Anda di halaman 1dari 35

Pedoman Pemeriksaan Khusus

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 20 tahun 2001 tanggal 27 April 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, di dalam Bab I pasal 1 ayat 10 memberi ketentuan bahwa yang dimaksud dengan Pengawasan Fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian, pengusutan, dan penilaian. Dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Bab V Pasal 13 c tercantum ketentuan bahwa salah satu cara melakukan pengawasan fungsional oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur, Bupati/Walikota adalah melakukan kegiatan pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme. Selanjutnya Keputusan Menteri Kimpraswil No. 01/KPTS/M/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah - Pasal 829 menyebutkan dalam uraian tentang Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat Jenderal bahwa: Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 829 Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 830: a) perumusan kebijakan pengawasan fungsional; b) pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c) penyampaian hasil pengawasan dan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan; dan d) pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal. Di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Kimpraswil salah satu kegiatan pelaksanaan pengawasan fungsional adalah pemeriksaan khusus. Sehubungan dengan semakin berkembangnya permasalahan dalam pelaksanaan pemeriksaan khusus, perlu ada Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Khusus. 2. Ruang Lingkup Ruang lingkup pemeriksaan khusus meliputi: a. Pemeriksaan khusus atas kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan/kekayaan Negara dan/atau perekonomian negara b. Pemeriksaan khusus berkaitan dengan pelaksanaan tugas yang bersifat rutin maupun tugas pembangunan yakni : 1) Kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan, 2) Kasus kolusi dan nepotisme, 3) Kasus pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil/non pegawai negeri sipil, 4) Kasus bendaharawan dan atau kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek yang meninggal dunia atau melarikan diri, 5) Kasus pengadaan barang/jasa, 6) Kasus-kasus yang memerlukan penanganan segera.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

3. Urutan Penanganan Pada umumnya pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan sumber informasi awal yang berasal dari: a. Pemberitaan/mass media, b. Pengaduan/TP 5000/Non TP 5000, c. Laporan hasil pemeriksaan (LHP), d. Hasil pengawasan melekat dan verifikasi, atau e. Permintaan instansi penyidik. Dalam menangani informasi awal perlu ditentukan urutan prioritas agar secara keseluruhan pemeriksaan dapat berdaya guna dan berhasil guna. Unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan urutan prioritas antara lain adalah: o Harapan masyarakat, o Program pemerintah, o Segi materiil, o Kelengkapan informasi awal, o Tingkat kemungkinan tercapainya sasaran pemeriksaan, o Personalia/pemeriksa yang ada yang mampu untuk menanganinya, o Hal lain atas pertimbangan Menteri/Irjen. 4. Tahapan Pemeriksaan Pada umumnya tahap-tahap pemeriksaan khusus meliputi proses: a. Penelaahan dan penelitian informasi awal, b. Persiapan pemeriksaan, c. Pelaksanaan pemeriksaan, d. Ekspose (intern Itjen/intern Departemen), e. Pelaporan hasil pemeriksaan. 5. Program Kerja Pemeriksaan Program kerja pemeriksaan merupakan kumpulan prosedur pemeriksaan yang akan dilaksanakan, sehingga pemeriksaan dapat mencapai tujuannya dengan berdaya guna dan berhasil guna. Prosedur pemeriksaan merupakan perintah-perintah dan langkah-langkah pemeriksaan yang harus dilaksanakan oleh pemeriksa dalam rangka mengumpulkan bukti-bukti yang relevan, kompeten, cukup, serta material untuk mendukung hasil pemeriksaan. Program kerja pemeriksaan khusus harus diarahkan untuk dapat mengungkapkan kasus yang ada. 6. Kertas Kerja Pemeriksaan Auditor harus mendokumentasikan hal-hal penting yang menunjukkan bahwa pemeriksaan/audit telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Audit Aparat Pengawas Fungsional Pemerintah (APFP). Hal-hal penting berupa metodologi pemeriksaan yang dipilih, prosedur pemeriksaan yang ditempuh, bukti pemeriksaan yang dikumpulkan, simpulan pemeriksaan yang diperoleh selama pemeriksaan harus didokumentasikan ke dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

KKP bertujuan: Menegaskan dan mendukung pendapat, simpulan, dan rekomendasi pemeriksaan; Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemeriksaan; Menyediakan informasi sebagai dasar penyusunan laporan atau menjawab pertanyaan dari pihak terperiksa atau pihak lainnya; Membuktikan bahwa auditor telah melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Audit APFP; Memudahkan perencanaan dan supervisi; Mendukung pengembangan keahlian auditor; Membantu memastikan bahwa pekerjaan pemeriksaan yang didelegasikan telah terlaksana dengan baik; Menjadi referensi di masa mendatang. Agar dapat memenuhi tujuannya, KKP harus memenuhi persyaratan berikut : Lengkap, dalam arti semua informasi penting yang relevan telah dicantumkan, Jelas, dalam arti tidak memerlukan penjelasan tambahan atau tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda, Ringkas, dalam arti singkat dan padat tanpa mengorbankan informasi yang penting, Sistematis, rapi, dan mudah dibaca, Bebas dari kesalahan, baik kesalahan hitung maupun kesalahan penyajian informasi, Menyandang identifikasi yang jelas, yakni tanggal, nama dan paraf penyusun serta pengawas. 7. Teknik Pemeriksaan Khusus Teknik-teknik pemeriksaan yang dapat digunakan dalam pemeriksaan khusus antara lain adalah: a. Peninjauan, b. Pengamatan, c. Wawancara/tanya jawab, d. Konfirmasi/penegasan, e. Pengujian, Pengusutan, Penilaian f. Pembandingan, g. Analisis, h. Pemeriksaan/penelitian bukti, i. Rekonsiliasi, j. Penelusuran, k. Perhitungan kembali, l. Pemindaian atau penelaahan pintas. 8. Bukti Pemeriksaan Bukti pemeriksaan/audit yang relevan, kompeten, cukup, dan material (rekocuma) harus diperoleh sebagai dasar yang memadai untuk mendukung pendapat, simpulan, dan rekomendasi. Bukti pemeriksaan disebut: - relevan : Jika bukti tersebut secara logis mendukung atau menguatkan pendapat atau argumen yang berhubungan dengan tujuan dan simpulan pemeriksaan.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

kompeten : Jika bukti tersebut sah dan dapat diandalkan untuk menjamin kesesuaian dengan faktanya.

Bukti yang sah ialah bukti yang memenuhi persyaratan hukum dan undang-undang. Sesuai dengan KUHP Ps. 184 ayat (1) Alat bukti yang sah ialah: o Keterangan saksi, o Keterangan ahli, o Surat, o Petunjuk, o Keterangan terdakwa. Ayat (2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. Bukti yang dapat diandalkan ialah bukti yang baik sumbernya maupun cara perolehannya dapat diandalkan. Beberapa petunjuk untuk mempertimbangkan keandalan bukti antara lain adalah: Bukti yang berasal dari sumber independen lebih dipercaya dari pada bukti yang berasal dari atau diperoleh melalui pihak terperiksa, Bukti yang berasal dari pihak terperiksa dengan struktur pengendalian intern yang kuat lebih dipercaya dari pada bukti yang berasal dari pihak terperiksa dengan struktur pengendalian intern yang lemah, Bukti yang diperoleh auditor secara langsung lebih dipercaya dari pada bukti yang diperoleh secara tidak langsung, Bukti asli lebih dipercaya dari pada fotokopinya, Bukti ekstern lebih dipercaya dari pada bukti intern. Bukti pemeriksaan/audit dapat berupa bukti fisik, bukti dokumen, bukti kesaksian, dan bukti analitis. Bukti fisik adalah bukti yang langsung diperoleh oleh auditor melalui pengukuran dan perhitungan fisik atau perekaman terhadap orang, harta benda, atau kejadian. Bukti fisik dapat berupa berita acara pemeriksaan fisik/keuangan, foto, bagan, dan peta. Bukti dokumen merupakan bukti yang berisi informasi tertulis seperti surat, kontrak, SKO, SPMU, buku-buku, catatan akuntansi, faktur, dan informasi lainnya. Bukti kesaksian merupakan bukti yang diperoleh melalui wawancara, kuesioner, atau pernyataan tertulis. Bukti analitis merupakan bukti yang dikembangkan oleh auditor dari bukti pemeriksaan/audit lainnya. Bukti analitis ini dapat berupa pembandingan, nisbah, perhitungan, dan argumen logis lainnya. 9. Penggunaan Tenaga Ahli Auditor dapat menggunakan tenaga ahli apabila pengetahuan dan pengalamannya kurang kompeten untuk mendapatkan bukti yang relevan. Untuk memahami apakah hasil kerja tenaga ahli itu mendukung dugaan atau simpulan pemeriksaan, maka auditor harus mempelajari metode atau asumsi yang digunakan oleh tenaga ahli tersebut. Jika auditor tidak mempunyai keahlian hukum tetapi menemui masalah hukum, auditor dapat meminta informasi dari penasehat hukum pihak terperiksa untuk memperoleh
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

keterangan (bukti kesaksian) yang memperkuat dugaannya. Keterangan ini tidak boleh dianggap berasal dari pihak yang independen sehingga auditor harus memperlakukan keterangan tersebut dengan hati-hati. 10. Tim Gabungan Dalam pelaksanaan pemeriksaan khusus dimungkinkan susunan tim yang anggotanya berasal dari luar Inspektorat Jenderal, baik dari dalam lingkungan Departemen Kimpraswil maupun dari instansi di luar Departemen Kimpraswil, sesuai jenis dan bobot permasalahannya. 11. Penerbitan Surat Perintah Tugas Pemeriksaan Khusus Pada hakekatnya pejabat yang berwenang menerbitkan surat perintah tugas pemeriksaan khusus adalah Inspektur Jenderal.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

