timbul spasme otot dan nyeri lepas. Dapat mengakibatkan demam dan leukositosis moderat. Bila appendik ruptur, nyeri seringkali hilang secara dramatis untuk sementara.

10

11 5. Patofisiologi Appendicitis merupakan suatu peradangan pada apendik. Karena peradangan yang diduga terutama oleh obstruksi dari lumen appendik menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung. Makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding apendik sehingga mengganggu aliran darah limfe dan menyebabkan dinding appendik menjadi oedem serta merangsang tunika serosa dan veritonium viceral. Oleh karena persyarafan apendik sama denga usus, maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit di daerah umbilikus. Disebabkan adanya penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan lymphoid submukosa. Faeces yang terperangkap pada lumen appendik mengalami penyerapan air dan terbentuklah fecolith yang akhirnya Menurut Purnawan Junadi at al (1992 ; 342) bahwa penyumbatan pada appendiks menyebabkan mukosa yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukosa yang terbendung makin banyak sehingga menekan sehingga dinding appendiks oedema serta merangsang tunika serosa dan peritonium visceral, oleh karena persyarafan appendik sama dengan anus maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit sekitar umbilikus.

6. Tanda dan Gejala Tanda-tandanya nyeri tekan daerah kuadran kanan bawah, nyeri juga ditemukan daerah panggul sebelah kanan kalau apendik terletak diretrocekal.

11

12 Apabila terjadi appendikcitis pelvis akan ditemukan tanda-tanda rasa nyeri didaerah vagina dan rektum. Gejala-gejalanya antara lain : rasa sakit daerah epigastrium, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di kuadran kanan bawah. Rasa sakit yang samar-samar, ringan sampai moderat dan kadang-kadang kejang. Dan yang lainya adalah biasanya lemas, mual, muntah dan gelisah. Perut terasa tidak enak, kadang sakit sekitar pusar lalu pindah keperut bawah (Oswari 1993 : 212 ).

7. Manajemen Umum Medik Semua pasien dengan adanya dugaan gangguan appendicitis harus segera dipuasakan. Jangan diberikan analgetik sampai keputusan pasti operasi appendiknya sebab akan mengaburkan gejala-gejala untuk dapat

mendiagnosakan. Jangan diberikan pencahar atau dilakukan enema sebab akan meningkatkan rangsangan terjadinya iritasi pada daerah yang teinfeksi. Pengobatan menurut Oswari (1993 :213) bila ditemukan appendicitis akut maka satu-satunya membuang usus buntu (Appendiktomi), karena bila ditunda ada kemungkinan terjadi gangren atau perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainase mengeluarkan nanah. Bila keadaan memungkinkan appendiks dituang sekaligus. Bila tidak mungkin harus ditunggu 2 sampai 3 bulan kemudian baru appendiknya pada operasi ke 2.

12

13 Perawatan pasca operasi sama dengan operasi abdomen lainya yaitu puasa sampai terdengar bising usus atau platus baru boleh makan bubur sari. Anti biotika diberikan pula sesuai dengan perintah ahli bedahnya.

8. Dampak Appendiktomi Terhadap Sistem Tubuh Lain a. Sistem Pernapasan Gangguan sistem pernapasan akan terjadi berkaitan dengan efek anesthesi yang menyebabkan relaksasi saluran napas dan terjadi hipersalivasi atau hipersekresi sekret berkaitan dengan pemasangan ETT intra operasi, sementara reflek batuk lemah atau tidak ada sehingga sekret akan terkumpul dijalan napas. Pada kondisi lebih lanjut dapat terjadi pneumonia akibat tirah baring sehingga ronchi akan terdengar dikedua belah paru. Apabila terjadi distensi abdomen akan terjadi takhipnoe, napas menjadi cepat dan dangkal sebagai akibat dari menurunnya kemampuan pengembangan paru.

b. Sistem Kardiovaskuler Pada sistem ini dapat terjadi penurunan Heart Rate (HR) dan tekanan darah sebagai efek dari obat-obat anesthesi. Nadi dan tensi akan menjadi normal setelah efek obat anesthesi hilang dan apabila klien mengalami kesakitan kemungkinan nadi dan tensi akan meningkat. Sedangkan apabila terjadi

