Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN AS DENGAN MALUNION OF SUPRACODILER FEMUR (D) DI RUANG ANGSOKA I RSUP SANGLAH TANGGAL 21-24

APRIL 2013

OLEH: PUTU DEWI PRADNYANI P07120011016

KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN 2013

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR FEMUR


I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. Pengertian Fraktur Femur/ Patah tulang paha adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan pada femur yang disebabkan oleh adanya rudapaksa, yang dibagi menjadi fraktur batang femur dan fraktur kolum femur yang biasanya terbagi 1/3 distal, 1/3 tengah dan 1/3 proksimal. (Mansjoer, 2001)

B. Etiologi Penyebab dari fraktur femur adalah:


1. 2.

Trauma langsung : Terbentur benda keras akibat kecelakaan Tidak langsung : Gerakan eksorotasi yg mendadak dari tungkai bawah/ kecelakaan ringan yg sebelumnya sudah ada penyakit/ kelainan penyerta, misalnya osteoporosis pada lansia, kelainan kongenital pada anak-anak, infeksi/ inflamasi tulang, artritis rematik, adanya tumor, kelemahan otot.

C. Patofisiologi Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 : 356). Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil, karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147). Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2287). Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi internal. (Mansjoer, 2000 : 348). Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192). Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378). Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi, mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346). Pada reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192). Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat (Brunner & Suddarth, 2002 : 2304).

D. Manifestasi klinis 1. Adanya riwayat kecelakaan, kelainan/ penyakit tulang femur. 2. Daerah paha yg patah sangat membengkak. 3. Adanya nyeri tekan, nyeri gerak dan fungsio laesa 4. Adanya deformitas angulasi ke lateral/ anterior, endo/ eksorotasi. 5. Adanya perpendekan tungkai bawah. 6. Pada fr. 1/3 tengah femur perlu diperhatikan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum daerah lutut.

E. Klasifikasi Fraktur Femur 1. Fraktur Tertutup : Tidak ada perlukaan kulit, fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar. 2. Fraktur Terbuka : ada perlukaan kulit dan ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar yg terbagi menjadi : a. Derajat I : Luka < 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, kontaminasi minimal, terjadi pada fr. Sederhana, oblik, komunitif ringan. b. Derajat II : Luka > 1 cm, kerusakan jar. Lunak tidak luas, kontaminasi sedang, terjadi pada fr. Komunitif sedang. c. Derajat III : Kerusakan jaringan lunak luas, meliputi kulit, otot dan neurovaskuler, kontaminasi sangat tinggi, fr.tulang terpapar dengan dunia luar tanpa melihat ukuran luka.

F. Komplikasi 1. Komplikasi dini : Syok neurogenik, emboli lemak 2. Komplikasi lanjut : Delayed union, non-union, malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi, gangguan saraf perifer akibat traksi yang berlebihan.

G. Penatalaksanaan 1. Pada fraktur femur tertutup untuk sementara dilakukan traksi kulit dg metode ekstensi buck atau thomas splint, untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah rusaknya jaringa lunak disekitar luka. 2. Dilakukan pengobatan non- operatif dg traksi skeletal dg metode perkin, balance skeletal traction. Pada anak < 3th dg traksi kulit Bryant, 3 13 th dg traksi Russell.

3. Operatif bila ada indikasi : Penanganan non-operatif gagal, fraktur Multipel, robeknya arteri femoralis, fraktur Patologik, fraktur pada orang tua. 4. Pada fr. 1/3 tengah sangat baik dipasang intramedulari nail (Kuntscher nail, AO nail, Interlocking nail)

H. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan fraktur adalah : 1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma. 2. Scan tulang ( tomogram, scan CT / MRI) : memperlihatkan fraktur dan juga dapat mengindentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai. 4. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun ( pendarahan bermakna pada sisi fraktur organ jauh pada trauma multiple ). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma 5. Kreatinin : trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin untuk pasien ginjal. 6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cedera hati

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Biodata Pasien Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku, bangasa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor register, pekerjaan pasien, dan nama orang tua/ suami/ istri. 2. Keluhan Utama Nyeri berat/ tiba-tiba, kaku, bengkak, kelainan bentuk pada femur tergantung pada tipe, luas, dan kedalaman luka. Pasien juga mengeluh nyeri pada ekstremitas yang terpasang traksi. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan: Provoking Incident : Faktor presipitasi nyeri adalah trauma pada bagian paha. Quality of Paint : Rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien bersifat menusuk-nusuk. Region : Rasa sakit bisa reda dengan immobilisasi atau dengan istirahat, rasa sakit tidak menjalar atau menyebar, dan rasa sakit terjadi di bagian paha yang mengalami patah tulang. Severity (Scale) of Pain : Rasa nyeri yang dirasakan pasien secara subjektif antara skala 2-4 pada rentang skala pengukuran 0-4 Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari / siang hari.

