Anda di halaman 1dari 80

Keadilan Rasulullah Tatkala Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wa Sallam merasa ajalnya sudah dekat, beliau mengumpulkan para

sahabat. Kemudian, beliau menyampaikan pidatonya: Sahabat-sahabatku sekalian! Ajalku mungkin sudah dekat, dan aku ingin menghadap Allah dalam keadaan suci bersih. Mungkin selama bergaul dengan Anda sekalian, ada yang pernah aku pinjam uangnya atau barangnya dan belum aku kembalikan atau belum aku bayar, sekarang ini juga aku minta ditagih. Mungkin ada di antara kalian yang pernah aku sakiti, sekarang ini juga aku minta dihukum qishos (hukuman balasan). Mungkin ada yang pernah aku singgung perasaannya, sekarang ini juga aku minta maaf. Para sahabat hening, karena merasa tidak mungkin hal itu akan terjadi. Tapi, tiba-tiba seorang sahabat mengangkat tangan dan melaporkan satu peristiwa yang pernah menimpa dirinya. Ya Rasulullah! Saya pernah terkena tongkat komando Rasulullah saw pada saat Perang Badar. Ketika Rasulullah saw mengayunkan tongkat komandonya, kudaku menerjang ke depan dan aku terkena tongkat Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam. Aku merasa sakit sekali, apakah hal ini ada qishos-nya! Nabi Muhammad saw menjawab, Ya, ini ada qishos-nya jika kamu merasa sakit. Rasul pun menyuruh Ali bin Abi Tholib mengambil tongkat komandonya yang disimpan di rumah Fatimah. Setelah Ali bin Abi Thalib tiba kembali membawa tongkat komando, Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam menyerahkan kepada sahabatnya untuk melaksanakan qishos. Seluruh sahabat yang hadir di majelis itu hening, apa kira-kira yang akan terjadi jika Rasulullah dipukul dengan tongkat itu. Di tengah keheningan itu, Ali bin Abi Tholib tampil ke depan: Ya Rasulullah! Biar kami saja yang dipukul oleh orang ini. Abu Bakar dan Umar bin Khattab juga ikut maju. Tetapi, Rasulullah memerintahkan, Ali, Abu Bakar, dan Umar agar mundur, sambil berkata, Saya yang berbuat, saya yang dihukum, demi keadilan. Situasi tambah hening. Tetapi, di tengah-tengah keheningan itu tiba-tiba sahabat yang siap jadi algojo itu berkata,: Tapi di saat saya terkena tongkat komando, saya tidak pakai baju. Mendengar itu langsung Rasulullah membuka bajunya di depan para sahabat. Kulit Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam tampak bercahaya, tetapi ciri ketuaan sudah terlihat jelas. Menyaksikan hal ini para sahabat tambah khawatir, Ali bin Abi Tholib tampil lagi ke depan memohon kepada Rasul agar dia saja yang di-qishos. Tapi, Rasulullah saw langsung memerintahkan agar Ali mundur, karena hukuman itu harus dijalankan sendiri demi keadilan. Tiba-tiba sahabat ini menjatuhkan tongkatnya langsung merangkul dan mencium Rasulullah saw dan berkata: Ya Rasulullah! Saya tidak bermaksud melaksanakan qishos, saya hanya ingin melihat kulit Rasulullah saw menyentuh dan menciumnya. Sahabat-

sahabat yang lain tersentak, gembira. Rasulullah langsung berkata, Siapa yang ingin melihat ahli surga, lihatlah orang ini. Kisah itu menunjukkan betapa Rasulullah sangat menjunjung nilai keadilan. Beliau, sebagai kepala negara sekaligus Nabi, sangat ikhlas menerima hukuman qishos dari rakyatnya sendiri. Wassalaamualaikum warahmatullaahi wabarakatuh. *** Dari Sahabat

Nugraha 3:13 am pada 15 Juli 2012 Permalink Sungguh mulia akhlak-Mu yg rosulullah..

erva kurniawan 11:40 am pada 20 Mei 2012 Permalink | Balas

Khaulah Binti Tsa labah (Wanita Yang Aduannya Didengar Allah Dari Langit Ketujuh)

Beliau adalah Khaulah binti Tsa`labah bin Ashram bin Fahar bin Tsa`labah Ghanam bin Auf. Beliau tumbuh sebagai wanita yang fasih dan pandai. Beliau dinikahi oleh Aus bin Shamit bin Qais, saudara dari Ubadah bin Shamit r.a yang beliau menyertai perang Badar dan perang Uhud dan mengikuti seluruh perperangan yang disertai Rasulullah saw. Dengan Aus inilah beliau melahirkan anak laki-laki yang bernama Rabi`. Khaulah binti Tsa`labah mendapati suaminya Aus bin Shamit dalam masalah yang membuat Aus marah, dia berkata, Bagiku engkau ini seperti punggung ibuku. Kemudian Aus keluar setelah mengatakan kalimat tersebut dan duduk bersama orangorang beberapa lama lalu dia masuk dan menginginkan Khaulah. Akan tetapi kesadaran hati dan kehalusan perasaan Khaulah membuatnya menolak hingga jelas hukum Allah terhadap kejadian yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Khaulah berkata, Tidak, jangan! Demi yang jiwa Khaulah berada di tangan-Nya, engkau tidak boleh menjamahku karena engkau telah mengatakan sesuatu yang telah engkau ucapkankan terhadapku sehingga Allah dan Rasul-Nya lah yang memutuskan hukum tentang peristiwa yang menimpa kita. Kemudian Khaulah keluar menemui Rasulullah saw, lalu dia duduk di hadapan beliau dan menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya dengan suaminya. Keperluannya adalah untuk meminta fatwa dan berdialog dengan nabi tentang urusan tersebut. Rasulullah saw bersabda, Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan urusanmu tersebut , aku tidak melihat melainkan engkau sudah haram baginya. Wanita mukminah ini mengulangi perkatannya dan menjelaskan kepada Rasulullah saw apa yang menimpa dirinya dan anaknya jika dia harus cerai dengan suaminya, namun rasulullah saw tetap menjawab, Aku tidak melihat melainkan engkau telah haram baginya. Sesudah itu wanita mukminah ini senantiasa mengangkat kedua tangannya ke langit sedangkan di hatinya tersimpan kesedihan dan kesusahan. Pada kedua matanya nampak meneteskan air mata dan semacam ada penyesalan, maka beliau menghadap kepada Yang tiada akan rugi siapapun yang berdoa kepada-Nya. Beliau berdo a, Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu tentang peristiwa yang menimpa diriku. Alangkah bagusnya seorang wanita mukminah semacam Khaulah, beliau berdiri di hadapan Rasulullah saw dan berdialog untuk meminta fatwa, adapun istighatsah dan mengadu tidak ditujukan melainkan untuk Allah Ta`ala. Ini adalah bukti kejernihan iman dan tauhidnya yang telah dipelajari oleh para sahabat kepada Rasulullah saw. Tiada henti-hentinya wanita ini berdo`a sehingga suatu ketika Rasulullah saw pingsan sebagaimana biasanya beliau pingsan tatkala menerima wahyu.

Kemudian setelah Rasulullah saw sadar kembali, beliau bersabda, Wahai Khaulah, sungguh Allah telah menurunkan al-Qur`an tentang dirimu dan suamimu kemudian beliau membaca firman-Nya (artinya), Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan [halnya] kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat, sampai firman Allah: dan bagi orang-orang kafir ada siksaan yang pedih.(Al-Mujadalah:1-4) Kemudian Rasulullah saw menjelaskan kepada Khaulah tentang kafarat (tebusan) Zhihar: Nabi : Perintahkan kepadanya (suami Khansa`) untuk memerdekakan seorang budak Khaulah : Ya Rasulullah dia tidak memiliki seorang budak yang bisa dia merdekakan. Nabi : Jika demikian perintahkan kepadanya untuk shaum dua bulan berturut-turut Khaulah : Demi Allah dia adalah laki-laki yang tidak kuat melakukan shaum. Nabi : Perintahkan kepadanya memberi makan dari kurma sebanyak 60 orang miskin Khaulah : Demi Allah ya Rasulullah dia tidak memilikinya. Nabi : Aku bantu dengan separuhnya Khaulah : Aku bantu separuhnya yang lain wahai Rasulullah. Nabi : Engkau benar dan baik maka pergilah dan sedekahkanlah kurma itu sebagai kafarat baginya, kemudian bergaulah dengan anak pamanmu itu secara baik. Maka Khaulah pun melaksanakannya. Inilah kisah seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada pemimpin anak Adam a.s yang mengandung banyak pelajaran di dalamnya dan banyak hal yang menjadikan seorang wanita yang mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dengan bangga dan perasaan mulia dan besar perhatian Islam terhadapnya. Ummul mukminin Aisyah ra berkata tentang hal ini, Segala puji bagi Allah yang Maha luas pendengaran-Nya terhadap semua suara, telah datang seorang wanita yang mengajukan gugatan kepada Rasulullah saw, dia berbincang-bincang dengan Rasulullah saw sementara aku berada di samping rumah dan tidak mendengar apa yang dia katakan, maka kemudian Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat, Sesungguhnya Allah telah mendengar perkatan wanita yang memajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah , (Al-Mujadalah: 1) Inilah wanita mukminah yang dididik oleh Islam yang menghentikan Khalifah Umar bin Khaththab r.a saat berjalan untuk memberikan wejangan dan nasehat kepadanya. Beliau

berkata, Wahai Umar aku telah mengenalmu sejak namamu dahulu masih Umair (Umar kecil) tatkala engkau berada di pasar Ukazh engkau mengembala kambing dengan tongkatmu, kemudian berlalulah hari demi hari sehingga memiliki nama Amirul Mukminin, maka bertakwalah kepada Allah perihal rakyatmu, ketahuilah barangsiapa yang takut akan siksa Allah maka yang jauh akan menjadi dekat dengannya dan barangsiapa yang takut mati maka dia kan takut kehilangan dan barangsiapa yang yakin akan adanya hisab maka dia takut terhadap Adzab Allah. Beliau katakan hal itu sementara Umar Amirul Mukminin berdiri sambil menundukkan kepalanya dan mendengar perkataannya. Akan tetapi al-Jarud al-Abdi yang menyertai Umar bin Khaththab tidak tahan mengatakan kepada Khaulah, Engkau telah berbicara banyak kepada Amirul Mukminin wahai wanita.! Umar kemudian menegurnya, Biarkan dia ,tahukah kamu siapakah dia? Beliau adalah Khaulah yang Allah mendengarkan perkataannya dari langit yang ketujuh, maka Umar lebih berhak untuk mendengarkan perkataannya. Dalam riwayat lain Umar bin Khaththab berkata, Demi Allah seandainya beliau tidak menyudahi nasehatnya kepadaku hingga malam hari maka aku tidak akan menyudahinya sehingga beliau selesaikan apa yang dia kehendaki, kecuali jika telah datang waktu shalat maka aku akan mengerjakan shalat kemudian kembali mendengarkannya sehingga selesai keperluannya. *** Mahmud Mahdi al-Istanbuly dan Musthafa Abu an-Nash (SUMBER: buku Mengenal Shahabiah Nabi SAW., karya Mahmud Mahdi al-Istanbuly dan Musthafa Abu an-Nashar asy-Syalaby, h.242-246, penerbit AT-TIBYAN)

Yana ajach gelis 12:06 am pada 16 Juni 2012 Permalink Subhanallah

erva kurniawan 11:46 am pada 1 Mei 2012 Permalink | Balas

Detik detik Terakhir Rosulullah SAW Dari Ibnu Masud r.a., bahwasanya dia berkata: Ketika ajal Rasulullah saw sudah dekat,baginda mengumpulkan kami dirumah Siti Aisyah r.a. Kemudian baginda memandang kami sambil berlinang air matanya, lalu bersabda: Marhaban bikum, semoga Allah memanjangkan umur kamu semua, semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu,agar bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah sebagai pemberi peringatan untuk kamu.Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah. Allah berfirman: Kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat kami jadikan untuk orangorang yang tidak ingin menyombongkan dirinya dan membuat kerusakan di muka bumi.Dan kesudahan syurga itu bagi orang-orang yang bertakwa. Kemudian kami bertanya: Bilakah ajal baginda ya Rasulullah? Baginda menjawab: Ajalku telah hampir,dan akan pindah ke hadrat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila. Kami bertanya lagi: Siapakah yang akan memandikan baginda ya Rasulullah? Rasulullah menjawab: Salah seorang ahli bait. Kami bertanya: Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya Rasulullah? Baginda menjawab: Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah. Kami bertanya: Siapakah yang menyolatkan baginda di antara kami? Kami menangis dan Rasulullah saw pun turut menangis.

Kemudian baginda bersabda: Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letakanlah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku. Kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama menyolatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tentaranya. Kemudian masuklah anda dengan sebaik-baiknya.Dan hendaklah yang pertama solat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanitawanitanya, dan kemudian kamu semua. SEMAKIN PARAH Semenjak hari itu, Rasulullah saw bertambah parah sakit yang ditanggungnya selama 18 hari. Setiap hari,banyak yang mengunjungi baginda, sampailah datangnya hari Senin, disaat baginda menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sehari menjelang baginda wafat yaitu pada hari Ahad, penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, dia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam: Assalamualaikum ya Rasulullah? Kemudian dia berkata lagi: Assolah yarhamukallah. Fatimah menjawab: Rasulullah dalam keadaan sakit. Maka kembalilah Bilal ke dalam masjid. Ketika bumi terang disinari matahari siang, maka Bilal datang lagi ke tempat Rasulullah, lalu dia berkata seperti perkataan yang tadi. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan menyuruh dia masuk. Setelah Bilal bin Rabah masuk, Rasulullah saw bersabda: Saya sekarang berada dalam keadaan sakit. Wahai Bilal, kamu perintahkan saja agar Abu Bakar menjadi imam dalam solat. Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata: Aduhai, alangkah baiknya bila aku tidak dilahirkan ibuku? Kemudian dia memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam solat tersebut. Ketika Abu Bakar r.a. melihat ke tempat Rasulullah saw yang kosong, sebagai seorang lelaki yang lemah lembut, dia tidak dapat menahan perasaannya lagi, lalu dia menjerit dan akhirnya dia pingsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengar oleh Rasulullah saw. Baginda bertanya: Wahai Fatimah, suara apakah yang bising itu?

Siti Fatimah menjawab: Orang-orang menjadi bising dan bingung krn Rasulullah saw tidak bersama mereka. Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Talib dan Abbas r.a. Sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke masjid. Baginda solat dua rakaat. Setelah itu baginda melihat kepada orang ramai dan bersabda: Ya ma aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah. Sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua, setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah SWT karena aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini. MALAIKAT MAUT DATANG BERTAMU Pada hari esoknya yaitu pada hari Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya dia turun menemui Rasulullah saw dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah saw dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk. Tetapi jika Rasulullah saw tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan hendaklah dia kembali saja. Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Dia menyamar sebagai orang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah saw, Malaikat Maut itupun berkata: Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah! Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: Wahai Abdullah (hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit. Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: Assalamualaikum, bolehkah saya masuk? Akhirnya Rasulullah saw mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: Siapakah yang ada di muka pintu itu? Fatimah menjawab: Seorang lelaki memanggil baginda. Saya katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma. Rasulullah saw bersabda: Tahukah kamu siapakah dia? Fatimah menjawab: Tidak wahai baginda. Lalu Rasulullah saw menjelaskan: Wahai Fatimah, dia adalah pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jemaah dan yang meramaikan kubur.

Kemudian Rasulullah saw bersabda: Masuklah, wahai Malaikat Maut. Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: Assalamualaika ya Rasulullah. Rasulullah saw pun menjawab: Waalaikassalam ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku? Malaikat Maut menjawab: Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang. Rasulullah saw bertanya: Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril? Jawab Malaikat Maut: Saya tinggal dia di langit dunia. Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril a.s. datang lalu duduk di samping Rasulullah saw. Maka bersabdalah Rasulullah saw: Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat? Jibril menjawab: Ya, wahai kekasih Allah. KETIKA SAKARATUL MAUT: Seterusnya Rasulullah saw bersabda: Beritahu kepadaku wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? Jibril pun menjawab: Bahwasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikatmalaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu. Baginda saw bersabda: Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku? Jibril menjawab lagi: Bahwasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadaribidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu. Baginda saw bersabda lagi: Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku? Jibril menjawab: Aku memberikan berita gembira untuk tuan. Tuanlah yang pertamatama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti.

Kemudian Rasulullah saw bersabda: Segala puji dan syukur aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang kabar yang menggembirakan aku. Jibril a.s. bertanya: Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan? Rasulullah saw menjawab: Tentang kegelisahanku. Apakah yang akan diperoleh oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orangorang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku? Jibril menjawab: Saya membawa kabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu. Maka berkatalah Rasulullah saw: Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku. Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah saw Ali r.a. bertanya: Wahai Rasulullah saw, siapakah yang akan memandikan baginda dan siapakah yang akan mengafaninya? Rasulullah menjawab: Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga. Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah saw. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut. Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril a.s. memalingkan mukanya. Lalu Rasulullah saw bertanya: Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku? Jibril menjawab: Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut? Akhirnya roh yang mulia itupun meninggalkan jasad Rasulullah saw. KESEDIHAN SAHABAT Berkata Anas r.a.: Ketika aku lalu di depan pintu rumah Aisyah r.a., aku terdengar dia sedang menangis sambil mengatakan: Wahai orang-orang yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang-orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang-orang yang telah memilih tikar daripada singgahsana, wahai orang-orang yang jarang tidur diwaktu malam karena takut Neraka Sair.

