Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL MODUL II PENYAKIT JANTUNG BAWAAN TETRALOGI OF FALLOT DAN TGA SISTEM KARDIOVASKULER

DISUSUN OLEH :
Nama : Achmad Fahri Baharsyah

No. Stambuk : 11-777-057 Kelompok : III (Tiga)

Pembimbing : dr. Muh. Rezza

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ALKHAIRAAT PALU 2013

SKENARIO 1
Seorang anak perempuan 10 tahun datang dengan keluhan : bibir dan kuku terlihat kebiruan. Hal ini sudah dialami sejak bayi. Bila menangis atau bermain, anak terlihat bertambah biru. Anak sering jongkok bila capek bermain. Pada pemeriksaan fisis didapatkan : perawakan kecil dan kurus. Sianosis terlihat di bibir, ujung lidah, kuku jari tangan dan kaki. Nadi dan tekanan darah normal. Pada pemeriksaan toraks : aktifitas ventrikel kanan meningkat disertai thrill pada LSB 3. BJ : 1 & 2 murni, intensitas mengeras. Terdengar bisisng ejeksi sistol derajat 3/6 p.m LSB 4. A. Femoralis teraba normal. Pada tangan dan kaki terdapat jari tabuh.

Kata kunci 1. Anak perempuan 10 tahun 2. Bibir, ujung lidah kebiruan 3. Sering jongkok bila capek bermain 4. Bila menangis/bermain anak tambah biru 5. Perawakan kecil dan kurus 6. Nadi dan tekanan darah normal 7. Aktivitas ventrikel kanan meningkat 8. Thrill pd LSB 3 9. Tangan dan kaki terdapat jari-jari tabuh 10. Bunyi jantung 1 & 2 murni 11. Bising ejeksi sistol derajat 3/6 p.m LSB 4 12. A. Femoralis normal

Pertanyaan 1. Jelaskan ontogeni jantung sirkulasi 2. Sianosis apa yang dialami anak tersebut, serta mekanismenya? 3. Mengapa sianosis bertambah, pada saat anak bermain dan menangis? 4. Sebutkan derajat-derajat bisisng sistolik? 5. Mengapa bibir, kuku, lidah kebiruan? 6. Mengapa terjadi peningkatan aktifitas di ventrikel kanan disertai thrill? 7. Bagaimana hubungan jongkok saat capek dalam skenario? 8. Mengapa pada anak terdapat jari tabuh pada kaki dan tangan? 9. Kenapa pada kasus tersebut perawakan anak terlihat kecil dan kurus? 10. DD?

Tetralogi Of Fallot
DEFINISI Tetralogi Fallot (TOF) adalah penyakit jantung bawaan tipe sianotik. Kelainan yang terjadi adalah kelainan pertumbuhan dimana terjadi defek atau lubang dari bagian infundibulum septum intraventrikular (sekat antara rongga ventrikel) dengan syarat defek tersebut paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Sebagai konsekuensinya, didapatkan adanya empat kelainan anatomi sebagai berikut : 1. Defek Septum Ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua rongga Ventrikel 2. Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan klep pembuluh darah yang keluar dari bilik kanan menuju paru, bagian otot dibawah klep juga menebal dan menimbulkan penyempitan 3. Aorta overriding dimana pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri mengangkang sekat bilik, sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari bilik kanan 4. Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan karena peningkatan tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal

Gambar 1. Jantung normal dan jantung TOF

Pada penyakit ini yang memegang peranan penting adalah defek septum ventrikel dan stenosis pulmonalis, dengan syarat defek pada ventrikel paling sedikit sama besar dengan lubang aorta. Tetralogi Fallot adalah kelainan jantung sianotik paling banyak yang tejadi pada 5 dari 10.000 kelahiran hidup dan merupakan kelainan jantung bawaan nomor 2 yang paling sering terjadi. TF umumnya berkaitan dengan kelainan jantung lainnya seperti defek septum atrial. ETIOLOGI Kebanyakan penyebab dari kelainan jantung bawaan tidak diketahui, biasanya melibatkan berbagai faktor. Faktor prenatal yang berhubungan dengan resiko terjadinya tetralogi Fallot adalah: 1. Selama hamil, ibu menderita rubella (campak Jerman) atau infeksi virus lainnya 2. Gizi yang buruk selama 3. Ibu yang alkoholik 4. Usia ibu diatas 40 tahun 5. Ibu menderita diabetes 6. Tetralogi Fallot lebih sering ditemukan pada anak-anak yang menderita sindroma Down Tetralogi Fallot dimasukkan ke dalam kelainan jantung sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit mengandung oksigen ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit berwarna ungu kebiruan) dan sesak nafas. Mungkin gejala sianotik baru timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik karena menyusu atau menangis.

GAMBARAN KLINIS Anak dengan TOF umumnya akan mengalami keluhan : 1. Sesak, biasanya terjadi ketika anak melakukan aktivitas (misalnya menangis atau mengedan) 2. Berat badan bayi tidak bertambah 3. Pertumbuhan berlangsung lambat 4. Jari tangan seperti tabuh gendering/ gada (clubbing fingers) 5. Sianosis/ kebiruan : sianosis akan muncul saat anak beraktivitas, makan/menyusu, atau menangis dimana vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh darah di seluruh tubuh) muncul dan menyebabkan peningkatan shunt dari kanan ke kiri (right to left shunt). Darah yang miskin oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya oksigen dimana percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala kebiruan.

Anak akan mencoba mengurangi keluhan yang mereka alami dengan berjongkok yang justru dapat meningkatkan resistensi pembuluh darah sistemik karena arteri femoralis yang terlipat. Hal ini akan meningkatkan right to left shunt dan membawa lebih banyak darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru. Semakin berat stenosis pulmonal yang terjadi maka akan semakin berat gejala yang terjadi.

PATOFISIOLOGI Karena pada tetralogi fallot terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan maka: 1. Darah dari aorta berasal dari ventrikel kanan bukan dari kiri, atau dari sebuah lubang pada septum, seperti terlihat dalam gambar, sehingga menerima darah dari kedua ventrikel. 2. Arteri pulmonal mengalami stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru jauh lebih sedikit dari normal; malah darah masuk ke aorta. 3. Darah dari ventrikel kiri mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel dan kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, mengaabaikan lubang ini. 4. Karena jantung bagian kanan harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yang bertekanan tinggi, otot-ototnya akan sangat berkembang, sehingga terjadi pembesaran ventrikel kanan. Kesulitan fisiologis utama akibat Tetralogi Fallot adalah karena darah tidak melewati paru sehinggatidak mengalami oksigenasi. Sebanyak 75% darah vena yang kembali ke jantung dapat melintas langsung dari ventrikel kanan ke aorta tanpa mengalami oksigenasi.

KLASIFIKASI dan DERAJAT TOF dibagi dalam 4 derajat : 1. Derajat I : tak sianosis, kemampuan kerja normal 2. Derajat II : sianosis waktu kerja, kemampuan kerja kurang 3. Derajat III : sianosis waktu istirahat. kuku gelas arloji, waktu kerja sianosis bertambah, ada dispneu. 4. Derjat IV : sianosis dan dispneu istirahat, ada jari tabuh.

DIAGNOSIS Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut : Sianosis, bertambah waktu bangun tidur, menangis atau sesudah makan. 1. Dispneu 2. Kelelahan 3. Gangguan pertumbuhan 4. Hipoksia (timbul sekitar umur 18 bulan)