3. Riwayat Kesehatan yang Lalu Penyakit-penyakit tertentu seperti Kanker Tulang dan penyakit Pagets yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit Diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya Osteomyelitis akut maupun kronik dan juga Diabetes menghambat proses penyembuhan tulang. 4. Riwayat Kesehatan Sekarang Kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha, pertolongan apa yang telah didapatkan, apakah sudah berobat ke dukun? Selain itu, dengan

mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain. 5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit patah tulang paha adalah faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik. 6. Pengkajian Doengos a. Aktivitas Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri) b. Sirkulasi Tanda :

- Hipertensi ( kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau


Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)

- Tachikardi (respons stres, hipovolemia) - Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal yang cidera, pengisian kaplier lambat,
pucat pada bagian yang terkena

- Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera


c. Eliminasi Terjadi perubahan eliminasi alvi (konstipasi), d. Neurosensori Gejala :

- Hilang gerakan/ sensasi, spasme otot. - Kebas/kesemutan (parastesis)


Tanda :

- Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit),


spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.

- Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)


e. Nyeri/kenyamanan Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang,dapat berkurang pada imonilisasi). f. Keamanan Tanda :

- Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna. - Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)
g. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Lingkungan cedera

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: Kesadaran penderita: apatis, spoor, koma, gelisah, compos mentis, tergantung pada keadaan pasien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk. b. B1 (Breathing) Pada pasien dengan fraktur femur pemeriksaan pada sistem pernapasan inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thorax didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan. c. B2 (Blood) Inspeksi : tidak tampak iktus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iktus tidak teraba. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur. d. B3 (Brain) Tingkat kesadaran, biasanya compos mentis Muka : wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tidak ada edema. Mata : tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (apabila pasien dengan patah tulang tertutup, karena tidak terjadi perdarahan). Pada pasien dengan fraktur terbuka dengan banyaknya perdarahan yang keluar biasanya konjungtiva didapatkan anemis. Sistem sensorik, pada pasien faktur femur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan, begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. e. B4 (Bladder) Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine termasuk berat jenis urine, biasanya pasien fraktur femur tidak ada kelainan pada sistem urine. f. B5 (Bowel)

- Abdomen.
Inspeksi Palpasi Perkusi : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. : turgor baik, tidak ada depands muskuler, hepar tidak teraba. : suara tymphani.

Auskultasi : peristaltic usus normal 20 kali / menit.

- Inguinal-Genetalia-Anus : tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lympe, tak ada
kesulitan BAB g. B6 (Bone) Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara lokal baik fungsi motorik, sensorik dan peredaran darah.

Look

: Sistem Integumen : terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema, nyeri tekan. Didapatkan adanya pembengkakan hal-hal yang tidak biasa (abnormal), deformitas, perhatikan adanya kompartemen sindrom pada lengan bagian distal fraktur femur. Apabila terjadi open fraktur di dapatkan adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai pada kerusakan integritas kulit. Pada fraktur oblik, spiral atau bergeser yang mengakibatkan pemendekan batang femur. Adanya tanda-tanda cidera dan kemungkinan keterlibatan bekas neurovaskuler (saraf dan

pembuluh darah). Paha seperti bengkak/edema. Perawat perlu mengkaji apakah dengan adanya pembengkakan pada tungkai atas yang mengganggu sirkulasi peredaran darah ke bagian bawahnya. Terjebaknya otot, lemak, saraf dan pembuluh darah dalam sindroma kompartemen pada fraktur femur adalah perfusi yang tidak baik pada bagian distal pada jari-jari kaki, tungkai bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan nyeri pada tungkai, timbulnya bula yang banyaknya menyelimuti bagian bawah dari fraktur femur. Feel : Adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah paha.

Move : Terdapat keluhan nyeri pada pergerakan

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan fraktur adalah : a. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma. b. Scan tulang ( tomogram, scan CT / MRI) : memperlihatkan fraktur dan juga dapat mengindentifikasi kerusakan jaringan lunak. c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai.

d. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menurun ( pendarahan bermakna pada sisi fraktur organ jauh pada trauma multiple ). Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma e. Kreatinin : trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin untuk pasien ginjal. f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cedera hati

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak,

alat traksi/immobilisasi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal,

terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.


3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah

perbaikan, pemasangan traksi pen, perubahan sensasi , imobilisasi fisik.


4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahan primer, kerusakan kulit,

trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invasif, traksi tulang.


5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan

dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.


6. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur). 7. Risiko kekurangan volume cairan tubuh b/d perdarahan 8. Ansietas b/d krisis situasi, ancaman kecacatan/ kematian.