BAB II PEMERIKSAAN KHUSUS ATAS KASUS PENYIMPANGAN YANG BERINDIKASI MERUGIKAN KEUANGAN/KEKAYAAN DAN/ATAU PEREKONOMIAN NEGARA
1. Umum a. Beberapa Pengertian Pemeriksaan khusus yang dimaksud adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap kasus penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan mengenai ada tidaknya indikasi tindak pidana korupsi (TPK) ataupun perdata pada kasus yang bersangkutan. Pemeriksaan khusus terhadap kasus-kasus penyimpangan yang menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara mencakup : 1) Kasus yang berindikasi TPK Kasus yang berindikasi TPK harus memenuhi seluruh unsur TPK sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang 3 Tahun 1971 Juncto Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 2) Kasus yang berindikasi perdata Pada umumnya kasus-kasus perdata yang mengakibatkan kerugian keuangan/kekayaan negara timbul karena adanya perikatan. Perbuatan melanggar hukum menurut hukum perdata harus memenuhi syarat seperti yang dirumuskan dalam pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Kasus/temuan yang tidak memenuhi unsur TPK dapat diproses sebagai kasus perdata atau diproses dengan TP/TGR (Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi) sebagaimana diatur dalam ICW (Undang-undang Perbendaharaan Indonesia) atau diproses dengan tindakan administratif sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri. Selain itu, kasus penyimpangan tersebut dapat juga diproses dan dilakukan pembuktiannya secara bersamaan tanpa menggugurkan satu sama lain (menurut ketentuan UUTPK, KUH Perdata, TP/TGR dan PP 30/1980) b. Sasaran dan Ruang Lingkup Pemeriksaan Sasaran pemeriksaan khusus adalah kasus penyimpangan yang berindikasi menimbulkan kerugian keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara. Ruang lingkup pemeriksaan khusus adalah kegiatan/perbuatan yang menyebabkan terjadinya kerugian negara/potensi kerugian negara/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara; termasuk didalamnya mengenai siapa yang melaksanakan kegiatan/perbuatan, dimana dan kapan kegiatan/perbuatan tersebut dilakukan, serta bagaimana cara melakukan kegiatan/perbuatan tersebut.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

c. Maksud Dan Tujuan Pemeriksaan khusus dimaksudkan untuk menampung pelaksanaan tugas pengawasan fungsional yang tidak dicakup dalam pemeriksaan reguler dengan tujuan mengungkapkan: a. Unsur-unsur pelanggaran peraturan perundang-undangan, b. Unsur-unsur memperkaya diri dan atau orang lain dan atau badan/golongan, c. Unsur-unsur merugikan keuangan/kekayaan negara dan atau perekonomian negara, d. Unsur-unsur penyalahgunaan wewenang, e. Alat-alat bukti yang cukup untuk membuktikan unsur-unsur tersebut di atas, f. Pengungkapan fakta-fakta dan proses kejadian, g. Pihak-pihak yang diduga terlibat. d. Urutan Prioritas Penanganan Urutan prioritas penanganan dalam pemeriksaan khusus ini adalah: a. Pertama, pembuktian unsur-unsur TPK, b. Kedua, pembuktian unsur-unsur kasus perdata, c. Ketiga, pembuktian terjadinya pelanggaran terhadap PP nomor 30 tahun 1980 dalam rangka penerapan sanksi disiplin kepada pegawai negeri sipil dan pengenaan TP/TGR, d. Keempat, penerapan ketentuan lainnya. 2. Penelaahan dan Penelitian Informasi Awal Penelaahan dan penelitian informasi awal merupakan tahap awal pelaksanaan pemeriksaan khusus atas kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara. Pada tahap ini informasi yang diterima oleh Itjen Dep. Kimpraswil dinilai apakah cukup layak untuk ditindaklanjuti dengan pemeriksaan khusus. Dalam penilaian informasi tersebut perlu sejauh mungkin diungkapkan fakta-fakta dan proses kejadian yaitu identifikasi rincian tentang siapa, apa, di mana, bilamana, dan bagaimana (SIADIBIBA). Salah satu kriteria untuk menentukan adanya cukup alasan untuk melakukan pemeriksaan khusus adalah adanya indikasi unsur-unsur yang merugikan keuangan/kekayaan negara dan/atau perekonomian negara (formil maupun materiil). Hasil penelaahan informasi awal tersebut dituangkan ke dalam bentuk resume penelaahan informasi awal sehingga tergambar dengan jelas apakah: a. Terdapat cukup alasan untuk melakukan pemeriksaan khusus b. Perlu dilakukan penambahan/pengembangan informasi terlebih dahulu Apabila dari hasil penelaahan tersebut disimpulkan bahwa ternyata diperlukan penelitian informasi kepada pihak lain maka perlu diterbitkan surat tugas penelitian untuk melakukan kegiatan penelitian informasi/data awal dari berbagai pihak terkait. Penelitian informasi/data awal tersebut dimaksudkan untuk memastikan/memperkuat/ mendukung apakah yang diduga dalam informasi awal benar-benar dapat dijadikan dasar untuk melakukan pemeriksaan khusus. Langkah-langkah penelitian informasi pada pihak terkait (termasuk obyek pemeriksaan) dilakukan dengan cara mengumpulkan data/informasi yang diperlukan sebanyak-banyaknya tanpa memberi peluang bagi pelaku untuk menghilangkan, memanipulasi, dan merekayasa bukti-bukti asli yang seharusnya diperoleh.
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Hasil penelitian tersebut selanjutnya perlu dituangkan ke dalam sebuah laporan hasil penelitian. Laporan hasil penelitian informasi harus dapat menyimpulkan perlu tidaknya dilakukan tindak lanjut berupa pemeriksaan khusus. 3. Persiapan Pemeriksaan Dalam tahap persiapan pemeriksaan ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah: a. Penentuan sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan Sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan ditentukan penelaahan dan penelitian informasi awal. berdasarkan hasil

b. Penentuan Tim Pemeriksa Dalam hal informasi awal bersumber dari laporan hasil pemeriksaan Itjen Dep. Kimpraswil dan laporan hasil pemeriksaan khusus terhadap kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan dan pemeriksaan lainnya yang sedang dilakukan, pemeriksaan khusus dapat dilaksanakan oleh tim pemeriksa yang bersangkutan berdasarkan surat tugas pemeriksaan khusus. Walaupun demikian, dengan pertimbangan tertentu pemeriksaan tersebut dapat juga dilakukan oleh tim pemeriksa khusus yang lain. c. Penyusunan Program Pemeriksaan Penyusunan program pemeriksaan diarahkan kepada pengungkapan unsur yang merugikan keuangan/kekayaan negara dan atau perekonomian negara menurut UU 3/1971 Jo UU 31/1999 Jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sekaligus pasal 1365 KUH Perdata untuk kasus perdata. Selanjutnya program pemeriksaan juga diarahkan kepada pengungkapan unsur TP/TGR serta kepada pengungkapan unsur pelaporan disiplin pegawai negeri sipil menurut PP 30/1980. Secara umum program pemeriksaan disusun dengan memperhatikan hasil penelaahan/penelitian informasi awal, dan harus bertujuan mengungkapkan ke tujuh butir tersebut pada Bab II.1.c dengan urutan prioritas penanganan sebagaimana tercantum dalam Bab II.1.d. d. Penerbitan Surat Tugas. Berdasarkan resume hasil penelaahan informasi awal, apabila informasi dianggap cukup memadai untuk dijadikan dasar pemeriksaan khusus, maka Inspektur Jenderal segera menerbitkan surat tugas pemeriksaan khusus. 4. Pelaksanaan Pemeriksaan Langkah-langkah pelaksanaan pemeriksaan meliputi: a. Pembicaraan Pendahuluan dengan Obyek yang Diperiksa : Pembicaraan pendahuluan dengan obyek yang diperiksa dilakukan dengan maksud : menjelaskan tujuan pemeriksaan khusus yang akan dilaksanakan Mendapatkan informasi tambahan dari obyek yang diperiksa dalam rangka melengkapi informasi yang telah diperoleh. Menciptakan suasana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan pemeriksaan, terutama untuk memperoleh dukungan dari pimpinan obyek yang diperiksa.
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Dengan berpegang pada asas praduga tak bersalah, pembicaraan pendahuluan tetap harus dilakukan walaupun pimpinan obyek yang diperiksa diduga terlibat dalam kasus tersebut. Pembicaraan pendahuluan dengan obyek yang diperiksa harus dilakukan dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak memberi peluang bagi pelaku untuk menghilangkan, memanipulasi, dan merekayasa bukti-bukti asli yang seharusnya diperoleh. b. Pelaksanaan Program Pemeriksaan dan Penggunaan Teknik-teknik Pemeriksaan: Pelaksanaan pemeriksaan khusus atas kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan/kekayaan negara dan atau perekonomian negara sulit untuk dipolakan secara tegas, karena sangat tergantung pada situasi, kondisi, dan hasil pengembangan temuan di lapangan. Oleh karena itu para auditor dituntut untuk mengembangkan kreativitas dan menerapkan prosedur serta teknik-teknik pemeriksaan yang tepat. Pelaksanaan program pemeriksaan harus difokuskan pada upaya pengungkapan sesuai maksud dan tujuan pemeriksaan khusus (lihat Bab II.1.c), sedangkan penanganannya harus sesuai urutan prioritas (lihat Bab II.1.d) Pelaksanaan program pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik pemeriksaan (lihat Bab I.7), dan dalam rangka menunjang teknik pemeriksaan tersebut perlu diperhatikan hal-hal sbb : 1). Memperoleh alat/barang bukti Yang dimaksud dengan alat bukti, adalah alat bukti baik menurut ketentuan hukum pidana maupun menurut ketentuan hukum perdata. Khusus untuk kasus TPK, diupayakan paling sedikit 3 (tiga) jenis alat bukti yang harus diperoleh yaitu saksi, bukti surat, dan keterangan terdakwa. Sedangkan untuk kasus perdata diupayakan paling sedikit 2 (dua) jenis alat bukti yang harus diperoleh yaitu, bukti surat, dan saksi. Barang bukti adalah barang yang mempunyai kaitan dengan tindak baik pidana maupun perdata yang diperkarakan seperti obyek tindak pidana/perdata, alat untuk melakukan perbuatan, hasil dari perbuatan, serta barang-barang lainnya yang mempunyai hubungan langsung dengan perbuatan tersebut. Untuk memperoleh alat/barang bukti dapat dilakukan cara: a) Meminjam alat/barang bukti asli dengan berita acara peminjaman barang bukti. Pemeriksa sedapat mungkin berupaya untuk mendapatkan bukti/dokumen asli. b) Memperoleh fotokopi dokumen, apabila dokumen asli tidak dimungkinkan fotokopi dokumen yang mendukung temuan harus dilegalisasikan/ diautentifikasikan oleh pembuat dokumen asli atau pejabat berwenang atas obyek yang diperiksa. c) Permintaan informasi/data tambahan dari pihak yang diperiksa atau dari pihak ketiga, dapat dituangkan ke dalam bentuk berita acara permintaan keterangan (BAPK) atau keterangan/pernyataan tertulis. BAPK hanya merupakan bagian dari kelengkapan KKP dan tidak dapat digunakan untuk melakukan penuntutan.
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