Dikisahkan dari Said bin Ziyad dari Khalid bin Saad, bahwasanya Muaz bin Jabal r.a.telah berkata: Rasulullah saw telah mengutusku ke Negeri Yaman untuk memberikan pelajaran agama di sana. Maka tinggallah aku di sana selama 12 tahun. Pada satu malam aku bermimpi dikunjungi oleh seseorang. Kemudian orang itu berkata kepadaku: Apakah anda masih terlena tidur juga wahai Muaz, padahal Rasulullah saw telah berada di dalam tanah? Muaz terbangun dari tidur dengan rasa takut, lalu dia mengucapkan: Auzubillahi minasy syaitannir rajim. Lalu setelah itu dia mengerjakan solat. Pada malam selanjutnya, dia bermimpi seperti mimpi malam yang pertama. Muaz berkata: Kalau seperti ini, bukanlah dari syaitan. Kemudian dia memekik sekuatkuatnya, sehingga didengar sebagian penduduk Yaman. Pada keesokan harinya,orang ramai berkumpul lalu Muaz berkata kepada mereka: Malam tadi dan malam sebelumnya saya bermimpi yang sukar untuk difahami.Dahulu, bila Rasulullah saw bermimpi yang sukar difahami, baginda membuka Mushaf (alQuran). Maka berikanlah Mushaf kepadaku. Setelah Muaz menerima Mushaf,lalu dibukanya.Maka nampaklah firman Allah yang artinya: Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula. (Surah Az-Zumar: ayat 30) Maka menjeritlah Muaz, sehingga dia tidak sadarkan diri. Setelah dia sadar kembali, dia membuka Mushaf lagi dan dia nampak firman Allah yang berbunyi: Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka dia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada orang-orang yang bersyukur? (Surah Al-lmran: ayat 144) Maka Muaz pun menjerit lagi: Aduhai Abal-Qassim. Aduhai Muhammad. Kemudian dia keluar meninggalkan Negeri Yaman menuju ke Madinah. Ketika dia akan meninggalkan penduduk Yaman, dia berkata: Seandainya apa yang ku lihat ini benar, maka akan meranalah para janda, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan kita akan menjadi seperti biri-biri yang tidak ada pengembala. Kemudian dia berkata: Aduhai, sedihnya berpisah dengan Nabi Muhammad saw. Lalu dia pun pergi meninggalkan mereka. Di saat dia berada pada jarak lebih kurang tiga hari perjalanan dari Kota Madinah, tiba-tiba terdengar olehnya suara halus dari tengah-tengah lembah yang mengucapkan firman Allah yang artinya: Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.

Lalu Muaz mendekati sumber suara itu. Setelah berjumpa, Muaz bertanya kepada orang tersebut: Bagaimana khabar Rasulullah saw? Orang tersebut menjawab: Wahai Muaz, sesungguhnya Muhammad saw telah meninggal dunia. Mendengar ucapan itu, Muaz terjatuh dan tak sadarkan diri. Lalu orang itu menyadarkannya. Dia memanggil Muaz: Wahai Muaz, sadarlah dan bangunlah. Setelah Muaz sadar kembali, orang tersebut lalu menyerahkan sepucuk surat untuknya yang berasal dari Abu Bakar As-siddiq, dengan cop dari Rasulullah saw. Tatkala Muaz melihatnya, dia lalu mencium cop tersebut dan diletakkan di matanya. Kemudian dia menangis tersedu-sedu. Setelah puas dia menangis, dia pun melanjutkan perjalanannya menuju Kota Madinah. Muaz sampai di Kota Madinah pada waktu fajar menyingsing. Didengarnya Bilal sedang mengumandangkan azan Subuh. Bilal mengucapkan: Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah? Muaz menyambungnya: Wa Asyhadu Anna Muhammadur Rasulullah. Kemudian dia menangis dan akhirnya dia jatuh dan tak sadarkan diri lagi. Pada saat itu, di samping Bilal bin Rabah ada Salman Al-Farisy r.a. lalu dia berkata kepada Bilal: Wahai Bilal, sebutkanlah nama Muhammad dengan suara yang kuat dekatnya. Dia adalah Muaz yang sedang pingsan. Setelah Bilal selesai azan, dia mendekati Muaz, lalu dia berkata: Assalamualaika, angkatlah kepalamu wahai Muaz, aku telah mendengar dari Rasulullah saw, baginda bersabda: Sampaikanlah salamku kepada Muaz. Maka Muaz pun mengangkatkan kepalanya sambil menjerit dengan suara keras, sehingga orang-orang menyangka bahwa dia telah menghembuskan nafas yang terakhir. Kemudian dia berkata: Demi ayah dan ibuku, siapakah yang mengingatkan aku pada baginda, ketika baginda akan meninggalkan dunia yang fana ini, wahai Bilal? Marilah kita pergi ke rumah isteri baginda Siti Aisyah r.a. Setelah sampai di depan pintu rumah Siti Aisyah, Muaz mengucapkan: Assalamualaikum ya ahlil bait, wa rahmatullahi wa barakatuh. Yang keluar ketika itu adalah Raihanah, dia berkata: Aisyah sedang pergi ke rumah Siti Fatimah. Kemudian Muaz menuju ke rumah Siti Fatimah dan mengucapkan: Assalamualaikum ya ahlil bait.

Siti Fatimah menyambut salam tersebut, kemudian dia berkata: Rasulullah saw bersabda: Orang yang paling alim di antara kamu tentang perkara halal dan haram adalah Muaz bin Jabal. Dia adalah kekasih Rasulullah saw. Kemudian Fatimah berkata lagi: Masuklah wahai Muaz. Ketika Muaz melihat Siti Fatimah dan Aisyah r.a., dia terus pingsan dan tak sadarkan diri. Setelah dia sadar, Fatimah lalu berkata kepadanya: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Sampaikanlah salam saya kepada Muaz dan kabarkan kepadanya bahwasanya dia kelak dihari kiamat sebagai imam ulama. Kemudian Muaz bin Jabal keluar dari rumah Siti Fatimah menuju ke arah kubur Rasulullah saw. *** Dari Sahabat

erva kurniawan 11:32 am pada 29 April 2012 Permalink | Balas

Islamnya Abu Dzar

Abu Zar al-Ghifari merupakan seorang sahabat Nabi SAW yang terkenal dengan perbendaharaan ilmu pengetahuannya dan kesholehannya. Ali RA berkata mengenai Abu Zar RA : Abu Zar ialah penyimpan jenis-jenis ilmu pengetahuan yang tidak dapat diperoleh dari orang lain. Ketika dia mulai mendengar khabar tentang kerasulan Nabi SAW, dia telah mengutus saudara lelakinya menyelidiki lebih lanjut mengenai orang yang mengaku menerima berita dari langit. Setelah puas menyelidiki, saudaranya pun melaporkan kepada Abu Zar bahwa Nabi Muhammad SAW itu seorang yang sopan santun dan baik

budi pekertinya. Ayat-ayat yang dibacakan kepada manusia bukannya puisi dan bukan pula kata-kata ahli syair. Laporan yang disampaikan itu masih belum memuaskan hati Abu Zar. Dia sendiri keluar utk. mencari kenyataan. Setibanya di Makkah, dia terus ke Baitul Haram. Pada waktu itu dia tidak kenal Nabi SAW, dan Melihat keadaan pada waktu itu dia merasa takut hendak bertanya mengenai Nabi SAW. Ketika menjelang malam, dia dilihat oleh Ali RA. Oleh karena ia seorang musafir, Ali terpaksa membawa Abu Zar ke rumahnya dan melayani Abu Zar sebaik-baiknya sebagai tamu. Ali tidak bertanya apa pun dan Abu Zar tidak pula memberitahu Ali tentang maksud kedatangannya ke Makkah. Pada keesokkan harinya, Abu Zar pergi sekali lagi ke Baitul Haram untuk mengetahui siapa dia Muhammad. Sekali lagi Abu Zar gagal menemui Nabi karena pada waktu itu orang-orang Islam sedang diganggu hebat oleh orang-orang kafir musyrikin. Pada malam yang keduanya, Ali membawa Abu Zar kerumahnya. Pada malam itu Ali bertanya : Saudara, apakah sebabnya saudara datang ke kota ini? Sebelum menjawab Abu Zar meminta Ali berjanji untuk berkata benar. Kemudian dia pun bertanya kepada Ali tentang Nabi SAW. Ali berkata: Sesungguhnya dialah pesuruh Allah. Esok engkau ikut aku dan aku akan membawamu menemuinya. Tetapi awas, bencana yang buruk akan menimpa kamu kalau hubungan kita diketahui orang. Ketika berjalan esok, kalau aku dapati bahaya mengancam kita, aku akan berpisah agak jauh sedikit dari kamu dan berpura-pura membetulkan sepatuku Tetapi engkau terus berjalan supaya orang tidak Curiga hubungan kita. Pada keesokkan harinya, Ali pun membawa Abu Zar bertemu dgn. Nabi SAW. Tanpa banyak tanya jawab, dia telah memeluk agama Islam. Karena takut dia diapa-apakan oleh musuh, Nabi SAW menasehatkan supaya cepat-cepat balik dan jangan mengabarkanpengislamannya di khalayak ramai. Tetapi Abu Zar menjawab dengan berani Ya Rasullulah, aku bersumpah dengan nama Allah yang jiwaku di dalam tanganNya, bahwa aku akan mengucap dua kalimah syahadah di hadapan kafir-kafir musyrikin itu. Janjinya kepada Rasulullah SAW ditepatinya. Selepas ia meninggalkan baginda, dia mengarah langkah kakinya ke Baitul Haram di mana dihadapan kaum musyrikin dan dengan suara lantang dia telah mengucapkan dua kalimah syahadah. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu pesuruh Allah. Tatkala mendengar ucapan Abu Zar itu, orang-orang kafir pun menyerbunya lalu memukulnya. Kalau tidak karena Abbas (Paman Nabi yang ketika itu belum Islam) tentulah Abu Zar menemui ajalnya disitu. Kata Abbas kepada orang-orang kafir musyrikin yang menyerang Abu zar:

Tahukah kamu siapa orang ini? Dia adalah turunan Al Ghifar. Khafilah-khafilah kita yang pulang pergi ke Syam terpaksa melalui perkampungan mereka. Kalaulah ia dibunuh, sudah tentu mereka menghalangi perniagaan kita dengan Syam. Pada hari berikutnya, Abu Zar sekali lagi mengucapkan dua kalimah syahadah dihadapan orang-orang kafir Quraisy dan pada kali ini juga ia telah diselamatkan oleh Abbas. Kegairahan Abu Zar mengucapkan dua kalimah syahadah di hadapan kafir Quraisy sungguh-sungguh luar biasa jika dikaji dalam konteks larangan Nabi SAW kepadanya. Apakah dia bisa dituduh telah mengingkari perintah Nabi? Jawabannya-TIDAK. Dia tahu bahwa Nabi SAW sedang mengalami penderitaan yang berbentuk gangguan dalam usahanya ke arah menyebarkan agama Islam. Dia hanya hendak menunjukkan keislaman. Nabi SAW walaupun ia mengetahui, dengan berbuat demikian dia melibatkan dirinya dalam bahaya. Semangat keislamannya yang beginilah yang telah menjadikan para sahabat mencapai puncak keimanan dalam alam lahiriyah serta batiniyah. Keberanian Abu Zar ini selayaknya menjadi contoh kepada umat Islam dewasa ini dalam rangka usaha mereka menjalankan dakwah Islamiyah. Kekejaman, penganiyaan serta penindasan tidak semestinya bisa melemahkan semangat mereka yang telah mengucapkan dua kalimah syahadah. *** Dari Sahabat

erva kurniawan 11:21 am pada 24 April 2012 Permalink | Balas

Akal dan Nafsu Dalam sebuah kitab karangan Ustman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syaakir Alkhaubawiyi, seorang ulama yang hidup dalam abad ke XIII Hijrah, menerangkan bahwa sesungguhnya Allah S.W.T telah menciptakan akal, maka Allah S.W.T telah berfirman yang bermaksud : Wahai akal menghadaplah engkau. Maka akal pun menghadap Allah S.W.T., kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : Wahai akal berbaliklah engkau!, lalu akal pun berbalik. Kemudian Allah S.W.T. berfirman lagi yang bermaksud : Wahai akal! Siapakah aku?. Lalu akal pun berkata, Engkau adalah Tuhan yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu yang daif dan lemah. Lalu Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : Wahai akal tidak Ku-ciptakan makhluk yang lebih mulia daripada engkau. Setelah itu Allah S.W.T menciptakan nafsu, dan berfirman kepadanya yang bermaksud : Wahai nafsu, menghadaplah kamu!. Nafsu tidak menjawab sebaliknya mendiamkan diri. Kemudian Allah S.W.T berfirman lagi yang bermaksud : Siapakah engkau dan siapakah Aku?. Lalu nafsu berkata, Aku adalah aku, dan Engkau adalah Engkau. Setelah itu Allah S.W.T menyiksanya di neraka jahim selama 100 tahun, dan kemudian mengeluarkannya. Kemudian Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : Siapakah engkau dan siapakah Aku?. Lalu nafsu berkata, Aku adalah aku dan Engkau adalah Engkau. Lalu Allah S.W.T menyiksa nafsu itu dalam neraka Juu selama 100 tahun. Setelah dikeluarkan maka Allah S.W.T berfirman yang bermaksud : Siapakah engkau dan siapakah Aku?. Akhirnya nafsu mengakui dengan berkata, Aku adalah hamba-Mu dan Kamu adalah Tuhanku.

Dalam kitab tersebut juga diterangkan bahwa dengan sebab itulah maka Allah S.W.T mewajibkan puasa. Dalam kisah ini dapatlah kita mengetahui bahwa nafsu itu adalah sangat jahat oleh karena itu hendaklah kita mengendalikan nafsu itu, jangan biarkan nafsu itu mengendalikan kita, sebab kalau dia yang mengendalikan kita maka kita akan menjadi musnah. INNAN NAFSA LAAMMAROTUM BISSU Sesungguhnya nafsu itu membawa kita kepada kejelekan *** Dari Sahabat

Bambang Sucipto.Drs (@t212kyb) 3:04 pm pada 25 April 2012 Permalink Subhanallah212x

achmad usman 9:07 am pada 29 April 2012 Permalink bila nafsu di arahkan kepada jalan yg benar maka akan baik hasilnya dan dapat pahala. memang nafsu konotasinya adalah buruk dan nista, dan itu nafsu seitan yg merusak dan mengganggu manusia dgn berbagai cara agar manusia berbuat dosa dan menjauhi kebaikan,. bila IMAN kuat, maka nafsu seitan jadi lemah dan hilang, begitu juga sebaliknya, .. bahagialah hamba Allah yg dapat mencegah nafsunya dan bertambah imannya..amin..3X

wahono 9:08 pm pada 20 Juni 2012 Permalink saya setuju dgn opini mas achmad usman.. subhanaLLah. Ya aLLah

Vendhi 7:27 am pada 24 Juni 2012 Permalink perang yang paling berat adalah perang melawan hawa napsu.