C. RENCANA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak,

alat traksi/immobilisasi. Tujuan : setelah diberikan askep selama...x24 jam diharapkan nyeri berkurang. Kriteria Evaluasi : - Pasien menyatakan nyeri berkurang - Pasien tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat - Tekanan darah normal - Tidak ada peningkatan nadi dan RR

Intervensi : a. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembebat, traksi.
Rasional : menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang cedera. b. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena Rasional : meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan menurunkan nyeri.

c. Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala 0-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/ perilaku). Rasional : mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri. d. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak aktif/pasif. Rasional : mempertahankan kekuatan/mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera. e. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan, perubahan posisi. Rasional : meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan otot. f. Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai keperluan. Rasional : menurunkan edema/ pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri. g. Kolaborasi pemberian analgetik. Rasional : menurunkan nyeri.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal,

terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. Tujuan : setelah diberikan askep selama....x 24 jam diharapkan pasien mampu bermobilisasi secara bertahap. Kriteria evaluasi : - Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin - Mempertahankan posisi fungsinal - Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit - Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas

Intervensi : a. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan persepsi
pasien terhadap imobilisasi. Rasional : pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/ persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/ intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan. b. Intruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentang gerak pasien/ aktif pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit. Rasional : meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk mencegah kontraktur/ atrofi , meningkatkan tonus otot, memperthankan gerak sendi, dan responsi kalsium karena tidak digunakan.

c. Berikan/ bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin. Intruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilitas. Rasional : mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ. Belajar memperbaiki cara menggunakan alat penting untuk memperthankan mobilisasi optimal dan keamanan pasien. d. Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokanter/ tangan yang sesuai. Rasional : berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstrmitas, tangan/kaki, dan mencegah komplikasi (contoh kontraktur/kaki jatuh). e. Awasi TD dengan melakukan aktivitas. Perhatikan keluhan pusing. Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama dan dapat memerlukan intervensi khusus (contoh kemiringan meja dengan peninggian secara bertahap sampai posisi tegak). f. Kolaborasi untuk konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi spesialis. Rasional : berguna dalam membuat aktivitas individual/program latihan. Pasien dapat memerlukan bantuan jangka panjang dengan gerakan, kekuatan, dan aktivitas yang mengandalkan berat badan, juga penggunaan alat, contoh walker, kruk, tongkat, meninggikan tempat duduk di toilet, tongkat pengambil/penggapai, khususnya alat makan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk, fraktur terbuka, bedah

perbaikan, pemasangan traksi pen, perubahan sensasi , imobilisasi fisik. Tujuan : setelah diberikan askep selama....x 24 jam diharapkan gangguan integritas kulit teratasi. Kriteria evaluasi : - Penyembuhan luka sesuai waktu - Tidak ada laserasi, integritas kulit baik

Intervensi : a. Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan, perubahan warna,
kelabu, memutih. Rasional : memberikan informasi tentang sirkuasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat dan/atau pemasangan gips/bebat atau traksi, atau pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik lanjut. b. Masase kulit dan penonjolan tulang. Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan. Tempatkan bantal air/ bantalan lain bawah siku/ tumit sesuai indikasi. Rasional : menurunkan tekanan pada area yang peka dan risiko abrasi/kerusakan kulit. c. Ubah posisi dengan sering. Dorong penggunaan trapeze bila mungkin.

Rasional : mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan risiko kerusakan kulit. Penggunaan trapeze dapat menurunkan abrasi pada siku/ tumit. d. Gunakan tempat tidur busa, bantal apung, atau kasur udara sesuai indikasi. Rasional : karena imonilisasi bagian tubuh, tonjolan tulang lebih dari area yang sakit oleh gips mungkin sakit karena penurunan sirkulasi.
4.

Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invasif, traksi tulang. Tujuan : setelah diberikan askep selama....x24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi. Kriteria evaluasi : mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam. Intervensi : a. Observasi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Rasional : pen atau kawat tidak harus dimasukkan melaui kulit yang terinfeksi, kemerahan, atau abrasi (dapat menimbulkan infeksi tulang). b. Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci tangan. Rasional : dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi. c. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium (LED, hitung darah lengkap). Rasional : anemia dapat terjadi pada osteomielitis, leukositosis biasanya ada dengan proses infeksi. LED meningkat pada osteomielitis. d. Kolaborasi pemberian antibiotik. Rasional : antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaksis atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan

dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi. Tujuan : setelah diberikan askep selama....x 15 menit diharapkan Kriteria evaluasi : - Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan - Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan alasan tindakan.

Intervensi : a. Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang.
Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi. b. Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila diindikasikan.

Rasional : banyak fraktur memerlukan gips, bebat, atau penjepit selama proses penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi sekunder terhadap ketidaktepatan penggunaan alat ambulasi. c. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur. Rasional : mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
6. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).

Tujuan : setelah diberikan askep selama....x24 jam diharapkan pasien terhindar dari trauma. Kriteria evaluasi : - Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur. - Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur. - Menunjukkan pembentukan kalus/mulai penyatuan fraktur dengan tepat. Intervensi : a. Pertahanan traksi baring sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur bila bergerak/mebalik. Rasional : meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan

posisi/penyembuhan. b. Letakan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.