5. Dapat terjadi apneu. 6. Dapat terjadi kehilangan kesadaran. 7. Sering jongkok bila berjalan 20-50 meter, untuk mengurangi dispneu. 8. Takipneu 9. Jari tabuh dengan kuku seperti gelas arloji 10. Hipertrofi gingiva 11. Vena jugularis terlihat penuh/menonjol 12. Jantung : a. Bising sistolik keras nada rendah pd sela iga 4 line parasternalis kiri/VSD b. Bising sistolik nada sedang, bentuk fusiform, amplitudo maksimum pada akhir sistole berakhir dekat S2 pada sela iga 2-3 lps kiri (stenosis pulmonalis). c. Stenosis pulmonalis ringan : bising kedua lebih keras dengan amplitudo maksimum pada akhir sistole, S2 kembar. d. Stenosis pulmonalis berat : bising lemah, terdengar pada permulaan sistole. S2 keras, tunggal, kadang terdengar bising kontinyu pada punggung (pembuluh darah kolateral). 13. Kadang-kadang hepatomegali dengan hepatojugular reflux. 14. EKG : a. Sumbu frontal jantung ke kanan, Hvka b. Khas untuk TOF : transisi tiba-tiba dari kompleks QRS pada V1 dan V2. c. Pada V1 QRS hampir seluruhnya positif, pada V2 berbentuk rS 15. Darah : a. Hb dapat sampai 17 gr% b. Haematokrit dapat sampai 50-80 vol% c. Kadang-kadang ada anemia hipokromik relatif. 16. Radiologis : a. Paru : gambaran pembuluh darah paru sangat berkurang, diameter pembuluh darah hilus kecil, tampak cekungan pulmonal (karena a. pulmonalis dan cabang-cabangnya hipoplasi). b. Jantung: arkus aorta 75% di kiri dan 25% di kanan, tampak prominen, besar jantung normal, apeks jantung agak terangkat ke kranial. c. Kosta : tampak erosi kosta bila ada sirkulasi kolateral.

Gambar 2. Rongent foto thorak pada anak laki-laki umur 8 tahun dengan TF

17. Ekokardiografi : a. VSD subaortik/subarterial besar, kebanyakan pirau kanan ke kiri b. Over riding aorta < / = 50% c. Stenosis infundibuler dan valvuler d. Hipertrofi ventrikel kanan. e. Penting diukur a.pulmonalis kanan dan kiri

Gambar 3. Echocardiogram pada pasien dengan TF

TATALAKSANA Penderita baru dengan kemungkinan tetralogi Fallot dapat dirawat jalan bilamana termasuk derajat I, II, atau III tanpa sianosis maupun dispneu berat. Penderita perlu dirawat inap, bila termasuk derajat IV dengan sianosis atau dispneu berat.

Tatalaksana penderita rawat inap 1. Mengatasi kegawatan yang ada. 2. Oksigenasi yang cukup. 3. Tindakan konservatif. 4. Tindakan bedah (rujukan) : a. Operasi paliatif : modified BT shunt sebelum dilakukan koreksi total: dilakukan pada anak BB < 10 kg dengan keluhan yang jelas. (derajat III dan IV) b. Koreksi total: untuk anak dengan BB > 10 kg : tutup VSD + reseksi infundibulum. 5. Tatalaksana gagal jantung kalau ada. 6. Tatalaksana radang paru kalau ada. 7. Pemeliharaan kesehatan gigi dan THT, pencegahan endokarditis. Tatalaksana rawat jalan 1. Derajat I : a. Medikametosa : tidak perlu b. Operasi (rujukan ) perlu dimotivasi, operasi total dapat dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif. Kontrol : tiap bulan. 2. Derajat II dan III : a. Medikamentosa ; Propanolol b. Operasi (rujukan) perlu motivasi, operasi koreksi total dapat dikerjakan kalau BB > 10 kg. Kalau sangat sianosis/ada komplikasi abses otak, perlu dilakukan operasi paliatif. c. Kontrol : tiap bulan d. Penderita dinyatakan sembuh bila : telah dikoreki dengan baik.

