Anda di halaman 1dari 10

ANEMIA DEFISIENSI VITAMIN B12 A. KONSEP DASAR 1.

DEFINISI Anemia pernisiosa adalah anemia makrositik normokromik yang terjadi akibat defisiensi vitamin B12. Vitamin B12 penting untuk sintesis DNA di dalam sel darah merah dan untuk fungsi saraf. Vitamin B12 terdapat dalam makanan dan diserap melalui lambung ke dalam darah. Suatu hormon lambung, faktor intrinsik, penting untuk penyerapan vitamin B12. 2. ETIOLOGI Kekurangan vitamin B12 bisa disebabkan oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Kekurangan vitamin B12 akibat faktor intrinsik terjadi karena gangguan absorpsi vitamin yang merupakan penyakit herediter autoimun, sehingga pada pasien mungkin dijumpai penyakit-penyakit autoimun lainnya. Pengangkatan sebagian atau seluruh lambung secara bedah juga akan menyebabkan defisiensi faktor intrinsik. Kekurangan vitamin B12 karena faktor intrinsik ini tidak dijumpai di Indonesia. Yang lebih sering dijumpai di Indonesia adalah penyebab intrinsik karena kekurangan masukan vitamin B12 dengan gejala-gejala yang tidak berat. 3. MANIFESTASI KLINIK Didapatkan adanya anoreksia, diare, dispepsia, lidah yang licin, pucat, dan agak ikterik. Terjadi gangguan neurologis, biasanya dimulai dengan parestesia, lalu gangguan keseimbangan, dan pada kasus yang berat terjadi perubahan fungsi serebral, demensia, dan perubahan neuropsikiatrik lainnya. 4. KOMPLIKASI

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG Sel darah merah besar-besar (makrositik), MCV > 100 fmol/l, neutrofil hipersegmentasi. Gambaran sum-sum tulang megaloblastik. Sering ditemukan dengan gastritis atrofi (dalam jangka waktu lama dikaitkan dengan peningkatan risiko karsinoma gaster), sehingga menyebabkan aklorhidria. Kadar vitamin B12 serum kurang dari 100 pg/ml. 6. PENATALAKSANAAN Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12. vegetarian dapat dicegah atau ditangani dengan penambahan vitamin per oral atau melalui susu kedelai yang diperkaya. Apabila, defisiensi disebabkan oleh defek absorpsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik, dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.

Pada awalnya, B12 diberikan tiap hari, namun kemudian kebanyakan pasien dapat ditangani dengan pemberian vitamin B12 100 g IM tiap bulan. Cara ini dapat menimbulkan penyembuhan dramatis pada pasien yang sakit berat. Hitung retikulosit meningkat dalam satu minggu dan hitung darah menjadi normal dalam beberapa minggu. Lidah akan membaik dalam beberapa hari. Manifestasi neurologis memerlukan waktu lebih lama untuk sembuh; apabila terdapat neuropati berat, paralisis dan inkontinensia, pasien mungkin tidak dapat sembuh secara penuh. Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat dikoreksi.

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

Gejala: Keletihan, kelemahan, malaise umum, kehilangan produktivitas; penurunan semangat untuk bekerja, toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Tanda: Takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat, letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan, ataksia, tubuh tidak tegak, bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.

Gejala: Riwayat kehilangan darah kronis, mis: perdarahan GI kronis, angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan), riwayat endokarditis infektif kronis, palpitasi (takikardia kompensasi). Tanda: TD: peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Disritmia: abnormalitas EKG, mis: depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. (Catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai keabu-abuan); kulit seperti berlilin, pucat. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi kompensasi). Rambut: kering, mudah putus, menipis; tumbuh uban secara prematur.

Gejala: Keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis: penolakan transfusi darah. Tanda: Depresi.

Gejala: Riwayat pielonefritis, gagal ginjal, hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare atau konstipasi, penurunan haluaran urine. Tanda: Distensi abdomen.