Rasional : tempat tidur lembut atau lentur dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering, atau mempengaruhi dengan penarikan traksi. c. Pertahanan posisi/integritas traksi
Rasional : traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot/pemendekan untuk memudahkan posisi/penyatuan. Traksi tulang memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk penarikan traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit.
7. Resiko kekurangan volume cairan tubuh b/d perdarahan

Tujuan: Setelah diberikan askep selama....x 24 jam diharapkan volume cairan tubuh pasien seimbang Kriteria Hasil:
-

TTV (T, N, RR) dalam batas normal Produksi urine >30 ml/jam (minimal 1 ml/kg BB/jam) Ht 37-43 %, Hb > 10 gr/dl Turgor kulit normal, mukosa lembab, akral hangat Perdarahan berhenti

Intervensi :

a. Berikan banyak minum kalau kondisi lambung memungkinkan baik secara langsung maupun melalui NGT Rasional : Memberikan masukan cairan adekuat b. Monitor dan catat intake (peroral/ parenteral), output (urine) Rasional : Identifikasi balance cairan c. Beri cairan infus yang mengandung elektrolit/ RL Rasional : Resusitasi cairan menggantikan cairan/ elektrolit yg hilang dan mencegah komplikasi lebih lanjut. d. Monitor TTV (T, N, RR) tiap 6 jam Rasional : Sebagai pedoman penggantian cairan dan respon kardiovaskuler/ pernafasan. e. Monitor kadar Hb, Ht, elektrolit, minimal setiap 12 jam. Rasional : Identifikasi kehilangan darah/ kerusakan SDM dan kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit.
8.

Ansietas b/d krisis situasi, ancaman kecacatan/ kematian. Tujuan : setelah diberikan askep selama......x 24 jam diharapkan pasien tidak cemas. Kriteria Evaluasi :
-

Pasien tampak rileks Melaporkan ansietas berkurang

Intervensi: a. Kaji tingkat ansietas pasien. Tentukan bagaimana pasien menangani masalahnya dimasa lalu dan bagaimana pasien melakukan koping dengan masalah yang dihadapinya sekarang. Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kekuatan dan keterampilan yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya sekarang dan/ atau kemungkinan lain untuk memberikan bantuan yang sesuai. b. Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur. Rasional : memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang didasarkan atas pengetahuannya. c. Catat perilaku dari orang terdekat / keluarga yang meningkatkan peran sakit pasien. Rasional : orang terdekat/ keluarga mungkin secara tidak sadar memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungannya dengan melakukan sesuatu yang pasien mampu melakukannya tanpa bantuan orang lain.

D. IMPLEMENTASI Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.

E. EVALUASI Evaluasi dilaksanakan berdasarkan tujuan dan outcome.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk.1999.Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC. Mansjoer, (2000). Kapita Selekta Kedokteran, ed 3. Jakarta : Media aesculapius Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Muskuloskletal. Edisi 1. Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SA DENGAN MALUNION OF SUPRACODILER FEMUR (D) DI RUANG ANGSOKA I RSUP SANGLAH TANGGAL 21-24 APRIL 2013
I. PENGKAJIAN Pengkajian dilakukan pada tanggal 21 April 2013 pukul 15.00 WITA di Ruang Angsoka I RSUP Sanglah. Pengkajian diambil dengan teknik anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik dan Catatan Medis (CM) pasien. Adapun data yang diperoleh sebagai berikut : Tanggal Masuk : 10 April 2013 Ruang/ Kelas No. Kamar No. CM : Angsoka I/ III A : 107 bed 1 : 01.62.03.55 Penanggung Jawab : SA : 17 Tahun : Laki-laki : SMA : Pelajar : Hindu : Belum Menikah : SY : 40 Tahun : Perempuan : Tamat SMA : Pegawai swasta : Hindu : Sudah menikah

A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Agama Status Alamat Suku Bangsa Hubungan dengan pasien Diagnosa Medis

: Br. Mekar Sari Perancak Jembrana : Indonesia :: Indonesia : Ibu

: ABP ec epifisiolisis : + malunion of supracodiler Femur (D)

B. Keluhan Utama Nyeri pada kaki kanannya. C. Riwayat Kesehatan 1. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh nyeri pada kaki kanannya dan nyeri pada luka operasinya. Pasien lalu dirujuk dari RSUD Negara ke IGD RSUP Sanglah. Pasien kemudian dirawat inap di RSUP Sanglah Ruang Angsoka I dan dilakukan Fisioterapi. Terapi yang didapatkan pada saat pengkajian adalah Asam Mefenamat 500 mg 3 x sehari. 2. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien pernah jatuh dari pohon pada bulan November 2012 kemudian dibawa ke tukang urut dan mengakibatkan lututnya tidak bisa ditekuk dan sebelumnya pernah dioperasi 1 x (debridement dan orif) pada kaki kanannya pada Bulan Februari 2013. 3. Riwayat Penyakit Keluarga Anggota keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

D. Pengkajian Bio-Psiko-Sosial-Spiritual 1. Bernapas Pasien mengatakan tidak pernah mengalami kesulitan dalam bernapas baik sebelum masuk rumah sakit maupun setelah masuk rumah sakit. 2. Makan dan Minum a. Makan : Sebelum masuk rumah sakit pasien biasa makan 2-3 x sehari

dan habis 1 porsi. Selama di rumah sakit pasien juga makan 3 x sehari dan habis 1 porsi. b. Minum: Sebelum masuk rumah sakit pasien biasa minum 5 gelas sehari.