Pengobatan pada serangan sianosis 1. Usahakan meningkatkan saturasi oksigen arteriil dengan cara : - Membuat posisi knee chest atau fetus - Ventilasi yang adekuat 2. Menghambat pusat nafas denga Morfin sulfat 0,1-0,2 mg/kg im atau subkutan 3. Bila serangan hebat bisa langsung diberikan Na Bic 1 meq/kg iv untuk mencegah asidosis metabolik 4. Bila Hb < 15 gr/dl berikan transfusi darah segar 5 ml/kg pelan sampai Hb 15-17 gr/dl 5. Propanolol 0,1 mg/kg iv terutama untuk prolonged spell diteruskan dosis rumatan 1-2 mg/kg oral Tujuan pokok dalam menangani Tetralogi Fallot adalah koreksi primer yaitu penutupan defek septum ventrikel dan pelebaran infundibulum ventrikel kanan. Umunya koreksi primer dilaksanakan pada usia kurang lebih 1 tahun dengan perkiraan berat badan sudah mencapai sekurangnya 8 kg. Namun jika syaratnya belum terpenuhi, dapat dilakukan tindakan paliatif, yaitu membuat pirau antara arteri sistemik dengan dengan arteri pulmonalis, misalnya Blalock-Tausig shunt (pirau antara A. subclavia dengan cabang A. pulmonalis). Bila usia anak belum mencapai 1 tahun atau berat badan. Orang tua dari anak-anak yang menderita kelainan jantung bawaan bisa diajari tentang cara-cara menghadapi gejala yang timbul: 1. Menyusui atau menyuapi anak secara perlahan. 2. Memberikan porsi makan yang lebih kecil tetapi lebih sering. 3. Mengurangi kecemasan anak dengan tetap bersikap tenang. 4. Menghentikan tangis anak dengan cara memenuhi kebutuhannya. 5. Membaringkan anak dalam posisi miring dan kaki ditekuk ke dada selama serangan sianosis. MONITORING Hal-hal yang perlu di monitor/ pantau pada penderita TOF antara lain : 1. Keadaan umum 2. Tanda utama 3. Sianosis 4. Gagal jantung 5. Radang paru 6. EKG 7. Gejala abses otak

KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tetralogi Fallot antara lain : 1. Infark serebral (umur < 2 tahun) 2. Abses serebral (umur > 2 tahun) 3. Polisitemia 4. Anemia defisiensi Fe relatif (Ht < 55%) 5. SBE 6. DC kanan jarang 7. Perdarahan oleh karena trombositopenia PROGNOSIS Umumnya prognosis buruk tanpa operasi. Pasien tetralogi derjat sedang dapat bertahan sampai umur 15 tahun dan hanya sebagian kecil yang bertahan samapi dekade ketiga.

DAFTAR PUSTAKA 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1998. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Gaya Baru. 3. Robbins., Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 4. Swartz, M. H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 5. Tim Penerjemah EGC. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 6. Teddy Ontoseno, Soebijanto Poerwodibroto, Mahrus A. Rahman. Tetralogi Fallot Dan Serangan Sianosis. Perbaharuan terakhir : 2006 7. Kliegman. Nelson Pediatric. 18th Edition, Cyanotic Congenital Heart Lesions: Lesions Associated with Decreased Pulmonary Blood Flow. 2006. 8. Bedah Toraks Kardiovaskular Indonesia. Tetralogy of Fallot. Diunduh dari : http://www.bedahtkv.com/index.php?/e-Education/Jantung-Anak/Tetralogy-ofFallot.html. 2009. 9. Buku ilmu kesehatan anak edisi ke empat hal : 757

