Anda di halaman 1dari 48

LBM 2 MODUL MATA SGD 8

STEP 1 1. COBBLE STONE : benjolan yg besarnya 1mm biasanya tejadi krn penimbunan cairan dan sel limfoit dibawah konjungtiva fornix,bisa juga timbul di palpebra superior 2. Injeksi konjungtiva : adanya pelebaran pembuluh darah a.konjungtiva posterior,semakin bnyak terlihat di konjungtiva fornix 3. Vods 6/6 : samadengan visus 6/6 = bisa melihat jarak 6m yg pda orng normal jg dpt mlhat pd jrk 6m mata kanan kiri

STEP 2 1. Mengapa mata merah,gatal,keluara secret tetapi pndangan tdk kabur?? 2. Kenapa sakitnya berulang ulang factor pncetus?? 3. Hub makan udang dan kerang dg keluhan? 4. Kenapa alergi dimata tdk di organ lain?? 5. Kenapa ada injeksi konjungtiva dab sifat dr injeksi tsb?? 6. Bagaimana terjadinya cobble stone? 7. Kenapa keluhan sudah 5hr tp tdk membaik juga?? 8. Cara kerja dr obat tetes mata dan obat minum pd scenario dan kemungkinan obat itu apa?? 9. Dd STEP 3 1. Mengapa mata merah,gatal,keluara secret tetapi pndangan tdk kabur?? Tidak ada kelainan pd media refrakta,terjadi kelainan di media lain Gangguan pada visus ada 3:refraksi,media refrakta,nervus Ada gangguan pd adneksa mata,trjadi gangguan pd konjungtiva Mata merah karena adanya infalamasi,vasodilatasi(bradikinin,leukotrin,ptostalgladin)

a. Teori Spesifisitas Teori ini menyatakan bahwa terdapat suatu kelompok sel saraf sensoris yang hanya memberikan respon terhadap stimuli pruritogenik. Teori ini didukung oleh bukti-bukti adanya serabut saraf C spesifik untuk rasa gatal yang menghantarkan rangsang rasa gatal dari perifer ke sentral dan terdapatnya sel saraf yang sensitif terhadap histamin pada traktus spinotalamikus. Sensasi gatal dapat timbul apabila terjadi rangsangan baik mekanik maupun kimiawi terhadap reseptor gatal. Reseptor gatal adalah akhiran saraf yang tidak bermyelin dan tidak spesifik dari serabut saraf. Bahan atau mediator kimia serta rangsangan fisik dapat menyebabkan gatal. Pola gatal dari orang satu ke orang lain sangatlah berbeda, bahkan sensasi gatal pada seseorang juga tidak sama walaupun diberi rangsang gatal yang sama. garis Rangsangan gatal naik kemudian ke disalurkan atau dipancarkan ke cornu dorsalis medulla spinalis pada sisi yang berlawanan, menyilang tengah kemudian traktus contra-lateral spinothalamic kemudian ke thalamus dan berakhir pada cornu sensorik otak pada cortex cerebri. Rangsangan gatal ditransmisikan oleh serabut C tidak bermyelin (Unmyelinated nociceptor C fiber). Walaupun rangsangan gatal melewati jalur yang sama seperti jalur nyeri, tapi ada

perbedaan jarak antara rangsangan gatal yang unik pada titik gatal tadi dengan rangsangan nyeri.

b. Teori Intensitas Teori rendah ini mengatakan mengaktivasi bahwa serabut perbedaan saraf rasa intensitas gatal, stimulus berperan penting pada aktivasi serabut saraf. Intensitas stimulus yang akan sedangkan peningkatan intensitas stimulus akan mengaktivasi serabut saraf nyeri. c. Teori Selektivitas Teori ini menyatakan bahwa terdapat suatu kelompok nosiseptor aferen yang secara selektif memberikan respon terhadap stimulus pruritogenik. Kelompok nosiseptor ini memiliki hubungan sentral yang berbeda dan mengaktifkan sel saraf sentral yang berbeda pula. Yosipovitch G, Ishhiuji Y. Neurophysiology of Itch. In: Granstein RD (eds). Neuroimmunology of the skin. Springer-Verlag, Berlin-Heidelberg 2009; pp 179-85

The Immune System, Garland Science 2005 Pada paparan ulang, alergen akan berikatan dengan IgE spe s i f ik pada membr an ma s tos i t dan menimbulkan degranulasi mastosit yang akan melepaskan beberapa mediator, histamin, prostaglandin dan leukotrien yang menyebabkan timbulnya reaksi alergi pada hidung, kulit

dan paru (gambar 2 dan 3).

Gambar 2. Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen pertama dan selanjutnya.

Gambar 2 menunjukkan pada paparan alergen yang pertama, IgE spesifik akan berikatan dengan reseptor pada membran mastosit sehingga pada paparan berikutnya alergen tersebut akan dengan cepat berikatan dengan mastosit sehingga menimbulkan degranulasi. Patofisiologi rinitis alergika dimulai dengan earlyphase nasal reaction yaitu reaksi mediator kimiawi (histamin, PGD2, dll) yang dilepaskan mastosit dengan mukosa hidung dengan gejala gatal, bersin, rhinorrhea dan hidung buntu. Setelah 2 sampai 6 jam mastosit terjadi lagi pelepasan mediator kimiawi (leukotrien B4) dan sitokin yang memicu keradangan dan disebut sebagai late phase reaction dengan gejala hidung buntu, hiperreaktivitas dan anosmia (gambar 3).1,2 Gambar 3 menunjukkan alergen diproses oleh APC dan dipresentasikan pada Limfosit Th2. Pada penderita atopi proses ini memicu produksi sitokin IL4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10 dan IL-13 oleh Th2. Interleukin-4 dan IL-13 selanjutnya akan menstimulasi terjadinya isotype switching IgG menjadi IgE pada limfosit B. Imunoglobulin E yang dilepaskan oleh sel plasma akan berikatan dengan mastosit dan menyebabkan degranulasi.

Pelepasan mediator oleh ma s tos i t akan memi cu ear l y -phas e nasal r eac t ion. Pelepasan mediator berikutnya terjadi 26 jam kemudian sehingga terjadi kekambuhan. Late-phase nasal reaction merupakan keradangan yang terjadi karena pelepasan faktor kemotaksis oleh mastosit dan sitokin baik oleh sel Th2 juga mastosit. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-2-12.pdf Imunopatologi Alergi Reaksi alergi terjadi melalui tahap-tahap aktivasi sel-sel imunokompeten, aktivasi sel-sel struktural, aktivasi dan recruitment sel-sel mast, eosinofil dan basofil, reaksi mediator dengan target organ dan tahap timbulnya gejala. Alergen yang berhasil masuk tubuh akan diproses oleh APC. Peptida alergen yang dipresentasikan oleh APC menginduksi aktivasi Limfosit T. Aktivasi Limfosit T oleh APC yang memproses alergen akan mengaktivasi Limfosit TH2 untuk memproduksi sitokin-sitokinnya.Kontrol specialized pattern recognition receptors (PRRs), yaitu Toll-like receptors (TLR) dari sel-sel dendritik (DCs) atas respons imun innate menentukan respons imun adaptif TH1, Treg atau TH2. Limfosit TH1 memproduksi IL-2, IFN-g dan TNF-a,sedangkan Limfosit TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10, IL-13, dan GMCSF.Limfosit TH yang baru diaktifkan alergen akan berfenotip TH2. Produksi sitokin TH2 terutama IL-4 akan mensupresi perkembangan TH1 dan produksi sitokin TH1 terutama TNF-a akanmensupresi perkembangan TH2. Bila sitokin yang dihasilkan Limfosit TH2 berinteraksi dengan Limfosit B, maka Limfosit B akan berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi IgE.Sitokin yang dihasilkan TH2 menstimulasi produksi sel mast, basofil dan eosinofil. Interaksi antara alergen, sel mast dan IgE menghasilkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast melepaskan mediator histamin. Histamin yang dilepaskan sel mast ditangkap reseptor histamin di target organ. Bila terjadi interaksi histamin dengan reseptornya pada target organ, maka reaksi alergi akan terjadi. Reseptor H1-histamin mempunyai peran yang lebih luas dalam proses radang daripada sekedar mediator yang menyebabkan alergi. Reseptor H2histamin mempunyai peran dalam terjadinya rasa gatal dan nyeri pada kulit serta peningkatan permeabilitas dan vasodilatasi perifer, sedangkan reseptor H3-histamin meningkatan pelepasan neurotransmitter seperti histamine, norepinephrine, asetilkolin, peptide dan 5-hidroksitriptamin.