Selama di rumah sakit pasien minum 2-3 gelas perhari dan minum air hangat kuku. 3. Eliminasi Pasien tidak mengalami gangguan pada eliminasinya baik sebelum masuk rumah sakit maupun setelah masuk rumah sakit. 4. Gerak dan Aktivitas Pasien mengalami kelemahan pada kakinya, sehingga beberapa kebutuhan ADLnya dibantu oleh keluarga seperti makan,toileting, berpakaian dan kadangkadang dibantu juga oleh keluarga. 5. Istirahat dan Tidur

Pasien mengatakan biasa tidur malam pukul 22.00-06.00 WITA. Pasien mengatakan dapat tidur dengan nyenyak. Pasien juga mengisi waktu siangnya dengan tidur. 6. Kebersihan Diri Sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan mandi 1 x sehari. Setelah di rumah sakit pasien biasanya dilap oleh kelurganya 1 x sehari. 7. Pengaturan Suhu Tubuh Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien 36o C. 8. Rasa Nyaman Pada saat pengkajian pasien merasakan nyeri kaki kanannya. Pasien juga terlihat meringis. 9. Rasa Aman Pasien merasa cemas akan sakitnya karena takut tidak akan bisa berjalan. 10. Sosialisasi dan Komunikasi Pasien dapat berinteraksi dengan perawat, dokter, serta pasien tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan keluarga ataupun lingkungan di rumah sakit. 11. Prestasi dan Produktivitas Pasien mengatakan bekerja sebagai pelajar di salah satu SMA di Negara. 12. Ibadah Pasien beragama Hindu dan selama di rumah sakit pasien hanya diwakilkan oleh keluarganya untuk sembahyang di Padmasana rumah sakit. 13. Rekreasi Sebelum masuk rumah sakit pasien biasa menghabiskan waktunya dengan bersekolah dan bermain nersama temannya. 14. Belajar Pasien ingin tahu dan mau belajar mengenai cara mengurangi rasa nyeri dan penyakitnya.

E. Pengkajian Fisik 1. Keadaan Umum a. Kesan Umum : Lemah b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Warna Kulit : Sawo matang

d. Turgor kulit : Elastis e. Tinggi badan : 170 cm f. Berat badan 2. Gejala Kardinal Nadi Suhu Pernapasan Tekanan darah : 84 x permenit : 36oc : 20 x permenit : 120/70 mmHg
:60 kg

3. Pemeriksaan Fisik a. Kepala : Simetris, bentuk lonjong, rambut hitam , rambut tersebar

merata,tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan dan tidak ada lesi. b. Mata isokor c. Telinga d. Mulut e. Leher f. Thorax g. Abdomen h. Ekstremitas : Simetris, pendengaran baik. : Kebersihan gigi dan mulut cukup. : Tidak ada pembesaran kelenjar limfa : Simetris, tidak ada nyeri, gerakan teratur, tidak ada benjolan : Simetris. tidak ada lesi, tidak kembung : : Simetris, kornea normal, reflek pupil +/+, sklera putih, pupil

Ekst atas kanan-kiri: Rentang gerak maksimal, tidak terpasang infus. Ekst bawah kiri : rentang gerak maksimal, kekuatan otot normal Ekst bawah kanan : rentang gerak terbatas, kekuatan otot menurun, tampak luka tertutup elastis verban, nyeri tekan pada lutut, ada nyeri gerak dan bengkak pada kaki kanan, kekuatan otot 5-5-5-5 3-2-2 5-5-5-5 5-5-5

i. Genetalia

: Tidak terkaji

F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium tanggal 20 April 2013 (Pk. 09.43 WITA) WBC RBC HGB 8,70 3,50 10,20 10-3/l 10-6/l g/dl 4-11,0 4,50-5,90 13,50-17,50 Rendah Rendah

HCT MCV MCH MCHC RDW PLT MPV

29,80 80,60 27,30 34,00

# fl pg g/dl # 10-3/l fL

41,00-53,00 80,00-100,00 26,00-34,0 31,0-36,0 11,60-14,80 150,00-440,00 6,80-10,00

Rendah

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN A. Analisa Data No 1 Data Standar Normal Masalah Keperawatan Nyeri akut