TRANSPOTITION OF GREAT ARTERY DEFINISI Transposisi Arteri Besar adalah kelainan letak dari aorta dan arteri pulmonalis. Dalam keadaan normal, aorta berhubungan dengan ventrikel kiri jantung dan arteri pulmonalis berhubungan dengan ventrikel kanan jantung. Pada transposisi arteri besar yang terjadi adalah kebalikannya. Aorta terletak di ventikel kanan jantung dan arteri pulmonalis terletak di ventrikel kiri jantung. Darah dari seluruh tubuh yang kekurangan oksigen akan mengalir ke dalam aorta dan kembali dialirkan ke seluruh tubuh. Sedangkan darah yang berasal dari paru-paru dan kaya akan oksigen akan kembali dialirkan ke paru-paru. Transposisi arteri besar dikelompokkan ke dalam kelainan jantung sianotik, dimana terjadi pemompaan darah yang kekurangan oksigen ke seluruh tubuh, yang menyebabkan sianosis (kulit menjadi ungu kebiruan) dan sesak nafas. Bayi dengan kelainan ini, setelah lahir bisa bertahan sebentar saja karena adanya lubang diantara atrium kiri dan kanan yang disebut foramen ovale. Foramen ovale ini dalam keadaan normal ditemukan pada bayi ketika lahir.Dengan adanya lubang ini, maka sejumlah kecil darah yang kaya akan oksigen akan mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan, lalu ke ventrikel kanan dan ke aorta sehingga mampu memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan bayi tetap hidup. ETIOLOGI Penyebab dari kebanyakan kelainan jantung bawaan tidak diketahui. Faktorfaktor prenatal (sebelum bayi lahir) yang berhubungan dengan transposisi arteri besar adalah: 1. Rubella (campak Jerman) atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil 2. Nutrisi yang buruk selama kehamilan 3. Ibu yang alkoholik 4. Usia ibu lebih dari 40 tahun 5. Ibu menderita diabetes. KLASIFIKASI A. Transposisi Komplit Kelainan ini lebih sering pada bayi laki-laki dari pada wanita dengan berbandingan 4:1 Bayi dengan transposisi komplet biasanya berat lahirnya lebih daripada bayi normal.Darah dari vena sistemik akan mengalir dari atrium kanan ke ventrikel kanan kemudian ke aorta, sedangkan darah dari vena pulmonalis masuk keatrium kiri, kemudian ke ventrikel kiri masuk ke a. Pulmonalis.

B. Transposisi Arteri-arteri Besar dan Defek Sekat Ventrikel Transposisi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada adanya kelainan, atau sianosis. Sianosis kurang tampak apabila kelainan merupakan ASD (Atrium Septum Defect) atau VSD (Ventrikel Septum Defect), tetapi kegagalan jantung akan terjadi.

Diagnosa berdasarkan pada kateterisasi jantung, echocardiografi dan foto sinar-X. Pada pemeriksaan jantung kadang-kadang tidak ada selalu ada kelainan, mialnya palpitasi, juga pada auskultasi tidak selalu ada bising. Bila terdengar bising yang jelas, berarti pada TGA tersebut ada kelainan lain. 1. Bila VSD kecil, manifestasi klinis, tanda-tanda laboratorium, dan penanganannya serupadengan yang diuraikan sebelumnya.Banyak dari defek kecil ini akhirnya menutup secara spontan. 2. Bila VSD besar dan tidak restriktif terhadap ejeksi ventrikel, pencampuran yangbermakna darah teroksigenasi dan terdeoksigenasi biasanya terjadi manifestasi klinisgagal jantung kongestif tampak. Klasifikasi Transposisi arteri besar dikelompokkan ke dalam kelainan jantung sianotik, dimana terjadi pemompaan darah yang kekurangan oksigen ke seluruh tubuh, yang menyebabkan sianosis (kulit menjadi ungu kebiruan) dan sesak nafas. PATOFISIOLOGI Vena sistemik kembali secara normal ke atrium kanan dan vena-vena pulmonalis ke atrium kiri. Hubungan antara atrium dan ventrikel normal (disebut konkordan). Aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis keluar dari ventrikel kiri. Aorta berada sebelah anterior dan kanan arteri pulmonalis Darah desaturasi kembali dari dari tubuh ke sisi kanan jantung yang secara tidak benar keluar ke aorta kanan dan kembali ke tubuh lagi, sedang darah vena pulmonalis yang teroksigenasi kembali ke sisi kiri jantung dikembalikan secara langsung ke paru-paru. Dengan demikian, sirkulasi sistemik dan pulmonal terdiri atas dua sirkuit parallel. Satu-satunya cara bertahan hidup pada neonatus ini diberikan oleh foramen ovale dan duktus arteriosus, yang memungkinkan pencampuran darah teroksigenasi dan deoksigenasi. Sekitar setengah penderita dengan TGA menderita VSD juga, yang memberikan pencampuran yang jauh lebih baik

