Anda di halaman 1dari 15

BAB II ISI 2.

1 PENGERTIAN Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.( Smeltzer and Bare, 2000 ). Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah genetalia. Medikasi yang diketahui menyebabkan pada banyak klien mencakup penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin dosis tinggi yang berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2001) Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001 ). Vesikolitiasis merupakan batu yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai dengan rasa nyeri ( Sjamsuhidajat dan Wim de Jong, 1998:1027). Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen kristal dan matriks organik (Sjabani dalam Soeparman, 2001:377). Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2002:1460).

Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi (Smeltzer, 2002:1442). Long, (1996:318) menyatakan sumbatan saluran kemih yang bisa terjadi dimana saja pada bagian saluran dari mulai kaliks renal sampai meatus uretra. Hidronefrosis adalah pelebaran/dilatasi pelvis ginjal dan kaliks, disertai dengan atrofi parenkim ginjal, disebabkan oleh hambatan aliran kemih. Hambatan ini dapat berlangsung mendadak atau perlahan-lahan, dan dapat terjadi di semua aras (level) saluran kemih dari uretra sampai pelvis renalis (Wijaya dan Miranti, 2001:61). Vesikolithotomi adalah alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada di kandung kemih, sehingga pasien tersebut tidak mengalami ganguan pada aliran perkemihannya Franzoni D.F dan Decter R.M (http://www.medscape.com, 8 Juli 2006).

2.2 ETIOLOGI Obstruksi kelenjar prostat yang membesar Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra) Neurogenik bladder (lumpuh kandung kemih karena lesi pada neuron yang menginervasi bladder) Benda asing , misalnya kateter Divertikula,urin dapat tertampung pada suatu kantung didinding vesika urinaria Shistomiasis, terutama oleh Shistoma haemotobium, lesi mengarah keganasan Hal-hal yang disebutkan di atas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi, maupun radang. Statis, lithiasis, dan sistitis adalah peristiwa yang saling mempengaruhi. Statis menyebabkan bakteri berkembang sistitis; urin semakin basa memberi suasana yang tepat untuk terbentuknya batu MgNH4PO4 (batu infeksi/struvit). Batu yang terbentuk bisa tunggal ataupun banyak.

Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium). Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis) adalah 1. Hiperkalsiuria Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium. 2. Hipositraturia Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi. 3. Hiperurikosuria Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih. 4. Penurunan jumlah air kemih Dikarenakan masukan cairan yang sedikit. 5. Jenis cairan yang diminum Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur. 6. Hiperoksalouria Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi garam empedu. 7. Ginjal Spongiosa Medula Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik). 8. Batu Asan Urat

Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan sekunder). 9. Batu Struvit Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease. Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari : 1. 75 % kalsium. 2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat). 3. 6 % batu asam urat. 4. 1-2 % sistin (cystine).

2.3

MANIFESTASI KLINIS / TANDA DAN GEJALA Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2002:1461).

Dapat tanpa keluhan Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing) Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita). Terdapat hematuri pada akhir kencing Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU belum penuh). Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna. Bila batu mneyumbat muara ureter hidrouereter hidronefrosis gagal ginjal

Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung. Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal (http://www.medicastore.com, 26 Juni 2006) adalah: 1. Hematuri. 2. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih. 3. Demam. 4. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal. 5. Mual. 6. Muntah. 7. Nyeri abdomen. 8. Disuria. 9. Menggigil.

2.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM / DIAGNOSTIK Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan: 1.Urinalisa Warna kuning, coklat atau gelap. a pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat. b Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.

c Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan batu saluran kemih. d Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi. 2. Darah a Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis. b Lekosit terjadi karena infeksi. c Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal. d Kalsium, fosfat dan asam urat. 3. Radiologis a. Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak. b. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai. c. d. e. PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih Sistokopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing. Foto KUB Menunjukkan ukuran ginjal ureter dan ureter, menunjukan adanya batu. f. Endoskopi ginjal Menentukan pelvis ginjal, mengeluarkan batu yang kecil. g. EKG Menunjukan ketidak seimbangan cairan, asam basa dan elektrolit. h. Foto Rontgen Menunjukan adanya di dalam kandung kemih yang abnormal. i. IVP ( intra venous pylografi ) : Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,membedakan derajat obstruksi kandung kemih divertikuli kandung kemih dan penebalan abnormal otot kandung kemih.

j.

Vesikolitektomi ( sectio alta ): Mengangkat batu vesika urinari atau kandung kemih.

k.

Litotripsi bergelombang kejut ekstra korporeal. Prosedur menghancurkan batu ginjal dengan gelombang kejut.

l.

Pielogram retrograd 4. USG (Ultra Sono Grafi) Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal. Menunjukan abnormalitas pelvis saluran ureter dan kandung kemih.

Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.(Tjokro,N.A, et al. 2001 )

2.5

TERAPI Menurut Soeparman ( 2001:383) pengobatan dapat dilakukan dengan :

1. Mengatasi Simtom Ajarkan dengan tirah baring dan cari penyebab utama dari vesikolitiasis, berikan spasme analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin, bila terjadi koliks ginjal dan tidak di kontra indikasikan pasang kateter. 2. Pengambilan Batu a Batu dapat keluar sendiri Batu tidak diharapkan keluar dengan spontan jika ukurannya melebihi 6 mm. b Vesikolithotomi. c Pengangkatan Batu 1. Lithotripsi gelombang kejut ekstrakorporeal Prosedur non invasif yang digunakan untuk menghancurkan batu. Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat

memecahkan batu dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir, sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan. 2. Metode endourologi pengangkatan batu Bidang endourologi mengabungkan ketrampilan ahli radiologi mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Batu diangkat dengan forseps atau jarring, tergantung dari ukurannya. Selain itu alat ultrasound dapat dimasukkan ke selang nefrostomi disertai gelombang ultrasonik untuk menghancurkan batu. 3. Ureteroskopi Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, litotrips elektrohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat. d Pencegahan (batu kalsium kronik-kalsium oksalat) 1. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat) 2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentuk batu yaitu sitrat (kalium sitrat 20 mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon malam hari), dan bila batu tunggal dengan meningkatkan masukan cairan dan pemeriksaan berkala pembentukan batu baru. 3. Pengaturan diet dengan meningkatkan masukan cairan, hindari masukan soft drinks, kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB /hari), membatasi masukan natrium, diet rendah natrium (80-100 meq/hari), dan masukan kalsium. 4. Pemberian obat Untuk mencegah presipitasi batu baru kalsium oksalat, disesuaikan kelainan metabolik yang ada. F.Komplikasi Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842) adalah sebagai berikut:

1. Sistem Pernafasan Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik, anestesi, dan posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa terjadi emboli pulmonal. 2. Sistem Sirkulasi Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau lepasnya bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah. 3. Sistem Gastrointestinal Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus. 4. Sistem Genitourinaria Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot. 5. Sistem Integumen Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya drainase dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis). 6. Sistem Saraf Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.

2.6 PENGKAJIAN DAN PEMERIKSAAN FISIK a. Anamnesa 1). Identitas Klien Meliputi nama klien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, bahasa yang digunakan, pendidikan, pekerjaan, alamat rumah. 2). Data Medik

Dikirim oleh siapa dan diagnosa medik saat masuk maupun saat pengkajian. 3). Keluhan Utama Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes setelah berkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, sering berkemih pada malam hari, penurunan kekuatan, dan ukuran pancaran urine, mengedan saat berkemih, tidak dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri pinggang, peningkatan suhu tubuh disertai menggigil, penurunan fungsi seksual, keluhan gastrointestinal seperti nafsu makan menurun, mual,muntah dan konstipasi.

b. Pemeriksaan Fisik 1). Status Kesehatan Umum Meliputi kedaan penyakit, tingkat kesadaran,suara bicara dan tanda-tanda vital. 2). Kepala Apakah klien terdapat nyeri kepala, bagaimana bentuknya, apakah terdapat masa bekas terauma pada kepala, bagaimana keadaan rambut klien. 3). Muka Bagaimana bentuk muka, apakah terdapat edema, apakah terdapat paralysis otot muka dan otot rahang. 4). Mata Apakah kedua mata memiliki bentuk yang berbeda, bentuk alis mata, kelopak mata, kongjungtiva, sclera, bola mata apakah ada kelainan, apakah daya penglihatan klien masih baik. 5). Telinga Bentuk kedua telinga simetris atau tidak, apakah terdapat sekret, serumen dan benda asing, membran timpani utuh atau tidak, apakah klien masih dapat mendengar dengan baik. 6). Hidung Apakah terjadi deformitas pada hidung klien, apakah settum terjadi diviasi, apakah terdapat secret, perdarahan pada hidung, apakah daya penciuman masih baik.

7). Mulut Faring Mulut dan Faring, apakah tampak kering dan pucat, gigi masih utuh, mukosa mulut apakah terdapat ulkus, karies, karang gigi, otot lidah apakah masih baik, pada tonsil dan palatum masih utuh atau tidak. 8). Leher Bentuk leher simetis atau tidak, apakah terdapat kaku kuduk, kelenjar limfe terjadi pembesaran atau tidak. 9). Dada Apakah ada kelainan paru-paru dan jantung. 10). Abdomen Bentuk abdomen apakah membuncit, datar, atau penonjolan setempat, peristaltic usus meningkat atau menurun, hepar dan ginjal apakah teraba, apakah terdapat nyeri pada abdomen. 11). Inguinal /Genetalia/ anus Apakah terdapat hernia, pembesaran kelejar limfe, bagaimana bentuk penis dan scrotum, apakah terpasang keteter atau tidak, pada anus apakah terdapat hemoroid, pendarahan pistula maupun tumor, pada klien vesikollitiasis biasanya dilakukan pemeriksaan rectal toucer untuk mengetahuan pembesaran prostat dan konsistensinya. 12). Ekstermintas Apakah pada ekstermitas bawah dan atas terdapat keterbatasan gerak, nyeri sendi atau edema, bagaimana kekuatan otot dan refleknya