d) Upaya lainnya Dalam hal baik alat/barang bukti asli maupun fotokopinya tidak dapat dipinjamkan, pemeriksa harus mencatat secara lengkap: nomor dokumen, tanggal dokumen, halaman buku, dan catatan-catatan lain yang dianggap perlu untuk mempermudah memperoleh kembali pada saat penyidikan dilakukan. 2). Pengamanan alat/barang bukti Alat/barang bukti yang diperoleh pemeriksa harus disimpan di tempat yang aman, jangan sampai jatuh ke pihak ketiga yang dapat menyalahgunakannya. Pihak obyek yang diperiksa atau penanggung jawab alat/barang bukti, diminta untuk membuat pernyataan kelengkapan alat/barang bukti yang diperiksa untuk meyakinkan bahwa tidak ada alat/barang bukti lainnya yang belum diserahkan/diperlihatkan. c. Kertas Kerja Pemeriksaan KKP harus dibuat oleh tim pemeriksa dengan kriteria: memenuhi syarat pembuatan KKP dibuat dalam bentuk dan isi yang mengikuti pedoman yang ada Beberapa hal yang perlu diungkapkan dalam KKP antara lain adalah: 1) Data umum 2) Modus operandi berikut flow chart 3) Penyebab terjadinya penyimpangan 4) Perhitungan kerugian keuangan/kekayaan negara. Dalam menghitung besarnya kerugian keuangan/kekayaan negara harus diikuti ketentuan-ketentuan berikut: Perhitungan harus mencakup ruang lingkup kegiatan yang diperiksa sesuai dengan surat tugas pemeriksaan, Perhitungan harus bersifat menyeluruh, tidak menggunakab metode sampling, Tidak diperkenankan menggunakan asumsi, Dalam mengungkapkan kerugian keuangan/kekayaan negara harus dibedakan antara kerugian bersifat riil/yang telah terjadi dan kerugian yang bersifat potensial. Apabila bukti yang diperoleh tidak lengkap, kerugian keuangan/kekayaan negara hanya dihitung atas dasar bukti-bukti yang ada saja dengan menyatakan sekurang-kurangnya. Apabila pemeriksa menghadapi kesulitan dalam menghitung kerugian keuangan/kekayaan negara karena sifatnya teknis, maka auditor dapat mempergunakan jasa pihak ketiga yang kompeten dan independen. 5) Ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Di dalam melakukan telaah hukum terhadap unsur TPK sebagaimana dimuat dalam UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK, serta telaah terhadap unsur perdata seperti yang dirumuskan dalam pasal 1365 KUH Perdata, perlu dilakukan pula telaah unsur pelanggaran disiplin PNS 6) Pihak-pihak yang diduga terlibat Dalam menentukan pihak yang diduga terlibat harus dibedakan antara pihak swasta dan pejabat/pegawai negeri sipil, ABRI, dan BUMN. Identitas pelaku harus diungkapkan secara jelas, serta peranan dan tanggung jawabnya dalam kasus tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

10

Pedoman Pemeriksaan Khusus

7) Surat Pernyataan Kesanggupan/SKTJM 8) Berita Acara Permintaan Keterangan (BAPK) Contoh BAPK (terlampir) hanya memuat pertanyaan-pertanyaan baku, yang secara formal harus dimuat dalam BAPK. Sedangkan pertanyaan-pertanyaan lain disusun dan dikembangkan sesuai kebutuhan dan sesuai materi temuan yang akan diungkapkan dalam LHP. BAPK harus memuat materi yang berupa temuan pemeriksaan secara jelas agar tergambar perbuatan yang bersangkutan, sehingga memudahkan pejabat yang berwenang untuk menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal yang bersangkutan tidak bersedia memberikan keterangan maka auditor membuat risalah tentang ketidaksediaan yang bersangkutan untuk memberikan keterangan. Dalam hal yang bersangkutan bersedia memberi keterangan tapi menolak untuk menandatangani BAPK, maka BAPK tersebut cukup ditandatangani oleh 2 (dua) orang pemeriksa dengan dilengkapi risalah tentang ketidaksediaan yang bersangkutan untuk menandatangani BAPK yang diberi uraian tentang alasan, tempat, dan waktu penolakan. 9) Berita Acara Peminjaman Alat/Barang Bukti 10) Berita Acara Pemeriksaan Kas 11) Berita Acara Pemeriksaan Fisik 12) Pernyataan tentang Kelengkapan Barang Bukti yang diperiksa 13) Surat Undangan Permintaan Keterangan d. Pembicaraan Akhir Pemeriksaan Pada akhir pelaksanaan pemeriksaan harus dilaksanakan pembicaraan akhir pemeriksaan oleh penanggung jawab pemeriksaan atau pejabat yang ditunjuk bersama pejabat instansi/obyek pemeriksaan yang berwenang untuk melaksanakan tindak lanjut terhadap kasus tersebut. Pembicaraan akhir pemeriksaan baru dapat dilakukan setelah dilaksanakan ekspose intern, antara tim pemeriksa dan pejabat Itjen lainnya yang ditunjuk oleh penanggung jawab pemeriksaan, untuk mendapatkan kesimpulan hasil pemeriksaan khusus yang akan dibicarakan dengan pihak obyek pemeriksaan. Hasil ekspose intern harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari penanggung jawab pemeriksaan. Pembicaraan akhir dengan obyek pemeriksaan harus disertai dengan risalah pembicaraan akhir pemeriksaan khusus, yang berisi antara lain kesanggupan pihak obyek pemeriksaan untuk melaksanakan tindak lanjut. Risalah pembicaraan akhir pemeriksaan khusus harus mendapat persetujuan dari penanggung jawab pemeriksaan. e. Ekspose Intern Ekspose intern merupakan tahap yang sangat penting karena tahap ini akan menentukan proses tindak lanjut kasus yang diduga merugikan keuangan/kekayaan negara dan atau perekonomian negara. Berdasarkan resume/konsep laporan hasil pemeriksaan yang berdasarkan hasil telaah terhadap peraturan perundang-undangan, temuan sudah mengarah adanya indikasi terpenuhinya unsur TPK atau unsur perdata atau adanya baik TP/TGR maupun pelanggaran disiplin PNS, tim harus melakukan ekspose intern di lingkungan Inspektorat Jenderal Dep. Kimpraswil untuk memperoleh kesimpulan akhir apakah hasil pemeriksaan tim telah cukup memenuhi syarat.
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