MANEFESTASI KLINIK Mulainya sianosis tidak kentara dan seringkali tertunda, dan intensitasnya bervariasi 1. Dapat dikenali dalam usia bulan pertama, tetapi beberapa bayi dapat tetap tidakterdiagnosis selama beberapa bulan. 2. Bising holosistolik 3. Tidak dapat dibedakan dari bising yang dihasilkan oleh VSD pada penderita denganarteri-arteri besar terkait secara pulmonal 4. Jantung biasanya membesar 5. Pinggang medistinal sempit GEJALA Gejalanya berupa: 1. Sianosis 2. Sesak nafas 3. Tidak mau makan/menyusu 4. Jari tangan atau kaki clubbing (seperti tabuh genderang).

DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan stetoskop akan terdengar murmur (bunyi jantung abnormal).

Pemeriksaan yang biasa dilakukan: 1. Rontgen dada 2. Kateterisasi jantung 3. EKG 4. Ekokardiogram

PENATALAKSANAAN Untuk memperbaiki transposisi arteri besar biasanya dilakukan pembedahan Sebelum pembedahan dilakukan, mungkin perlu diberikan prostaglandin agar duktus arteriosus tetap terbuka.

Pada beberapa bayi perlu dilakukan pelebaran foramen ovale dengan selang yang pada ujungnya terpasang balon, agar darah yang kaya oksigen lebih banyak yang masuk ke aorta. Terdapat 2 jenis pembedahan utama yang bisa dilakukan untuk memperbaiki transposisi arteri besar: 1. Membuat sebuah terowongan diantara atrium. Dengan cara ini, darah yang kaya oksigen akan mengalir ke ventrikel kanan lalu masuk ke aorta, sedangkan darah yang kekurangan oksigen akan mengalir ke ventrikel kiri dan masuk ke dalam arteri pulmonalis. Pembedahan ini disebut atrial switch atau venous switch, atau prosedur Mustard maupun prosedur Senning. 2. Pembedahan arterial switch. Aorta dan arteri pulmoner dikembalikan ke posisinya yang normal. Aorta dihubungkan dengan ventrikel kiri dan arteri pulmonalis dihubungkan dengan ventrikel kanan.

3. Arteri koroner yang membawa darah kaya oksigen sebagai sumber energi bagi otot jantung, juga kembali disambungkan dengan aorta yang baru.

Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada suatu prosedur, suatu kateter balon (balloon septostomi) dimasukkan ketika kateterisasi jantung, untuk memperbesar kelainan septum intra arterial. Pada cara Blalock-Hanlen dibuat suatu kelainan septum atrium. Pada Edwards vena pulmonale kanan direposisi sehingga darah yang teroksigenasi mengalir ke atrium kanan. Cara mustard digunakan untuk koreksi yang permanen. Septum atrium dihilangkan dan dibuat sambungan sehingga darah yang teroksigenasi dari vena pulmonale kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah yang tidak teroksigenasi kembali ari vena cava ke arteri pulmonale untuk keperluan sirkulasi paru-paru. Kematian akibat kelainan ini telah berkurang secara nyata dengan adanya koreksi dan paliatif.