DS : Pasien mengatakan Tidak ada nyeri nyeri pada kaki dan lutut Tidak meringis kanan DO : Pasien terlihat Skala nyeri 0

meringis, skala nyeri 4 2 Ds : Pasien mengatakan tidak dapat menggerakkan kaki kanannya. DO : ADL dibantu oleh keluarga 3 DS : Pasien mengatakan Pasien tidak cemas cemas karena takut tidak Pasien tidak gelisah bisa berjalan DO : Pasien gelisah 4 DS : Pasien merasa Tidak bengkak pada daerah sekitar balutan luka operasi Risiko infeksi Ansietas Pasien dapat menggerakkan kakinya ADL dilakukan secara mandiri. Kerusakan fisik mobilitas

bengkak pada lukanya DO : Terdapat

operasi pada kaki kanan, terdapat terdapat balutan. Tidak

tanda-tanda

perdarahan. Daerah sekitar balutan operasi tampak


o

agak bengkak S 36 C.

B. Analisa Masalah 1. Problem Etiologi : Nyeri : Gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan

lunak, alat traksi/immobilisasi. Symptom : Pasien mengatakan nyeri pada kaki dan lutut kanan, Pasien

terlihat meringis, skala nyeri 4 Proses terjadinya : Trauma pada tulang akan menyebabkan terjadinya patah tulang (fraktur) pada femur. Jepitan saraf siatika yang disebabkan oleh fraktur menyebabkan terputusnya kontinuitas jaringan, menekan saraf perasa nyeri, dan merangsang stimulasi neurotransmiter nyeri. Perangsangan neurotransmiter nyeri menyebabkan pelepasan mediator prostaglandin yang akhirnya akan

menyebabkan respon nyeri yang hebat dan akut. Akibat 2. Problem Etiologi : Terjadi syok neurogenik : Kerusakan mobilitas fisik : Nyeri/ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi

pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan. Symptom : Pasien mengatakan tidak dapat menggerakkan kaki kanannya,

ADL dibantu oleh keluarga. Proses terjadinya : Trauma pada tulang akan menyebabkan terjadinya patah tulang (fraktur) pada femur. Jepitan saraf siatika yang disebabkan oleh fraktur menyebabkan kerusakan jalur saraf. Kerusakan jalur saraf tersebut akan

menurunkan kemampuan pergerakan otot sendi dan menyebabkan hambatan mobilitas fisik. Akibat dekubitus 3. Problem Etiologi Symptom Pasien gelisah. : Ansietas : ancaman kecacatan : Pasien mengatakan cemas karena takut tidak bisa berjalan, : Pasien tidak dapat melakukan ADL secara mandiri,

Proses terjadinya : Fraktur femur yang dialami pasien akan membuat pasien dan keluarga pasien cemas karena ancaman kecacatan (takut tidak bisa berjalan) Akibat 4. Problem Etiologi : stres berkepanjangan : Risiko infeksi : tak adekuatnya pertahan primer, kerusakan kulit, trauma

jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invasif Symptom :-

Proses terjadinya : Fraktur femur menyebabkan tulang peceh menjadi beberapa fragmen. Jaringan yang ditembus oleh fragmen tulang akan membukan barier pertahanan sekunder sehingga kesempatan kontaminasi dengan lingkungan luar mungkin terjadi. Akibat : Infeksi sistemik.

C. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/immobilisasi ditandai dengan nyeri pada kaki dan lutut kanan, Pasien terlihat meringis, skala nyeri 4. 2. Kerusakan kerusakan mobilitas fisik berhubungan terapi dengan nyeri/ketidaknyamanan, dan penurunan

muskuloskletal,

pembatasan

aktivitas,

kekuatan/tahanan ditandai dengan Pasien tidak dapat menggerakkan kaki kanannya, ADL dibantu oleh keluarga. 3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kecacatan ditandai dengan pasien cemas karena takut tidak bisa berjalan, pasien gelisah. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invasif.

III. RENCANA KEPERAWATAN A. Prioritas Diagnosa 1. Nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak, alat traksi/immobilisasi ditandai dengan nyeri pada kaki dan lutut kanan, Pasien terlihat meringis, skala nyeri 4. 2. Kerusakan kerusakan mobilitas fisik berhubungan terapi dengan nyeri/ketidaknyamanan, dan penurunan

muskuloskletal,

pembatasan

aktivitas,

kekuatan/tahanan ditandai dengan Pasien tidak dapat menggerakkan kaki kanannya, ADL dibantu oleh keluarga.

3. Ansietas berhubungan dengan ancaman kecacatan ditandai dengan pasien cemas karena takut tidak bisa berjalan, pasien gelisah. 4. Risiko infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan, prosedur invasif.