Moh Ronye Al-muridun 11:32 pm pada 6 Juli 2012 Permalink Nafsu adalah nimat..yg memerlukan pertanggung jawaban atas nimat yg dirasakan yg di sadari oleh akal. ;-)

erva kurniawan 11:07 am pada 22 April 2012 Permalink | Balas

Abu Hurairah r.a. Akrab dengan Kelaparan Tokoh kita ini biasa berpuasa sunah tiga hari setiap awal bulan Qamariah (bulan Arab dalam penanggalan Hijri), mengisi malam harinya dengan membaca Al-Quran dan salat tahajud. Akrab dengan kemiskinan, dia sering mengikatkan batu ke perutnya, guna menahan lapar. Dalam sejarah ia dikenal paling banyak meriwayatkan hadis. Dialah Bapak Kucing Kecil (Abu Hurairah), begitu orang mengenalnya. Aku sudah dengar pergunjingan kalian. Kata kalian, Abu Hurairah terlalu banyak meriwayatkan hadis Nabi. Padahal, para sahabat muhajirin dan anshar sendiri tak ada yang meriwayatkan hadis Nabi sebanyak yang dituturkan Abu Hurairah. Ketahuilah, saudara-saudaraku dari kaum muhajirin disibukkan dengan perniagaan mereka di pasar. Sementara saudara-saudaraku dari anshar disibukkan dengan kegiatan pertanian mereka. Dan aku seorang papa, termasuk golongan kaum miskin shuffah (yang tinggal di

pondokan masjid). Aku tinggal dekat Nabi untuk mengisi perutku. Aku hadir (di samping Nabi) ketika mereka tidak ada, dan aku selalu mengingat-ingat ketika mereka melupakan. Abu Hurairah adalah sahabat yang sangat dekat dengan Nabi. Ia dikenal sebagai salah seorang ahli shuffah, yaitu orang-orang papa yang tinggal di pondokan masjid (pondokan ini juga diperuntukkan buat para musafir yang kemalaman). Begitu dekatnya dengan Nabi, sehingga beliau selalu memanggil Abu Hurairah untuk mengumpulkan ahli shuffah, jika ada makanan yang hendak dibagikan. Karena kedekatannya itu, Nabi pernah mempercayainya menjaga gudang penyimpan hasil zakat. Suatu malam seseorang mengendap-endap hendak mencuri, tertangkap basah oleh Abu Hurairah. Orang itu sudah hendak dibawa ke Rasulullah. Ampun tuan, kasihani saya, pencuri itu memelas. Saya mencuri ini untuk menghidupi keluarga saya yang kelaparan. Abu Hurairah tersentuh hatinya, maka dilepasnya pencuri itu. Baik, tapi jangan kamu ulangi perbuatanmu ini. Esoknya hal ini dilaporkan kepada Nabi. Nabi tersenyum. Lihat saja, nanti malam pasti ia kembali. Benar pula, malam harinya pencuri itu datang lagi. Nah, sekarang kamu tidak akan kulepas lagi. Sekali lagi, orang itu memelas, hingga Abu Hurairah tersentuh hatinya. Tapi, ketika hal itu dilaporkan kepada Nabi, kembali beliau mengatakan hal yang sama. Lihat saja, orang itu akan kembali nanti malam. Ternyata pencuri sialan itu benar-benar kembali. Apa pun yang kamu katakan, jangan harap kamu bisa bebas. Sudah dua kali kulepas, kamu tak kapok-kapok juga. Eh, pencuri itu malah menggurui. Abu Hurairah, sebelum kamu tidur, bacalah ayat kursi agar setan tidak menyatroni kamu. Merasa mendapat pelajaran berharga, Abu Hurairah terharu. Ah, ternyata orang baikbaik, pikirnya. Apa yang dikatakan orang itu memang benar, sabda Nabi ketika dilapori pagi harinya. Tapi orang itu bukan orang baik-baik. Dia adalah setan. Dia katakan itu supaya dia kamu bebaskan. Mengikatkan Batu ke Perut. Abu Hurairah adalah salah seorang tokoh kaum fakir miskin. Abu Hurairah sering lapar ketimbang kenyang. Ia sosok yang teguh berpegang pada sunah Nabi. Ia kerap menasihati orang agar jangan larut dengan kehidupan dunia dan hawa nafsu. Ia tak membedakan antara kaum kaya dan kaum miskin, petinggi negeri atau rakyat jelata dalam

menyampaikan kebenaran. Ia pun selalu bersyukur kepada Allah dalam keadaan susah dan senang. Orang yang nama lengkapnya Abdur Rahman (versi lain: Abdu Syams) ibn Shakhr AdDausi ini adalah sosok humoris. Banyak anekdot yang berasal darinya. Ia pun suka menghibur anak-anak kecil. Ia pecinta kucing kecil. Ke mana-mana dibawanya binatang ini, sehingga julukan Abu Hurairah (bapak kucing kecil) pun melekat padanya. Dibanding Nabi, umurnya lebih muda sekitar 30 tahun. Dia lahir di Daus, sebuah desa miskin di padang pasir Yaman. Hidup di tengah kabilah Azad, ia sudah yatim sejak kecil, yang membantu ibunya menjadi penggembala kambing. Dia masuk Islam tak lama setelah pindah ke Madinah pada tahun ketujuh hijriah, bersamaan dengan rencana keberangkatan Nabi ke Perang Khaibar. Tapi ibundanya belum mau masuk Islam. Malah sang ibu pernah menghina Nabi. Ini membuatnya sedih. Untuk itu, ia memohon Nabi berdoa agar ibunya masuk Islam. Kemudian Abu Hurairah kembali menemui ibunya, mengajaknya masuk Islam. Ternyata sang ibu telah berubah, bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat. Buruh Kasar. Akan halnya kepindahannya ke Madinah adalah untuk mengadu nasib. Di sana ia bekerja serabutan, menjadi buruh kasar bagi siapa pun yang membutuhkan tenaganya. Acap kali dia harus mengikatkan batu ke perutnya, guna menahan lapar yang amat sangat. Menurut shahibul hikayat, ia pernah kedapatan berbaring di dekat mimbar masjid. Garagara perbuatan aneh itu, orang mengiranya agak kurang waras. Mendengar kasak-kusuk di kalangan sahabat ini, Nabi segera menemui Abu Hurairah. Abu Hurairah bilang, ia tidak gila, hanya ia lapar. Nabi pun segera memberinya makanan. Suatu kali, dengan masih mengikatkan batu ke perutnya, dia duduk di pinggir jalan, tempat orang biasanya berlalu lalang. Dilihatnya Abu Bakr melintas. Lalu dia minta dibacakan satu ayat Al-Quran. Aku bertanya begitu supaya dia mengajakku ikut, memberiku pekerjaan, tutur Abu Hurairah. Tapi Abu Bakr cuma membacakan ayat, lantas berlalu. Dilihatnya Umar ibn Khattab. Tolong ajari aku ayat Al-Quran, kata Abu Hurairah. Kembali ia harus menelan ludah kekecewaan karena Umar berbuat hal yang sama. Tak lama kemudian Nabi lewat. Nabi tersenyum. Beliau tahu apa isi hati saya. Beliau bisa membaca raut muka saya secara tepat, tutur Abu Hurairah. Ya Aba Hurairah! panggil Nabi. Labbaik, ya Rasulullah!

Ikutlah aku! Beliau mengajak Abu Hurairah ke rumahnya. Di dalam rumah didapati sebaskom susu. Dari mana susu ini? tanya Rasulullah. Beliau diberi tahu bahwa seseorang telah memberikan susu itu. Ya Aba Hurairah! Labbaik, Ya Rasulullah! Tolong panggilkan ahli shuffah, kata Nabi. Susu tadi lalu dibagikan kepada ahli shuffah, termasuk Abu Hurairah. Sejak itulah, Abu Hurairah mengabdi kepada Rasulullah, bergabung dengan ahli shuffah di pondokan masjid. Sepulang dari Perang Khaibar, Nabi melakukan perluasan terhadap Masjid Nabawi, yaitu ke arah barat dengan menambah tiga pilar lagi. Abu Hurairah terlibat pula dalam renovasi ini. Ketika dilihatnya Nabi turut mengangkat batu, ia meminta agar beliau menyerahkan batu itu kepadanya. Nabi menolak seraya bersabda, Tiada kehidupan sebenarnya, melainkan kehidupan akhirat. Abu Hurairah sangat mencintai Nabi. Sampai-sampai dia memilih dipukul Nabi karena melakukan kekeliruan ketimbang mendapatkan makanan yang enak. Karena Nabi menjanjikan akan memberi syafaat kepada orang yang pernah merasa disakitinya secara sengaja atau tidak, katanya. Begitu cintanya kepada Rasulullah sehingga siapa pun yang dicintai Nabi, ia ikut mencintainya. Misalnya, ia suka mencium Hasan dan Husain, karena melihat Rasulullah mencium kedua cucunya itu. Ada cerita menarik menyangkut kehidupan Abu Hurairah dan masyarakat Islam zaman itu. Meski Abu Hurairah seorang papa, boleh dibilang tuna wisma, salah seorang majikannya yang lumayan kaya menikahkan putrinya, Bisrah binti Gazwan, dengan lelaki itu. Ini menunjukkan betapa Islam telah mengubah persepsi orang dari membedakan kelas kepada persamaan. Abu Hurairah dipandang mulia karena kealiman dan kesalihannya. Perilaku islami telah memuliakannya, lebih dari kemuliaan pada masa jahiliah yang memandang kebangsawanan dan kekayaan sebagai ukuran kemuliaan. Sejak menikah, Abu Hurairah membagi malamnya atas tiga bagian: untuk membaca AlQuran, untuk tidur dan keluarga, dan untuk mengulang-ulang hadis. Ia dan keluarganya meskipun kemudian menjadi orang berada tetap hidup sederhana. Ia suka bersedekah, menjamu tamu, bahkan menyedekahkan rumahnya di Madinah untuk pembantupembantunya. Tugas penting pernah diembannya dari Rasulullah. Yaitu ketika ia bersama Al-Ala ibn Abdillah Al-Hadrami diutus berdakwah ke Bahrain. Belakangan, ia juga bersama

Quddamah diutus menarik jizyah (pajak) ke Bahrain, sambil membawa surat ke Amir AlMunzir ibn Sawa At-Tamimi. Menolak Jabatan. Mungkin karena itu, ketika Umar menjadi amirul mukminin, Abu Hurairah diangkat menjadi gubernur Bahrain. Tapi pada 23 Hijri Umar memecatnya gara-gara sang gubernur kedapatan menyimpan banyak uang (menurut satu versi, sampai 10.000 dinar). Dalam proses pengusutan, ia mengemukakan upaya pembuktian terbalik, bahwa harta itu diperolehnya dari beternak kuda dan pemberian orang. Khalifah menerima penjelasan itu dan memaafkannya. Lalu ia diminta menduduki jabatan gubernur lagi, tapi ia menolak. Penolakan itu diiringi lima alasan. Aku takut berkata tanpa pengetahuan; aku takut memutuskan perkara bertentangan dengan hukum (agama); aku ogah dicambuk; aku tak mau harta benda hasil jerih payahku disita; dan aku takut nama baikku tercemar, kilahnya. Ia memilih tinggal di Madinah, menjadi warga biasa yang memperlihatkan kesetiaan kepada Umar, dan para pemimpin sesudahnya. Tatkala kediaman Amirul Mukminin Ustman ibn Affan dikepung pemberontak, dalam peristiwa yang dikenal sebagai al-fitnatul kubra (bencana besar), Abu Hurairah bersama 700 orang Muhajirin dan Anshar tampil mengawal rumah tersebut. Meski dalam posisi siap tempur, Khalifah melarang pengikut setianya itu memerangi kaum pemberontak. Pada masa Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah ditawari menjadi gubernur di Madinah. Ia menolak. Ketika terjadi pertemuan antara Khalifah Ali dan lawannya, Muawiyah ibn Abi Sufyan, ia bersikap netral dan menghindari fitnah. Sampai kemudian Muawiyah berkuasa, Abu Hurairah bersedia menjadi gubernur di Madinah. Tapi versi lain mengatakan, Marwan ibn Hakamlah yang menunjuk Abu Hurairah sebagai pembantunya di kantor gebernuran Madinah. Di Kota Penuh Cahaya (AlMadinatul Munawwarah) ini pula ia mengembuskan nafas terakhir pada 57 atau 58 H. (676-678 M.) dalam usia 78 tahun. Meninggalkan warisan yang sangat berharga, yakni hadis-hadis Nabi, bak butiran-butiran ratna mutu manikam, yang jumlahnya 5.374 hadis. *** Dari Sahabat

erva kurniawan 11:23 am pada 12 April 2012 Permalink | Balas

Istri Solehah Satu hari saya bertemu dengan seorang sahabat saya yang bernama Wardah. Dalam pertemuan itu, dia bertanya kepada saya, Ain, apa tandanya isteri solehah? Saya menjawab, Wardah, kau tentunya lebih arif daripadaku untuk menjawabnya? Sebenarnya saya tahu tujuan pertanyaan Wardah bukanlah untuk menanti jawaban saya, sebaliknya untuk saling memperingatkan diri agar berhati-hati dan teliti dalam menyempurnakan tanggungjawab yang berat ini. Saya ingin menyingkap kembali sejarah Nabi Ibrahim sewaktu baginda menziarahi menantunya. Pada waktu itu, puteranya, Nabi Ismail tidak di rumah sedangkan isterinya belum pernah bertemu bapak mertuanya, yaitu Nabi Ibrahim. Setelah sampai di rumah anaknya itu,terjadilah dialog antara Nabi Ibrahim dan menantunya. Nabi Ibrahim : Siapakah kamu? Menantu : Aku isteri Ismail. Nabi Ibrahim : Di manakah suamimu, Ismail? Menantu : Dia pergi berburu. Nabi Ibrahim : Bagaimanakah keadaan hidupmu sekeluarga? Menantu : Oh, kami semua dalam kesempitan dan (mengeluh) tidak pernah senang dan santai. Nabi Ibrahim : Baiklah! Jika suamimu pulang, sampaikan salamku padanya. Katakan padanya, tukar tiang pintu rumahnya (sebagai kiasan supaya menceraikan istrinya). Menantu : Ya, baiklah.

Setelah Nabi Ismail pulang dari berburu,isterinya terus menceritakan tentang orang tua yang telah singgah di rumah mereka. Nabi Ismail : Apakah ada yang ditanya oleh orang tua itu? Isteri : Dia bertanya tentang keadaan hidup kita. Nabi Ismail : Apa jawabanmu? Isteri : Aku ceritakan kita ini orang yang susah. Hidup kita ini selalu dalam kesempitan, tidak pernah senang. Nabi Ismail : Adakah dia berpesan apa-apa? Isteri : Ya ada. Dia berpesan supaya aku menyampaikan salam kepadamu serta meminta kamu menukar tiang pintu rumahmu. Nabi Ismail : Sebenarnya dia itu ayahku. Dia menyuruh kita berpisah. Sekarang kembalilah kau kepada keluargamu. Ismail pun menceraikan isterinya yang suka menggerutu, tidak bertimbang rasa serta tidak bersyukur kepada takdir Allah SWT. Sanggup pula menceritakan rahasia rumah tangga kepada orang luar. Tidak lama sesudah itu, Nabi Ismail kawin lagi. Setelah sekian lama, Nabi Ibrahim datang lagi ke Makkah dengan tujuan menziarahi anak dan menantunya. Terjadi lagi pertemuan antara mertua dan menantu yang saling tidak mengenali. Nabi Ibrahim : Dimana suamimu? Menantu : Dia tidak dirumah. Dia sedang berburu. Nabi Ibrahim : Bagaimana keadaan hidupmu sekeluarga? Mudah-mudahan dalam kesenangan? Menantu : Syukurlah kepada Tuhan, kami semua dalam keadaan sejahtera,tiada kekurangan. Nabi Ibrahim : Baguslah kalau begitu. Menantu : Silakan duduk sebentar.Boleh saya hidangkan sedikit makanan. Nabi Ibrahim : Apa pula yang ingin kamu hidangkan? Menantu : Ada sedikit daging, tunggulah saya sediakan minuman dahulu.

Nabi Ibrahim : (Berdoa) Ya Allah! Ya Tuhanku!Berkatilah mereka dalam makan minum mereka. (Berdasarkan peristiwa ini,Rasulullah beranggapan keadaan mewah negeri Makkah adalah berkat doa Nabi Ibrahim). Nabi Ibrahim : Baiklah, nanti apabila suamimu pulang,sampai- kan salamku kepadanya. Suruhlah dia menetapkan tiang pintu rumahnya (sebagai kiasan untuk melanggengkan isteri Nabi Ismail). Setelah Nabi Ismail pulang dari berburu, seperti biasa dia bertanya sekiranya siapa yang datang mencarinya. Nabi Ismail : Ada sesiapa yg datang sewaktu aku tidak di rumah? Isteri : Ya, ada. Seorang tua yang baik rupanya dan perwatakannya sepertimu. Nabi Ismail : Apa katanya? Isteri : Dia bertanya tentang keadaan hidup kita. Nabi Ismail : Apa jawabanmu? Isteri : Aku nyatakan kepadanya hidup kita dalam keadaan baik,tidak kekurangan apapun , Aku ajak juga dia makan dan minum. Nabi Ismail : Adakah dia berpesan apa-apa? Isteri : Ada, dia berkirim salam buatmu dan menyuruh kamu melanggengkan tiang pintu rumahmu. Nabi Ismail : Oh, begitu. Sebenarnya dialah ayahku.Tiang pintu yang dimaksudkannya itu ialah dirimu yang dimintanya untuk aku langgengkan. Isteri : Alhamdulillah, syukur. Bagaimana pandangan pembaca tentang petikan sejarah ini? Saya rasa sejarah ini sungguh menyentuh jiwa. Anda juga tentu merasa dan mengalami sendiri ujian hidup berumahtangga yang senantiasa memerlukan kesabaran. Berpandukan sejarah tersebut, saya tegaskan kepada diri sendiri bahwa isteri solehah itu sepatutnya sabar di hati dan syukur pada wajah?. Dari sini akan terpancar ketenangan setiap kali suami berhadapan dengan isteri salehah. Isteri salehah tidak cerewet dan tidak mudah menggerutu. Isteri salehah hendaklah senantiasa bersyukur dalam keadaan senang maupun susah supaya Allah tambahkan lagi rahmat-Nya seperti firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku tambahkan nikmat-Ku kepadamu. Dan jika kamu mengingkari nikmat-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku amat pedih. (Surah Ibrahim, ayat 7)