Gambar 1. Mekanisme alergi. Pada individu yang memiliki predisposisi alergi, paparan pertama alergen menimbulkan aktivasi sel-sel allergenspecific T helper 2 (TH2) dan sintesis IgE, yang dikenal sebagai sensitisasi alergi. Paparan alergen selanjutnya akan menimbulkan penarikan sel-sel inflamasi dan aktivasi serta pelepasan mediator-mediator, yang dapat menimbulkan early (acute) allergic responses (EARs) dan late allergic responses (LARs). Pada EAR, dalam beberapa menit3 kontak dengan alergen, sel mast yang tersensitisasi IgE mengalami degranulasi, melepaskan mediator preformed dan mediator newly synthesized pada individu sensitif. Mediatormediator tersebut meliputi histamin, leukotrien dan sitokin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler, kontraksi otot polos dan produksi mukus. Kemokin yang dilepas sel mast dan sel-sel lain merekrut sel-sel inflamasi yang menyebabkan LAR, yang ditandai dengan influks eosinofil dan sel-sel TH2. Pelepasan eosinofil menimbulkan pelepasan mediator pro-inflamasi, termasuk leukotrien-leukotrien dan protein-protein basic (cationic proteins, eosinophil peroxidase, major basic protein and eosinophilderived neurotoxin), dan mereka merupakan sumber dari interleukin-3 (IL-3), IL-5, IL-13 dan granulocyte/macrophage colony-stimulating factor. Neuropeptides juga berkonstribusi pada patofisiologi simptom alergi. (Dikutip dari Hawrylowicz CM dan OGarra A, 2005. Potential role of interleukin-10-secreting regulatory T cells in allergy and asthma. Nature Reviews Immunology 5; 271-83), http://www.pediatrik.com/buletin/06224114052-ubg9tv.pdf

Mekanisme inflamasi Masuknya bakteri ke dalam jaringan Vasodilatasi sistem mikrosirkulasi area yg terinfeksi meningkatkan aliran darah (RUBOR/kemerahan & CALOR/panas) Permeabilitas kapiler & venul yang terinfeksi terhadap protein meningkat difusi protein & filtrasi air ke interstisial (TUMOR/bengkak & DOLOR/nyeri) Keluarnya neutrofil lalu monosit dari kapiler & venula ke interstisial Penghancuran bakteri di jaringan fagositosis (respons sistemik: demam) Perbaikan jaringan

staff.ui.ac.id/internal/139903001/material/SISTEMIMUN_revisi.ppt A. Hipersensitifitas Tipe 1 Komponen : Sel mast Sel B IgE Sel Th

Mekanisme : Reaksi tipe satu disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul sesudah tubuh terpajan dengan alergen. Urutan kejadian : Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fce-R) pada permukaan sel mast dan basofil. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisiskan granula yang menimbulkan reaksi. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologi. Antigen merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel Th. IgE diikat oleh sel mast/basofil melalui reseptor Fce. Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang

sudah ada pada permukaan sel mast/basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast/basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitifitas tipe 1. Reaksi yang terjadi dapat berupa : Eritem (kemerahan oleh karena dilatasi vaskular) Bentol/edem (pembengkakan yang disebabkan oleh masuknya serum ke dalam jaringan)

B. Hipersensitifitas Tipe II Komponen : IgM, IgG Mekanisme : Reaksi tipe II yang disebut juga reaksi sitotoksik terjadi oleh karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu tersebut dapat mengaktivkan komplemen dan menimbulkan lisis. Lisis sel dapat pula terjadi melalui sensitasi sel NK sebagai efektor Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC). Contoh reaksi tipe II adalah destruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi dan penyakit anemia hemolitik pada bayi yang baru dilahirkan dan dewasa. Sebagian kerusakan jaringan pada penyakit autoimun seperti miasternia gravis dan tirotoksikosis juga ditimbulkan melalui mekanisme reaksi tipe II. Anemia hemolitik dapat ditimbulakn oleh obat seperti penisilin, kinin dan sulfonamid. C. Hipersensitifitas Tipe III Komponen : Kompleks imun (antigen dalam sirkulasi dan IgM dan IgG) Mekanisme : Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun terjadi akibat endapan kompleks antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah. Antibodi disini biasanya jenis IgG atau IgM. Kompleks tersebut mengaktifkan komplemen yang kemudian melepas berbagai mediator terutama macrophage chemotactic faktor. Makrofag yang dikerahkan ke tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tesebut. Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi) atau dari jaringan sendiri (penyakit autoimun). Infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan, tetapi tidak disertai dengan respons antibodi efektif. Pembentukan kompleks imun yang terbentuk dalam pembuluh darah. Antigen dan antibodi bersatu membentuk kompleks imun. Selanjutnya kompleks imun mengaktifkan C yang melepas C3a dan C5a dan merangsang

basofil dan trombosit melepas berbagai mediator antara lain histamin yang meningkatkan permeabilitas vaskuler. Dalam keadaan normal kompleks imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear terutama dalam hati, limpa, dan paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut, ukuran kompleks imun merupakan faktor penting. Pada umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati. Kompleks yang larut terjadi bila antigen ditemukan jauh lebih banyak dari pada antibodi yang sulit untuk dimusnahkan dan oleh karena itu dapat lebih lama ada dalam sirkulasi. Kompleks imun yang ada dalam sirkulasi meskipun untuk jangka waktu lama, biasanyan tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun menembus dinding pembuluh darah dan mengendap di jaringan. Gangguan fungsi fagosit diduga dapat merupakan sebab mengapa kompleks imun sulit dimusnahkan. D. Hipersensitifitas Tipe IV Komponen : CD4 dan CD8 Mekanisme Reaksi hipersensitifitas Tipe IV dibagi dalam : 1. DTH melalui sel CD4 Pada DTH, sel CD4 Th1 mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai efektor. CD4 Th1 melepas sitokin (IFN-gamma) yang mengaktifkan makrofag dengan menginduksi inflamasi. Pada DTH, kerusakan jaringan disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim hidrolitik, oksigen reaktif intermediat, oksida nitrat dan sitokin proinflamasi. DTH dapat juga terjadi sebagai respon terhadap bahan yang tidak berbahaya dalam lingkungan seperti nikel yang menimbulkan dermatitis kontak. Pada keadaan yang paling menguntungkan DTH berakhir dengan hancurnya mikroorganisme oleh enzim lisosom dan prodak makrofag lainnnya seperti peroksid raikal dan superoksid. Pada beberaa keadaan terjadi hal sebaliknya. Antigen bahkan terlindung. 2. T Cell Mediatid Cytolysis melalui sel CD8 Dalam T Cell Mediated Cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel CD8 yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan hipersensitifitas seluler cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik. Pada penyakit virus hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik, tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respon CTL terhadap hepatosit yang terinfeksi. Sel CD8 yang spesifik untuk antigen atau sel autologis dapat membunuh dengan langsug. Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui mekanisme selular, biasanya ditemukan sel CD4 maupun CD8 spesifik untuk self-antigen dan kedua jenis sel tersebut dapat menimbulkan kerusakan.