IV. IMPLEMENTASI Hari/Tgl/Jam Minggu, April 2013 15.00 1 Mengobservasi keadaan umum pasien Keadaan umum lemah, kesadaran compos 21 No. Dx Implementasi Evaluasi Formatif Paraf

mentis, skala nyeri 4 16.00 2 Mengkaji kemampuan Pasien takut & tidak pasien mobilisasi kekuatan otot 17.00 3 dalam berani bergerak, kaki dan kanan terbatas mengatakan karena takut rentang gerak

Mengobservasi tingkat Pasien ansietas pasien cemas

tidak bisa berjalan lagi. 17.15 3 Menjelaskan kepada Pasien dan keluarga

pasien bahwa penyakit pasien mengerti tentang yang pasien diderita masih oleh apa yang dijelaskan oleh dapat perawat dan ada pasien

disembuhkan masih kemungkinan bisa berjalan lagi 18.00 2 Menjelaskan pentingnya pada

tentang Pasien mengerti tentang mobilisasi penjelasan perawat dengan

pasien

patah tulang 1 Mengobservasi TTV Tekanan darah = 130/80 mmHg, nadi= suhu= 80x 36oC,

permenit, =20 x

pernapasan permenit 19.00 1 Kolaborasi pemberian Obat masuk

melalui

asam mefenamat 500 oral, reaksi alergi (-)

mg secara oral 4 Kolaborasi pemberian Obat berhasil masuk, amikacin secara IV 20.00 1,2 Menganjurkan melakukan sesuai reaksi alergi (-)

pasien Pasien mau dan mampu kanan tanpa

mobilisasi miring dg bantuan

indikasi

posisi yg nyaman Senin, 22 April 2013 06.00 1 Mengobservasi keadaan umum pasien Keadaan umum lemah, kesadaran mentis, compos pasien

mengatakan nyeri pada kakinya skala nyeri 3 1 Mengobservasi TTV Tekanan darah = 110/70 mmHg, suhu= 36,5oC, nadi= 80x permenit, =20 x berkurang,

pernapasan permenit 08.00 1 Kolaborasi pemberian Obat

masuk,

reaksi

asam mefenamat 500 alergi (-) mg secara oral 10.00 2 Membantu mobilisasi pasien Pasien dapat duduk

duduk sekitar 15 menit

dengan berpegangan 11.00 4 Memantau tanda infeksi peradangan dolor, rubor, adanya Luka kering, tidak ada atau pus, elastis verban

(kalor, diganti yg bersih. tumor,

fungsiolaesa) Merawat mengganti luka dan Perawat memakai tangan dan

balutan sarung

dengan tehnik aseptik

semua

alat

dalam

keadaan bersih 12.00 1 Kolaborasi pemberian Obat berhasil masuk, asam mefenamat 500 reaksi alergi (-) mg secara oral 13.00 1 Mengajarkan untuk pasien mendengarkan

melakukan Pasien

teknik distraksi seperti musik dari hpnya mendengarkan musik 15.00 1 Mengobservasi keadaan umum pasien Keadaan umum lemah, kesadaran 16.00 2 compos

Mengkaji kemampuan mentis, skala nyeri 3 pasien mobilisasi kekuatan otot dalam Pasien sudah dapat

dan miring kiri miring kanan dan duduk dengan

17.00

Mengobservasi tingkat bantuan ansietas pasien Pasien mengatakan

cemas berkurang setelah diberi penjelasan oleh 17.15 3 Menjelaskan keluarga membiarkan kepada perawat kemarin untuk Pasien dan keluarga

pasien pasien mengerti tentang

melakukan ADL yang apa yang dijelaskan oleh masih bisa dilakukan perawat. sendiri di tempat tisur pasien seperti makan Keluarga menjelaskan

atau pasien bisa makan dan seperti memakai pakaiannya

berpakaian

makan dan berpakaian. sendiri 18.00 2 Menjelaskan pentingnya pada tentang mobilisasi Pasien mengerti tentang dengan penjelasan perawat

pasien

patah tulang

Mengobservasi TTV Tekanan darah = 130/80 mmHg, nadi= suhu= 80x 36oC,

permenit, =20 x

pernapasan 19.00 1 Kolaborasi pemberian permenit asam mefenamat 500 Obat mg secara oral 20.00 1,2 Menganjurkan melakukan sesuai pasien masuk

melalui

oral, reaksi alergi (-)

mobilisasi Pasien mau dan mampu dg miring bantuan kanan tanpa

indikasi

posisi yg nyaman Selasa, April 2013 06.00 1 Mengobservasi keadaan umum pasien 23

Keadaan umum lemah, kesadaran mentis, compos pasien

mengatakan nyeri pada kakinya skala nyeri 2 1 Mengobservasi TTV Tekanan darah = 110/70 mmHg, suhu= 36,5oC, nadi= 80x permenit, =20 x berkurang,

pernapasan permenit 08.00 1 Kolaborasi pemberian Obat

masuk,

reaksi

asam mefenamat 500 alergi (-) mg secara oral 10.00 2 Membantu mobilisasi pasien Pasien dapat duduk

duduk sekitar 15 menit

dengan berpegangan 11.00 4 Memantau tanda infeksi adanya Luka kering, tidak ada atau pus, elastis verban