Untuk menambahkan kegigihan kita berusaha menjadi isteri salehah, ingatlah hadis Rasulullah yang artinya: Sampaikanlah kepada sesiapa yang engkau temui dari kaum wanita,bahwasanya taat kepada suami serta mengakui haknya adalah menyamai pahala orang yang berjihad pada jalan Allah, tetapi sangat sedikit sekali golongan kamu yang dapat melakukan demikian. (Riwayat Al-Bazzar dan Ath-Thabrani) Begitulah, untuk menyiapkan diri sebagai isteri salehah, hati kita hendaklah senantiasa dipenuhi dengan kasih sayang rabbani. Contoh teladan yang sepatutnya jadi rujukan kita ialah sejarah kehidupan nabi serta orang saleh. *** Dari Sahabat

erva kurniawan 11:45 am pada 6 April 2012 Permalink | Balas

Pemuda Buruk Rupa Kisah ini terjadi pada zaman Nabi Daud. Nabi Daud adalah seorang nabi yang sangat menyayangi kaum muda, karena ia beranggapan bahwa pemudalah yang mampu merubah keadaan menjadi lebih baik. Nabi Daud mempunyai sebuah majelis, dan disanalah Ia mengajarkan risalah dan tuntunan wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Di majelis tersebut, sering datang seorang pemuda yang berwajah tak sedap dipandang mata. Pokoknya dilihat darimana saja, wajahnya tetap saja tak menyejukkan mata. Pemuda ini seringkali duduk berjamjam. Tak jarang ketika semua orang telah bubarpun ia masih merenung seorang diri. Tapi ada yang aneh dengan pemuda tersebut. Meski sering datang dan duduk lama, ia tak

pernah mengucapkan sepatah kata pun, baik untuk bertanya maupun untuk mengemukakan pendapatnya. Suatu hari, datang ke majelis tersebut malaikat Izrail sang pencabut nyawa. Ia memandang pemuda itu dengan tatapan mata yang tajam. Nabi Daud merasakan ada yang tak beres, kemudian nabi Daud bertanya. Aku diutus Allah untuk mencabut nyawanya minggu depan, kata Izrail sambil menunjuk pemuda sang pemuda. Kontan, setelah mendengar penjelasan tersebut nabi Daud pun jatuh iba pada sang pemuda. Kemudian dengan penuh kasih ia mendekati pemuda tersebut dan bertanya. Hai pemuda, sudahkah kau menikah? tanya nabi Daud pada sang pemuda. Belum, jawabnya jujur. Setelah mendengar pengakuan sang pemuda maka bertambah iba lah nabi Daud pada pemuda tersebut. Ditulisnya surat untuk seorang pemuka kaum Bani Israil dengan maksud meminang salah satu putrinya utk dinikahkan dengan pemuda tersebut. Nabi Daud meminta sang pemuda untuk mengantarkan suratnya, dan alhamdulillah, pinangan tersebut langsung diterima. Betapa gembiranya hati sang pemuda kala itu. Maka pernikahan pun dilangsungkan dengan semua biaya ditanggung nabi Daud. Setelah berbulan madu, sang pemuda yang kini telah beristri itu datang lagi ke majelis nabi Daud. Hai pemuda, bagaimana bulan madumu selama seminggu, sapa nabi Daud ketika melihat pemuda itu di dalam majelis. Aku belum pernah merasakan nikmat Allah yang sedahsyat itu, jawab sang pemuda. Nabi Daud teringat, bahwa hari itu telah dijanjikan malaikat Izrail untuk mencabut nyawa sang pemuda. Namun anehnya, malaikat Izrail tak nampak. Nabi Daud pun meminta kepada sang pemuda untuk datang ke majelisnya minggu depan. Tapi kejadian serupa terulang, Izrail tak menampakkan diri bahkan sampai delapan minggu. Pada suatu saat datanglah malaikat Izrail ke majelis nabi Daud. Pada saat yang bersamaan pemuda itupun hadir pula. Nabi Daud pun langsung menegur malaikat Izrail. Mengapa engkau tak menepati janjimu padahal beberapa minggu telah berlalu? tanya nabi Daud as. Wahai Daud Allah telah mengasihi pemuda itu karena kasih sayangmu padanya dan menyuruhnya menikah. Maka Allah memanjangkan umurnya sampai tiga puluh tahun lagi, Jelas Izrail. Subhanallah, Maha Suci Engkau Ya Allah..

*** Dari Sahabat

AryaDi Raya Jagad 2:16 am pada 8 April 2012 Permalink Subhanallah, ajib nih usianya tertunda krn sebab d kasihi kekasih Allah . . .

gorokkuragaji 11:51 pm pada 2 Juli 2012 Permalink Subhanalloh

erva kurniawan 11:05 am pada 5 April 2012 Permalink | Balas

Ketika Bumi Menjadi Sempit Pernahkah anda merasakan bumi yang kita diami ini menjadi sempit sehingga napas kita menjadi sesak? Jika belum, dengarlah kisah Kaab bin Malik lima belas abad yang lampau. Ketika Nabi yang mulia berangkat perang bersama para sahabat beliau dalam perang Tabuk, ada tiga orang sahabat yang enggan ikut dalam barisan pasukan Nabi, yaitu Kaab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabiah. Kaab bercerita, Ketika kudengar berita bahwa Nabi telah kembali dari Tabuk, terpikir dalam hatiku untuk berdusta. Aku berpikir bagaimana supaya selamat dari kemurkaan Nabi. Namun ketika Nabi sudah sampai di Madinah, aku berpikir bahwa aku tidak akan selamat sedikit pun.

Aku kemudian memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya mengapa aku tidak ikut berperang bersama beliau. Nabi datang di Madinah. Aku temui dia. Beliau tersenyum, senyum marah. Kemarilah, ujar Nabi. Aku duduk di dekat beliau. Nabi yang mulia bertanya, Apa yang menyebabkanmu tidak ikut berperang? Aku berkata, Ya Rasul Allah, jikalau aku menghadap penduduk dunia selain engkau, tentu aku sanggup menyelamatkan diri dari dari kemurkaan dengan mengajukan alasan. Tetapi, demi Allah, sekiranya aku berdusta kepada engkau agar engkau ridha, mungkin Allah segera membuatmu marah kepadaku. Demi Allah, aku tidak mempunyai alasan apapun. Demi Allah, waktu aku meninggalkan diri, aku berada dalam keadaan yang baik (dan mampu untuk berperang). Rasul bersabda, Orang ini berbicara benar. Pergilah, sampai Allah memberikan keputusan tentang kamu. Nabi kemudian mengisolir Kaab dan kedua temannya sampai datang putusan dari Allah. Nabi melarang kaum Muslim berbicara kepada mereka. Bahkan, isteri mereka pun kemudian dilarang mendekati mereka. Wajah umat Islam berubah kalau melihat Kaab. Mereka segera memalingkan wajahnya. Kaab bercerita, Aku shalat berjamah bersama kaum Muslimin. Aku berkeliling kota dan pasar. Tidak seorangpun menegurku. Aku datangi Rasul sesudah shalat. Aku ucapkan salam kepadanya. Aku ingin tahu apakah beliau menggerakkan bibirnya membalas salamku.Aku shalat didekatnya dan mencoba melirik kepadanya. Usai shalat beliau melihatku, tetapi segera memalingkan wajahnya ke arah lain. Aku tinggalkan Nabi. Aku berjalan dan berjalan, sampai ke rumah saudara sepupuku, Abu Qatadah. Kuucapkan salam, tetapi demi Allah ia tidak menjawab salamku. Aku berkata, Hai Abu Qatadah, tahukah engkau bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya? Aku ulangi beberapa kali. Abu Qatadah hanya diam. Aku ulangi lagi. Ia menjawab, Allah dan Rasul-Nya lebih tahu. Air mata menggelegak di pelupuk mataku. Aku beranjak dari rumahnya. Kejadian ini berlangsung lima puluh hari. Kaab dan kedua kawannya mengasingkan diri di sebuah bukit. Keluarganya mengantarkan makanan kepada mereka. Suatu hari Kaab berkata, Orang-orang dilarang berbicara kepada kita. Kita pun sepatutnya tidak saling berbicara. Setelah itu mereka tinggal berjauhan. Datang pula utusan dari Syam yang bermaksud merangkul Kaab dan kedua temannya agar membelot dari Islam dan bergabung dengan non-Muslim. Kaab berkata, Tawaran ini juga bagian dari cobaan. Kaab menampiknya dan tetap setia dalam Islam meski telah diisolir oleh umat Islam. Setiap hari Kaab dan kedua rekannya berdoa, beristighfar dan menangis. Setelah lima puluh hari, Allah menurunkan ayat: (Dan Allah juga mengampuni) tiga orang yang meninggalkan diri di belakang. Ketika bumi yang luas terbentang terasa sempit bagi mereka dan mereka rasakan napas mereka sesak. Mereka tahu bahwa tidak ada tempat berlindung kecuali Allah. Kemudian Allah mengasihi mereka agar mereka kembali kepada Tuhan. Sesungguhnya Allah Penerima Taubat dan Maha Penyayang (QS 9: 118) Kaab mendengar berita pengampunan ini setelah subuh. Ia memeluk pembawa berita. Ia rebahkan dirinya bersujud syukur. Segera ia temui Rasul. Rasul menyambutnya dengan senyum yang bersinar. Ketika melihat sambutan Nabi seperti itu (yang berbeda dengan

sebelumnya). Kaab tidak dapat menahan air matanya. Ia menciumi tangan dan kaki Rasul yang mulia. Karena ia mendapat ampunan itu berkat kejujurannya, ia berjanji bahwa sejak itu lidahnya tidak akan pernah mengucapkan kebohongan. (Tafsir al-Durr alMantsur 4:309-315; Jalaluddin Rakhmat, 1993: 77-80) Akankah kita meninggalkan perintah Allah sementara kita sehat wal afiat. Naudzubillahi min dzalik *** Dari Sahabat

Bambang Sucipto.Drs (@t212kyb) 7:01 pm pada 9 April 2012 Permalink Subhanallah212x

novan hendryansyah 12:01 am pada 3 Juli 2012 Permalink subhanalloh alohuakbar

novan hendryansyah 12:03 am pada 3 Juli 2012 Permalink subhanalloh allohuakbar

erva kurniawan 10:55 am pada 26 Maret 2012 Permalink | Balas

Kesederhanaan Dalam Kemakmuran

KESEDERHANAAN DALAM KEMAKMURAN Pada masa Rasulullah memimpin masyarakat Madinah, selaku orang besar ia justru paling melarat, walaupun warga Madinah hidup berkecukupan. Pada suatu hari, ketika Rasulullah mengimami Shalat Isya berjamaah, para sahabat yang jadi makmum dibuat cemas oleh keadaan nabi yang agaknya sedang sakit payah. Buktinya, setiap kali ia menggerakkan tubuh untuk rukuk, sujud dan sebagainya, selalu terdengar suara keletak-keletik, seakan-akan tulang-tulang Nabi longgar semuanya. Maka, sesudah salam, Umar bin Khatab bertanya,Ya, Rasullullah, apakah engkau sakit?. Tidak, Umar, aku sehat, jawab Nabi. Tapi mengapa tiap kali engkau menggerakkan badan dalam shalat, kami mendengar bunti tulang-tulangmu yang berkeretakan?. Mula-mula, Nabi tidak ingin membongkar rahasian. Namun, karena para sahabat tampaknya sangat was-was memperhatikan keadaannya, Nabi terpaksa membuka pakaiannya. Tampak oleh para sahabat, Nabi mengikat perutnya yang kempis dengan selembar kain yang didalamnya diiisi batu-batu kerikil untuk mengganjal perut untuk menahan rasa lapar. Batu-batu kerikil itulah yang berbunyi keletak-keletik sepanjang Nabi memimpin shalat berjamaah. Serta merta Umar pun memekik pedih, Ya, Rasulullah, apakah sudah sehina itu anggapanmu kepada kami? Apakah engkau mengira seandainya engkau mengatakan lapar, kami tidak bersedia memberimu makan yang paling lezat? Bukankah kami semuanya hidup dalam kemakmuran?. Nabi tersenyum ramah seraya menyahut, Tidak, Umar tidak. Aku tahu, kalian, para sahabatku, adalah orang-orang yang setia kepadaku. Apalagi sekedar makanan, harta ataupun nyawa akan kalian serahkan untukku sebagai rasa cintamu terhadapku, tetapi

dimana akan kuletakkan mukaku dihadapan pengadilan Allah kelak di Hari Pembalasan, apabila aku selaku pemimpin justru membikin berat dan menjadi beban orang-orang yang aku pimpin?. Para sahabat pun sadar akan peringatan yang terkandung dalam ucapan Nabi tersebut, sesuai dengan tindakannya yang senantiasa lebih mementingkan kesejahteraan umat daripada dirinya sendiri. Seorang tabib yang dikirim oleh penguasa Mesir, Muqauqis, sebagai tanda persahabatan, selama dua tahun di Madinah sama sekali menganggur. Menandakan betapa kesehatan penduduk Madinah betul-betul berada pada tingkatan yang tinggi. Sampai tabib itu bosan dan bertanya kepada Nabi, Apakah masyarakat Madinah takut kepada tabib? Nabi menjawab, Tidak. Terhadap musuh saja tidak takut, apalagi kepada tabib. Tapi mengapa selama dua tahun tinggal di Madinah, tidak ada seorang pun yang pernah berobat kepada saya? Karena penduduk Madinah tidak ada yang sakit, jawab Nabi. Tabib itu kurang percaya, Masak tidak ada seorang pun yang mengidap penyakit?. Silakan periksa ke segenap penjuru Madinah untuk membuktikan ucapanku,ujar Nabi. Maka tabib Mesir itu pun melakukan perjalanan kelililng Madinah guna mencari tahu apakah benar ucapan Nabi tersebut. Ternyata memang di seluruh Madinah ia tidak menjumpai orang yang sakit-sakitan. Akhirnya, ia berubah menjadi kagum dan bertanya kepada Nabi, Bagaimana resepnya sampai orang-orang Madinah sehat-sehat semuanya? Rasulullah menjawab, Kami adalah suatu kaum yang tidak akan makan kalau belum lapar. Jika kami makan, tidaklah sampai terlalu kenyang. Itulah resep untuk hidup sehat, yakni makan yang halal dan baik, dan makanlah untuk takwa, tidak sekedar memuaskan hawa nafsu. *** Sumber : 30 Kisah Teladan 1, KH. Abdurrahman Arroisi, PT.Remaja

Ahmad 11:01 am pada 12 April 2012 Permalink

kami adalah suatu kaum yang tidak makan kalu belum lapar hadits tsb riwayat siapa?

novan hendryansyah 12:16 am pada 3 Juli 2012 Permalink makanlah sebelum lapar, dan berhentilah sebelum kenyang

erva kurniawan 10:45 am pada 23 Maret 2012 Permalink | Balas

Aku Hanyalah Seorang Hamba Kalau ada pakaian yang robek, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memeras susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyinsing lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. Sayidatina Aisyah menceritakan Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga. Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali sesudah selesai sembahyang. Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda amat lapar waktu itu. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada karena Sayidatina Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, Belum ada sarapan ya Khumaira? (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina Aisyah yang berarti Wahai yang kemerah-merahan)

Aisyah menjawab dengan agak serba salah, Belum ada apa-apa wahai Rasulullah. Rasulullah lantas berkata, Jika begitu aku puasa saja hari ini. tanpa sedikit tergambar rasa kesal di wajahnya. Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami memukul isterinya. Rasulullah menegur, Mengapa engkau memukul isterimu? Lantas dijawab dengan agak gementar, Isteriku sangat keras kepala. Sudah diberi nasehat dia tetap bandel, jadi aku pukul dia. Aku tidak bertanya alasanmu, sahut Nabi s.a.w. Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu bagi anak-anakmu? Pernah baginda bersabda, sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik dan lemah lembut terhadap isterinya. Prihatin, sabar dan tawadhuknya baginda dalam menjadi kepala keluarga tidak menampakkan kedudukannya sebagai pemimpin umat. Pada suatu ketika baginda menjadi imam sholat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan baginda antara satu rukun ke satu rukun yang lain amat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi menggeretak seolah-olah sendi-sendi pada tubuh baginda yang mulia itu bergeser antara satu sama lain. Sayidina Umar yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah selesai bersembahyang, Ya Rasulullah, kami melihat seolah-olah baginda menanggung penderitaan yang amat berat, tuan sakitkah ya Rasulullah? Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat dan segar. Ya Rasulullah mengapa setiap kali tuan menggerakkan tubuh, kami mendengar seolah-olah sendi bergeser di tubuh tuan? Kami yakin engkau sedang sakit desak Umar penuh cemas. Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Perut baginda yang kempis, kelihatan dililiti sehelai kain yang berisi batu kerikil, buat menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi halus setiap kali bergerak tubuh baginda. Ya Rasulullah! Adakah bila tuan menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kami tidak akan mendapatkannya buat tuan? Lalu baginda menjawab dengan lembut, Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nati, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?

Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak. Baginda pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang penuh kudis, miskin dan kotor. Baginda hanya diam dan bersabar ketika kain ridanya ditarik dengan kasar oleh seorang Arab Baduwi hingga berbekas merah di lehernya. Dan dengan penuh rasa kehambaan baginda membasuh tempat yang dikencing si Baduwi di dalam masjid sebelum menegur dengan lembut perbuatan itu. Mengenang pribadi yang amat halus ini, timbul persoalan dalam diri kita adakah lagi bayangan pribadi baginda Rasulullah s.a.w. hari ini? Apakah rahasia yang menjadikan jiwa dan akhlak baginda begitu indah? Apakah yang menjadi rahasia kehalusan akhlaknya hingga sangat memikat dan menjadikan mereka begitu tinggi kecintaan padanya. Apakah kunci kehebatan peribadi baginda yang bukan saja sangat bahagia kehidupannya walaupun di dalam kesusahan dan penderitaan, bahkan mampu pula membahagiakan orang lain tatkala di dalam derita. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan yang sudah menyatu dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ketuanan. Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH tidak dijadikan sebab untuk merasa lebih dari yang lain, ketika di depan umum maupun dalam kesendirian. Ketika pintu Syurga telah terbuka seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih lagi berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah hingga pernah baginda terjatuh lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak. Fisiklnya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. ketika ditanya oleh Sayidatina Aisyah, Ya Rasulullah, bukankah engkau telah dijamin masuk Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini? Jawab baginda dengan lunak, Ya Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur. *** Dari Sahabat

Dedi Kurniadi 11:31 pm pada 23 Maret 2012 Permalink Syukran Atas Nasihat dan Tulisan indah ini,,mudah Allah mencintai anda dan merahmati Hidup anda saya sangat senang menerima dan membacanya..

indra 12:18 am pada 24 Maret 2012 Permalink luar biasa mas jd terinspirasi !!

bayu 5:27 am pada 26 Maret 2012 Permalink izin copas y! sebelumnya terima kasih!