DAFTAR PUSTAKA 1. Allen HD, Franklin WH, Fontana ME. Congenital heart disease: untreated and operated. Dalam: Emmanoulides GC, Riemenschneider TA, Allen HD, Gutgesell HP, penyunting. Moss and Adams heart disease in infants, children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore: Williams & Wilkins; 1995. h. 657-64. 2. Madiyono B. Kardiologi anak masa lampau, kini dan masa mendatang: perannya dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit kardiovaskular. Pidato

pengukuhan guru besar tetap dalam bidang ilmu kesehatan anak, FKUI, Jakarta, 11 Juni 1997. Jakarta: Lembaga Penerbit UI; 1997. 3. Rahayoe AU. Pelayanan penderita penyakit jantung bawaan di Indonesia. Perkembangan, permasalahan dan antisipasi di masa depan. Dalam: Putra ST, Roebiono PS, Advani N, penyunting. Penyakit jantung bawaan pada bayi dan anak. Jakarta: Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia; 1998. h. 1-17. 4. Rilantono LI. Kardiologi anak: tuntutan dan perkembangannya. Dalam: Putra ST, Advani N, Rahayoe AU, penyunting. Dasar-dasar diagnosis dan tata laksana penyakit jantung bawaan pada anak. Jakarta: Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia; 1996. h. 10-21. 5. Sastroasmoro S, Nurhamzah W, Madiyono B, Oesman IN, Putra ST. Association between maternal hormone exposure and the development of congenital heart disease of the truncal type A. A case-control study. Paediatr Indones 1993; 33:291300. 6. Emmanouilides GC. The development of pediatric cardiology: history milestones. Dalam: Emmanoulides GC, Riemenschneider TA, Allen HD, Gutgesell HP, penyunting. Moss and Adams heart disease in infants, children, and adolescents. Edisi ke-5. Baltimore: 162 Sari Pediatri, Vol. 2, No. 3, Desember 2000 Williams & Wilkins; 1995. h. xxi-iv. 7. Rahayuningsih SE, Rahayoe AU, Harimurti GM, Roebiono PS, Rachmat J. Diagnostic accuracy of echocardiography in isolated ventricular septal defect. Indones J Pediatr Cardiol 1999,1:19-21. 8. Wilkinson JL. Practical guidelines to early detection of congenital heart disease in the newborn period. Indones J Pediatr Cardiol 1999,1:30-9. 9. Oesman IN. Tata laksana penyakit jantung bawaan dengan penyulit pada neonatus. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B, Putra ST, penyunting. Pengenalan dini dan tata laksana penyakit jantung bawaan pada neonatus. Pendidikan tambahan berkala bagian ilmu kesehatan anak FKUI ke-32, 1994. Jakarta: Gaya Baru; 1994. h. 168-76.

10. Sastroasmoro S, Rahayuningsih SE. Tata laksana medis neonatus dengan penyulit jantung bawaan kritis. Dalam: Putra ST, Roebiono PS, Advani N, penyunting. Penyakit jantung bawaan pada bayi dan anak. Jakarta: Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia; 1998. h. 147-56. 11. Racmat J. Perkembangan bedah jantung di Indonesia: perhatian khusus pada penyakit jantung bawaan. Dalam: Putra ST, Advani N, Rahayoe AU, penyunting. Dasardasar diagnosis dan tata laksana penyakit jantung bawaan pada anak. Jakarta: Forum Kardiologi Anak Indonesia; 1996. h. 23-31. 12. Rachmat J. Pembedahan jantung pada neonatus. Dalam: Sastroasmoro S, Madiyono B, Putra ST, penyunting. Pengenalan dini dan tata laksana penyakit jantung bawaan pada neonatus. Pendidikan tambahan berkala bagian ilmu kesehatan anak FKUI ke-32, 1994. Jakarta: Gaya Baru; 1994. h. 213-24. 13. Haryono N. Kardiologi intervensi pada penyakit jantung bawaan: pengalaman di Indonesia. Dalam: Putra ST, Roebiono PS, Advani N, penyunting. Penyakit jantung bawaan pada bayi dan anak. Jakarta: Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia; 1998. h. 217-9. 14. Alwi M. Interventional cardiology for newborn with critical pulmonary stenosis or pulmonary atresia. Indones J Pediatr Cardiol 1998; 1:10-3. 15. Rao PS. Interventional pediatric cardiology: state of the art and future direction. Pediatr Cardiol 1997; 19:107-24

MIND MAP

Anda mungkin juga menyukai