11

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Dalam ekspose intern hasil pemeriksaan khusus harus diyakini: 1) Adanya indikasi kasus TPK sesuai UU Nomor 31 Tahun 1999. 2) Adanya indikasi kasus perbuatan melanggar hukum sesuai pasal 1365 KUH Perdata. 3) Tidak dijumpainya indikasi yang memenuhi unsur-unsur baik TPK maupun perdata, tetapi terdapatnya perbuatan yang dapat dituntut menurut ketentuan TP/TGR dan unsur pelanggaran disiplin PNS menurut PP 30/1980. 4) Tidak terdapatnya perbuatan yang dapat dituntut berdasarkan ketentuan TP/TGR namun terdapatnya unsur pelanggaran disiplin PNS. 5) Tidak terdapatnya perbuatan yang dapat dituntut menurut ketentuan TP/TGR dan juga tidak terdapatnya unsur pelanggaran disiplin PNS menurut PP 30/1980. Berdasarkan hasil ekspose intern Itjen selanjutnya dapat dilakukan ekspose intern Departemen, dengan melibatkan Biro Hukum sesuai urgensinya. 5. Laporan Hasil Pemeriksaan Susunan laporan hasil pemeriksaan khusus adalah sebagai berikut: Bab I Bab II : : Simpulan dan Rekomendasi Umum 1. Dasar Pemeriksaan 2. Sasaran dan Ruang Lingkup Pemeriksaan 3. Data Obyek/kegiatan yang Diperiksa Uraian Hasil Pemeriksaan 1. Dasar Hukum Obyek dan atau Kegiatan yang Diperiksa 2. Materi Temuan (1) Jenis Penyimpangan (2) Pengungkapan Fakta-fakta dan Proses Kejadian (3) Penyebab dan Dampak Penyimpangan (4) Pihak yang Diduga Terlibat/Bertanggung Jawab (5) Bukti yang Diperoleh 3. Kesepakatan dan Pelaksanaan Tindak Lanjut dengan Obyek yang Diperiksa

Bab III

Lampiran

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

12

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Penjelasan Bab I : Simpulan dan Rekomendasi Uraian dalam bab ini bukan merupakan simpulan tiap sub bab dalam Bab III Uraian Hasil Pemeriksaan, melainkan memuat hasil pemeriksaan secara ringkas dan jelas mengenai penyimpangan yang terjadi serta indikasi terpenuhi tidaknya unsur TPK/perdata/perbuatan yang perlu ditindaklanjuti dengan TP/TGR kasus yang bersangkutan. Di samping itu perlu diberikan saran berupa langkah-langkah perbaikan dan atau tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh pejabat/instansi yang berwenang termasuk di antaranya saran kepada atasan langsung pihak yang terlibat, untuk mengenakan sanksi PNS sesuai PP 30/1980. Namun perlu dijelaskan bahwa saran tersebut tidak perlu menunjuk jenis sanksi yang harus dikenakan. Untuk pemeriksaan khusus atas kasus yang bersumber dari pendalaman hasil pemeriksaan/pengaduan masyarakat, perlu disimpulkan apakah sinyalemen yang ditemukan dalam sumber informasi di atas telah terbukti atau tidak berdasarkan hasil pemeriksaan khusus. Bab II : Umum 1. Dasar Pemeriksaan dapat bersumber dari : - Perintah Menteri - Surat perintah Inspektur Jenderal Departemen Kimpraswil - Pendalaman hasil pemeriksaan lainnya: nomor & tanggal LHP tersebut - Pengaduan masyarakat - Dan lain-lain. 2. Sasaran dan Ruang Lingkup Pemeriksaan memuat uraian mengenai masalah pokok yang menjadi sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan, misalnya masalah ganti rugi tanah, pengadaan barang, pemborongan pekerjaan dan lain-lain dengan menyebutkan periode yang diperiksa masa pemeriksaan dan jangka waktu pemeriksaan. Selain itu, diuraikan pula prosedur dan teknik pemeriksaan yang dipergunakan antara lain adalah konfirmasi, wawancara, pengamatan. Juga, perlu diinformasikan apabila dijumpai hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemeriksaan 3. Data Obyek/Kegiatan yang Diperiksa - Nama obyek yang diperiksa - Departemen/lembaga non departemen - Alamat obyek yang diperiksa - Organisasi obyek yang diperiksa Bab III : Temuan Hasil Pemeriksaan memuat uraian sebagai berikut : 1. Dasar hukum obyek atau kegiatan yang diperiksa. Memuat peraturan perundang-undangan yang melandasi obyek/kegiatan yang diperiksa termasuk juga ketentuan-ketentuan intern obyek yang diperiksa.
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

13

Pedoman Pemeriksaan Khusus

2. Materi Temuan memuat uraian sebagai berikut: (1) Jenis penyimpangan Uraian tentang jenis penyimpangan hendaknya cukup singkat saja atau lebih menekankan uraian klasifikasi penyimpangan. Di samping itu, dalam uraian tersebut agar dihindarkan penjelasan mengenai penyebab serta penjelasan lain yang sebenarnya harus dimuat dalam Sub Bab tentang Penyebab dan Dampak Penyimpangan. (2) Pengungkapan Fakta-fakta dan Proses Kejadian Dalam Pengungkapan Fakta-fakta dan Proses Kejadian, hal-hal yang menyangkut/menyebut nama orang, nama jabatan, organisasi, lembaga, dan atau badan hukum harus dapat didukung dengan fakta perbuatan, keterlibatan, bukti pendukung, keterangan petugas/pejabat lain dan informasi lain yang dianggap relevan dengan permasalahannya, dan dapat dipertanggungjawabkan secara profesional. (3) Penyebab dan Dampak Penyimpangan Memuat uraian tentang penyimpangan tersebut. faktor-faktor penyebab timbulnya

Faktor-faktor penyebab dikelompokkan menjadi antara lain: - Lemahnya sistem pengendalian manajemen dan pelaksanaan (pengawasan melekat) - Adanya perbuatan dan atau kerjasama pelaksana yang tidak sehat sehingga sistem pengendalian manajemen tidak berfungsi Dampak penyimpangan memuat uraian mengenai kerugian keuangan/kekayaan negara yang ditimbulkan oleh adanya penyimpangan. Kerugian keuangan/kekayaan negara yang diungkapkan dalam nilai uang dirinci per tahun kejadian. Apabila kerugian keuangan/kekayaan negara belum dapat ditetapkan besarnya secara pasti, pengungkapannya agar menggunakan kata-kata sekurang-kurangnya. Dalam bagian ini sedapat mungkin juga diungkapkan dampak lainnya, misalnya: - Tidak tercapainya program pemerintah - Kerugian perekonomian negara (4) Pihak yang Diduga Terlibat/Bertanggung Jawab Dalam LHP khusus, uraian mengenai Pihak yang Diduga Terlibat/Bertanggung Jawab hanya mencantumkan kuantitas pelaku, dan peran keterlibatannya. Misalnya: 3 orang pegawai negeri secara bersama-sama menandatangani atau mengesahkan bukti-bukti yang digunakan untuk memperoleh pembayaran yang tidak sah, 2 orang swasta membuat berita acara penyerahan fisik pekerjaan yang tidak sesuai dengan realisasi fisiknya dan 1 rekanan swasta yang merekayasa kontrak. Dalam uraian Pihak yang Diduga Terlibat/Bertanggung Jawab tidak diperkenankan mencantumkan nama orang, organisasi, lembaga, dan/atau badan hukum.
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

14

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Nama-nama orang, organisasi, lembaga dan/atau badan hukum yang diduga terlibat/bertanggungjawab dibuat dalam daftar terpisah. Dalam menyebutkan pihak yang diduga terlibat/bertanggungjawab apabila menyangkut/menyebut nama orang, organisasi, lembaga dan/atau badan hukum harus dapat dipertanggungjawabkan secara profesional tentang kualifikasi peran, perbuatan dan bagian tanggung jawabnya dalam kasus tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung. (5) Bukti yang diperoleh Yang dimaksud dengan bukti adalah alat bukti baik menurut ketentuan hukum pidana maupun menurut ketentuan hukum perdata. Khusus untuk kasus TPK, diupayakan paling sedikit 3 jenis alat bukti yang diperoleh yaitu, saksi, bukti surat dan keterangan tersangka. Sedangkan untuk kasus perdata, diupayakan paling sedikit 2 jenis alat bukti yang diperoleh, yaitu bukti surat dan saksi. 3. Kesepakatan dan Pelaksanaan Tindak Lanjut dengan Obyek yang Diperiksa. Memuat kesepakatan dengan obyek yang diperiksa tentang langkahlangkah perbaikan/pengamanan yang telah dilaksanakan/direncanakan oleh obyek yang bersangkutan, dan pelaksanaan tindak lanjut yang telah selesai dilaksanakannya Lampiran : Lampiran yang dimasukkan ke dalam LHP khusus meliputi : 1. Flowchart/Bagan Arus Proses Kejadian 2. Bukti-bukti Relevan yang Mendukung LHP Khusus 3. Risalah Pembicaraan Akhir dengan Obyek Pemeriksaan 4. Risalah Kesepakatan Penyelesaian Tindak Lanjut 5. Risalah Kesepakatan dengan Pihak Terkait, yang memuat informasi mengenai hasil ekspose intern Departemen. BAPK tidak termasuk berkas yang dilampirkan ke dalam LHP khusus. BAPK disimpan sebagai bagian dari kertas kerja pemeriksaan (KKP) khusus.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

15

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Contoh 1. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Inspektorat Jenderal ......................................................................

BERITA ACARA PERMINTAAN KETERANGAN

-------- Pada hari ini, ................... tanggal .................. jam ......... s/d ......... Waktu Indonesia Bagian ................ kami/saya ..................................................... NIP ............................ pangkat ......................... (..............) jabatan ....................................... pada Inspektorat Jenderal Dep. Kimpraswil, berdasarkan Surat Tugas Nomor : .................................. Tanggal : ....................... telah meminta keterangan kepada : 1. Nama Lengkap Jenis Kelamin Tempat Lahir Tanggal Lahir/Umur Kewarganegaraan Agama Pekerjaan/Jabatan NIP Pangkat/Golongan Nama Instansi Alamat Instansi Tempat Tinggal : : : : : : : : : : : : .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. .............................................................................. ..........................................Telp. ........................... .............................................................................. ..........................................Telp. ...........................