Dinia 7:40 pm pada 18 April 2012 Permalink ijin copy ya^^ ceritanya baguusSyukran

erva kurniawan 10:34 am pada 22 Maret 2012 Permalink | Balas

Kisah Nabi Adam as Syurga yang serba nikmat Segala kesenangan ada di dalamnya. Semua tersedia apa saja yang diinginkan, tanpa bersusah payah memperolehnya. Sungguh suatu tempat yang amat indah dan permai, menjadi idaman setiap insan. Demikianlah menurut riwayat, tatkala Allah SWT. selesai mencipta alam semesta dan makhluk-makhluk lainnya, maka dicipta-Nya pula Adam alaihissalam sebagai manusia pertama. Hamba yang dimuliakan itu ditempatkan Allah SWT di dalam Syurga (Jannah). Adam a.s hidup sendirian dan sebatang kara, tanpa mempunyai seorang kawan pun. Ia berjalan ke kiri dan ke kanan, menghadap ke langit-langit yang tinggi, ke bumi terhampar jauh di seberang, maka tiadalah sesuatu yang dilihatnya dari mahkluk sejenisnya kecuali burung-burung yang berterbangan ke sana ke mari, sambil berkejar-kejaran di angkasa bebas, bernyanyi-nyanyi, bersiul-siul, seolah-olah memamerkan kemesraan. Adam a.s terpikat melihatnya, rindu berkeadaan demikian. Tetapi sungguh malang, siapalah gerangan kawan yang hendak diajak. Ia merasa kesepian, lama sudah. Ia tinggal di syurga bagai orang kebingungan, tiada pasangan yang akan dibujuk bermesraan sebagaimana burung-burung yang dilihatnya. Tiada pekerjaan sehari-hari kecuali bermalas-malasan begitu saja, bersantai beranginangin di dalam taman syurga yang indah permai, yang ditumbuhi oleh bermacam-macam bunga semerbak yang wangi, yang di bawahnya mengalir anak-anak sungai bercabangcabang, yang desiran airnya bagai mengandung pembangkit rindu. Adam kesepian Apa saja yg ada di dalam syurga semuanya nikmat! Tetapi apalah arti segalanya kalau hati selalu gelisah, resah di dalam kesepian seorang diri? Itulah satu-satunya kekurangan yang dirasakan Adam a.s di dalam syurga. Ia perlu akan sesuatu, iaitu kepada kawan sejenis yang akan mendampinginya di dalam kesenangan yang tak terhingga itu. Kadangkala kalau rindunya datang, turunlah ia ke bawah pohon-pohon rindang mencari

hiburan, mendengarkan burung-burung bernyanyi bersahut-sahutan, tetapi aduhai kasihanbukannya hati menjadi tenteram, malah menjadi lebih tertikam. Kalau angin bertiup sepoi-sepoi basah di mana daun-daunan bergerak lemah gemulai dan mendesirkan suara sayup-sayup, maka terkesanlah di hatinya keharuan yang begitu mendalam; dirasakannya sebagai derita batin yang dalam dibalik kenikmatan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Tetapi walaupun demikian, agaknya Adam a.s malu mengadukan halnya kepada Allah SWT. Namun, walaupun Adam a.s malu untuk mengadu, Allah Taala sendiri Maha Tahu serta Maha Melihat apa yang tersembunyi di kalbu hamba-Nya. Oleh karena itu Allah Taala ingin mengusir rasa kesepian Adam. Hawa diciptakan Tatkala Adam a.s sudah berada di puncak kerinduan dan keinginan untuk mendapatkan kawan, sedang ia lagi duduk termenung di atas tempat duduk yang berlapiskan tilam permadani serba mewah, maka tiba-tiba ngantukpun datang menawannya serta langsung membawanya hanyut ke alam tidur. Adam a.s tertidur nyenyak, tak sadar kepada sesuatu yang ada di sekitarnya. Dalam saatsaat yang demikian itulah Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s untuk mencabut tulang rusuk Adam a.s dari lambung sebelah kiri. Bagai orang yang sedang terbius, Adam a.s tidak merasakan apa-apa ketika tulang rusuknya dicabut oleh malaikat Jibril a.s. Dan oleh kudrat kuasa Ilahi yang manakala menghendaki terjadinya sesuatu cukup berkata Kun! maka terciptalah Hawa dari tulang rusuk Adam a.s, sebagai insan kedua penghuni syurga dan sebagai pelengkap kurnia yang dianugerahkan kepada Adam a.s yang mendambakan seorang kawan tempat ia bisa bermesraan dan bersenda gurau. Pertemuan Adam dan Hawa Hawa duduk bersandar pada bantal lembut di atas tempat duduk megah yang bertatahkan emas dan permata-permata bermutu manikam, sambil terpesona memperhatikan kecerahan wajah dari seorang lelaki yang sedang terbaring, tak jauh di depannya. Butir-butir fikiran yang menggelombang di dalam sanubari Hawa seolah-olah merupakan arus-arus tenaga listrik yang datang mengetuk kalbu Adam a.s, yang langsung menerimanya sebagai mimpi yang berkesan di dalam gambaran jiwanya seketika itu. Adam terjaga.! Alangkah terkejutnya ia ketika dilihatnya ada makhluk manusia seperti dirinya hanya beberapa langkah di hadapannya. Ia seolah tak percaya pada penglihatannya. Ia masih terbaring mengusap matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya.

Hawa yang diciptakan lengkap dengan perasaan malu, segera memutar badannya sekedar untuk menyembunyikan bukit-bukit di dadanya, seraya mengirimkan senyum manis bercampur manja, diiringi pandangan melirik dari sudut mata yang memberikan sinar harapan bagi hati yang melihatnya. Memang dijadikan Hawa dengan bentuk dan paras rupa yang sempurna. Ia dihiasi dengan kecantikan, kemanisan, keindahan, kejelitaan, kehalusan, kelemah-lembutan, kasihsayang, kesucian, keibuan dan segala sifat-sifat keperibadian yang terpuji di samping bentuk tubuhnya yang mempesona serta memikat hati setiap yang memandangnya. Ia adalah wanita tercantik yang menghiasai syurga, yang kecantikannya itu akan diwariskan turun temurun di hari kemudian, dan daripadanyalah maka ada kecantikan yang diwariskan kepada wanita-wanita yang datang dibelakangnya. Adam a.s pun tak kurang gagah dan gantengnya. Tidak dijumpai cacat pada dirinya karena ia adalah satu-satunya makhluk insan yang dicipta oleh Allah SWT secara langsung tanpa perantaraan. Semua ketampanan yang diperuntukkan bagi lelaki terkumpul padanya. Ketampanan itu pulalah yang diwariskan turun temurun kepada orang-orang di belakangnya sebagai anugerah Allah SWT kepada makhluk-Nya yang bergelar manusia. Bahkan diriwayatkan bahwa kelak semua penduduk syurga akan dibangkitkan dengan pantulan dari cahaya rupa Adam a.s. Adam a.s bangkit dari pembaringannya, memperbaiki duduknya. Ia membuka matanya, memperhatikan dengan pandangan tajam. Ia sadar bahwa orang asing di depannya itu bukanlah bayangan selintas pandang, namun benar-benar suatu kenyataan dari wujud insani yang mempunyai bentuk fisik seperti dirinya. Ia yakin ia tidak salah pandang. Ia tahu itu manusia seperti dirinya, yang hanya berbeda kelaminnya saja. Ia serta merta dapat membuat kesimpulan bahwa makhluk di depannya adalah perempuan. Ia sadar bahwa itulah jenis yang dirindukannya. Hatinya gembira, bersyukur, bertahmid memuji Zat Maha Pencipta. Ia tertawa kepada gadis jelita itu, yang menyambutnya tersipu-sipu seraya menundukkan kepalanya dengan pandangan tak langsung, pandangan yang menyingkap apa yang terselip di kalbunya. Adam terpikat Adam terpikat pada wajah Hawa yang jelita, yang bagaikan kecantikan bidadari-bidadari di dalam syurga. Tuhan menanam asmara murni dan hasrat birahi di hati Adam a.s serta menjadikannya orang yang paling asyik dilamun cinta, yang tiada taranya dalam sejarah, yaitu kisah cinta dua insan di dalam syurga. Adam a.s ditakdirkan jatuh cinta kepada puteri yang paling cantik dari segala yang cantik, yang paling jelita dari segala yang jelita, dan yang paling harum dari segala yang harum. Adam a.s dibisikkan oleh hatinya agar merayu Hawa. Ia berseru: Aduh, hai si jelita, siapakah gerangan kekasih ini? Dari manakah datangmu, dan untuk siapakah engkau

disini? Suaranya sopan, lembut, dan penuh kasih sayang. Aku Hawa, sambutnya ramah. Aku dari Pencipta! suaranya tertegun seketika. Aku.aku.aku, dijadikan untukmu! tekanan suaranya menyakinkan. Tiada suara yang seindah dan semerdu itu walaupun berbagai suara merdu dan indah terdengar setiap saat di dalam syurga. Tetapi suara Hawa.tidak pernah di dengarnya suara sebegitu indah yang keluar dari bibir mungil si wanita jelita itu. Suaranya membangkitkan rindu, gerakan tubuhnya menimbulkan semangat. Kata-kata yang paling segar didengar Adam a.s ialah tatkala Hawa mengucapkan terputus-putus: Aku.aku.aku, dijadikan untukmu! Kata-kata itu nikmat, menambah kemesraan Adam kepada Hawa. Adam a.s sadar bahwa nikmat itu datang dari Tuhan dan cintapun datang dari Tuhan. Ia tahu bahwa Allah SWT itu cantik, suka kepada kecantikan. Jadi, kalau cinta kepada kecantikan berartilah pula cinta kepada Tuhan. Jadi cinta itu bukan dosa tetapi malah suatu pengabdian. Dengan mengenali cinta, makrifat kepada Tuhan semakin mendalam. Cinta kepada Hawa berarti cinta kepada Pencipta. Dengan keyakinan demikian Adam a.s menjemput Hawa dengan berkata: Kekasihku, ke marilah engkau! Suaranya halus, penuh kemesraan. Aku malu! balas Hawa seolah-olah menolak. Tangannya, kepalanya, memberi isyarat menolak seraya memandang Adam dengan penuh ketakjuban. Kalau engkau yang inginkan aku, engkaulah yang ke sini! Suaranya yang bagaikan irama seolah-olah memberi harapan. Adam tidak ragu-ragu. Ia mengayuh langkah gagah mendatangi Hawa. Maka sejak itulah menjadi adat bahwa wanita itu didatangi, bukan mendatangi. Hawa bangkit dari tempat duduknya, bergeser beberapa langkah ke belakang. Ia sadar bahwa walaupun dirinya diperuntukkan bagi Adam a.s, namunlah haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu. Di dalam sanubarinya, ia tak dapat menyangkal bahwa iapun terpesona dan tertarik kepada wajah Adam a.s yang sungguh indah. Adam a.s tidak putus asa. Ia tahu itu bukan dosa. Ia tahu membaca isi hati. Ia tahu bukannya Hawa menolak, tetapi menghindarnya itu memanglah suatu perbuatan wajar dari sikap malu seorang gadis yang berbudi. Ia tahu bahwa di balik malu terselit rasa mau. Karenanya ia yakin pada dirinya bahwa Hawa diperuntukkan baginya. Naluri insaninya bergelora. Tatkala ia sudah dekat pada Hawa serta hendak mengulurkan tangan sucinya kepadanya, maka tiba-tiba terdengarlah panggilan ghaib berseru: Hai Adam.tahanlah dirimu. Pergaulanmu dengan Hawa tidak halal kecuali dengan mahar dan menikah!. Adam a.s tertegun, kembali ke tempatnya dengan taat. Hawa pun mendengar teguran itu dan hatinya tenteram. Kedua manusia syurga itu sama-sama terdiam seolah-olah menunggu perintah. Perkawinan Adam dan Hawa

Allah SWT. Yang Maha Pengasih untuk menyempurnakan nikmatnya lahir dan batin kepada kedua hamba-Nya yang saling memerlukan itu, segera memerintahkan gadisgadis bidadari penghuni syurga untuk menghiasi dan menghibur mempelai perempuan itu serta membawakan kepadanya perhiasan-perhiasan syurga. Sementara itu diperintahkan pula kepada malaikat langit untuk berkumpul bersama-sama di bawah pohon Syajarah Thuba, menjadi saksi atas pernikahan Adam dan Hawa. Diriwayatkan bahwa pada akad pernikahan itu Allah SWT. berfirman: Segala puji adalah kepunyaan-Ku, segala kebesaran adalah pakaian-Ku, segala kemegahan adalah hiasan-Ku dan segala makhluk adalah hamba-Ku dan di bawah kekuasaan-Ku. Menjadi saksilah kamu hai para malaikat dan para penghuni langit dan syurga bahwa Aku menikahkan Hawa dengan Adam, kedua ciptaan-Ku dengan mahar, dan hendaklah keduanya bertahlil dan bertahmid kepada-Ku!. Malaikat dan para bidadari berdatangan Setelah akad nikah selesai berdatanganlah para malaikat dan para bidadari menyebarkan mutiara-mutiara yaqut dan intan-intan permata kemilau kepada kedua pengantin agung tersebut. Selesai upacara akad, diantarlah Adam a.s mendapatkan isterinya di istana megah yang akan mereka diami. Hawa menuntut haknya. Hak yang disyariatkan Tuhan sejak semula. Mana mahar? tanyanya. Ia menolak bersentuhan sebelum mahar pemberian dibayar dulu. Adam a.s bingung seketika. Lalu sadar bahwa untuk menerima haruslah bersedia memberi. Ia insaf bahwa yang demikian itu haruslah menjadi kaidah pertama dalam pergaulan hidup. Sekarang ia sudah mempunyai kawan. Antara sesama kawan harus ada saling memberi dan saling menerima. Pemberian pertama pada pernikahan untuk menerima kehalalan ialah mahar. Oleh karenanya Adam a.s menyedari bahwa tuntutan Hawa untuk menerima mahar adalah benar. Mahar perkahwinan Adam Pergaulan hidup adalah persahabatan! Dan pergaulan antara lelaki dengan wanita akan berubah menjadi perkawinan apabila disertai dengan mahar. Dan kini apakah bentuk mahar yang harus diberikan? Itulah yang sedang dipikirkan Adam. Untuk keluar dari keraguan, Adam a.s berseru: Ilahi, Rabbi! Apakah gerangan yang akan kuberikan kepadanya? Emaskah, intankah, perak atau permata?. Bukan! kata Tuhan. Apakah hamba akan berpuasa atau sholat atau bertasbih untuk-Mu sebagai maharnya? tanya Adam a.s dengan penuh pengharapan. Bukan! tegas suara Ghaib. Adam diam, mententeramkan jiwanya. Kemudian bermohon dengan tekun: Kalau begitu tunjukilah hamba-Mu jalan keluar!.