13

14 perdarahan intra atau pasca operasi nadi dan tensi akan turun klien tampak sianosis dan pada keadaan perdarahan hebat mungkin terjadi syok

c. Sistem Pencernaan Nyeri didaerah epigastrium, periumbilikal diseluruh abdomen yang bersifat ringan hingga kejang-kejang, beralih kekuadran kanan bawah dan menetap secara progresif bertambah hebat. Dan semakin hebat apabila pasien bergerak, adanya mual dan muntah yang timbul selang beberapa jam sesudahnya merupakan kelanjutan rasa sakit yang timbul permulaan

d. Sistem Reproduksi Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah yang diteruskan ke daerah panggul. Rasa nyeri pada rektum dan vagina diteruskan ke daerah rectum apabila terjadi appendicitis pelvis.

e. Sistem Muskulusskeletal Kelemahan otot dapat terjadi sebagai manifestasi dari intake nutrisi yang kurang sehingga metabolisme dijaringan pun akan menurun. Selain itu adanya gangguan pergerakan terutama extremitas bawah yang berkaitan dengan nyeri dan distensi pada daerah abdomen.

14

15 f.Sistem Integumen Pemenuhan personal hygiene berkurang akibat keterbatasan kemampuan mungkin akan terjadi dekubitus akibat tirah baring tanpa mobilisasi dan kontinue atau lingkungan yang tidak bersih adanya luka operasi pada daerah abdomen akan menimbulkan rasa nyeri dan apabila perawatan luka tidak steril akan mengakibatkan infeksi pada daerah luka suhu tubuh meningkat

g. Sistem Persyarafan Adanya luka operasi merupakan stimulus bagi reseptor ujung syaraf untuk disampaikan ke sistem syaraf pusat dan dipersepsikan nyeri. Nyeri selanjutnya akan mengaktipasi sistem RAS sehingga klien menjadi sulit tidur

h. Sistem Endokrin Biasanya tidak ada kelainan sebagai dampak dari tindakan appendiktomi

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Post Apendiktomi. Pelayanan keperawata dapat optimal dan terlaksana dengan baik, sehingga sangat diperlukan beberapa kriteria dan langkah yang berfokus pada proses keperawatan. Menurut pendapat Nasrul Effendi ( 1995 : 3) proses keperawatan adalah suatu pendekatan sistematis untuk mengenal masalah dan mencarikan alternatif

15

16 pemecahan dalam memenuhi kebutuhan klien, secara dinamis dalam memperbaiki dan meningkatkan kesehatan klien ketahap maksimum dengan pendekatan ilmiah berdasarkan pada : 1. Pengkajian . Merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang klien, agar dapat mengindentifikasi, mengenali masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual juga keadaan lingkungan. (Nasrul, Effendi 1995 : 18 ) a. Pengumpulan data. Yaitu mengenai pengumpulan informasi tentang klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan-kebutuhan keperawatan dan kesehatan lain 1). Biodata Menurut Yosep Tueng (1993 : 13 ) yang sangat diperlukan sekali yaitu nama umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat rumah dan penaggung jawab. 2). Riwayat Kesehatan a). Keluhan Utama Keluhan utama yang mungkin muncul pada klien dengan post appendiktomi yaitu nyeri pada insisi bedah, klien mengeluh pusing, klien mengeluh mual.

16

17 b). Riwayat kesehatan sekarang Merupakan penjabaran dari keluhan utama dengan pendekatan sesuai P, Q, R, S, T. nyeri yang dirasakan didaerah operasi, nyeri biasanya bertambah bila ada pergerakan atau batuk, dan berkurang dengan posisi tidur yang nyaman dan relakasi, nyeri yang dirasakan bisa terlokalisasi atau menyebar ke arah bawah atau atas, skala nyeri berkisar 3 sampai 5, nyeri yang dirasakan terus menerus. c). Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya akan didapat riwayat adanya nyeri di daerah kuadran kanan bawah perut dan perlu ditanyakan kemana biasanya klien mencari pertolongan bila mengalami sakit. Kebiasaan makan biasanya menkonsumsi makanan yang pedas dan mengandung bijibijian yan sulit dicerna. Selain itu biasa klien menahan BAB dan biasanya jarang minum sehingga intake cairan kurang. d). Riwayat Kesehatan Keluarga. Perlu dikaji lebih lanjut kebiasaan makan dikeluarga, apakah ada anggota keluarga dengan penyakit yang sama dengan klien dan kebiasaan anggota keluarga mencari pertolongan bila ada anggota keluarga yang sakit. Selain itu pula perlu ditanyakan adanya pantangan-pantangan misalnya makanan dan kepercayaan waktu sakit.