-------- Ia diminta keterangannya dalam masalah .................................................................. ............................................................................................................................................... -------- Atas pertanyaan saya, yang bersangkutan memberikan jawaban/keterangan sebagai berikut :

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

16

Pedoman Pemeriksaan Khusus

CATATAN BAPK bukanlah sekedar media komunikasi antara pemeriksa dan pihak pemberi informasi, namun juga merupakan media untuk mengkonfirmasikan temuan hasil pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait. Penyusunan pertanyaan-pertanyaan dalam BAPK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Inventarisasi hal-hal/temuan yang akan dikonfirmasikan kepada pihak terkait; 2. Disiapkan bukti pendukung butir 1 di atas; 3. Atas dasar butir 1 dan 2 disusun pertanyaan-pertanyaan yang redaksinya harus sedemikian rupa sehingga jawaban yang diperoleh diharapkan sesuai dengan tujuan konfirmasi; Jangan mengajukan pertanyaan yang tidak bersandar kepada butir 1 dan 2 dan atau pertanyaan lain yang justru akan melemahkan substansi temuan itu sendiri tanpa dapat ditangkal dengan pertanyaan lain dari pemeriksa. 4. Oleh karena itu, pertanyaan baku pada contoh BAPK di bawah ini, hanya pertanyaan pada nomor 1, 2, 3, dan 41 saja Sedangkan pertanyaan lain hanya contoh pertanyaan, bukan pertanyaan baku. Pertanyaan tersebut dikembangkan sesuai dengan masalah, situasi, dan kondisi yang ada.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

17

Pedoman Pemeriksaan Khusus

PERTANYAAN 1. 2.

JAWABAN

Apakah Saudara mengerti mengapa hari ini diminta keterangan oleh pemeriksa? 1. Jawaban : ........................... Apakah Saudara pada saat ini berada dalam keadaan sehat jasmani dan rohani, serta bersediakah saudara memberikan keterangan sehubungan dengan kasus ...............? 2. Jawaban : ........................... Harap jelaskan riwayat hidup singkat Saudara. 3. Jawaban : ........................... Apakah Saudara kenal dengan Saudara A (pemberi keterangan sebelumnya), bila kenal dalam hubungan apa Saudara kenal, kapan mulai kenal dan dimana? 4. Jawaban : ........................... Harap Saudara ceritakan segala masalah yang Saudara ketahui mengenai kasus tersebut pada no. 2 di atas, jalan ceritanya (modus operandi), siapa saja pelakunya, siapa saja yang bisa memberikan keterangan/mengetahui tentang kasus tersebut dan apakah ada yang menyangkut Harta/kekayaan Negara? 5. Jawaban : ........................... Dapatkah Saudara memberikan bukti-bukti atau data yang dapat memperkuat keterangan saudara di atas? 6. Jawaban : ........................... Pernahkah Saudara mengucapkan Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil pada waktu Saudara diangkat sebagai Pegawai Negeri? 7. Jawaban : ........................... Pernahkah Saudara mengucapkan Sumpah Jabatan Pegawai negeri Sipil pada waktu Saudara diangkat dalam suatu jabatan tertentu? 8. Jawaban : ........................... Pernahkah Saudara membaca Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil tentang kewajiban dan larangan serta sanksinya sebagaimana diatur dalam PP No. 30 Tahun 1980 ? 9. Jawaban : ........................... Harap Saudara jelaskan tentang tugas pekerjaan yang dibebankan dan menjadi tanggung jawab Saudara ! 10. Jawaban : ........................... Dimana Saudara melaksanakan tugas pekerjaan tersebut dalam jawaban no. 10 itu? 11. Jawaban : ........................... Sejak kapan Saudara mulai melakukan tugas pekerjaan seperti jawaban no. 10 itu? 12. Jawaban : ........................... Apakah yang dijadikan dasar sehingga Saudara melaksanakan tugas pekerjaan tersebut dalam no. 10 itu? 13. Jawaban : ...........................

3. 4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11. 12. 13.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

18

Pedoman Pemeriksaan Khusus

14.

Siapakah yang berwenang dan berhak memerintahkan Saudara untuk melakukan tugas pekerjaan tersebut dalam jawaban no. 10? 14. Jawaban : ........................... Siapa-siapa saja yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung baik atasan/bawahan dengan tugas pekerjaan seperti tersebut dalam jawaban no. 10? 15. Jawaban : ........................... Bagaimana mekanisme pelaksanaan tugas pekerjaan tersebut dalam jawaban No.10? 16. Jawaban : ........................... Apakah perbuatan yang Saudara lakukan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai perbuatan yang mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan Golongan atau Diri Sendiri? 17. Jawaban : ........................... Apakah perbuatan Saudara tersebut dapat diklasifikasikan sebagai menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah dan pegawai Negeri Sipil? 18. Jawaban : ........................... Apakah Saudara sebagai Pegawai Negeri Sipil telah mentaati Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil dan Sumpah/Janji Jabatan? 19. Jawaban : ........................... Apakah Saudara telah bekerja dengan jujur, tertib dan cermat untuk kepentingan Negara? 20. Jawaban : ........................... Apakah dalam tugas kedinasan, Saudara telah melaksanakan tugas dengan penuh pengabdian dan tanggung jawab? 21. Jawaban : ........................... Apakah Saudara telah melaporkan kepada atasan dengan segera pada waktu Saudara mengetahui ada hal yang membahayakan/merugikan Negara dalam bidang keuangan, material, dan keamanan? 22. Jawaban : ........................... Apakah saudara telah mentaati ketentuan jam kerja? 23. Jawaban : ........................... Apakah dalam tugas sehari-hari Saudara telah menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya? 24. Jawaban : ........................... Apakah perbuatan Saudara tersebut dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, Pemerintah atau kehormatan Pegawai negeri Sipil? 25. Jawaban : ........................... Apakah perbuatan Saudara dapat diklasifikasikan menyalahgunakan wewenang? 26. Jawaban : ........................... Apakah perbuatan Saudara tersebut merupakan menyalahgunakan barang, uang atau Surat Berharga milik negara? 27. Jawaban : ........................... 19

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23. 24.

25.

26. 27.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

Pedoman Pemeriksaan Khusus

28.

Apakah perbuatan Saudara dapat diklasifikasikan sebagai memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan atau meminjamkan barang-barang, dokumen atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah? 28. Jawaban : ........................... Apakah Saudara telah melakukan perbuatan yang dilarang yaitu melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerja Saudara dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, golongan, maupun pihak lain yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara? 29. Jawaban : ........................... Bukankah Saudara telah melakukan perbuatan yang dilarang yaitu menerima hadiah atau sesuatu pemberian di mana pemberian tersebut ada hubungannya dengan jabatan atau pekerjaan Saudara? 30. Jawaban : ........................... Pernahkah Saudara melakukan perbuatan yang dilarang yaitu melakukan pungutan tidak sah dan perbuatan penyimpangan lainnya dalam melaksanakan tugas untuk kepentingan pribadi atau pihak lain? 31. Jawaban : ........................... Dimana Saudara melakukan perbuatan/perbuatan-perbuatan seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31? 32. Jawaban : ........................... Kapan atau sejak kapan Saudara melakukan perbuatan/perbuatan-perbuatan seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31? 33. Jawaban : ........................... Mengapa Saudara melakukan perbuatan tersebut dan apakah yang dijadikan dasar sehingga Saudara telah melakukan perbuatan/perbuatan-perbuatan seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31? 34. Jawaban : ........................... Siapakah yang memerintahkan Saudara untuk melakukan perbuatan/perbuatanperbuatan seperti tersebut dalam pertanyaan dan jawaban no. 31? 35. Jawaban : ........................... Dalam melakukan perbuatan seperti dalam jawaban no. 31, sadarkah Saudara bahwa telah melanggar larangan/tidak melaksanakan kewajiban sebagai seorang Pegawai Negeri/Aparatur Negara? 36. Jawaban : ........................... Kalau sadar mengapa melakukannya dan apa tujuan yang ingin Saudara capai dalam melakukan pelanggaran tersebut? 37. Jawaban : ........................... Sadarkah Saudara bahwa dengan melakukan pelanggaran tersebut berakibat merugikan Negara/orang lain, mencederai citra/kewibawaan Aparatur Pemerintah/Negara dan menghambat pembangunan? 38. Jawaban : ...........................

29.

30.

31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

20

Pedoman Pemeriksaan Khusus

39.

Apakah Saudara merasa bersalah dan bagaimana sikap Saudara selanjutnya atas perbuatan melakukan pelanggaran tersebut di atas? 39. Jawaban : ........................... Apakah ada hal-hal lain yang perlu Saudara sampaikan kepada peminta keterangan dalam kesempatan ini : 40. Jawaban : ........................... Apakah jawaban-jawaban di atas adalah benar dan bukan karena paksaan/tekanan atau pengaruh dari peminta keterangan. Untuk itu bersediakah Saudara mengangkat Sumpah/Janji bilamana diperlukan? 41. Jawaban : ...........................

40.

41.