Gejala: Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring), mual/muntah, dispepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan.

Tanda: Lidah tampak merah daging/halus, membran mukosa kering, pucat, stomatitis dan glositis.

Tanda: Kurang bertenaga, penampilan tak rapih.

Gejala: Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, ketidakmampuan berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah; parestesia tangan/ kaki; klaudikasi, sensasi menjadi dingin. Tanda: Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis. Mental: tak mampu berespons lambat dan dangkal. Oftalmik: hemoragis retina. Gangguan koordinasi, ataksia: penurunan rasa getar dan posisi, tanda Romberg positif, paralisis.

Gejala: Nyeri abdomen samar.

Gejala: Riwayat TB, abses paru, napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda: Takipnea, ortopnea, dan dispnea.

Gejala: Riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia, mis: benzen, insektisida, fenilbutazon, naftalen. Riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan/atau panas. Transfusi darah sebelumnya, gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi. Tanda: Demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum.

Gejala: Hilang libido (pria dan wanita), impoten. Tanda: Serviks dan dinding vagina pucat.

Gejala: Kecenderungan keluarga untuk anemia. Penggunaan antikonvulsan masa lalu/saat ini, antibiotik, agen kemoterapi (gagal sumsum tulang), aspirin, obat antiinflamasi, atau antikoagulen. Penggunaan alkohol kronis. Riwayat penyakit hati, ginjal; masalah hematologi; penyakit seliak atau penyakit malabsorpsi lain; enteritis regional; manifestasi cacing pita; poliendokrinopati; masalah autoimun (mis: antibodi pada sel parietal, faktor intrinsik, antibodi tiroid dan sel T). Pembedahan sebelumnya, mis: splenektomi; eksisi tumor;

penggantian katup prostetik; eksisi bedah duodenum atau reseksi gaster, gastrektomi parsial/total. Riwayat adanya masalah dengan penyembuhan luka atau perdarahan; infeksi kronis, (RA), penyakit granulomatus kronis, atau kanker (sekunder anemia). Perimbangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,6 hari. Rencana pemulangan: Dapat memerlukan bantuan dalam pengobatan (injeksi); aktivitas perawatan diri dan/atau pemeliharaan rumah, perubahan rencana diet. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel. 2. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal. 4. Risiko kerusakan integritas kulit b/d gangguan mobilitas dan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia). 5. Diare b/d perubahan proses pencernaan. 6. Risiko infeksi b/d pertahanan utama dan sekunder tidak adekuat. 7. Kurang pengetahuan b/d salah interpretasi informasi. III. INTERVENSI 1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel. Tujuan : Menunjukkan perfusi adekuat, mis: tanda vital stabil; membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat; mental seperti biasa. Intervensi : 1) Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku. R/ Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi. 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. R/ Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan: kontraindikasi bila ada hipotensi. 3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi. R/ Vasokonstriksi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).

4) Hindari penggunaan bantalan penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan termometer. R/ Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen. 5) Berikan SDM darah lengkap/packed, produk darah sesuai indikasi. Awasi ketat untuk komplikasi transfusi. R/ Meningkatkan jumlah sel pembawa oksigen; memperbaiki defisiensi untuk menurunkan risiko perdarahan. 6) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. R/ Memaksimalkan transpor oksigen ke jaringan. 2. Intoleran aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan. Tujuan : Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari). Intervensi : 1) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/AKS normal, catat laporan kelelahan, keletihan, dan kesulitan menyelesaikan tugas. R/ Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan. 2) Awasi TD, nadi, pernapasan, selama dan sesudah aktivitas. Catat respons terhadap aktivitas (mis: peningkatan denyut jantung/TD, disritmia, pusing, dispnea, takipnea, dan sebagainya). R/ Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan. 3) Berikan lingkungan tenang. Pertahankan tirah baring bila diindikasikan. Pantau dan batasi pengunjung, telepon, dan gangguan berulang tindakan yang tak direncanakan. R/ Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru. 4) Prioritaskan jadwal asuhan keperawatan untuk meningkatkan istirahat. Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas. R/ Mempertahankan tingkat energi dan meningkatkan regangan pada sistem jantung dan pernapasan. 5) Berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin. R/ Membantu bila perlu, harga diri ditingkatkan bila pasien melakukan sesuatu sendiri.