17

18 3). Pengkajian Fisik a). Sistem pernapasan Pernapasan normal, mungkin terjadi takhipneu dan pernapasan cepat dangkal, batuk dan penumpukan sekret pada jalan napas, replek batuk yang masih lemah atau tiodak ada, ronchi +/ + dan mungkin terjadi pnemonia. b). Sistem Kardiovaskuler Pada sistem ini tensi dan nadi menurun berkaitan dengan adanya pengaruh obat anesthesi dan imobilisasi, tensi turun akibat dari perdarahan pada saat operasi. Tensi dan nadi bisa juga meningkat pada saat klien mengeluh nyeri yang hebat, pucat pada mukosa dan perifer bila terjadi perdarahan. c). Sistem Pencernaan Pada sistem ini distensi abdmen, bising usus tidak ada atau lemah, mual dan muntah, distensi abdomen, spasme usus, pemasukan nutrisi tidak adekuat, nyeri tekan abdmen. d). Sistem perkemihan Pada post op hari ke-1 intake cairan peroral masih sedikit berkaitan dengan puasa, intake perinfus dan nutrisi per enteral selama masih puasa,

18

19 e). Sistem muskuluskeletal Pergerakan terbatas karena nyeri, rentang gerak umumnya tidak terbatas kecuali pada exstremitas bawah berkaitan dengan luka operasi atau distensi abdomen. f). Sistem Integumen Suhu tubuh klien normal dan apabila terjadi infeksi suhu tubuh akan meningkat, adanya perubahan terhadap kelembaban pada turgor kulit, personal hygiene terganggu (kulit, kuku, rambut dan mulut ). Terdapat luka sayat pada abdomen. g). Sistem Persyarafan Pada umumnya sistem persyarafan tidak terdapat kelainan, keadaan umum baik dan kesadaran compos mentis, glasslow coma scale 15 akan terjadi ganguan istirahat tidur yang berkaitan dengan nyeri. h). Sistem Endokrin Umumnya tidak terjadi kelainan pada sistem endokrin

4). Data Psikososial a) Penampilan klien bagaimana, apakah nampak kesakitan, tenang atau apatis. b) Status emosi klien apakah mengalami ketidakstabilan, apakah marah tetapi tergantung terhadap penyakit yang dideritanya.

19

20 c) Bagaimana cara klien berkomunikasi tetapi tergantung pada kebiasaan klien sehari-hari. d) Konsep diri Gambaran diri pasien pada umumnya +, pasien tidak malu terhadap penyakit yang dideritanya. Dan harga diri pasien tidak terganggu. Pada ideal dirinya bagaimana harapan klien pada saat ini unutk dirinya dan keluarga serta orang lain. Bagaimana peran diri klien kemungkinan akan terganggu karena hospitalisasi. Identitas dirinya bagaimana klien memandang terhadap keberadaannya. e) Bagaimana klien berinteraksi pada keluarga, perawat, pasien lainya, serta temannya.

5). Data Spiritual Bagaimana keyakinan klien terhadap kesembuhannya, bagaimana kenyakinan klien terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, apakah klien menerima tentang keadaannya pada saat ini, apakah terhadap kepercayaannya selaku umat muslim. ada gangguan

6). Pemeriksaan Diagnostik a) Sel darah merah : leukositosis diatas 12000/ mm3, netropil meningkat sampai 75 % b) Urinalis normal, tetapi eritrosit / leukosit mungkin ada.

20

21 c) Foto abdomen : Dapat menyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalit), ileus terlokalisir. b. Analisa Data Pengumpulan data-data atau di kelompokan lalu divalidasikan dan dapat menemukan masalah yang akan muncul sehingga dirumuskan ke dalam diagnosa keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi a. Resiko tinggi infeksi sehubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama ; perforasi pada apendik, peritonitis, pembentukan abses, prosedur invasif dan insisi bedah. Intervensi : Awasi tanda vital, perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, dan meningkatnya nyeri abdomen. Rasional : Dengan adanya Infeksi / terjadiyan sepsis, abses, peritonitis. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik, berikan perawatan paripurna. Rasional : Menurunkan resiko penyebaran bakteri Lihat insisi dan balutan, catat karakteristik drainase luka / drain ( bila dimasukkan ), adanya eritema. Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya.