Sampai di sini permintaan kami/saya hentikan dan Berita Acara Permintaan Keterangan ini dilihat dan dibaca sendiri oleh yang bersangkutan, dan telah membenarkan semua keterangannya, kemudian menandatangani di bawah ini dan membubuhkan parafnya pada halaman-halaman di muka. Yang memberikan keterangan,

( ...............................) Demikian Berita Acara Permintaan Keterangan ini kami/saya buat dengan sebenarnya, dengan mengingat sumpah jabatan kami/saya sekarang ini, kemudian ditutup serta ditandatangani pada hari ini dan tanggal seperti di atas. Yang meminta keterangan, 1. ............................... 2. ...............................

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

21

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Contoh 2. SURAT PERNYATAAN KESANGGUPAN Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama NIP Jabatan : : : .................................................................. .................................................................. ..................................................................

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya: sanggup mengganti kerugian yang diderita negara yang disebabkan .......................... .......................................................................................................................................... .......................................... sebesar Rp. ................ (....................................) dengan jaminan berupa ................................................................................................. .................................................................................................................................. ...... Kerugian tersebut akan saya ganti dalam jangka waktu .................................................. bulan

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa adanya tekanan dalam bentuk apapun dan pihak manapun dan selanjutnya tidak akan saya cabut dengan alasan apapun.

.......................,........................... 200 .. Yang membuat pernyataan, Meterai

(_________________________) Mengetahui : *) Nama : Tanda Tangan : NIP : Jabatan :


*) Atasan langsung yang bersangkutan

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

22

Pedoman Pemeriksaan Khusus

BAB III PEMERIKSAAN KHUSUS BERKAITAN DENGAN PELAKSANAAN TUGAS RUTIN MAUPUN PEMBANGUNAN
Pemeriksaan khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan baik tugas yang bersifat rutin maupun tugas pembangunan antara lain meliputi pemeriksaan khusus terhadap: Kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan, Kasus kolusi dan atau nepotisme, Kasus disiplin pegawai negeri sipil/non pegawai negeri sipil, Kasus bendaharawan dan atau kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/pemimpin bagian proyek yang meninggal dunia atau melarikan diri, Kasus pengadaan barang/jasa, Kasus-kasus yang memerlukan penanganan segera. 1. Pemeriksaan Khusus Pembangunan (KTLPP) a. Umum Beberapa Pengertian terhadap Kasus Tidak Lancarnya Pelaksanaan

Untuk menentukan obyek pemeriksaan yang mengandung indikasi kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan, unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: - Terjadinya hambatan pembangunan - Hambatan tersebut melibatkan instansi/pihak lain di luar kendali pihak terperiksa. - Hambatan tersebut mempunyai bobot strategis yang besar (material) Tidak lancarnya pembangunan antara lain terlihat dari hal-hal berikut: 1) Pembangunan tidak selesai/belum selesai, 2) Pembangunan tidak mencapai target, 3) Hasil pembangunan tidak dapat dipergunakan/difungsikan, 4) Hasil pembangunan tidak bermanfaat, 5) Pembangunan dilaksanakan secara tidak ekonomis atau tidak efisien, 6) Rendahnya penyerapan dana pembangunan khususnya dana bantuan pinjaman luar negeri dsb. Dalam pelaksanaan pembangunan dapat terjadi hambatan yang disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: 1) Faktor Intern: a) Kelemahan organisasi, b) Kelemahan dalam kebijakan, c) Kelemahan dalam rencana, d) Kelemahan prosedur, e) Kelemahan pencatatan dan pelaporan, f) Kelemahan pembinaan personel, g) Kelemahan pengawasan intern. 2) Faktor Ekstern a) Birokrasi,

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

23

Pedoman Pemeriksaan Khusus

b) c) d) e) f)

Koordinasi, Masalah tanah, Sarana komunikasi dan atau telekomunikasi, Kepastian hukum, Faktor ekstern lainnya.

Maksud dan Tujuan

Maksud pemeriksaan khusus terhadap kasus tidak lancarnya pelaksanaan pembangunan (KTLPP) adalah secara aktif membantu instansi obyek yang diperiksa mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembangunan dengan tujuan bahwa pelaksanaan pembangunan yang mengalami hambatan tersebut dapat diselesaikan sesuai yang direncanakan atau diselesaikan dengan cara yang paling optimal. Kriteria Obyek Pemeriksaan KTLPP:

Kriteria untuk menentukan obyek pemeriksaan yang mengandung KTLPP antara lain adalah sebagai berikut: 1) Terjadinya hambatan pelaksanaan pembangunan, seperti: a) Tidak tercapainya target/program Pemerintah yang dilaksanakan oleh baik sektor pemerintah maupun sektor swasta/BUMN, b) Kondisi pelayanan umum atau kebijakan Pemerintah yang menghambat pelaksanaan pembangunan sehingga menimbulkan keluhan masyarakat atau lembaga/instansi pengguna jasa terkait, c) Terlambatnya penyelesaian proyek pembangunan pemerintah, d) Kondisi-kondisi lainnya yang disampaikan atau secara potensial diperkirakan akan menghambat pelaksanaan pembangunan. 2) Hambatan tersebut melibatkan instansi/pihak lain. Yang dimaksud dengan keterlibatan instansi/pihak lain (ekstern) adalah bahwa permasalahan hambatan yang dihadapi obyek pemeriksaan menyangkut kewenangan instansi/pihak lain tersebut. 3) Mempunyai bobot strategis (material). Yang dimaksud dengan mempunyai bobot strategis (material) ialah apabila permasalahan hambatan pembangunan yang terjadi memerlukan penanganan secara khusus untuk menyelesaikannya. Permasalahan berikut dapat dikategorikan sebagai berbobot strategis (material), yaitu: a) Pelaksanaan pembangunan yang tidak terkoordinasi dengan baik, saling tumpang tindih. b) Pelaksanaan pembangunan dengan ekonomi biaya tinggi, menghabiskan biaya dan energi. c) Pelayanan yang buruk dan birokrasi yang menghambat. d) Sistem perizinan yang lambat dan tidak terbuka. e) Pembangunan yang menyalahi aturan-aturan yang berlaku, misalnya yang menyangkut perizinan tata lingkungan dsb. b. Penelaahan dan Penelitian Informasi Awal Informasi tentang adanya hambatan dalam pelaksanaan pembangunan harus ditelaah secara seksama. Hendaknya penelaahan tersebut didasarkan atas
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

24

Pedoman Pemeriksaan Khusus

informasi awal yang memadai dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga diperoleh informasi yang cukup untuk menjadi dasar dilakukannya pemeriksaan. Dalam penanganan sumber informasi untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi pemeriksaan khusus KTLPP perlu diperhatikan urutan prioritas. Hasil penelaahan informasi awal dituangkan ke dalam bentuk Resume Penelaahan Informasi Awal. Berdasarkan resume tersebut dapat tergambar cukup alasan untuk pemeriksaan khusus, atau perlu pengembangan data, ataupun tidak dilakukan pemeriksaan khusus. Apabila diperlukan pengembangan data maka dilakukan penelitian informasi awal tersebut. Langkah-langkah penelitian informasi awal antara lain: 1) Berdasarkan hasil penelaahan informasi awal dilakukan survei dan pengamatan ke berbagai pihak/instansi untuk lebih memastikan, memperkuat, dan mendukung dugaan bahwa apa yang diungkapkan dalam informasi awal benar-benar mempunyai dasar untuk ditindaklanjuti pemeriksaan khusus KTLPP . Untuk itu perlu diterbitkan surat tugas survei dan pengamatan atau surat tugas penelitian. 2) Apabila berdasarkan survei dan pengamatan, ternyata: a) - terjadi hambatan pelaksanaan pembangunan, - melibatkan instansi/pihak lain, lanjutkan dengan pemeriksaan KTLPP. b) terjadi hambatan pelaksanaan pembangunan, tidak melibatkan instansi/pihak lain, atau hambatan yang disebabkan faktor intern; lanjutkan dengan pemeriksaan operasional.

c) - tidak terjadi hambatan pelaksanaan pembangunan. Berhenti sampai survei dan pengamatan, tidak dilanjutkan dengan pemeriksaan. 3) Dari hasil survei dan pengamatan dibuat Laporan Hasil Penelitian. 4) Hambatan yang disebabkan: - lemahnya pengendalian intern, - tidak mampunya kontraktor dan kurang aktifnya konsultan supervisi - faktor intern lainnya, bukanlah obyek pemeriksaan khusus KTLPP, karena dapat diselesaikan dalam rangka pemeriksaan operasional. c. Persiapan Pemeriksaan Rencana Pemeriksaan

Berdasarkan hasil survei dan pengamatan tersebut, disusun rencana kegiatan yang mencakup; 1) Sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan sebagai dasar yang kuat untuk dapat melakukan pemeriksaan khusus KTLPP dan dasar penugasan. Sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan harus ditentukan secara jelas dan dicantumkan dalam surat tugas pemeriksaan. Apabila dalam perkembangan
Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

25

Pedoman Pemeriksaan Khusus

pemeriksaan diperoleh tambahan informasi/indikasi lain, maka perubahan sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan dapat diperlukan. Terhadap hal ini obyek pemeriksaan perlu diberitahu dengan surat oleh Itjen Dep. Kimpraswil. 2) Program kerja pemeriksaan agar disesuaikan dengan sifat khusus kasus yang dihadapi dengan memperhatikan hasil pengamatan di lapangan dan harus dimaksudkan secara mendalam untuk mencari sebab-sebab terjadinya hambatan pembangunan yang hakiki, serta mencari cara pemecahan atau solusinya. Penerbitan Surat Tugas