Allah SWT. berfirman: Mahar Hawa ialah sholawat sepuluh kali kepada Nabi-Ku, Nabi yang bakal Kubangkitkan, yang membawa pernyataan dari sifat-sifat-Ku: Muhammad, cincin permata dari para anbiya dan penutup serta penghulu segala Rasul. Ucapkanlah sepuluh kali!. Adam a.s merasa lega. Ia mengucapkan sepuluh kali sholawat ke atas Nabi Muhammad SAW. sebagai mahar kepada isterinya. Suatu mahar yang bernilai spiritual, karena Nabi Muhammad SAW adalah rohmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam). Hawa mendengarkannya dan menerimanya sebagai mahar. Hai Adam, kini Aku halalkan Hawa bagimu, perintah Allah, dan dapatlah ia sebagai isterimu!. Adam a.s bersyukur lalu masuk kamar isterinya dengan ucapan salam. Hawa menyambutnya dengan segala keterbukaan dan cinta kasih yang tulus Allah SWT. berfirman kepada mereka: Hai Adam, diamlah engkau bersama isterimu di dalam syurga dan makanlah (serta nikmatilah) apa saja yang kamu berdua ingini, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini karena (apabila mendekatinya) kamu berdua akan menjadi zalim. (Al-Araaf: 19). Dengan pernikahan ini Adam a.s tidak lagi merasa kesepian di dalam syurga. Inilah percintaan dan pernikahan yang pertama dalam sejarah ummat manusia, dan berlangsung di dalam syurga yang penuh kenikmatan. yaitu sebuah pernikahan agung yang dihadiri oleh para bidadari, jin dan disaksikan oleh para malaikat. Peristiwa pernikahan Adam dan Hawa terjadi pada hari Jumat. Entah berapa lama keduanya berdiam di syurga, hanya Allah SWT yang tahu. Lalu keduanya diperintahkan turun ke bumi. Turun ke bumi untuk menyebar luaskan keturunan yang akan mengabdi kepada Allah SWT dengan janji bahwa syurga itu tetap tersedia di hari kemudian bagi hamba-hamba yang beriman dan beramal sholeh. Firman Allah SWT.: Kami berfirman: Turunlah kamu dari syurga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah: 38). *** Dari Sahabat

erva kurniawan 10:42 am pada 19 Maret 2012 Permalink | Balas

Kisah Hatib Ibnu Baltaah Di Makkah ia tidak mempunyai kedudukan yang tinggi karena ia bukan dari keluarga bangsawan, juga bukan dari keluarga pembesar, bukan hartawan dan bukan pedagang. Tujuan hidupnya yang utama adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan itu telah memberinya kemuliaan dan kehormatan. Di antara penghormatan Rasulullah SAW kepada Hatib yaitu baginda SAW telah mengutus ia agar datang kepada Al-Muqauqis, seorang pembesar suku Qibti dari Mesir, untuk menyampaikan surat Rasulullah yang isinya menyeru pada Al-Muqauqis ke dalam Islam. Setelah Al-Muqauqis membaca surat baginda tersebut dengan cermat, ia memandang Hatib dan bertanya padanya: Bukankah sahabatmu itu seorang Nabi? Jawab Hatib. Benar, baginda adalah utusan Allah. Mendengar jawaban Hatib, Al-Muqauqis mengirimkan beberapa hadiah kepada Rasulullah SAW di antara hadiah itu seorang hamba wanita bernama Mariyah Al-Qibtiyah. Hatib Ibnu Baltaah adalah seorang penduduk Yaman, ia adalah sahabat Zubair Ibnu Awwam. Ketika ia berhijrah ke Madinah, ia meninggalkan anak dan saudara-saudaranya. Pada masa jahiliyah, ia seorang penunggang kuda yang berani dan penyair ulung. Baitbait syairnya sering disebarkan oleh para perawi dan dilagukan para kafilah dagang Arab. Ia masuk Islam ketika ia masih muda belia. Dan ia sangat tekun mempelajari syariat Islam dan ajarannya ketika ia masih muda. Selain itu pada perang Badar, ia turut bergabung dalam jihad fisabilillah; dan ia juga ikut bersama Rasulullah pergi ke AlHudaibiyah dan menyaksikan Baiatur Ridwan. Pada tahun 8 H. di saat Rasulullah SAW sedang sibuk mempersiapkan penaklukan kota Makkah sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah, ketika itu fikiran Hatib gundah gulana. Ia sedih memikirkan anak-anaknya dan keluarganya yang tidak aman daripada penganiayaan kaum Quraisy, karena di Makkah mereka tidak mempunyai pelindung yang dapat melindungi dan menjaga mereka daripada musuh-musuh Islam. Bisikan-bisikan syaitan selalu menggoda fikirannya hingga ia merasa kalut, dan fikirannya buntu. Maka ia memutuskan akan mendekati kaum musyrikin Quraisy dengan memberitahu pada mereka mengenai rahasia-rahasia kekuatan senjata yang telah dipersiapkan Rasulullah untuk penaklukan atas kota Makkah.

Tidak pernah terfikirkan olehnya, bahwa perbuatan itu merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa rahasia tentara adalah amanat yang ada di bahu para perajurit. Bila salah satu rahasia sampai dibocorkan, maka perajurit tersebut akan mendapat amarah dari Allah, malaikat-Nya dan semua kaum muslimin, karena ia membocorkan rahasia kekuatan askar yang akan menghadapkan pasukannya pada bahaya dan sekaligus menghadapkan tanah air pada kebinasaan. Itulah langkah yang terburuk dalam kehidupan Hatib Ibnu Baltaah. Ia bertekad untuk memberitahu kaum Quraisy tentang tentara Islam yang telah dipersiapkan Rasulullah SAW. Cahaya iman telah padam di hatinya. Ia tidak lagi memikirkan keagungan akidah. Maka dengan tangan gementar ia mulai menulis surat kepada pembesar-pembesar Quraisy, membuka rahasia askar Islam yang dipersiapkan secara matang oleh Rasulullah ke Makkah, agar mereka mempunyai gambaran atas keadaan kaum muslimin Madinah. Surat itu diserahkan kepada seorang wanita. Ia menyuruh wanita tersebut agar merahasiakan surat itu di sanggul rambutnya sehingga jika ada orang yang menghadang kenderaannya, maka surat itu tidak akan diketahui. Ia berjanji pada wanita itu akan memberi hadiah yang mahal bila surat itu telah sampai di tangan pembesar Quraisy. Baru saja wanita tersebut meninggalkan Madinah, malaikat Jibril segera memberitahu Rasulullah tentang apa yang telah dilakukan Hatib. Maka Rasulullah cepat-cepat memanggil Ali Ibn Abi Thalib dan Zubair Ibn Awwam. Baginda berkata: Kejarlah wanita itu, ia memberitahu surat Hatib untuk para pembesar Quraisy yang isinya menerangkan mereka tentang persiapan yang telah kita himpun dalam menaklukkan mereka. Ali dan Zubair bergegas keluar mencari wanita itu dan keduanya menemukan wanita tersebut di daerah Raudhah Khah, 7 batu dari Madinah. Ketika Ali ra. menyuruh wanita itu supaya mengeluarkan surat Hatib, wanita itu tidak mengaku kalau ia sedang membawa surat. Maka Ali pun berdiri dan memeriksa kenderaannya, tetapi ia tidak menemukan surat itu. Akhirnya dengan marah Ali memandang wanita itu dan berkata: Aku bersumpah kepada Allah bahwa Rasulullah tidak pernah berdusta. Sekarang kamu harus pilih apakah kamu mau menyerahkan surat itu kepadaku, ataukah aku harus menelanjangi kamu! Setelah Ali bersikap kasar dan memberi dua pilihan, akhirnya wanita itu berkata: Berpalinglah. Setelah itu Ali membalikkan badan kemudian wanita itu membuka ikatan rambutnya dan mengeluarkan surat darinya, lalu menyerahkan surat itu kepada Ali. Ali dan Zubair segera kembali kepada Rasulullah dengan membawa surat Hatib. Rasulullah menghadirkan Hatib Ibn Abu Baltaah dan bertanya kepadanya, Wahai Hatib, apa yang mendorong kamu berbuat demikian? Maka oleh Hatib dijawab dengan nada terputus-putus: Wahai Rasulullah, janganlah tergesa-gesa menghukum diriku. Semua itu kulakukan karena aku bukan dari golongan Quraisy, di Makkah aku masih mempunyai sanak saudara. Maka aku ingin kaum Quraisy menjaga keluargaku di Makkah. Dan sungguh, itu aku lakukan bukan karena aku telah murtad dari Islam, dan bukan pula aku rela kepada kekufuran sesudah iman.

Rasulullah memandang semua sahabat yang hadir dengan wajah bersinar, dan baginda berkata kepada mereka: Bagaimana pun juga, ia telah berkata jujur. Suasana majlis menjadi hening sejenak, tiba-tiba Umar berkata: Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal leher orang munafik ini. Umar berpandangan bahwa membocorkan rahasia-rahasia askar Islam merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka balasannya adalah harus dibunuh. Orang yang mengadakan hubungan dengan musuh, maka balasannya adalah dijatuhi hukuman mati. Sementara itu Rasulullah telah memaafkan Hatib karena ia telah mengakui dosanya. Selain itu baginda mengingat perjuangan Hatib di masa lalu karena ia berjuang di medan perang Badar, sehingga banyak pasukan musyrikin yang mati di bawah tebasan pedangnya. Ia berani menghadapi bahaya dengan menerjang barisan musuh. Rasulullah juga mengingat posisi Hatib pada hari Baiatur Ridwan di bawah sebuah pohon yang diberkahi, di mana pada saat itu para malaikat menyaksikan orang-orang mukmin yang sedang mengulurkan tangan mereka untuk berbaiat kepada Rasulullah. Atas tiga dasar itu, maka baginda memandang Umar dan berkata: Wahai Umar bagaimana pendapatmu, jika Allah telah memberi kelonggaran pada pejuang Badar? Allah berfirman dalam Al-Ouran surah Al-Mumtahanah ayat 1 yang artinya: Hai orangorang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuh-Ku dan musuhmu sebagai teman-teman setia, (sehingga) kamu menyampaikan kepada mereka (berita-berita) Muhammad, dikarenakan rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasulullah dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad di jalan-Ku. Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Barangsiapa di antara kamu yang melakukan, maka sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan lurus. Hal lain yang menguatkan diterimanya taubat Hatib; pada suatu hari salah seorang pelayan Hatib datang kepada Rasulullah untuk mengadukan perlakuan Hatib kepadanya, kemudian pelayan itu berkata: Wahai Rasulullah, kelak sungguh Hatib akan masuk neraka. Tetapi Rasulullah berkata: Tidak, karena ia ikut berperang pada peristiwa Badar dan juga ikut dalam perjanjian Hudaibiyah. Sejak saat itu, Hatib menangis menyesali perbuatannya. Siang dan malam dilakukan dengan selalu memohon ampunan kepada Allah atas kesesatannya hingga ia meninggal dunia pada usia 53 tahun tepatnya pada tahun 30 H. yaitu pada masa pemerintahan Usman Ibn Affan. Ia menghadapi kematian dengan jiwa yang ridha karena ia tahu bahwa Rasulullah telah memaafkannya meskipun ia telah mengkhianati hak Allah, Rasulullah dan kaum mukminin.

erva kurniawan 10:18 am pada 15 Maret 2012 Permalink | Balas

Wali Ashif Nama Wali Ashif memang tidak terdapat dalam Quran. Tetapi, konon, sejumlah sufi mengenal beliau bahkan mengamalkan wiridan yang diamalkan Wali Ashif. Siapa dia sebenarnya? Wali Ashif hidup pada masa Nabi Sulaiman. Dalam surat an-Naml (QS 27: 38-40) diceritakan bagaimana Nabi Sulaiman meminta para pembesar kerajaannya memindahkan singgasana Ratu Bilqis. Jin Ifrit menjawab, Aku akan datangkan kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya. Ucapan Ifrit itu ditimpali oleh seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab, Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip! Nabi Sulaiman berkedip, dan singgasana Bilqis sudah berada dihadapannya. Lalu siapa dia yang disifatkan al-Quran dengan seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab. Literatur sufi menyebut orang tersebut bernama Wali Ashif. Sufi yang lain mengatakan bahwa yang dimaksud itu sebenarnya adalah malaikat. Entahlah siapa dia sebenarnya. Yang jelas dia memiliki ilmu dari al-Kitab. Yang pasti dia memiliki kemampuan melebihi jin ifrit. Mari kita pelajari al-Kitab yang diturunkan Allah, mari kita raih cahaya al-Kitab itu. Jika kita mampu menguasai ilmu dari Kitab Suci maka kemampuan gaib kita melebihi kemampuan jin ifrit. Sayang, kita tidak mau mendalami al-Kitab yang Allah turunkan kepada kita sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa. Kita lebih suka bermain-main dengan jin. Kita lebih suka meminta tolong kepada jin. Ahbetapa jauh kita dari tuntunan Allah. Kisah Wali Ashif seharusnya menyadarkan kita bahwa kalau kita mau mendalami kitab suci, maka derajat kita akan naik dan kita sama sekali tak butuh pada bantuan jin.

Ya Ilahana, Ilaha kulli syai, ilahan wahidan La ilaha illa anta (Wahai Tuhan kami, Tuhan segala sesuatu, Tuhan yang satu, Tidak ada tuhan kecuali Engkau) Konon dengan doa ini Wali Ashif mampu memindahkan singgasana Bilqis sebelum mata Nabi Sulaiman berkedip. *** Dari Sahabat

erva kurniawan 10:53 am pada 13 Maret 2012 Permalink | Balas

Taubat Lelaki yang Sibuk Diceritakan bahwa ada seseorang menceritakan kepada Hasan Al-Basri: Wahai Abu Said! Di sini ada seorang lelaki yang tidak mau berkumpul dengan orang ramai. Dia sentiasa duduk sendirian saja. Hasan pergi kepada orang yang dimaksudkan itu dan berkata: Wahai hamba Allah! Aku melihat engkau suka duduk menyendiri saja. Mengapa engkau tidak suka bergaul dengan orang ramai? Ada suatu perkara yang telah menyibukkan aku dari berkumpul dengan manusia. Sekurang-kurangnya engkau pergi kepada lelaki yang dipanggil sebagai Hasan Al-Basri dan duduk di majlis ilmunya. kata Hasan lagi.

Ada satu perkara yang mencegah aku dari berkumpul dengan manusia termasuk Hasan Al-Basri. Kata lelaki itu. Semoga Allah merahmatimu. Apakah gerangan yang sentiasa menyibukkan engkau? Aku setiap hari terjepit di antara nikmat dan dosa. Maka setiap hari diriku sibuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah dan sibuk bertaubat atas dosa-dosa tersebut. Jawab lelaki itu. Wahai hamba Allah! Kalau begitu engkau lebih alim dari Hasan Al-Basri. Maka kekalkanlah amalan yang telah engkau lakukan. Kata Hasan Al-Basri. *** Dari Sahabat

novan hendryansyah 1:07 am pada 3 Juli 2012 Permalink subhanalloh

erva kurniawan 10:41 am pada 9 Maret 2012 Permalink | Balas

Mata Yang Tidak Menangis di Hari Kiamat Semua kaum Muslim berkeyakinan bahwa dunia dan kehidupan ini akan berakhir. Akan datang suatu saat ketika manusia berkumpul di pengadilan Allah Swt. Al-Quran menceritakan berkali-kali tentang peristiwa Hari Kiamat ini, seperti yang disebutkan dalam surah Al-Ghasyiyah ayat 1-16. Dalam surah itu, digambarkan bahwa tidak semua

wajah ketakutan. Ada wajah-wajah yang pada hari itu cerah ceria. Mereka merasa bahagia dikarenakan perilakunya di dunia. Dia ditempatkan pada surga yang tinggi. Itulah kelompok orang yang di Hari Kiamat memperoleh kebahagiaan. Tentang wajah-wajah yang tampak ceria dan gembira di Hari Kiamat, Rasulullah pernah bersabda, Semua mata akan menangis pada hari kiamat kecuali tiga hal. Pertama, mata yang menangis karena takut kepada Allah Swt. Kedua, mata yang dipalingkan dari apaapa yang diharamkan Allah. Ketiga, mata yang tidak tidur karena mempertahankan agama Allah. Mari kita melihat diri kita, apakah mata kita termasuk mata yang menangis di Hari Kiamat? Dahulu, dalam suatu riwayat, ada seorang yang kerjanya hanya mengejar-ngejar hawa nafsu, bergumul dan berkelana di teinpat-tempat maksiat, dan pulang larut malam.Dari tempat itu, dia pulang dalam keadaan sempoyongan. Di tengah jalan, di sebuah rumah, lelaki itu mendengar sayup-sayup seseorang membaca Al-Quran. Ayat yang dibaca itu berbunyi: Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kenudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang yang fasik (Qs 57: 16). Sepulangnya dia di rumah, sebelum tidur, lelaki itu mengulangi lagi bacaan itu di dalam hatinya. Kemudian tanpa terasa air mata mengalir di pipinya. Si pemuda merasakan ketakutan yang luar biasa. Bergetar hatinya di hadapan Allah karena perbuatan maksiat yang pemah dia lakukan. Kemudian ia mengubah cara hidupnya. Ia mengisi hidupnya dengan mencari ilmu, beramal mulia dan beribadah kepada Allah Swt., sehingga di abad kesebelas Hijri dia menjadi seorang ulama besar, seorang bintang di dunia tasawuf. Orang ini bernama Fudhail bin Iyadh. Dia kembali ke jalan yang benar kerena mengalirkan air mata penyesalan atas kesalahannya di masa lalu lantaran takut kepada Allah Swt. Berbahagialah orang-orang yang pernah bersalah dalam hidupnya kemudian menyesali kesalahannya dengan cara membasahi matanya dengan air mata penyesalan. Mata seperti itu insya Allah termasuk mata yang tidak menangis di Hari Kiamat. Kedua, mata yang dipalingkan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Seperti telah kita ketahui bahwa Rasulullah pernah bercerita tentang orang-orang yang akan dilindungi di Hari Kiamat ketika orang-orang lain tidak mendapatkan perlindungan. Dari ketujah orang itu salah satu di antaranya adalah seseorang yang diajak melakukan maksiat oleh perempuan, tetapi dia menolak ajakan itu dengan mengatakan, Aku takut kepada Allah. Nabi Yusuf as. mewakili kisah ini. Ketika dia menolak ajakan kemaksiatan majikannya. Mata beliau termasuk mata yang tidak akan menangis di Hari Kiamat, lantaran matanya dipalingkan dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah Swt.

Kemudian mata yang ketiga adalah mata yang tidak tidur karena membela agama Allah. Seperti mata pejuang Islam yang selalu mempertahahkan keutuhan agamanya, dan menegakkan tonggak Islam. Itulah tiga pasang mata yang tidak akan menangis di Hari Kiamat, yang dilukiskan oleh Al-Quran sebagai wajah-wajah yang berbahagia di Hari Kiamat nanti.. Insya Allah

Hadi Al Haris 6:34 am pada 20 Maret 2012 Permalink Mudah2an,kita termasuk seseorang yg memiliki salah satu dari ketiga jenis mata tersebut,.. Amiin

erva kurniawan 10:52 am pada 8 Maret 2012 Permalink | Balas

Kuda Sulaiman Masih ingat peristiwa Nabi Sulaiman dengan sekawanan semut? Dalam peristiwa itu Nabi Sulaiman memanjatkan syukur atas kelebihan yang diberikan kepadanya. Dari seekor semut, Nabi Sulaiman mampu mengambil pelajaran untuk bersyukur kepada Allah. Kali ini Nabi Sulaiman alaihis salam diuji Allah dengan sebuah kuda. Nabi Sulaiman terpesona dengan kuda-kuda yang tenang di saat sedang berhenti dan sangat cepat kalau sedang berlari. Saking terpesonanya melihat kuda-kuda tersebut, tanpa sadar matahari mulai beranjak meninggalkan siang. Habislah waktu shalat Ashr. Nabi Sulaiman perlahan menyadari bahwa kuda-kuda itu telah menyebabkan dia lalai dari mengingat Allah.