21

22 Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien atau orang terdekat. Rasional : Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas. Ambil contoh drainase bila diindikasikan Rasional : Kultur pewarnaan gram dan sensitivitas berguna untuk mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan terapi. Berikan antibiotik sesuai indikasi Rasional : Mungkin diberikan secara profilatik atau menurunkan jumlah organisme (Pada infeksi yang telah ada sebelumnya ) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen. Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan Rasional : Dapat diperluka untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah praoperasi ; pembatasan praoperasi (contoh puasa), status metabolik (demam proses penyembuhan) ;inflamasi peritonium dengan cairan asing. Intervensi : Lihat membran mukosa ; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler Rasional : Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hindari seluler. Awasi tekanan darah dan nadi

22

23 Rasional : Peritonium bereaksi terhadap iritasi atau infeksi dengan

menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia, dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit.

c. Nyeri akut yang berhubungan dengan : Distensi jaringan usus oleh inflamasi ; adanya insisi bedah. Intervensi : Kaji nyeri, cata lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-5), sedikit dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat. Rasional : Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan, perubahan pada karakteristik nyeri, menunjukkan terjadinya abses atau peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler. Rasional : Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdom,en yang bertambah dengan posisi terlentang. Dorong ambulasi dini Rasional : Meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen.

23

24 Berikan aktivitas hiburan Rasional : Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi dan peningkatkan kemampuan koping. Pertahankan puasa / penghisapan Naso Gastrik Tube pada awal. Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan irigasi gaster/muntah. Berikan analgetik sesuai indikasi Rasional : Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi tetapi lain contoh: ambulasi dan batuk Berikan kantong es pada abdomen Rasional : Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung syaraf, catatan jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan, yang berhubungan dengan; kurang terpajang mengingat salah interprestasi, informasi; tidak mengenal sumber informasi Intervensi : Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh mengangkat berat, olahraga, seks, latihan menyetir. Rasional : memeberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali ritinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.

24

25 Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan priode istirahat priodik Rasional : tanda yang membantu mengindentifikasi fluktuasi volume intra vaskuler Awasi masukan dan keluaran, catat warna urine / konsentrasi, berat jenis Rasional : penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi / kebutuhan peningkatan cairan. Auskultasi bising usus, catat kelancaran flatus, gerakan usus. Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan peroral. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan dilanjutkan dengan diet sesuai toleransi. Rasional : menurunkan irigasi gaster / muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan. Berikan perawatan mulut perlindungan bibir Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecahpecah. Pertahankan penghisapan gaster / usus Rasional : selang nasogastrik biasanya dimasukkan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dekompresi usus meningkatkan istirahat usus mencegah muntah. Berikan cairan IV dan eletrolit sering dengan perhatian khusus pada

25

26 Rasional : mencegah kelemahan , meningkatkan penyembuhan perasaan sehat dan mempermudah kembali keaktivitas normal Anjurkan menggunakan laksatif atau pelembab proses ringan bila perlu dan hindari anemia. Rasional : membantu kembali kefungsi usus semula, mencegah mengejan saat defekasi. Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali kedokter untuk megangkat jahitan / pengikat. Rasional : Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri ; edema / eritema luka, adanya drainase, demam. Rasional : Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius contoh penyembuhan, peritonitis 3. Pelaksanaan Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilannya berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu yang lainnya yang berkaitan secara terintegrasi, beberapa faktor mempengaruhi pelaksanaan keperawatan antara lain sumber-sumber yang ada, pengorganisasian pekerja perawat secara lingkungan fisik untuk pelayanan keperawatan yang dilakukan. Evaluasi terhadap pasien yang mengalami appendicitis yang menurut beberapa pendapat yaitu :

26

27 a. Rasa nyaman nyeri Kriteria Evaluasi : Pasien tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat (Doenges M.E. Moushouse,2000;511) b. Resiko tinggi infeksi Kriteria evaluasi : Penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/inflamasi drainase purulen, eritema dan demam (Marelyn, 2000 : 509) c. Resiko tinggi kekurangan volume Kriteria Evaluasi : membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil dan secara individu keluaran urine adekuat d. Kekurangan pengetahuan (Kebutuhan belajar ) tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan Kriteria Evaluasi : Menyatakan pemahaman, proses penyakit pengobatan dan potensial komplikasi berpartisipasi dalam pengobatan

27

Anda mungkin juga menyukai