(IPD FKUI Jilid I Edisi IV)

Sel darah putih apakah member gambaran penyakit yg diderita? Fungsi sel darah putih (leukosit) : memfagosit Mempertahankan tubuh terhadap serangan patogen dengan atau menyebabkan kerusakan patogen dengan tiap sel mempunyai kekhususan tersendiri Mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yg tumbuh dalam tubuh lain 1. neutrofil membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri dan jamur dan mencernabenda asing sisa-sisa peradangan. 2. eosinofil membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan berperan dalam respon alergi. 3. 4. basofil juga berperan dalam respon alergi. limfosit memiliki 2 jenis utama, yaitu limfosit t (memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker) dan 5. limfosit b (membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel plasma). monosit mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi. Buku Saku Patologi Klinik Membersihkan tubuh dari sisa-sisa sel mati , terluka , dan debris

Jenis2 sekret : serous: secret bening lebih encer dr mucus(krn virus),mucus:secret kental dan elastic (alergi),purulen:cair keruh(bakteri)fibrin hancur tdk elastis,sanguis:merah biasanya brcamur dg darah (kronis),membrane:keruh lengketklau ditarik tdk brdarah,pseudomembran: ketika ditarik akan berdarah

Mekanisme pembentukan secret KONJUNGTIVA Konjungtiva adalah membran mukosa jernih yang melapisi permukaan dalam kelopak mata (konjungtiva palpebra) dan menutupi permukaan sklera pada bagian depan bola mata (konjungtiva bulbi). Konjungtiva di susun oleh epitel berlapis silindris yang mengandung sel goblet yang terletak di atas suatu lamina basal dan lamina propia yang terdiri atas jaringan ikat longgar. Sekret sel-sel goblet ikut menyusun tirai air mata yang berfungsi sebagai pelumas dan pelindung epitel mata bagian depan. Pada corneoscleral junction, tempat berawalnya kornea, konjungtiva melanjutkan diri sebagai epitel kornea berlapis gepeng kornea dan tidak mengandung sel goblet. Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang biasanya ditandai oleh konjungtiva yang hiperemis (merah) dan sekret yang banyak. Hal ini mungkin disebabkan oleh bakteri, virus, alergen atau parasit-parasit lainnya. dr. Ahmad Aulia Jusuf, PhD, Modul Indera Suatu Tinjauan dari Aspek Histologis 2. Kenapa sakitnya berulang ulang factor pncetus?? Krna sel mast mmpunyai memori trhap alergi trsbut 3. Cobble stone? Pembengkakkan discus saraf optik pada papilledema disebabkan oleh karena tertahannya aliran axoplasmic dengan edema intra-axonal pada daerah discus saraf optik. Ruang subarachnoid pada otak dilanjutkan langsung dengan pembungkas saraf optik. Oleh karenanya, jika tekanan cairan cerebrospinal (LCS) meningkat, maka tekanannya akan diteruskan ke saraf optik, dan pembungkus saraf optic bekerja sebagai suatu tourniquet untuk impede transport axoplasmik. Hal ini menyebabkan penumpukan material di daerah lamina cribrosa, menyebabkan pembengkakan yang khas pada saraf kepala. Papilledema dapat tidak terjadi pada kasus sebelum terjadinya optic atrophy. Pada kasus ini, ketiadaan papilledema sepertinya adalah sebagai akibat sekunder terhadap penurunan jumlah serabut saraf yang aktif secara fisiologis. 4. Imun pada konjungtiva

KONJUNGTIVA Konjungtiva terdiri dari dua lapisan : lapisan epitel dan lapisan jaringan ikat yang disebut substansia propria. Konjungtiva tervaskularisasi dengan baik dan memiliki sistem drainase limfe yang baik ke limfonodi preaurikularis dan submandibularis. Jaringan ini mengandung banyak sel Langerhans, sel dendritik dan makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting Cell (APC) yang potensial. Folikel pada konjungtiva yang membesar setelah infeksi ataupun inflamasi pada ocular surface menunjukkan adanya kumpulan sel T, sel B dan APC. Folikel ini merupakan daerah untuk terjadinya respon imun terlokalisir terhadap antigen oleh sel B dan sel T secara lokal di dalam folikel.5, 7,13 5. Proteksi imun untuk mucosal surface termasuk ocular adalah Mucosa-Associated Lymphoid Tissue. MALT terbentuk oleh adanya interkoneksi dari daerah mukosa yang memberikan gambaran imunologis spesifik tertentu yaitu banyak terdapat APC, struktur khusus untuk memproses antigen secara terlokalisir (Peyers patches atau tonsil) dan sel efektor (sel T intraepitelial dan sel mast yang berlimpah). Salah satu fungsi utama MALT adalah untuk menciptakan keseimbangan antara imunitas dan toleransi untuk mencegah kerusakan jaringan mukosa.5, 7, 9 6. Substansia propria kaya akan sel-sel imun dari bone marrow yang akan membentuk sistem imun mukosa pada konjungtiva yang dikenal dengan Conjunctiva Associated Limphoied Tissue (CALT) yang merupakan salah satu bagian dari MALT. CALT merupakan sistem imunoregulasi yang utama bagi konjungtiva. Pada substansia propria terdapat neutrofil, limfosit, IgA, IgG, sel dendrite dan sel mast. Eosinofil dan basofil tidak ditemukan pada konjungtiva yang sehat. Konjungtiva mengandung banyak sel mast. IgA merupakan antibodi yang paling banyak dalam lapisan air mata. IgA menyerang bakteri dengan cara membungkusnya sehingga mencegah terjadinya perlekatan antara bakteri dengan sel epitel. Molekul terlarut yang banyak adalah komplemen. Respon imun yang terjadi pada konjungtiva sebagian besar merupakan respon imun yang dimediasi oleh antibodi dan limfosit, namun juga terdapat respon imun yang dimediasi oleh IgE terhadap sel mast pada reaksi alergi.5, 7, 9 7. 8. Hub makan udang dan kerang dg keluhan?

Menurut epitop a. Unideterminan, univalent. Hanya 1 jenis determinan / epitop pada 1 molekul b. Unideterminan, multivalent. Hanya 1 jenis determinan tetapi 2 / lebih determinan tersebut ditemuakan pada 1 molekul c. Multideterminan, univalent. Banyak epitop bermacam2 tetapi hanya 1 dari setiap macamnya (kebanyakan protein) d. Multideterminan, multivalent. Banyak epitop dan banyak dari setiap macam pada 1 molekul (antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi) Faktor endogen dan eksogen dr kerang dan udang yg mnyebabkan alergi Penyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui mekanisme hapten-carrier.Kandungan udang yang membuat alergi adalah histamin yang terdapat pada udang, terutama yang sudah tidak segar lagi. Karena, histamin terbentuk dari protein hewan laut mengandung protein tinggi yang bereaksi dengan enzim-enzim yang terbentuk setelah kematian makhluk hidup. Jadi singkatnya, gejala alergi akan muncul bila makanan laut yang dikonsumsi kualitasnya tak baik lagi karena daging ikan sudah mulai dihabiskan oleh mikroorganisma pembusuk yang bereaksi dengan enzim-enzim tersebut, Terus alergi itu juga di picu kekebalan tubuh seseorang dan riwayat kesehatan keluarganya.

9. Kenapa alergi dimata tdk di organ lain??

10.

Kenapa ada injeksi konjungtiva dan sifat dr injeksi tsb??

Krn proses inflamasi Sifat2: mudah digerakkan knpa? Karena tidak melekat pada sclera

Mata merah dengan penglihatan normal dan kotor atau belek Mata kotor atau belek Gejala khusus pada kelainan konjungtiva adalah terbentuk sekret. Sekret merupakan produk kelenjar yang pada konjumgtiva bulbi dikeluarkan oleh sel goblet. Sekret konjungtiva bulbi pada konjungtivitis dapat bersifat: Air, kemungkinan disebabkan infeksi virus atau alergi Purulen, oleh bakteri atau klamidia Hiperpurulen, disebabkan gonokok atau meningokok lengket, oleh alergi atau vernal, dan Seros, oleh adenovirus Bila pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pemeriksaan sitologik dan pewarnaan Giemsa maka akan didapat dugaan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya : Limfosit - monosit - sel berisi nukleus sedikit plasma, maka infeksi mungkin disebabkan virus, Neutrofil oleh bakteri, Eosinofil oleh alergi Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma oleh klamidia, Sel raksasa multinuklear oleh herpes, Sel Leber -makrofag raksasa oleh trakoma, Karatnisasi dengan filamen oleh pemfigus atau dry eye, Badan Guarneri eosinofilik oleh vaksinia. George M. Bohigian.M.D.:"Handbook of External Disease of The Eye". New Jersey. Sla-ck Incorporated. Third Edition. 1987.p.19.Table 3. Macam-macam sekret: serous, (cair bening) Encer seperti air dengan penyebabnya virus. Setelah dua/ tiga hari dapat menjadi mukopurulen, karena super infeksi dari kuman komensal, (daya tahan menurun sehingga kuman komensal tumbuh tak terkendali) mucous, (kental bening elastis) kental, bening, elastis (bila ditarik dengan ujung kapas). Penyebabnya biasanya karena proses khronis/alergi . Fibrin-fibrin dalam keadaan utuh. Klinis : bila ditutul kapas akan mulur (elastis) Sebab zat mucous terdiri dari fibrin