peradangan dolor, rubor,

(kalor, diganti yg bersih. tumor,

fungsiolaesa) Merawat mengganti luka dan Perawat memakai tangan alat dan dalam

balutan sarung semua

dengan tehnik aseptik

keadaan bersih 12.00 1 Kolaborasi pemberian Obat berhasil masuk, asam mefenamat 500 reaksi alergi (-) mg secara oral 13.00 1 Mengajarkan untuk pasien Pasien mendengarkan

melakukan musik dari hpnya

teknik distraksi seperti mendengarkan musik 15.00 1 Mengobservasi keadaan umum pasien Keadaan umum lemah, kesadaran compos

mentis, skala nyeri 2 16.00 2 Mengkaji kemampuan Pasien pasien mobilisasi kekuatan otot 17.00 3 sudah dapat

dalam miring kiri miring kanan dan dan duduk dengan

bantuan mengatakan

Mengobservasi tingkat Pasien ansietas pasien

cemas berkurang setelah diberi penjelasan oleh perawat kemarin

17.15

Menjelaskan keluarga membiarkan

kepada Pasien

dan

keluarga

untuk pasien mengerti tentang pasien apa yang dijelaskan oleh Keluarga menjelaskan

melakukan ADL yang perawat. masih bisa dilakukan pasien

sendiri di tempat tisur pasien bisa makan dan seperti makan atau memakai seperti sendiri pakaiannya

berpakaian

makan dan berpakaian. 18.00 2 Menjelaskan pentingnya pada tentang Pasien mengerti tentang mobilisasi penjelasan perawat dengan

pasien

patah tulang 1 Mengobservasi TTV Tekanan darah = 130/80 mmHg, nadi= suhu= 80x 36oC,

permenit, =20 x

pernapasan permenit 19.00 1 Kolaborasi pemberian Obat masuk

melalui

asam mefenamat 500 oral, reaksi alergi (-) mg secara oral 20.00 1,2 Menganjurkan melakukan sesuai pasien Pasien mau dan mampu kanan tanpa

mobilisasi miring dg bantuan

indikasi

posisi yg nyaman Rabu, 24 April 2013 06.00 1 Mengobservasi keadaan umum pasien Keadaan umum lemah, kesadaran mentis, compos pasien

mengatakan nyeri pada kakinya skala nyeri 2 1 Mengobservasi TTV Tekanan darah = 110/70 mmHg, suhu= 36,5oC, nadi= 80x permenit, =20 x berkurang,

pernapasan permenit 08.00 1 Kolaborasi pemberian Obat

masuk,

reaksi

asam mefenamat 500 alergi (-) mg secara oral

10.00

Membantu mobilisasi

pasien Pasien

dapat

duduk

duduk sekitar 15 menit

dengan berpegangan 11.00 4 Memantau tanda infeksi peradangan dolor, rubor, adanya Luka kering, tidak ada atau pus, elastis verban

(kalor, diganti yg bersih. tumor,

fungsiolaesa) Merawat mengganti luka dan Perawat memakai tangan alat dan dalam

balutan sarung semua

dengan tehnik aseptik

keadaan bersih 12.00 1 Kolaborasi pemberian Obat berhasil masuk, asam mefenamat 500 reaksi alergi (-) mg secara oral 13.00 1 Mengajarkan untuk pasien Pasien mendengarkan

melakukan musik dari hpnya

teknik distraksi seperti mendengarkan musik 15.00 1 Mengobservasi keadaan umum pasien Keadaan umum lemah, kesadaran compos

mentis, skala nyeri 2

V. EVALUASI No. Hari/Tgl/Jam 1. Rabu, 24 April 2013 Pk. 15.00 WITA No. Dx 1 Evaluasi Sumatif S : Pasien mengatakan nyeri pada kaki kanannya berkurang O : Pasien tidak meringis A : Tujuan tercapai sebagian P : Lanjutkan intervensi 2. Rabu, 24 April 2013 Pk. 15.00 WITA O : 2 S : Pasien mengatakan belum bisa Paraf

menggerakkan kaki kanannya. Pasien sudah bisa duduk, berpakaian, dan makan sendiri A : Tujuan tercapai sebagian P : lanjutkan intervensi

Rabu, 24 April 2013 Pk. 15.00 WITA

S : Pasien mengatakan cemasnya berkurang O : pasien tidak gelisah A : Tujuan tercapai P : Pertahankan kondisi pasien

Rabu, 24 April 2013 Pk. 15.00 WITA

S : Pasien merasa bengkak pada lukanya O : Pada luka tidak ada pus, luka bersih. A : Tujuan tercapai sebagian P : Lanjutkan intervensi

Denpasar, 25 April 2013 Mahasiswa, Pembimbing Praktek,

.......................................

.........................................................

Mengetahui Pembimbing Akademik,

............................................................

Anda mungkin juga menyukai