Berdasarkan perencanaan kegiatan yang telah disusun diterbitkan surat perintah tugas untuk melaksanakan pemeriksaan khusus KTLPP. Apabila pelaksanaan pemeriksaan ternyata melibatkan instansi/pihak lain yang lebih banyak dan permasalahannya berkembang, maka diterbitkan surat tugas pemeriksaan baru, dan waktu penugasan dapat diperpanjang. d. Pelaksanaan Pemeriksaan Langkah-langkah pada pelaksanaan pemeriksaan khusus ini dimaksudkan untuk memperoleh pembuktian apakah telah terjadi ketidaklancaran pelaksanaan pembangunan. Pembuktian tersebut harus dinyatakan dengan alat-alat bukti yang absah dan mencukupi melalui serangkaian langkah pemeriksaan yang harus ditempuh. Adapun langkah-langkah pemeriksaan adalah: 1) Pembicaraan Pendahuluan dengan Pihak/Obyek yang Diperiksa Pembicaraan pendahuluan dengan pihak/obyek yang diperiksa dilakukan dengan maksud : a). Menjelaskan seperlunya tujuan pemeriksaan khusus yang akan dilaksanakan b). Mendapatkan informasi tambahan dari obyek yang diperiksa dalam rangka melengkapi informasi yang telah diperoleh. c). Menciptakan suasana yang dapat menunjang kelancaran pelaksanaan pemeriksaan, terutama untuk memperoleh dukungan dari pimpinan obyek yang diperiksa. 2) Pelaksanaan Program Kerja Pemeriksaan dan Penggunaan Teknik-teknik Pemeriksaan Program kerja pemeriksaan dimaksud secara garis besar meliputi langkahlangkah kerja untuk: a. Menegaskan adanya hambatan dalam pelaksanaan pembangunan Pemeriksa harus meyakinkan diri, bahwa hambatan yang telah diidentifikasi pada survei dan pengamatan, benar-benar terjadi. b. Meneliti sebab timbulnya hambatan dalam pembangunan. Penelitian tersebut dimaksudkan untuk menetapkan sebab-sebab yang hakiki atas hambatan pembangunan. c. Menggolongkan sumber penyebab timbulnya hambatan tersebut, dalam hambatan yang timbul dari unsur setempat dan yang timbul dari luar unsur setempat.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

26

Pedoman Pemeriksaan Khusus

d. Menetapkan instansi/pihak yang terkait yang mempunyai kewenangan untuk ikut serta menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut. e. Mempertemukan semua instansi/pihak terkait dengan membuat Berita Acara Kesepakatan Tindak Lanjut Penyelesaian Hambatan. Tujuan pertemuan tersebut adalah untuk menjelaskan permasalahan hambatan yang terjadi dan meminta kesediaan masing-masing instansi/ pihak terkait mengambil langkah-langkah sesuai kewenangan masingmasing untuk membantu penyelesaian hambatan pembangunan yang sedang dihadapi. Hasil pertemuan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan Tindak Lanjut Penyelesaian Hambatan, dengan materi berita acara tersebut, paling sedikit memuat (lihat Contoh 3): (1) Hari, tanggal dan tempat pertemuan, (2) Instansi/pihak terkait yang hadir, (3) Permasalahan pokok, (4) Kesepakatan yang dicapai berupa langkah-langkah penyelesaian masalah yang harus dilakukan oleh masing-masing instansi/pihak terkait serta jangka waktu pelaksanaannya, (5) Nama dan tanda tangan pejabat yang mewakili masing-masing instansi/pihak terkait. Dalam pelaksanaan pemeriksaan, tim auditor bebas menentukan teknik pemeriksaan yang akan dipergunakan (lihat Bab I.7), karena sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. 3). Kertas Kerja Pemeriksaan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) harus dibuat oleh Tim Pemeriksa: - dengan cara yang memenuhi syarat pembuatan KKP - dalam bentuk dan isi yang sesuai dengan pedoman yang ada. Beberapa hal yang secara minimal harus diungkapkan dalam KKP adalah : a. Permasalahan yang timbul b. Sebab-sebab timbulnya permasalahan secara hakiki. c. Instansi mana saja yang ikut serta menangani proyek pembangunan yang menjadi obyek yang diperiksa, dan sejauh mana keterlibatan masingmasing instansi tersebut. d. Langkah-langkah yang perlu diambil oleh baik Itjen, obyek yang diperiksa, maupun instansi/pihak yang terkait lainnya. e. Data Umum 4). Hal-hal yang perlu diperhatikan. a. Jika dalam pelaksanaan pemeriksaan ditemukan kasus yang berindikasi tindak pidana (korupsi), maka masalah tersebut harus segera diinformasikan kepada penanggung jawab pemeriksaan, agar dapat ditangani lebih lanjut sesuai prosedur pemeriksaan tindak pidana korupsi. Demikian pula halnya bila menyangkut kasus perdata maupun tuntutan ganti rugi. b. Dalam pemeriksaan KTLPP tidak tertutup kemungkinan ditemui permasalahan yang tidak memenuhi kriteria KTLPP (lihat butir b.4)

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

27

Pedoman Pemeriksaan Khusus

e. Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) sudah dapat disusun apabila sudah jelas: a. Permasalahan dan sebab-sebabnya serta instansi/pihak terkait. b. Langkah-langkah yang telah dan yang akan dilakukan oleh masing-masing instansi/pihak terkait sesuai bidang tugasnya, sebagaimana Berita Acara Kesepakatan Tindak Lanjut Penyelesaian Hambatan. Dalam LHP perlu diungkapkan langkah-langkah yang telah dilakukan oleh tim pemeriksa dalam rangka membantu memecahkan hambatan yang dihadapi pelaksana pembangunan tersebut. Bentuk susunan LHP adalah sebagaimana dapat dilihat dalam Contoh 4.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

28

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Contoh 3. BERITA ACARA KESEPAKATAN TINDAK LANJUT PENYELESAIAN HAMBATAN Pelaksanaan pada Proyek/Kegiatan . Pada hari ini ., tanggal ..bertempat di telah dilaksanakan pertemuan untuk membahas dan memusyawarahkan langkah penyelesaian hambatan .., yang dihadiri oleh wakil dari instansi/pihak : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bappeda Provinsi ... Dinas . Bawasda Provinsi .. Itjen Dep. Kimpraswil .. Pihak pemilik/penggarap tanah . Proyek ...

Berdasarkan hasil musyawarah, telah dicapai kesepakatan sebagai berikut : 1. Pihak Dinas .. bersedia untuk paling lambat sudah dimulai/diselesaikan pada 2. Pihak Bappeda akan membantu untuk 3. Pihak penggarap bersedia untuk mengosongkan tanahnya paling lambat .....hari setelah . 4. Pihak Bawasda dan Itjen bersedia untuk membantu secara aktif apabila dalam pelaksanaan butir tersebut di atas ternyata timbul hambatan/permasalahan baru. Demikian kesepakatan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab PIHAK-PIHAK YANG BERSEPAKAT Bappeda Provinsi Nama NIP Dinas Propinsi .. Nama NIP Bawasda Provinsi . Nama NIP Proyek .. Nama NIP Pemilik/Penggarap Tanah . Nama Itjen Dep. Kimpraswil Nama NIP

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

29

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Contoh 4. LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN KHUSUS KTLPP BAB I SIMPULAN PEMERIKSAAN 1. Simpulan Kemukakan secara singkat dan jelas mengenai: 1) Hambatan pelaksanaan pembangunan yang terjadi, 2) Kegiatan yang telah dilakukan Tim Itjen untuk membantu penyelesaian hambatan serta hasilnya (langkah-langkah yang telah disepakati untuk menyelesaikan hambatan oleh masing-masing instansi/pihak terkait sesuai bidang tugasnya), 3) Permasalahan yang tidak memenuhi kriteria KTLPP yang ditemui (temuan/informasi lainnya). 2. S a r a n Kemukakan saran-saran dalam rangka: 1) Mengamankan dan melancarkan langkah-langkah untuk mengatasi hambatan yang telah disepakati, 2) Permasalahan yang tidak memenuhi kriteria KTLPP seperti yang diungkapkan dalam temuan /informasi lainnya. BAB II URAIAN HASIL PEMERIKSAAN A. UMUM 1. Dasar Pemeriksaan Surat Perintah Tugas Inspektur Jenderal Dep. Kimpraswil 2. Sasaran dan Ruang Lingkup Pemeriksaan Kemukakan secara jelas dan singkat sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan 3. Prosedur Pemeriksaan : Pernyataan bahwa pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai dengan Standar Pemeriksaan APFP 4. Data Umum 1) Nama Proyek/Kegiatan : Cukup Jelas 2) Nama Pimpinan/Proyek/Kegiatan : Cukup Jelas 3) Departemen/Lembaga : Cukup Jelas 4) Lokasi Proyek/kegiatan : (Apabila diperlukan) 5) Pembiayaan dan sumbernya. Untuk LOAN/KREDIT dikemukakan pula dari mana 6) Tujuan, kegiatan dan realisasi proyek. (1) Agar diuraikan tujuan dibangunnya proyek yang bersangkutan (2) Agar diuraikan kegiatan-kegiatan apa saja yang akan dilaksanakan proyek dalam mencapai tujuan. (3) Realisasi fisik dan keuangan serta perbandingannya dengan rencana, diperlukan untuk mendukung uraian permasalahan pada butir B.1 di bawah. Apabila diperlukan rincian dari realisasi fisik dan keuangan tersebut, agar dimuat dalam lampiran. 7) Informasi umum yang dianggap perlu/penting untuk menunjang permasalahan yang akan dibahas.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