purulen, (cair keruh kuning) Makin ganas kumannya makin purulen (nanah) mis : Gonococcen Banyak sel yang mati, terutama leucocyt, dan jaringan nekrose Kuman-kumannya type ganas, fibrin sudah hancur. Bila ditutul kapas, ia akan terhisap, sifatnya seperti air,berwarna kuning Campuran : mucopurulen, kental berwarna kuning, elastis. Penyebabnya: biasanya kuman coccen yang lain. membran, (keruh lengket pada permukaan, bila diangkat tak berdarah) Misal : pada conjunctivitis diphtherica. Terbentuk sekret, sel - sel lepas dan terbentuk jaringan nekrotik. Terjadi defek konjungtiva. Membran sukar dilepas dan bila dipaksa akan berdarah karena ada ulkus dibawahnya. Bila dilepas /dikupas akan berdarah

pseudomembran, (keruh lengket pada pemukaan, bila diangkat berdarah) Seolah-olah seperti melekat pada conjunctiva tetapi mudah diambil dan tak mengakibatkan perdarahan. Penyebabnya antara lain streptococcus haemoliticus

Sanguis, (cair merah ada darah) Sekret berdarah. Terdapat pada konjungtivitis karena virus yang sangat virulent. Sering disertai sekret purulent setelah dua/ tiga hari, karena ada super infeksi dari bakteri komensal. Injeksi Injeksi Injeksi

konjungtiva Asal Memperdara hi Warna Arah aliran Konjungtiva digerakkan Dengan epinefrin Kelainan Sekret Visus a.

siliar/perkorne

episkleral a. siliar

al konjungtiva a. siliar longus Kornea anterior Ungu Ke sentral Tdk bergerak Tdk Kornea/iris Turun

posterior Konj. Bulbi Merah Ke perifer Ikut bergerak Menciut Konjungtiva + N

segmen Intraokular Merah gelap Ke perifer Tdk bergerak Tdk Glaukoma/ endoftalmitis Sangat turun ikut

Konjunctivitis Definisi Merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lender yang menutupi belakang kelopak mata dan bola mata.

(ILMU PENYAKIT MATA, Prof.Dr.H.Sidarta ilyas , SpM)

Etiologi a. Infeksi: Bakterial Neisseria GO Neiseria meningitides Pneumokokus Haemofilus influenza Stafilokokus Streptokokus

b.

Klamidia trakomatis Adenovirus Varicella-Zooster Herpes simpleks Riccketsia Candida Onchocerca volvulus Loa-loa Ascaris lumbricoides Larva lalat

Virus

c. d.

Fungi Parasit

Imunologik ( alergik ) Reaksi hipersensitifitas segera ( humoral ) Kerato konjungitivitis vernal ( musim semi ) Kerato konjungitivitis atopic Konjungitivitis papiler raksasa

Reaksi hipersensitifitas tertunda ( seluler ) Phlyctenulosis ( reaksi hipersensitivitas lambat terhadap antigen mikroba, spt stafilokokus, mikrobakterial)

Penyakit autoimun Keratokonjungtivitis sicca pada sindrom Sjogren

Kimiawi atau iritatif Iatrogenik Miotika Idoxuridine Obat topical lain Larutan lensa kontak

Yang berhubungan dengan pekerjaan Asam

Basa Asap Angin Cahaya ultra violet Bulu ulat

Etiologi tidak diketahui Folikulosis Konjungitivitis folikuler menahun Rosasea akuler Psoriasis Dermatitis herpetiform Epidermolisis bulosa Keratokonjungtivitis limbic superior Sindrom Reiter Sindrom limfondus mukokutaneus (penyakit kawasaki)

Bersama penyakit sistemik Sekunder terhadap dakriosistitis atau kanakulitis Oftalmologi umum. Vaughan

Patofisiologi Benda asing masuk tubuh akan membentuk suatu mekanisme pertahanan tubuh melalui reaksi inflamasi atau peradangan, yang pertama kali terjadi adalah adanya kalor (panas) karena vasodilatasi pembuluh darah , tapi hal ini sangat jarang terjadi pada mata karena organ nya kecil dan pembuluh darahnya tidak banyak dan kecil-kecil, kemudian akan timbul rubor (kemerahan) karena vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatnya aliran darah pada daerah yang

terkena, kemudian terjadi tumor (pembengkakan) karena adanya peningkatan masa jaringan akibat edema dan transudasi jaringan, lalu timbul dolor (rasa nyeri) karena akibat rangsangan pada serabut saraf sensoris dan akhirnya dapat menyebabkan fungsiolesa (fungsi organ yang terkena menjadi terganggu).

(OFTALMOLOGI UMUM, Daniel G. Vaughan dkk)

Manifestasi klinis Tanda dan gejala konjungtivitis secara umum Dari anamnesis didapatkan keluhan mata merah, sensasi benda asing/ mengganjal, sensasi tergores atau panas, gatal, berair dan keluar kotoran mata/ lodok. Tidak didapatkan penurunan tajam penglihatan. Tanda penting pada konjungtivitis adalah : a. Hiperemi : Kemerahan yang paling nyata pada fornix dan mengurang ke arah limbus. Hal ini disebabkan oleh dilatasi pembuluh pembuluh konjungtiva posterior. Pembuluh darah konjungtiva posterior berasal dari cabang nasal dan lakrimal yang merupakan cabang teminal arteri oftalmika, menuju kelopak mata melalui forniks. Diantara keduanya terdapat anastomosis. Injeksi konjungtiva menunjukkan adanya kelainan pada konjungtiva superficial.

b. Lakrimasi : Sekresi air mata oleh karena adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar/ gatal. c. Eksudasi : Adanya secret yang keluar saat bangun tidur dan bila berlebihan palpebra saling melengket.

d. Kemosis : Udem konjungtiva oleh karena transudasi cairan dari pembuluh darah kapiler konjungtiva. Klinis tampak seperti gelembung/benjolan bening pada konjungtiva bulbi atau fornix. Kemosis dapat terjadi secara : Aktif : peningkatan permeabilitas pada peradangan ( eksudat ) Pasif : akibat stasis ( perbandingan tissue fluid didalam jaringan/organ tergantung pada keseimbangan antara produk cairan dari arteri, penyerapan ke vena dan drainage oleh limfatik ). Ketidakseimbangan salah satu factor ini dapat menyebabkan kemosis.

e. Folikel : Tampak pada kebanyaan kasus konjungtivitis virus, kasus konjungtivitis khlamidia. Sering terdapat pada tarsus terutama tarsus superior. Secara klinik dapat dikenali sebagai struktur kelabu atau putih yang avaskuler dan bulat. Pada pemeriksaan slit lamp, pembuluh-pembuluh kecil tampak muncul pada batas folikel dan mengintarinya.

f. Pseudomembran : Adalah haasil proses eksudatif dan hanya berbeda derajatnya. Pseudomembran adalah pengentalan di atas permukaan epitel, bila diangkat epitel tetap utuh. Bila sebuah membran adalah pengentalan yang meliputi seluruh epitel epitel jika diangkat akan meninggalkan permukaan yg kasar dan berdarah. Pseudomembran atau membran dapat menyertai konjungtivitis virus herpes, pemphigoid sikatriks, difteria. Membran dan pseudomembran dapat berupa sisa akibat luka bakar kimiawi.