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Pemeriksaan fisik umum : hipertensi, febris, anemia, syok Pemeriksan fisik khusus urologi
o

Sudut kosto vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal

o o o

Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh Genitalia eksterna : teraba batu di uretra Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

2.7 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (Carpenito, 2001:324). 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi (Perry dan Potter, 2002:911). 3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi (Doenges, 1999:688). 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah (Doenges, 1999:691 ). 5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat insisi (Doenges, 1999:808). 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka akibat operasi (Doenges, 1999 : 682). 7. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka (Carpenito, 2001:302). 2.8 INTERVENSI 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan efek anestesi (Carpenito, 2001:324) Tujuan : Tidak terjadi gangguan pernafasan Kriteria Hasil : Tidak tersedak, Sekret tidak menumpuk di jalan nafas dan tidak ditemukan tanda cyanosis Intervensi : a. Kaji pola nafas klien. b. Kaji perubahan tanda vital secara drastis.

c. Kaji adanya syanosis. d. Bersihkan sekret dijalan nafas. e. Ciptakan lingkungan yang nyaman. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pernafasan akibat efek anestesi (Doenges, 1999:911). Tujuan : pola nafas menjadi normal (vesikuler). Kriteria Hasil : pola nafas efektif, bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia. Intervensi : a. Pertahankan jalan nafas dengan memiringkan kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral. b. Observasi frekuensi dan kedalaman pernafasan. c. Posisikan klien dengan nyaman. d. Observasi pengembalian fungsi otot pernafasan. e. Lakukan pengisapan lendir jika diperlukan. f. Berikan 0ksigen jika diperlukan. 3. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan penekanan saraf tepi akibat insisi (Doenges, 1999:688). Tujuan : klien merasa nyaman. Kriteria Hasil : klien tidak gelisah, skala nyeri 1-2, tanda vital normal. Intervensi : a. Kaji tanda vital klien. b. Catat lokasi dan lamanya intensitas nyeri. c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi. d. Ciptakan lingkungan yang nyaman. e. Kolaborasi pemberian analgesik (Narkotik), anti spasmodik dan kortikosteroid. 4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual dan muntah (Doenges, 1999 :691) Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil : Klien habis satu porsi dari rumah sakit, tidak mengeluh lemas, membran mukosa lembab dan tanda vital normal. Intervensi : a. Kaji tanda vital klien. b. Kaji kebutuhan nutrisi klien. c. Timbang berat badan klien setiap hari. d. Kaji turgor klien. e. Awasi input dan output klien. f. Cacat insiden muntah dan catat karakteristik dan frekuensi muntah. g. Berikan makan sedikit tetapi sering. h. Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi klien. 5. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan akibat insisi (Doenges, 1999:808). Tujuan : Membaiknya keseimbangan cairan dan elektrolit. Kriteria Hasil : a. Monitor tanda vital. b. Monitor urin meliputi warna hemates sesuai indikasi. c. Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan. d. Monitor status mental klien. e. Monitor berat badan tiap hari. f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, dan natrium urin). g. Kolaborasi pemberian diuretik. 6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi (Doenges, 1999 : 682). Tujuan : Tidak terjadi infeksi. Kriteria Hasil: Limfosit dalam batas normal, tanda vital normal dan tidak ditemukan tanda infeksi. Intervensi : a. Kaji lokasi dan luas luka. b. Pantau jika terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi).

c. Pantau tanda vital klien. d. Kolaborasi pemberian antibiotik. e. Ganti balut dengan prinsip steril. 7. Resiko tinggi gangguan integritas kulit berhubungan dengan drainase luka (Carpenito, 2001:302). Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit . Kriteria Hasil: tidak ditemukan tanda infeksi, tidak ada luka tambahan Intervensi : a. Kaji drainase luka. b. Monitor adanya tanda infeksi (rubor, dolor, kolor, tumor dan perubahan fungsi). c. Kaji adanya luka tambahan pada klien. d. Ganti balut dengan prinsip steril. e. Kolaborasi pemberian antibiotik. f. Himbau agar klien membatasi mobilitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

http://belajarsukes.blogspot.com/2011/03/makalah-vesikolitiasis.html
http://wiwik-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/01/asuhan-keperawatanvesikolithiasis.html

Anda mungkin juga menyukai