30

Pedoman Pemeriksaan Khusus

B. Hasil Pemeriksaan 1. Permasalahan dan langkah penyelesaian Permasalahan Hambatan (1) Uraikan secara jelas : Permasalahan kasus hambatan yang terjadi serta sebab-sebabnya (penyebab antara dan penyebab utama), Instansi/pihak yang terkait dengan permasalahan tersebut. Untuk menentukan penyebab utama perlu penelitian yang mendalam misalnya: Keterlambatan pembangunan jalan karena beberapa gardu listrik belum dipindahkan (penyebab antara). Belum dipindahkan gardu listrik tersebut karena masyarakat tidak bersedia/ berkeberatan untuk dipakai tanahnya apabila tanpa ganti rugi (penyebab utama) 2. Langkah Penyelesaian Uraikan kegiatan apa saja yang dilakukan Itjen Dep. Kimpraswil (tim pemeriksa) dalam rangka membantu penyelesaian masalah hambatan, seperti : (1) Penelitian/wawancara dengan masing-masing instansi/pihak yang terkait secara terpisah. (2) Pertemuan dengan masing-masing instansi/pihak terkait dalam rangka menetapkan/menyepakati langkah-langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangan dan bidang tugas masing-masing (Apabila perlu dapat diselenggarakan bersama Pemda/Bappeda). (3) Langkah-langkah yang telah dilaksanakan oleh instansi/pihak terkait sebelum penyusunan LHP (kalau ada) 3. Temuan/Informasi lainnya Dalam pemeriksaan KTLPP tidak tertutup kemungkinan ditemui informasi/temuan yang tidak termasuk kriteria KTLPP, namun perlu dikemukakan. Sebagai contoh: penyimpangan intern yang memerlukan perbaikan (a.l. pengendalian intern), kasus penyelewengan yang memerlukan tindak lanjut, dan sebagainya. BAB III SARAN TINDAK LANJUT Kemukakan saran-saran dalam rangka: 1. Mengamankan dan melancarkan pelaksanaan tindak lanjut atas langkah-langkah yang telah disepakati sesuai dengan Berita Acara Kesepakatan Tindak Lanjut Penyelesaian Hambatan. 2. Permasalahan yang tidak termasuk kriteria KTLPP seperti yang diungkapkan dalam informasi lainnya (lihat butir II. B.2).

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

31

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Contoh 5. KARTU MONITORING TINDAK LANJUT : : :


Keterangan 6

Nomor LHP Nama Obyek Pemeriksaan Pokok Permasalahan

No.

Langkah-Langkah yang Harus Dilakukan oleh Instansi Terkait 2

Pelaksanaan Tindak Lanjut oleh Instansi Terkait Nama Instansi No. & Tgl. Surat Uraian Tindak Lanjut 3 4 5

Petunjuk Pengisian Kolom (1) : Cukup Jelas. Kolom (2) : Sebutkan langkah yang harus dilakukan oleh Instansi terkait sesuai Berita Acara Kesepakatan Tindak Lanjut Penyelesaian Hambatan Kolom (3,4,5) : Diisi nama instansi (kolom 3), nomor dan tanggal surat (kolom 4), dan langkah tindak lanjut yang telah dilaksanakan oleh obyek terperiksa maupun oleh instansi terkait (kolom5). Kolom (6) : Untuk hal-hal penting lainnya yang tidak tertampung dalam kolom 1 s.d. 5

Catatan

: Bentuk Kartu Monitoring tersebut dapat dikembangkan atau disesuaikan dengan kebutuhan pemantauan.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

32

Pedoman Pemeriksaan Khusus

2. Pemeriksaan Khusus terhadap Kasus Kolusi dan atau Nepotisme a. Pengertian Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yang dimaksud dengan: Kolusi adalah permufakatan atau kerjasama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara (Bab I pasal 1.4). Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara (Bab I, pasal 1.5)

b. Tata Cara Pemeriksaan Tata cara pemeriksaan khusus terhadap kasus Kolusi dan atau Nepotisme pada hakekatnya sama dengan tata cara Pemeriksaan Khusus Atas Penyimpangan Yang Berindikasikan Merugikan Keuangan/Kekayaan Negara dan/atau Perekonomian Negara sebagai mana tercantum dalam Bab II, yakni melalui tahapan: Penelaahan & penelitian informasi awal Persiapan pemeriksaan Pelaksanaan pemeriksaan Pelaporan hasil pemeriksaan;

3. Pemeriksaan Khusus terhadap Kasus Disiplin Pegawai Negeri Sipil/Non Pegawai Negeri Sipil a. Pengertian Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Pelanggaran Disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja. Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

b. Tata Cara Pemeriksaan Tata cara Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik pemeriksaan khusus yang sesuai (Bab I.7) serta melalui proses dan tahapan yang sama seperti halnya pemeriksaan khusus pada Bab II.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

33

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Tata cara Penyelesaian kasus disiplin Pegawai Negeri Sipil mengacu kepada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. 4. Pemeriksaan Khusus terhadap Kasus Bendaharawan dan atau Kepala Kantor/Satuan Kerja/Pemimpin Proyek/Bagian Proyek yang Meninggal Dunia atau Melarikan Diri a. Pengertian Inspektur Jenderal dapat memerintahkan untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap kasus Bendaharawan dan atau Kepala Kantor/Satuan Kerja/Pemimpin Proyek/Bagian Proyek yang meninggal dunia atau melarikan diri sebagai tindak pendahuluan untuk mengamankan kepentingan Negara. Setiap yang mengakibatkan kerugian negara perlu segera diambil tindakan untuk memulihkan kembali kekayaan Negara, sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Usaha tersebut harus dilakukan semaksimal mungkin melalui proses penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan (TP) dan atau Tuntutan Ganti Rugi (TGR). Kerugian Negara adalah berkurangnya Kekayaan Negara yang disebabkan oleh suatu tindakan melanggar hukum/kelalaian seseorang dan/atau disebabkan suatu keadaan di luar dugaan dan kemampuan manusia (force majeure). Tuntutan Perbendaharaan (TP), merupakan suatu tata cara perhitungan (rekening proses) terhadap Bendaharawan, jika dalam pengurusannya terjadi kekurangan perbendaharaan. Tuntutan Ganti Rugi (TGR) berdasarkan ICW pasal 74, adalah suatu proses yang dilakukan terhadap Pegawai Negeri bukan Bendaharawan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh Negara sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya. b. Tata Cara Pemeriksaan Tata cara pemeriksaan khusus ini dapat mengacu kepada Keputusan Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah Nomor: 54/KPTS/M/2000 tanggal 13 Juli 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelesaian Kerugian Negara Di Lingkungan Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah, serta mengacu kepada tatacara pemeriksaan khusus sebagaimana tercantum dalam Bab II. 5. Pemeriksaan Khusus terhadap Kasus Pengadaan Barang/Jasa a. Pengertian Pengertian barang/jasa menurut ketentuan Keppres No. 18 tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah adalah:

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

34

Pedoman Pemeriksaan Khusus

Pengadaan Barang/jasa adalah usaha atau kegiatan pengadaan barang/jasa yang diperlukan oleh Instansi Pemerintah yang meliputi: Pengadaan barang, jasa pemborong, jasa konsultansi dan jasa lainnya (Bab I pasal 1.1).

Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian yang meliputi bahan baku, bahan setengah jadi, bahan jadi, peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa (Bab I pasal 1.5). Jasa Pemborong adalah layanan penanganan pekerjaan bangunan atau konstruksi atau wujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan pengguna barang/jasa dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh pengguna barang/jasa (Bab I pasal 1.6). Jasa Konsultansi, adalah layanan jasa keahlian profesional dalam berbagai bidang dalam rangka mencapai sasaran tertentu yang keluarannya berbentuk piranti lunak dan disusun secara sistematis berdasarkan kerangka acuan kerja yang ditetapkan pengguna jasa (Bab I, pasal 1.7). Jasa lainnya, adalah segala pekerjaan dan atau penyediaan jasa selama jasa konsultansi, jasa pemborongan dan jasa pemasokan barang (Bab I pasal 1.8).

b. Tata cara Pemeriksaan : Tata cara Pemeriksaan Khusus terhadap Pengadaan Barang/Jasa pada hakekatnya sama dengan tatacara Pemeriksaan Khusus Atas Penyimpangan yang Berindikasi Merugikan Keuangan/Kekayaan Negara dan/atau perekonomian Negara sebagaimana tercantum dalam Bab II. 6. Pemeriksaan Khusus Penanganan Segera terhadap Kasus-Kasus yang Memerlukan

Apabila terdapat kasus-kasus selain kasus-kasus yang telah dikemukakan terdahulu dan memerlukan penanganan segera, maka dapat dilakukan pemeriksaan khusus dengan berpedoman pada tata cara pelaksanaan sebagaimana yang telah diuraikan pada Bab II maupun Bab III.

Lampiran II Kepmen Kimpraswil No. 310/KPTS/M/2002

35

Anda mungkin juga menyukai