g. Hipertrofi papila : Reaksi konjungtiva non spesifik yang terjadi karena konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus. Konjungtiva papiler merah mengesankan penyakit bakteri atau klamidia. h. Nodus preaurikuler: Pembesaran nodus limfatikus. Ada nyeri tekan pada konj. Herpes dan inklusi dan trakoma. Tanda Injeksi konjuntivitis Hemoragi Kemosis Eksudat + ++ mukopurule n Pseudomembran +/Papil (strep.,C.dip +/+ + +/air Bakterial Mencolok Viral Sedang Alergik Ringansedang ++ Berserabut (lengket), air Toksik Ringansedang +/+/Berserab ut (lengket) TRIC Sedang

Purulen atau Jarang,

Folikel Nodus Preaurikular Panus

h) +/+

+ ++ - (kecuali vernal)

+ (medikasi ) -

+/+ +/+

trachoma and inclusion conjunctivitis. = TRIC

Daniel Vaughan, General Ophthalmology. Fifteenth edition, Appleton and Lange, San Fransisco, USA. 1999 KONJUNGTIVITIS GONORE DEFINISI Konjungtivis gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan sekret purulen yang disebabkan oleh kuman neisseria gonorrhoeae. ETIOLOGI Konjungtivis gonore disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae. KLASIFIKASI Penyakit ini dapat mengenai bayi berumur 1 3 hari, disebut oftalmia neonatorum, akibat infeksi jalan lahir. Dapat pula mengenai bayi berumur lebih dari 10 hari atau pada anak-anak yang disebut konjungtivitis gonore infantum. Bila mengenai orang dewasa biasanya disebut konjungtivitis gonoroika adultorum. PATOFISIOLOGI Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata. Iritasi apapun pada mata dapat menyebabkan pembuluh darah dikonjungtiva berdilatasi. Iritasi yang terjadi ketika mata terinfeksi menyebabkan mata memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih dan mukus yang tampak di konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal kuning kehijauan. 6 Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium : 1. Infiltratif 2. Supuratif atau purulenta 3. Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil. 1. Stadium Infiltratif. Berlangsung 3 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang, blefarospasme, disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva yang lembab, kemotik dan menebal, sekret serous, kadang-kadang berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya 2. Stadium Supurativa/Purulenta.

Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme. Sekret yang kental campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental, terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai sekret mengenai mata pemeriksa. 3. Stadium Konvalesen (penyembuhan). Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan konjungtiva kemotik. GAMBARAN KLINIS Pada bayi dan anak Gejala subjektif : (-) Gejala objektif : Ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka (gambar 1) dan terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva bulbi merah, kemotik dan tebal. Pada orang dewas Gejala subjektif : Rasa nyeri pada mata. Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum. Biasanya terdapat pada satu mata. Lebih sering terdapat pada laki-laki dan biasanya mengenai mata kanan. Gambaran klinik meskipun mirip dengan oftalmia nenatorum tetapi mempunyai beberapa perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak begitu kental. Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan menjadi lebih menonjol, tampak berupa hipertrofi papiler yang besar (gambar 2). Pada orang dewasa infeksi ini dapat berlangsung berminggu-minggu. PEMERIKSAAN PENUNJANG.

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung sekret dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji sensitivitas untuk perencanaan pengobatan. Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva , yang diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan diwarnai dengan metilen biru 1% selama 1 2 menit. Setelah dibilas dengan air, dikeringkan dan diperiksa di bawah mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok yang intraseluler sel epitel dan lekosit, disamping

diplokok ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah berjalan menahun. Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok, untuk membedakannya dilakukan tes maltose, dimana gonokok memberikan test maltose (-). Sedang meningokok test maltose (+). Bila pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus diperiksa. Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati. KOMPLIKASI Penyulit yang didapat adalah tukak kornea marginal terutama di bagian atas, dimulai dengan infiltrat, kemudian pecah menjadi ulkus. Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis kuman gonokok (enzim proteolitik). Tukak kornea marginal dapat terjadi pada stadium I atau II, dimana terdapat blefarospasme dengan pembentukan sekret yang banyak, sehingga sekret menumpuk dibawah konjungtiva palpebra yang merusak kornea dan hidupnya intraseluler, sehingga dapat menimbulkan keratitis, tanpa didahului kerusakan epitel kornea. Ulkus dapat cepat menimbulkan perforasi, edofthalmitis, panofthalmitis dan dapat berakhir dengan ptisis bulbi. Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering terjadi perporasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering berbentuk cincin. PENCEGAHAN 1. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual. 2. Secara klasik diberikan obat tetes mata AgNO3 1% Segera sesudah lahir (harus diperhatikan bahwa konsentrasi AgNO3 tidak melebihi 1%). 3. Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan solusio borisi dan pemberian kloramfenikol salep mata. 4. Operasi caesar direkomendasikan bila si ibu mempunyai lesi herpes aktif saat melahirkan. 5. Antibiotik, diberikan intravena, bisa diberikan pada neonatus yang lahir dari ibu dengan gonore yang tidak diterapi. PENATALAKSANAAN - Pengobatan dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang intraseluler dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore. - Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penicillin, salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari. - Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih (direbus) atau dengan garam fisiologik setiap jam, kemudian diberi salep penisillin setiap jam. Penisillin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisillin (caranya : 10.000 20.000 unit/ml) setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit., disusul pemberian salep penisillin setiap 1 jam selama 3 hari. - Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. - Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif. - Pada pasien yang resisten terhadap penicillin dapat diberikan cefriaksone (Rocephin) atau Azithromycin (Zithromax) dosis tinggi. Efek samping pengobatan - Tetes nitrat Argenti yang diberi pada bayi baru lahir untuk mencegah infeksi gonore akan menyebabkan iritasi ringan, tapi akan sembuh dengan sendirinya satu sampai dua hari tanpa meninggalkan kerusakan menetap.

- Antibiotika topikal dapat menyebabkan reaksi alergi. - Antibiotika oral dapat menyebabkan gangguan perut, ruam dan reaksi alergi. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. Ofthalmologi Umum. Edisi 14.Jakarta:Widya Medika,2000 ; Ilyas, H. Sidarta Prof. dr. SpM. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI; 2003 KONJUNGTIVITIS BAKTERI AKUT 1) Etiologi i) Konjungtivitis Corynebacterium hemophilus. 2) Gambaran Klinis i) Gambaran kronis. ii) Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dan dengan kornea yang jernih. 3) Pengobatan i) Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum pemeriksaan biologik dengan antibiotik tunggal seperti neosporin, basitrasin, gentamisin, kloramfenicol, tobramisin, eritromisin, dan sulfa. Bila pengobatan memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan dan ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik. ii) Bila terjadi penyulit pada kornea maka diberikan sikloplegik. iii) Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya dimintakan pemeriksaan langsung dan bila ditemukan tidak kumannya, maka pengobatan sediaan disesuaikan. Apabila ditemukan kuman dalam klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen. Perjalanan penyakit akut yang dapat berjalan bakteri akut disebabkan pseudomonas, Streptokokus, neisseria, dan diphtherica,

langsung, maka berikan antibiotik spektrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4 sampai 5 kali sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata (sulfasetamid 10-15% atau khloramfenicol). Apabila tidak sembuh dalam satu minggu bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan defisiensi air mata atau kemungki obstruksi duktus nasolakrimal.

KONJUNGTIVITIS GONORE 1) Definisi & Etiologi i) Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat. ii) Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonore merupakan penyakit yang tersebar luas di seluruh dunia secara endemik. iii) Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit,ini didapatkan dari penularan penyakit kelamin sendiri. iv) Tipe dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan gejala mendadak dengan purulensi berat yang dapat memberikan penyulit keratitis komea, sepsis, atrhritis, dan dakrioadenitis.

2) Gambaran klinik i) Di klinik kita akan melihat penyakit ini dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (usia lebih dari 10 hari) dan konjungtivitis gonore adultorum. Terutama mengenai golonn bayi dan bayi yang ditularkan ibunya. Merupakan penyebab utama oftalmia neonatum. Memberikan sekret purulen paclat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik. ii) Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit infiltratif, supuratif dan penyembuhan. (a) Pada stadium infiltratif ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva bulbi merah, kemotik dan menebal. Pada orang

dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran spesifik gonore dewasa. Pada orang dewasa terclapat perasaan sakit pada mata yang dapat disertai dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya. (b) Pada stadium supuratif terdapat sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental. Kadang-kadang bila sangat dini sekret dapat sereus yang kemudian menjadi kental dan purulen, Berbeda dengan oftalmia neonatorum, pada orang dewasa sekret tidak kental sekali. Terdapat pseudomembran yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Pada orang dewasa penyakit ini berlangsung selama 6 minggu dan tidak jarang ditemukan pembesaran disertai rasa sakit Kelenjar preaurikul. (c) Pada stadium penyembuhan semua gejala sangat berkurang. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif.