Setelah beliau sadar akan kesalahannya. Beliau meminta kuda-kuda itu didatangkan kepadanya dan beliau potong kaki dan leher kuda itu. (QS 38: 31-33) Banyak penafsiran mengenai kisah ini. Bagi saya, kisah ini memberi kita pelajaran bahwa tak henti-hentinya Allah menguji kita. Kali pertama, mungkin kita diuji dengan kemiskinan; pada kali berikutnya kita diuji dengan kekayaan. Pada satu saat kita diuji dengan sebuah penyakit; di lain kejap kita dicoba dengan kesehatan yang kita miliki. Semut yang melintas didepan kita, sekawanan kuda yang berlari dengan cepat, mobil yang kita miliki (setelah menabung bertahun-tahun), anak yang dititipi Tuhan kepada kita, jabatan yang diamanahkan kepada kita, semuanya merupakan ujian dari Allah. Pelajaran yang kedua yang bisa kita ambil dari kisah ini adalah ketika Nabi Sulaiman memotong leher dan kaki kuda. Bagi saya, ini bisa kita tafsirkan secara simbolik. Mari kita hilangkan segala sesuatu yang bisa membawa kita ke jalan yang tidak benar atau lalai dari mengingat Allah. Dalam usul al-fiqh ini disebut sadd adz-dzariah. Artinya, menutup pintu yang bisa membawa kita jatuh ke dalam perbuatan yang tercela. Sayangnya, alih-alih menutup pintu itu, kita malah membukanya lebar-lebar. Kita bukannya mencontoh perilaku Nabi Sulaiman yang segera sadar akan kelalaiannya, malah seringkali kita semakin keasyikan dengan perbuatan maksiat itu. Ketika orangorang kecil sedang kelaparan, kita makin asyik dengan korupsi dan kolusi yang kita lakukan. Ketika orang menuntut pemerintahan yang bersih, kita malah keasyikan dengan nepotisme. Ketika rakyat semakin menjerit dengan melambungnya harga-harga, kita naikkan lagi harga BBM dan listrik. Sayang, kita tidak mau belajar dari kisah Nabi Sulaiman. *** Dari Sahabat

elia almazs 6:26 pm pada 8 Maret 2012 Permalink astaghfirullahalaziim.terkadang kita lebih mementingkan hal lain dibandingkan kewajiban kita kepada Allah, astaghfirullahalaziim

Hadi Al Haris 6:26 am pada 20 Maret 2012 Permalink wah..,thanks hikayatnya,semoga berguna tuk semuanya.

erva kurniawan 10:31 am pada 7 Maret 2012 Permalink | Balas

Kisah Yusuf dan Zulaiha Sungguh berat malam yang panas itu dirasakan oleh Rail, wanita cantik yang biasa dipanggil dengan nama Zulaiha. Ia senantiasa mempercantik paras, menghias diri, dan memakai wangi-wangian. Kemudian berdiri, pagi dan petang, di beranda istananya di atas Sungai Nil, dalam kegelisahan yang tak jelas penyebabnya. Angin sepoi bertiup tenang dan halus, seakan enggan mengusik ranting-ranting pohon bunga yang mengelilingi beranda istana itu, Zulaiha memandangi sungai dan airnya yang tenang, dan sesekali wajahnya menoleh ke atas, melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit nan tinggi, mengelilingi bulan yang sebagian sinarnya terhalang oleh awan. Sesaat kemudian, seorang pelayan menghampiri dengan segelas sari buah dingin untuknya, tetapi sang puteri menolak dan malah memerintahkan pelayan itu untuk kembali. Nafasnya semakin menyesakkan, serasa hampir-hampir mencekik lehernya. Dia sendiri tidak tahu apa yang digelisahkannya. Kecantikan? Bukan! Dia wanita tercantik di seluruh Mesir. Anak? Mungkin itu benar, sebab sampai saat ini ia belum dikaruniai seorang anak pun. Sebenarnya ia dapat saja mengambil anak angkat yang disukainya, sebab ia orang terkaya di negeri itu. Tapi naluri keibuannya ternyata menentang niatnya. Dia ingin mengandung dan melahirkan puteranya sendiri, sebagaimana wanita-wanita lain. Tapi suratan takdir menghendaki lain, suaminya tidak kuasa mengubah impiannya menjadi kenyataan. Berkecamuklah semua fikiran itu di kepalanya. Ia terlena dalam lamunannya, sampai suara halus suaminya tiba-tiba mengejutkan hatinya. Rail, isteriku yang cantik, bergembiralah! Kata suaminya sambil menunjukkan sesuatu.

Zulaiha menoleh kepada suaminya, dan betapa terkejut ketika ia lihat suaminya datang bersama seorang anak kecil. Siapa namamu? tanya Zulaiha. Dengan suara yang hampir-hampir tidak terdengar, anak itu menjawab, Yusuf. Al-Aziz, suami Zulaiha, kemudian mengikutinya dari belakang serta berkata, Telah kubeli ia dari kafilah yang kutemui disebuah telaga di padang pasir. Berikanlah kepadanya tempat dan layanan yang baik, boleh jadi ia bermanfaat bagi kita, atau kita pungut ia sebagai anak. Isteri al-Aziz tidak mengetahui takdir apa yang bakal terjadi antara dia dan anak itu di hari-hari yang akan datang. Yang jelas ia merasa senang atas kedatangan anak itu, dan hilanglah kesedihan yang selama ini menghimpit dadanya. Hari-hari berlalu. Yusuf semakin besar dan menjadi dewasa. Wajahnya tampak semakin tampan. Isteri Aziz tidak mengerti kebahagiaan apa yang meresap di hatinya setiap kali ia memandang Yusuf, dan kesedihan yang menghantuinya ketika Yusuf hilang dari pandangannya. Setiap kali malam tiba, dan Yusuf pergi ke kamar tidurnya, Zulaiha merasa ada sesuatu yang mengusik lubuk jiwanya, sehingga kadang kala ia bangun meninggalkan suaminya yang sedang tidur, kemudian pergi ke pintu kamar Yusuf. Zulaiha berdiri di pintu kamar Yusuf beberapa saat. Dalam hatinya timbul keraguan: apakah sebaiknya ia masuk menemui Yusuf seperti yang diinginkannya, ataukah ia kembali ke tempatnya sendiri di samping suaminya. Fikiran seperti itu selalu mengganggu hatinya semalaman, sampai cahaya matahari pagi terlihat masuk melalui jendela-jendela kamarnya. Jika sudah demikian, ia kembali ke kamar suaminya. Setiap kali pandangannya bertemu dengan pandangan Yusuf, ia merasakan keinginan yang kuat untuk selalu berada dekat pemuda itu, dan tak ingin rasanya berpisah untuk selama-lamanya. Namun, hati kecilnya berkata bahwa Yusuf tidak memendam perasaan yang sama seperti perasaannya. Pertanyaan yang selalu mengusik kalbunya adalah: Apakah Yusuf mencintainya sebagaimana ia mencintai Yusuf? Apakah Yusuf memendam perasaan seperti yang dipendamnya? Meskipun hati kecilnya berkata bahwa Yusuf tidak menampakkan sikap seperti itu, ia tidak mau mendengar jawaban itu. Pada suatu petang, isteri Aziz merasa tidak kuasa lagi hanya berdiri di ambang cinta yang disimpannya kepada Yusuf. Ia kemudian berdiri dimuka cermin, mengagumi kecantikan parasnya, seraya berkata kepada dirinya sendiri, Adakah, di seluruh Mesir ini, wanita yang kecantikannya melebihi kecantikanku, sehingga Yusuf menghindar dariku? Tidak boleh tidak, wahai, Yusuf, hari ini aku akan menjumpaimu dengan segala macam bujukan dan rayuan, sampai engkau tunduk kepadaku. Kemudian ia membuka lemari, dan matanya mengamati setumpuk pakaian di dalamnya. Dipilihnya salah satu gaunnya yang paling indah, berwarna merah dengan model yang

membangkitkan gairah laki-laki. Manakala gaun itu dikenakan, maka sebagian auratnya yang seharusnya tersembunyi akan tampak. Itulah yang justru dikehendakinya. Kemudian ia memakai wangi wangian di sekujur tubuhnya, yang menyebabkan seorang lelaki akan bergairah karena baunya. Setelah itu, ia atur rambutnya seindah-indahnya di malam yang sunyi itu. Setelah menyelesaikan dan menyempurnakan dandanannya, Zulaiha mengamati sekelilingnya, hingga ia benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun pelayannya yang masih menunggunya di situ; semuanya sudah lelap di kamarnya masing-masing di kegelapan malam itu. Ia pun tahu bahwa suaminya sedang memenuhi panggilan seorang hakim Mesir dan sibuk dengan urusan-urusannya, sehingga tidak mungkin ia akan kembali sebelum fajar pagi tiba. Setelah segalanya beres, pergilah ia menuju kamar Yusuf. Didapatinya pintu kamar itu tertutup dan lampunya sudah dimatikan. Dengan perlahan ia mengetuk; satu kali, dua kali dan tiga kali. Tak lama kemudian, Yusuf pun bangun menyalakan lampu dan membukakan pintu. Alangkah terkejutnya Yusuf ketika ia melihat isteri al-Aziz sudah berada di hadapannya. Tapi ia tidak berkata apa-apa kecuali hanya diam menunduk. Tiba-tiba Zulaiha masuk ke dalam, mendekatinya dengan ramah, dan memegang tangannya sambil menutup pintu kamar. Zulaiha merasakan kegelisahan, ketakutan, dan tak kuasa menatap pandangan kedua mata Yusuf. Ia lalu berpaling ke arah Yusuf, sedangkan Yusuf selalu berusaha menjauh darinya. Isteri al-Aziz kemudian berkata, Apakah maksud semua ini, hai, Yusuf? Janganlah engkau menjauh dariku, sehingga aku binasa karena rindu kepadamu. Yusuf diam tanpa jawaban. Isteri al-Aziz mendekatinya lagi seraya berkata, Aduhai, Yusuf, betapa indahnya rambutmu! Yusuf menjawab, Inilah sesuatu yang pertama kali akan berhamburan dari tubuhku setelah aku mati. Aduhai, Yusuf, betapa indahnya kedua matamu! Bujuk isteri al-Aziz lagi. Keduanya ini adalah benda yang pertama kali akan lepas dari kepalaku dan akan mengalir di muka bumi! Isteri al-Aziz berkata lagi, Betapa tampannya wajahmu, hai, Yusuf. Tanah kelak akan melumatnya, Jawab Yusuf. Kemudian Zulaiha berkata kepadanya, Telah terbuka tubuhku karena ketampanan wajahmu.

Syaitan menolongmu untuk berbuat hal itu! Kata Yusuf. Yusuf! Bagaimanapun aku harus mendapatkan apa yang selama ini kudambakan, dan kini aku datang karenanya. Kata Zulaiha. Yusuf menjawab: Ke manakah aku akan lari dari murka Allah jika aku mendurhakaiNya? Isteri al-Aziz sadar bahwa Yusuf benar-benar tidak mau memenuhi apa yang ia inginkan. Maka, ia pun lebih mendekat lagi, dan meletakkan badan Yusuf di atas dadanya. Ia berharap Yusuf akan tertarik kepadanya dan mau memenuhi keinginannya. Akan tetapi, di luar dugaannya, Yusuf malah menghindar darinya dan segera berlari hendak keluar dari kamar itu. Isteri al-Aziz tak habis berfikir mengapa Yusuf sedemikian keras mempertahankan kesuciannya di hadapan wanita cantik yang telah siap melayaninya, bahkan lari menjauh darinya. Ia lalu mengejar Yusuf dari belakang untuk memaksanya. Ketika sudah sangat dekat, dipegangnyalah bagian belakang baju Yusuf dan ditariknya kuat-kuat. Dengan penuh kemarahan, ia melarang Yusuf keluar dari kamar. Akhirnya, Koyaklah bagian belakang baju Yusuf. Pada saat yang sama, tiba-tiba al-Aziz sudah berada di hadapan mereka berdua, bersama saudara sepupu Zulaiha. Dengan serta merta isteri al-Aziz berkata: Apakah hukuman bagi orang yang akan berbuat serong kepada isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksaan yang pedih? Dengan perkataan itu, Zulaiha bermaksud menyatakan bahwa Yusuf telah berbuat yang melampaui batas atas dirinya. Al-Aziz sangat marah atas terjadinya peristiwa memalukan itu. Karena tidak menduga hal itu dilakukan oleh Yusuf, seorang anak terlantar yang telah dibelinya, dipeliharanya, dan dikasihinya seperti kasih sayang seorang ayah kepada puteranya sendiri. Tidak mungkin hal itu bisa terjadi? Yusuf sadar bahwa isteri al-Aziz telah berkata dusta tentang dirinya dan menuduhnya dengan tuduhan palsu. Maka, segeralah Zulaiha berkata kepada al-Aziz: Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya). Allah ternyata menghendaki bebasnya Yusuf dari tuduhan wanita itu. Seorang bayi yang masih menyusu, anak salah seorang keluarga Zulaiha yang ketika itu datang ke istana, tiba-tiba berkata, Jika bajunya koyak di bagian muka, maka wanita itulah yang benar dan Yusuf termasuk orang-orang dusta. Dan jika bajunya koyak di bagian belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar. Mendengar itu, segeralah al-Aziz menghampiri Yusuf untuk melihat bajunya. ketika didapatinya baju Yusuf koyak di bagian belakang (karena tarikan isterinya), mengertilah al-Aziz akan pengkhianatan isterinya dan bersihnya Yusuf dari tuduhan itu. Kemudian ia berkata: Sungguh, inilah tipu muslihatmu. Sungguh dahsyat tipu muslihatmu!

Kemudian ia memandang Yusuf seraya berkata: Hai, Yusuf, berpalinglah dari ini! Maksud perkataan itu adalah agar Yusuf tidak memberitakan aib yang terjadi atas diri isterinya itu, sehingga tidak terdengar oleh orang ramai. Sedangkan kepada isterinya ia berkata: Dan (kamu, hai isteriku) mohon ampunlah atas dosamu itu, karena sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang berbuat salah. Celakalah kamu, Yusuf! Kata isteri al-Aziz dengan kemarahan yang memuncak, karena Yusuf menolak kecantikan dan kebesarannya. Tidak! aku tak akan membiarkanmu, Yusuf. Bagaimana pun akan kucari jalan lain yang dapat mempedayakanmu, hingga kamu memenuhi apa yang kukehendaki Hari-hari pun berlalu, dan al-Aziz yang kalah dalam urusan itu berusaha memohon kerelaan isterinya menghadapi kenyataan itu, sementara sang isteri menyanggahnya dengan dalih bahwa suaminya telah menjatuhkan martabat dan kemuliaannya. Zulaiha tahu benar bahwa setiap kali ia menampakkan Kebenciannya kepada suaminya,sang suami benar-benar Berusaha mendekati dan membujuknya karena ia sangat mencintainya dan merasa lemah di hadapan kecantikan wajahnya dan ketinggian peribadinya, yang sebenarnya bersifat mulia. Yusuf sendiri akhirnya berdiam sepanjang hari di dalam kamarnya, karena peristiwa aib itu terjadi di situ. Ia tidak keluar dari kamarnya kecuali ada suatu pekerjaan penting yang ditugaskan oleh tuannya, al-Aziz. Hari-hari yang berat dan keras selalu menghantui isteri al-Aziz. Ia menanti datang suatu peluang untuk kembali melakukan tipu dayanya atas diri Yusuf, sebab apa yang baru terjadi itu justru menambah rasa cinta dan keinginan untuk berhubungan dengan Yusuf, meskipun secara terang-terang ia telah berdusta atas diri Yusuf untuk menghilangkan keraguan suaminya terhadapnya. Hari demi hari dirasakan oleh isteri al-Aziz dengan berat dan terasa lambat berjalan. Di kota, beberapa peristiwa yang tak terduga telah terjadi. Wanita-wanita di Mesir, ketika itu, tidak ada pembicaraan lain kecuali tentang peristiwa aib antara isteri al-Aziz dan Yusuf. Yang sungguh mengherankan, bagaimana peristiwa itu dapat tersebar di seluruh kota, padahal semua pihak di istana al-Aziz berusaha merahasiakannya. Dugaan sementara dialamatkan kepada pelayan laki-laki istana dan sebagian pelayan wanita yang masih ada hubungan keluarga dengannya. Besar kemungkinan, merekalah yang membocorkan rahasia itu. Langit ibu kota Mesir penuh dengan gema kisah sekitar kejadian itu. Dalam setiap kelompok wanita, tidak ada masalah lain yang dibicarakan kecuali tentang isteri al-Aziz dan Yusuf, semuanya dicurahkan tanpa segan lagi. Akhirnya, sampailah berita yang menyakitkan itu ke telinga isteri al-Aziz. Dan tentu saja hal itu menimbulkan kemarahannya yang luar biasa.