6) Gunakan teknik penghematan energi, mis: mandi dengan duduk, duduk untuk melakukan tugas-tugas. R/ Mendorong pasien melakukan banyak dengan membatasi penyimpangan energi dan mencegah kelemahan. 7) Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi. R/ Regangan/stress dekompensasi/kegagalan. kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan/absorpsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan SDM normal. Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal. Intervensi : 1) Observasi dan catat masukan makanan pasien. R/ Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan. 2) Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan. R/ Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster. 3) Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus, dan gejala lain yang berhubungan. R/ Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ. 4) Konsul pada ahli gizi. R/ Membantu dalam membuat rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual. 5) Pantau pemeriksaan laboratorium, mis: Hb/Ht, BUN, albumin, protein, transferin, besi serum, B12, asam folat, TIBC, elektrolit serum. R/ Meningkatkan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan. 6) Berikan diet halus, rendah serat, menghindari makanan panas, pedas, atau terlalu asam sesuai indikasi. R/ Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat ditoleransi pasien. 7) Berikan obat sesuai indikasi, vitamin dan suplemen mineral, mis: sianokobalamin.

R/ Kebutuhan penggantian dan diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi. 4. Risiko kerusakan integritas kulit b/d gangguan mobilitas dan perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia). Tujuan : Mempertahankan integritas kulit. Intervensi : 1) Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat lokal, eritema, ekskoriasi. R/ Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak. 2) Ubah posisi secara periodik dan pijat permukaan tulang bila pasien tidak bergerak atau di tempat tidur. R/ Meningkatkan sirkulasi ke semua area kulit membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler. 3) Ajarkan permukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun. R/ Area lembab, terkontaminasi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan dan meningkatkan iritasi. 4) Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau aktif. R/ Meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis. 5) Gunakan alat pelindung, mis: kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air, pelindung tumit/siku, dan bantal sesuai indikasi. R/ Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah/menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.

5. Diare b/d perubahan proses pencernaan. Tujuan : Fungsi usus kembali ke pola normal. Intervensi : 1) Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, dan jumlah. R/ Membantu mengidentifikasi penyebab/faktor pemberat dan intervensi yang tepat. 2) Auskultasi bunyi usus.

R/ Bunyi usus secara umum meningkat pada diare. 3) Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan. R/ Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet. 4) Dorong masukan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung. R/ Membantu dalam mempertahankan status hidrasi. 5) Hindari makanan yang membentuk gas. R/ Menurunkan distres gastrik dan distensi abdomen. 6) Berikan obat antidiare, mis: difenoxilat hidroklorida dengan atropin (Lomotil) dan obat pengabsorpsi air, mis: Metamucil. R/ Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.

6. Risiko infeksi b/d pertahanan utama dan sekunder tidak adekuat. Tujuan : Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi. Intervensi : 1) Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka. R/ Menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri. 2) Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. R/ Menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi. 3) Pantau suhu. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam. R/ Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/ pengobatan. 4) Amati eritema/cairan luka. R/ Indikator infeksi lokal. Catatan: pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan. 5) Berikan antiseptik topikal; antibiotik sistemik. R/ Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi lokal.

IV. EVALUASI 1. Menunjukkan perfusi adekuat, mis: tanda vital stabil; membran mukosa warna merah muda, pengisian kapiler baik, haluaran urine adekuat; mental seperti biasa. 2. Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas. 3. Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal. 4. Mempertahankan integritas kulit. 5. Fungsi usus kembali ke pola normal. 6. Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.

Anda mungkin juga menyukai