3) Diagnosis i) Diagnosis pasti penyakit ini adalah pemeriksaan sekret dengan pewarnaan metilen biru dimana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit. ii) Dengan pewarnaan Gram akan terdapat sel intraselular atau ekstra selular dengan sifat Gram negatif. iii) Pemeriksaan sensitivitas dilakukan pada agar darah dan coklat. iv) Saat terlihat penyakit, gambaran klinis serta hasil pemeriksaan akan membantu untuk menentukan kausa. v) Pemeriksaan laboratorium akan memberikan gambaran yang khas untuk jenis infeksi, yang akan memperlihatkan tanda-tanda infeksi jamur dan,bakteri pada perneriksaan sitologik.

4) Pengobatan i) Pengobatan segera dimulai bila terlihat pada pewarnaan Gram positif diplokok batang intraselular dan sangat dicurigai konjungtivitis gonore. Pasien dirawat dan diberi pengobatan dengan penisilin salep dan suntikan, pada bayi diberikan 50.000 U/kgBB selama 7 hari. ii) Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air atau dengan garam fisiologik setiap 1/4jam. Kemudian diberi salep setiap 1/4 jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan penisilin G 10.000 - 20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30 menit. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit sampai 30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari. iii) Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan iv) Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dengan terisolasi, dibersihkan dengan garam fisiologis, penisilin sodium G 100. unit/ml, eritromisin topikal, dan penisilin 4.8 juta unit dibagi 2 kali sistemik

5) Penyulit i) Penyulit yang dapat terjadi adalah tukak kornea marginal terutama di bagian atas. Tukak ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis gonokok ini. Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak sehingga sering terjadi perforasi kornea. Pada orang dewasa tukak terjadi sering terletak marginal dan sering berbentuk cincin. Perforasi komea dapat mengakibatkan endoltalmitis dan panoftalmitis sehingga terjadi kebutaan total. .

6) Pencegahan i) Pencegahan : Cara yang lebih aman ialah membersihkan mata segera setelah lahir dengan larutan berisi dan memberikan salep kloramfenikol.

7) DD i) Konjungtivitis purulen pada bayi sebaiknya dibedakan dengan mia neonatorium lainnya seperti klamidia konjungtivitis (inklusion blenore infeksi diberikan bakteri lain, virus dan jamur.

KONJUNGTIVITIS MENAHUN

1) Konjungtivitis alergi i) Definisi (a) Bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat atopi. ii) Gejala (1)Semua gejala pada konjungtiva akibat konjungtiva bersifat rentan terhadap benda asing.

(2)Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas), gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan. Walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. iii) PP (1)Pada perneriksaan laboratorium ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit dan basofil. iv) Pengobatan (1)Pengobatan terutama dengan menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium kromolin, steroid topikal dosis rendah yang kemudian disusul dengan kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik. 2) Klasifikasi : Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti: 1. Konjungtivitis flikten, 2. konjungtivitis vermal, 3. konjungtivitis atopi, 4. konjungtivitis alergi bakteri, 5. konjungtivitis alergi akut, 6. konjungtivitis alergi kronik, 7. sindrom Stevens Johnson, 8. pemfigoid okuli, dan sindrom Syogren. i) Konjungtivitis vernal

(a) Etiologi 1. Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe 1) yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. 2. Pada mata ditemukan papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin yang berisi kornea eosonofil atau granula keratitis, eosinofil, pada terdapat

neovaskularisasi, dan tukak indolen. 3. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di dalam benjolan. Secara histologik penonjolan ini adalah suatu hiperplasi dan hialinisasi jaringan ikat disertai proliferasi sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma dan sel eosinofil. 4. Merupakan penyakit yang dapat rekuren dan bilateral pada musim panas. 5. Mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dan kedua jenis kelamin sama. Biasanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10 tahun. (b)Gejala Penderita konjungtivitis vernal sering gejala-gejala alergi terhadap tepung menunjukkan sari rumput-

rumput. Dua bentuk utama (yang dapat berjalan bersama) : i. Bentuk palpebra. Pada tipe palpebra terutama mengenai tiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang ble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva bawah hiperemi dan ini edema, tampak dengan tonjolan kelainan bersegi kornea lebih dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar banyak pada dengan limbus permukaan yang rata dan kapiler di tengahnya. ii. Bentuk gelatin, limbal, hipertrofi Trantas papil dot superior yang membentuk jaringan hiperplastik dengan, merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan sedikit eosinofil. (c) Pengobatan 1. Ahtihistamin dan desensitisasi mempunyai efek yang ringan Vasokonstriktor, pemakaian kromolin steroid, topikal siklosporin dapat dapat mengurangi bermanfaat. 2. Obat anti inflamasi non lainnya tidak banyak manfaat. Pengobatan dengan steroid topikal dan salep akan dapat menyembuhkan. 3. Hati-hati pemakaian steroid lama. Bila tidak ada hasil dapat diberikan radiasi, atau dilakukan pengangkatan giant papil. Penyakit ini biasanya sembuh sendid tanpa diobati. Dapat diberi obat kompres dingin, natrium karbonat dan vasokonstriktor. Kelainan komea dan konjungtiva dapat di dengan natrium cromolyn topikal. Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai dengan sikloplegik.

ii) Konjungtivitis flikten (a) Definisi 1. Merupakan (b)Etiologi 1. Konjungtivitis flikten disebabkan karena alergi (hipersensitivitas tipe IV) terhadap tuberkuloprotein. stafilokok, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain dalam tubuh. Kelainan ini lebih sering ditemukan pada anak-anak di daerah padat yang biasanya dengan gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas. (c) PP 1. Secara histopatologik terlihat kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadangkadang sel datia berinti banyak. Flikten merupakan infiltrasi selular subepitel yang terutama terdiri atas sel monokular limfosit. (d)Diagnosis 1. Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadang-kadang daerah hiperemi. 2. Pada pasien akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses yang biasanya terletak di dekat limbus. Biasanya abses ini menjalar ke arah, sentral atau kornea dan terdapat tidak hanya satu. 3. Gejala a. Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia dapat ringan hingga berat. mengenai kedua mata. Pada konjungtiva terlihat sebagai bintik putih yang dikelilingi konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri atau antigen tertentu.

b. Bila kornea ikut terkena selain daripada rasa sakit, pasien (e) Prognosis 1. Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu, dengan kemungkinan 2. terjadi kekambuhan. Keadaan akan lebih berat bila terkena kornea. (f) DD 1. Diagnosis banding adalah pinguekula iritan (lokalisasi pada palpebra), ulkus kornea, okular rosazea, dan keratitis herpes simpleks. (g)Pengobatan 1. Pengobatan pada konjungtivitis flikten adalah dengan diberi 2. steroid topikal, midriatika bila terjadi penyulit pada kornea, diberi 3. kacamata hitam karena adanya rasa silau yang sakit. Diperhatikan 4. higiene mata dan diberi antibiotika salep mata waktu tidur, dan air mata buatan. Sebaiknya dicari penyebabnya seperti adanya tuberkulosis, blefaritis stafilokokus kronik dan lainnya. 5. Karena sering terdapat pada anak dengan gizi kurang maka (h)Penyulit 1. Penyulit yang dapat ditimbulkan adalah menyebarnya flikten kedalam kornea atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses. sebaiknya diberikan vitamin dan makanan tambahan. juga akan merasa silau diserta blefarospasme.

iii) Konjungtivitis iatrogenik (a) Etiologi

1. Konjungtivitis dokter.

akibat

pengobatan

yang

dliberikan

2. Berbagai obat dapat memberikan efek samping pada tubuh demikian pula pada mata yang dapat terjadi dalam bentuk konjungtivitis. iv) Sindrom Steven Johnson (a) Definisi 1. Sindrom Steven Johnson adalah suatu penyakit eritema multiform yang berat (mayor). 2. Penyakit ini sering ditemukan pada orang muda usia sekitar 35 tahun. (b)Etiologi 1. Penyebabnya diduga suatu reaksi alergi pada orang yang mempunyai predisposisi alergi terhadap obat-obat sulfonamid, barbiturat. Ada yang beranggapan bahwa penyakit ini,idiopatik dan ditemukan sesudah suatu infeksi herpes simpleks. (c) Diagnosis 1. Tanda dan gejala a. Kelainan ditandai dengan lesi pada kulit dan mukosa pada kulit berupa lesi eritema yang dapat timbul mendadak sebar secara simetris. b. Mata merah dengan demam dan kelemahan umum dan sakit pada sendi merupakah keluhan sindrom Steven Johnson ini. c. Sindrom ini disertai dengan gejala vesikel pada kulit, bula, dan titis ulseratif. parut Pada mata terdapat kering, vaskularisasi kornea, konjungtiva

simblefaron, tukak dan perforasi kornea dan dapal berikan penyulit endoftalmitis. d. Kelainan mukosa dapat berupa konjungtivitis pseudomembran. e. Pada keadaan lanjut dapat terjadi kelainan, yang sangat menurunkan daya penglihatan.

(d)Pengobatan 1. Pengobatan bersifat simtomatik dengan pengobatan berupa kortikosteroid sistemik dan infus cairan antibiotik. 2. Pengobatan lokal pada mata simblefaron. 3. Pemberian v) Konjungtivitis atopik 1. Reaksi alergi selaput lendir mata atau konjungtiva terhadap disertai dengan demam. Memberikan tanda mata berair, bengkak. belek berisi eosinofil. kortik harus hati-hati terhadap adanya infeksi herpes simpleks. berupa pembersihan sekret yang timbul, mi steroid topikal dan mencegah

KONJUNGTIVITIS FOLIKULARIS KRONIS i) Definisi (a) Merupakan konjungtivitis yang sering ditemukan pada anakanak, (b)tidak pernah terlihat pada bayi baru lahir kecuali bila usia sudah beberapa bulan. ii) Gejala (a) Konjungtivitis folikularis kronis ditandai dengan terdapatnya tanda khusus berupa benjolan kecil berwarna kemerahmerahan pada lipatan retrotarsal. Folikel yang terjadi merupakan reaksi konjungtiva terhadap virus dan alergen toksik seperti iododioksiuridin, fisostigmin, dan klamidia. Folikel (b)terlihat sebagai benjolan kecil mengkilat dengan pembuluh darah kecil (c) atasnya, yang pada pemeriksaan histologik berupa sel limfoid. Setiap folikel ini merupakan pusat germinatif tunggal limfoid. Folikel ini bila diakibatkan trakoma akan berdegenerasi yang akan membentuk jaringan parut.

(d)Folikel yang didapatkan pada tarsus inferior anak dan orang dewasa sering dapat dianggap normal. iii) Etiologi (a) Konjungtivitis akut terdapat folikularis (adenovirus pada 3), penyakit 8), herpes epidemik demam simpleks, keratokonjungtivitis faringokonjungtiva (adenovirus

konjungtivitis hemoragika akut (adenovirus 90), konjungtivitis inklusi, trakoma akut, penyakit New Castle, influenza, herpes zoster. (b)Konjungtivitis kronis terdapat pada trakoma, toksis obat (kosmetik), bakteri, keratokonjuntivitis Thygeson, moluskum kontagiosum, dan Parinaud konjungtivitis.

iv) Diagnosis Banding Konjungtivitis Folikularis

Konjungtivitis folikularis akut Kerato-konjungtivitis epidermika Demam Herpes simpleks primer Konjungtivitis inklusi

Konjungtivitis folikularis kronik Axenfeld kontagiosum reaksi kimia & toksik fisostigmin pilokarpin dan isoflurophate (jarang)

faringo-konjungtiva Moluskum

Eksasebasi akut trakoma Konjungtivitis hemoragika akut Penyakit New Castle influenza tipe A Herpes zoster (jarang) Femam garukan-kucing (cat scratch fever) & sewaktu2 kausa lain sindrom Parinaud

Gordon's Medical Management of Ocular Diseases, second edition, Edward A. Dunlap, M.D. D.Sc. (hon) p. Table.

Konjungtivitis bakterial a. Konjungtivitis bakterial akut b. Konjungtivitis gonore c. Oftalmia neonatarum d. Konjungtivitis angular e. Konjungtivitis mukopurulen

Konjungtivitis virus akut a. Demamm faringokonjungtiva b. keratokonjungtivitis epidemi c. konjungtivitis herpetik konjungtivitis herpes simplek konjungtivitis varisella-zooster d. konjungtivitis inklusi e. konjungtivitis new castel f. konjungtivitis hemoragik epidemi akut

konjungtivitis menahun g. konjungtivitis alergi konjungtivitis vernal konjungtivitis flikten konjungtivitis iatrogenik

konjungtivitis steven johnson konjungtivitis atopik Ilyas, sidarta. Ilmu penyakit mata. 2002 a. Etiologi Konjungtivitis dapat disebabkan bakteri seperti konjungtivitis gonokok, virus, klamidia, alergi toksik, dan molluscum contagiosum. konjungtivitis vernal reaksi hipersensitifitas tipe 1 konjungtivitis flikten reaksi hipersensitifitas IV yang disebabkan tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venerea, leismeniasis, infeksi parasit. konjungtivitis iatrogenik akibat pengobatan dokter konjungtivitis steven johnson reaksi alergi pada orang-arang konjungtivitis atopik Ilyas, sidarta. Ilmu penyakit mata. 2002

o bakteri konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh Streptokokus, corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria, dan hemophilus. Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtiva purulen. Perjalanan penyakit akut yang dapat berjalan khronis. Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dengan dan kornea yang jernih. konjungtivitis Gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat, yang disertai dengan sekret purulen. Genokok merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini

sangat berat. Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut. Di klinik penyakit ini dapat dilihat dalam bentuk oftalmia neonatorum (bayi usia 1-3 hari), konjungtivitis gonore infantum (usia > 10 hari) dan konjungtivitis gonore adultorum. Memberikan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan subkonjungtiva dan konjungtiva kemotik. Pada orang dewasa terdapat 3 stadium penyakit: infiltratif, supurtif dan penyembuhan. o stadium infiltratif: ditemukan kelopak dan konjungtiva yang kaku

disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang konjungtiva bulbu merah, kemotik dan menebal. Pada orang dewasa selaput konjungtiva lebih lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran hipertrofi papilar yang besar o stadium supuratif: terdapat sekret yang kental. Pada bayi

biasanya mengenai ke 2 mata dengan sekret kuning kental. Kadang2 bila sangat dini dapat serous yang kemudian menjadi kental dan purulen. konjungtivitis difteri radang konjungtiva yang disebabkan bekteri difteri dan memberikan gambaran khusus berupa terbentuknya membran pada konjungtiva tarsal. Membran yang terbentukterdiri atas bahan nekrotik bercampur fibrin yang bila diangkat akan menyebabkan terjadinya perdarahan. Biasanya konjungtivitis difteri terdapat pada anak yang menderita difteri. Kelopak mata membengkak, merah dan kaku disertai membran pada konjungtiva tarsal. Konjungtivitis folikular merupakan konjungtivitis yang disertai dengan pembentukan folikel pada konjungtiva. Terbentuknya folikel terjadi akibat penimbunan limfosit dalam jaringan adenoid subepitel konjungtiva. Folikel akan membentuk

tonjolan pada konjungtiva sebesar 0,5 mm, dengan permukaan yang landai, licin, berwarna abu2 kemerahan. Warna merah ini terlihat akibat adanya pembuluh darah dari bagian perifer folikel yang menuju puncak folikel. Konjungtivitis merupakan konjungtivitis yang sering ditemukan pada anak2 akan tetapi tidak ditemukan pada bayi. Beda dengan folikel trakoma maka pada konjungtivitis folikular tidak pernah terbentuk sikatriks. Bersamaan denga terlihatnya mata merah biasanya juga disertai dengan lakrimasi yang nyata. konjungtivitis angular merupakan peradangan konjungtiva yang terutama didapatkan didaerah kantus interpalpebra, disertai ekskoriasi kulit disekitar daearah meradang. Konjungtivitis angular disebabkan oleh basil Maroxella Axenfeld. Konjungtivitis anguler terdapat sekret mukopurulen dan pasien sering mengedip dan terdapat penyulit blefaritis. konjungtivitis mukopurulen merupakan konjungtivitis dengan gejala umum konjungtivitis kataral mukoid. Penyebabnya adalah Staphylococcus, basil Koch Weeks, pneumococ, staphylococ, haemophylus Aegypti, yang dapat terlihat juga pada penyakit virus. Gejala konjungtivitis mukopurulen adalah terdapatnya hiperemia kinjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan ke 2 kelopak melekat terutama pada waktu bangun pagi. Pasien merasa seperti kelilipan kemasukan pasir. Sering ada keluhan seperti adanya halo atau gambaran pelangi yang sebaiknya dibedakan dengan halo pada glukoma. Bila disebabkan oleh pneumococ maka akan terlihat perdarahan kecil pada konjungtiva. Gejala penyait terberat terjadi pada hari ke 3 dan bila tidak diobati akan berjalan kronis. Blefarokonjungtivitis blefarokonjungtivitis atau radang kelopak dan konjungtiva ini disebabkan oleh staphylococ dengan keluhan terutama rasa gatal pada mata

disertai terbentuknya krusta pada tepi kelopak . bersamaan dengan ini biasanya disertai dengan keratitis pungtata epitelial. Radang ini juga mengenai kelenjar Meibom dan folikel rambut. Blefarokonjungtivitis sering menimbulkan reaksi alergi pada kornea sehingga menimbulkan keratitis marginal ataupun tukak marginal kornea. o virus demam faringokonjungtiva konjungtivitis demam faringokonjungtiva disebabkan oleh infeksi virus. Kelainan ini akan memberikan gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau ke dua mata. Biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 2, 4 dan 7, terutama mengenai remaja yang disebarkan melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat epidemik. Mengenai satu mata yang akan mengnai mata lainnya dalam minggu berikutnya. Berjalan akut dengan gejala penyakit hiperemia konjungtiva, mata seperti kemasukan pasir, folikel pada konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran. Pada kornea dapat terjadi keratitis superfisial, dan atau subepitel dengan pembesaaran kelenjar limfe preaurikel. keratokonjungtiva epidemik keratokonjungtiva epidemik merupakan radang yang berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 dan 19. konjungtivitis ini dapat timbul sebagai suatu epidemi. Penularan biasanya terjadi melalui kolam renang selain dari pada akibat wabah. Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksious 14 hari. Gejala klinik berupa demam dengan mata seperti kelilipan, mata berair berat, folikel terutama konjungtiva bawah, kadang2 terdapat pseudomembran. Terdapat infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadinya konjungtivitis. Infiltrat ini dapat bertahan selama 3 minggu. Dalam sekret ditemukan sel neutrofil. konjungtivitis herpetik

merupakan manifestasi primer herpes dan terdapat pada anak2 yang mendapat infeksi dari pembawa virus. Pada konjungtivitis ini akan terdapat limfadenopati preaurikel dan vesikel pada kornea yang dapat meluas membentuk gambaran dendrit. konjungtivitis herpes simplek merupakan infeksi berulang pada mata. Sering disertai infeksi herpes pada kulit dengan pembesaran kelenjar preaurikel. konjungtivitis varisela-zoster varisela zoster disebut juga shingle, zona, atau posterior ganglionitis akut. Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion Gaseri saraf trigeminus. Bila yang terkena ganglion cabang oftalmik maka akan terlihat gejala2 herpes zoster pada mata. Kelainan yang terjadi akibat herpes zoster tidak akan melampaui garis median kepala. Herpes zoster dan varisela memberikan gambaran yang sama pada konjungtivitis seperti mata hiperemia, vesikel dan pseudomembran pada konjungtiva, papil dengan pembesaran kelenjar preaurikel. konjungtivitis inklusi merupakan penyakit okulogenital disebabkan oleh infeksi klamidia \, yang merupakan penyakit kelamin (uretra, prostat, serviks dan epitel rektum), dengan masa inkubasi 5-10 hari. Klamidia menetap didalam jaringan uretra, prostat serviks dan epitel rektum untuk beberapa tahun sehingga mudah terjadi infeksi ulang. Penyakit ini dapat bersifat epidemik karena merupakan swimming pool konjungtivitis. Konjungtivitis okulogenital pada bayi timbul 3-5 hari setelah lahir. Pada bayi dapat memberikan gambaran konjungtivitis purulen sedang pada orang dewasa dapat dalam beberapa bentuk, konjungtiva hiperemik, kemotik, pseudomembran, folikel yang nyata terutama pada kelopak bawah dan tidak jarang memberika gambaran seperti hipertrofi papil disertai pembesaran kelenjar preaurikel. konjungtivitis New Castle

disebabkan oleh virus New Castle, dengan gambaran klinis sama dengan demam faringokoknjungtiva . penyakit ini biasanya terdapat pada pekerja peternakan unggas yang ditulari virus New Castle yang terdapat pada unggas. Umumnya penyakit ini bersifat unilateral walaupun dapat juga bilateral. Konjungtivitis ini memberikan gejala influensa dengan demam ringan, sakit kepala dan nyeri sendi. Konjungtivitis New Castle akan memberikan keluhan rasa sakit pada mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur dan fotofobia. Penyakit ini sembuh dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu. Pada mata akan terlihat edema palpebra ringan, kemosis dan sekret yang sedikit, dan folikel2 terutama ditemukan pada konjungtiva tarsal bagian bawah. Pada kornea ditemukan keratitis epitelial atau keratitis subepitel. Pembesaran kelenjar getah bening preaurikel yang tidak nyeri tekan. ` konjungtivitis hemoragik epidemik akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya perdarahan

konjungtiva. Masa inkubasi 24-48 jam, dengan tanda2 ke 2 mata iritatif, deperti kelilipan dan sakit periorbita. Edema kelopak, kemosis konjungtiva, sekret seromukos, fotofobia disertai lakrimasi. Terdapat gejala akut dimana ditemukan adanya konjungtivitis folikular ringan, sakit periorbita Viru s Bakteri Purulen Kotoran Air mata Gatal Injeksi Nodul preaurikul ar Pewarnaa n usapan Sakit tenggorok an dan panas yg menyertai Sedikit Mengucur Sedikit Umum Lazim Monosit Limfosit Sewaktuwaktu Mengucur Sedang Sedikit Umum Jarang Bakteri PMN Jarang Non purulen Sedikit Sedang -oLokal Lazim Bakteri PMN -oFungus dan parasit Sedikit Sedikit -oLokal Lazim Biasanya Negatif -oAlergi

Sedikit Sedang Mencolok Umum -oEosinofil -o-

Diagnosis Banding Konjungtivitis Gambaran Klinis Bakterial Mencolok + ++ Purulen atau mukopur ulen +/(strept. C.diph) +/+ Viral Sedang + +/Jarang, air +/+ ++ Alergik RinganSedang ++ Berserab ut, (lengket) putih + Toksik RinganSedang +/TRIC Sedang +/Berserab ut (lengket) -

Tanda Injeksi Konjungtiviti s Hemoragi Kemosis Eksudat

Pseudomem bran Papil Folikel Nodus Preaurikular Panus

+/+ + (medikasi ) +/+

(kec. vernal)

Perbedaan Konjungtivitis dgn Iritis dan Keratitis Konjungtivitis Normal Tidak ada Pedes, rasa kelilipan Injeksi konjungtival Serous, mukos, purulen Terutama pagi hari Normal Keratitis/Iritis Turun Nyata Nyata Sakit Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada Mengecil

Tanda Tajam Penglihatan Silau Sakit Mata merah Sekret Lengket kelopak Pupil

Anda mungkin juga menyukai