Akan tetapi, apa hendak dikata, ia tidak dapat berbuat apa-apa kecuali menerima kenyataan itu dengan hati yang semakin pedih. Betapa perjalanan hidupku menjadi sepotong roti dalam mulut wanita-wanita kota yang dipenuhi cemuhan dan ejekan. Keluhnya dalam hati, padahal, di hari-hari kemarin, tak seorangpun dari mereka berani menyebut namaku kecuali dengan segala penghormatan dan kemuliaan. Kemudian ketenangan mulai meresap di hati isteri al-Aziz, setelah jiwanya tergoncang karena kemarahan. Mulailah ia berbicara kepada dirinya sendiri: Aku wanita, dan mereka pun wanita. Harus mereka terima hinaan sebagaimana hinaan yang mereka tujukan kepadaku. Jika mereka memperolok-olokku dengan lidahnya, maka sesungguhnya olok-olokku nanti lebih keras atas diri mereka Maka, keluarlah dia dari kamarnya menuju beranda istananya yang menghadap Sungai Nil. Di tepian sungai itu, ia mulai berfikir, sementara angin lembut menerpa pepohonan bunga yang mengelilingi istana, membuat harum udara di sekitarnya. Isteri al-Aziz mulai merenung; fikirannya berputar ke sana kemari, mengikuti alunan ombak sungai yang tenang. Tak lama kemudian, wajahnya tampak sedikit berseri, kemudian mulutnya tersenyum. Telah ditemukan satu cara untuk membereskan masalah itu. Ya, mengapa ia tidak menghentikan cemuhan wanita-wanita itu tentang dirinya dan Yusuf dalam suatu pertemuan terbuka? Mengapa ia tidak memanggil wanita-wanita itu untuk duduk bercakap-cakap seperti biasa ia lakukan sebelum ini, lalu ia perintahkan Yusuf keluar (menampakkan diri di hadapan mereka)? Nanti mereka akan sadar dan mengerti mengapa isteri al-Aziz jatuh hati kepada anak angkatnya. Kemudian dipanggilnya semua wanita itu ke istana untuk bersukaria. Kepada mereka dipersembahkan berbagai macam buah-buahan, dan masing-masing diberi sebilah pisau sebagai alat pemotongnya. Akan dilihat oleh isteri Al-Aziz apa yang nanti bakal terjadi ketika Yusuf muncul secara tiba-tiba di tengah-tengah mereka. Heranlah kebanyakan wanita bangsawan terhadap panggilan isteri al-Aziz itu. Mereka menyaksikan suasana yang lain dari biasanya. Ruangan istana, ketika itu, dihiasi dengan penuh kemegahan. Wanita-wanita yang hadir duduk di kursi yang indah. Di hadapan mereka masing-masing terdapat sepinggan buah segar dan sebilah pisau pemotongnya. Semua pandangan hadirin ditujukan kepada barang-barang yang ada dalam ruangan istana itu. Semuanya diam membisu, tak ada yang berani berbicara dengan jelas tentang apa yang tersimpan di dada dan mulailah isteri Aziz membuka acara. Pembicaraan hanya berkisar tentang buah dan masalah-masalah pesta ria itu, sama sekali jauh dari masalah peristiwa dirinya dengan Yusuf. Ia berkata bahwa segala yang disediakannya kali ini dimaksudkan sebagai kejutan bagi wanita-wanita itu. Di antara wanita-wanita yang hadir dalam jamuan itu, ada salah seorang yang menyindir. Dengan cara yang cerdik, ia berkisah kepada hadirin tentang seorang pemudi yang jatuh cinta, dan mati dalam kesedihan karena laki-laki yang meminangnya tewas di medan

perang melawan musuh-musuh negerinya. Tetapi isteri al-Aziz, dengan lebih cerdik, mengalihkan pembicaraan ke masalah-masalah lain. Kemudian ia berkata kepada Yusuf, Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka. Maka, keluarlah Yusuf dari tempatnya menuju jamuan wanita-wanita itu. Betapa terkejutnya wanita-wanita itu demi melihat ketampanan Yusuf. Mereka pada tercengang dan keheranan. Dan tanpa disadari, mereka memotong jari-jari mereka sendiri dengan pisau. Mereka mengira sedang memotong buah, padahal tidak dirasakan darah mengalir dari tangan mereka. Lama-kelamaan mereka baru ingat dan menyadari apa yang telah mereka lakukan, kemudian berkata, Maha Besar Allah. Ini bukanlah manusia. Ia tiada lain adalah malaikat yang mulia. Ketika itu wajah isteri al-Aziz menahan sedih dan duka. Berubahlah wajah nan cantik itu menjadi marah. Ia berkata seraya menunjuk kepada Yusuf: Itulah orang yang menyebabkan aku di cela karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menginginkan dirinya, tetapi ia menolak. Dan (sekarang) jika dia tidak mentaati apa yang kuperintahkan, niscaya ia akan dipenjarakan dan dia akan menjadi orang yang hina. Yusuf mendengar apa yang dikatakan oleh isteri Aziz dengan sikap yang tenang dan tabah, di hadapan wanita-wanita kota. Ia pun mendengar keinginan setiap wanita yang hadir, sebagaimana keinginan isteri al-Aziz terhadapnya. Sambil berlindung kepada Allah, Yusuf berkata, Tuhanku! Penjara lebih kusukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Allah hindarkan aku dari tipu daya mereka, tentulah aku tertarik kepada mereka. Dan tentulah aku termasuk orang yang jahil. Allah meneguhkan hamba-hamba-Nya yang mukmin serta berlindung dan berpegang dengan kebenaran yang diperintahkan oleh-Nya Maka, Tuhan memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar dan Yang Maha Mengetahui. Pulanglah wanita-wanita kota itu dengan tangan mereka berlumuran darah. Mereka semua akhirnya sedar bahwa Zulaiha, isteri al-Aziz, terhalang cintanya kepada Yusuf. Yusuf kemudian meninggalkan ruangan itu dan pergi ke kamarnya. Isteri al-Aziz tampak duduk sambil berfikir. Ia memang menghendaki kehinaan atas wanita-wanita yang menghina dirinya dengan Yusuf, dan hal itu telah selesai ia lakukan. Menanglah ia dengan suatu kemenangan yang dapat menyembuhkan sakit hatinya. Akan tetapi, setelah ia lebih dalam berfikir, ia sadari bahwa perasaan yang ditanggungnya selama ini adalah suatu sebab yang berat baginya. Ia berbicara dengan dirinya sendiri:Yusuf telah menghindar dariku dua kali; sekali dikamarnya dan sekali di hadapan wanita-wanita kota. Sesungguhnya wanita-wanita kota itu pun mencintai Yusuf sebagaimana aku, tetapi semuanya tidak memperoleh sesuatu darinya. Ancamanku kepadanya tidak ditakutinya. Celakalah kamu meskipun aku mencintaimu.

Pergilah isteri al-Aziz menemui suaminya. Al-Aziz kemudian bertanya tentang jamuan yang diadakannya. Isterinya menjelaskan bahwa jamuan itu hanya menambah keburukan baginya. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Tanya Al-Aziz. Jika Yusuf tidak disembunyikan dari seisi istana dan kota, dia akan selalu berbicara tentang apa yang memburukkanku Jawabnya. Maka, mendekatlah al-Aziz kepada isterinya seraya berkata. Bagaimana engkau bisa rela dengan apa yang memburukkanmu? Gemetarlah badan wanita itu, dan kemudian berkata: Kalau begitu, masukkanlah Yusuf ke dalam penjara, sehingga semua orang akan melupakannya. Al-Aziz menyetujui usul isterinya itu. Tak lama kemudian, beberapa pengawal istana membawa Yusuf ke penjara. Tatkala Yusuf keluar dari pintu istana, isteri al-Aziz berdiri di belakang jendela kamarnya sambil memandanginya. Ia merasa seolah-olah sebagian dari hatinya tercabut, meskipun dialah yang mendesak suaminya agar memasukkan Yusuf ke dalam penjara. Tiap hari berlalu, dan kesedihan selalu mewarnai wajah isteri al-Aziz, sementara suaminya hanya bisa melihat hal itu dengan sikap diam dan tidak kuasa berbuat sesuatu. Wanita itu bertanya kepada dirinya sendiri: Salahkah aku tatkala menyuruh al-Aziz memasukkan Yusuf ke dalam penjara? Ya, kuharamkan diriku melihat Yusuf Sekali lagi ia berfikir dalam kegelisahannya: Tetapi, apakah aku bersalah dalam urusan itu? Ia menyanggah dirinya sendiri untuk lepas dari azab, seperti seorang dermawan yang haus,tetapi tidak sanggup menjangkau air yang dipikul di bahunya sendiri. Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun berjalan tanpa sepi dari cerita isteri al-Aziz dengan Yusuf. Pada suatu hari, datanglah utusan raja, memerintahkannya untuk datang keistana. Isteri al-Aziz sangat heran, sebab hal itu belum terjadi sebelumnya. Ia bertanya kepada suaminya apa kira-kira yang menyebabkan sang raja memanggilnya ke istana. Al-Aziz menjawab, Mungkin ada urusan yang berhubungan dengan Yusuf. Mendengar nama Yusuf disebut lagi, lenyaplah segala dugaan. Tetapi, benarkah raja hanya berkehendak untuk berbicara dengannya tentang Yusuf? Dengan penuh pertanyaan di benaknya, pergilah isteri al-Aziz menuju istana raja. Di sana didapatinya wanita-wanita yang telah memotong tangannya beberapa waktu yang lalu, semuanya menghadap Raja Mesir. Sementara itu, sang raja memandangi wajah para wanita itu satu persatu, kemudian mengajukan pertanyaan singkat kepada wanita-wanita itu: Bagaimana keadaanmu ketika kamu menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya

(kepadamu)? Mereka menjawab serentak: Kami tiada mendapati suatu keburukan padanya (Yusuf). Tiba-tiba, tanpa diminta oleh Raja, isteri al-Aziz berbicara. Ia merasa telah tiba saatnya untuk berbicara terus terang perihal itu, agar hilang semua beban dosa karena tindakan aniayanya terhadap Yusuf. Di hadapan Raja, wanita-wanita kota, dan seluruh yang hadir di situ, ia menerangkan: Sekarang jelaslah kebenaran itu. Akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar. (Yusuf berkata), Yang demikian itu agar dia (al-Aziz) mengetahui bahwa sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya dan bahwasanya Allah tidak merestui tipudaya orang-orang yang berkhianat. Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang. Terjadi perbedaan pendapat tentang kehidupan perempuan itu selanjutnya. Sebagian orang berpendapat bahwa sejak itu isteri al-Aziz hidup bersama kesedihan dan putus asa karena ingatannya kepada Yusuf. Sebagian yang lain berpendapat bahwa isteri al-Aziz itu akhirnya pindah ke suatu tempat yang jauh, dan tiada kabar beritanya sama sekali. Yang jelas, kehidupan wanita itu menjadi terganggu, karena cintanya kepada Yusuf. Namun ada yang mengisahkan setelah peristiwa itu Zulaiha bertaubat kepada Allah SWT. Ketika Yusuf diutus menjadi Rasul dan penguasa menggantikan Al-Aziz, Nabi Yusuf berjumpa dengan Zulaiha yang ketika itu keadaannya sudah tua. Akhirnya Allah menjadikan Zulaiha muda remaja dan berkawin dengan Nabi Yusuf. Maka jadilah Zulaiha sebagai seorang wanita yang solehah yang sentiasa beramal kepada Allah SWT. *** (Kisah Zulaiha ini dapat di baca dalam Al-Quran surah Yusuf ayat 21-53)

erva kurniawan 10:12 am pada 6 Maret 2012 Permalink | Balas

Kisah Teladan Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda: Menguap itu dari Syaitan. Maka apabila seseorang di antara kamu menguap, hendaklah ditahannya sedapat mungkin. Sesungguhnya jika seseorang di antara kamu mengatakan ha lantaran menguap, tertawalah syaitan. [Bukhari] Hadis dari Abu Hurairah r.a: Diriwayatkan daripada Nabi s.a.w katanya: Seorang lelaki berkata: Aku akan memberikan sedekah pada malam ini. Lalu dia keluar membawa sedekahnya dan meletakkannya di tangan seorang perempuan yang berzina yaitu pelacur. Keesokannya orang banyak memperbincangkan mengenai perempuan tersebut yang telah diberikan sedekah pada malam tadi. Lelaki itu berkata: Wahai Tuhanku! Hanya buatMu segala puji-pujian! Sedekahku telah aku berikan kepada wanita yang berzina. Aku akan bersedekah lagi, lalu dia keluar membawa sedekahnya dan meletakkannya di tangan orang kaya. Keesokan harinya orang banyak memperbincangkan mengenai seorang kaya yang telah diberikan sedekah. Lelaki itu berkata: Wahai Tuhanku! Hanya buatMu segala puji-pujian. Sedekahku telah aku berikan kepada seorang yang kaya. Aku akan bersedekah lagi, lantas dia keluar dengan membawa sedekah dan meletakkannya di tangan seorang pencuri. Esoknya orang banyak mulai bercakap-cakap mengenai seorang pencuri telah diberikan sedekah. Dia berkata: Wahai Tuhanku! Hanya buatMu segala puji-pujian! Sedekahku telah aku berikan kepada seorang perempuan zina, pada orang kaya dan pada pencuri. Lalu dia didatangi seseorang dan dikatakan kepadanya: Sedekahmu benar-benar telah diterima. Boleh jadi perempuan zina itu berhenti dari berzina kerana sedekahmu. Orang kaya itu pula dapat mengambil pelajaran dan mau membelanjakan sebagian dari harta yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadanya dan mungkin juga pencuri itu akan berhenti dari mencuri karena sedekahmu itu. [Bukhari/Muslim] Dalam sebuah hadits disebutkan, yang artinya : Janganlah kamu malu bersedekah walaupun setengah Biji korma yang dapat kamu sedekahkan. Akhirnya .. Marilah kita memperbanyak sedekah meskipun sedikit namun ikhlas. *** Dari Sahabat

erva kurniawan 10:47 am pada 5 Maret 2012 Permalink | Balas

Wasiat Rasululloh s.a.w kepada Aisyah Saiyidatuna Aisyah r.a meriwayatkan : Rasulullah SAW bersabda Hai Aisyah, aku berwasiat kepada engkau. Hendaklah engkau senantiasa mengingat wasiatku ini. Sesungguhnya engkau akan senantiasa di dalam kebajikan selama engkau mengingat wasiatku ini Intisari wasiat Rasulullah s.a.w tersebut dirumuskan seperti berikut: Hai, Aisyah, peliharalah diri engkau. Ketahuilah bahwa sebagian besar daripada kaum engkau (kaum wanita) adalah menjadi kayu api di dalam neraka. Diantara sebab-sebabnya ialah mereka itu : 1. Tidak dapat menahan sabar dalam menghadapi kesakitan (kesusahan), tidak sabar apabila ditimpa musibah 2. tidak memuji Allah Taala atas kemurahan-Nya, apabila dikaruniakan nikmat dan rahmat tidak bersyukur. 3. mengkufurkan nikmat; menganggap nikmat bukan dari Allah (d) membanyakkan kata-kata yang sia-sia, banyak bicara Yang tidak bermanfaat. Wahai, Aisyah, ketahuilah : 1. bahwa wanita yang mengingkari kebajikan (kebaikan) yang diberikan oleh suaminya maka amalannya akan digugurkan oleh Allah 2. bahwa wanita yang menyakiti hati suaminya dengan lidahnya, maka pada hari kiamat, Allah menjadikan lidahnya tujuh puluh hasta dan dibelitkan di tengkuknya. 3. bahwa isteri yang memandang jahat (menuduh atau menaruh sangkaan buruk terhadap suaminya), Allah akan menghapuskan muka dan tubuhnya Pada hari kiamat.

4. bahwa isteri yang tidak memenuhi kemauan suami- nya di tempat tidur atau menyusahkan urusan ini atau mengkhiananti suaminya, akan dibangkitkan Allah pada hari kiamat dengan muka yang hitam, matanya kelabu, ubun-ubunnya terikat kepada dua kakinya di dalam neraka. 5. bahwa wanita yang mengerjakan sembahyang dan berdoa untuk dirinya tetapi tidak untuk suaminya, akan dipukul mukanya dengan sembahyangnya. 6. bahwa wanita yang dikenakan musibah ke atasnya lalu dia menampar-nampar mukanya atau merobek-robek pakaiannya, dia akan dimasukkan ke dalam neraka bersama dengan Isteri nabi Nuh dan isteri nabi Luth dan tiada harapan mendapat kebajikan syafaat dari siapa pun; 7. bahwa wanita yang berzina akan dicambuk dihadapan semua makhluk didepan neraka pada hari kiamat, tiap-tiap perbuatan zina dengan depalan puluh cambuk dari api. 8. bahwa isteri yang mengandung ( hamil ) baginya pahala seperti berpuasa pada siang harinya dan mengerjakan qiamul-lail pada malamnya serta pahala berjuang fi sabilillah. 9. bahwa isteri yang bersalin ( melahirkan ), bagi tiap-tiap kesakitan yang dideritainya diberi pahala memerdekakan seorang budak. Demikian juga pahalanya setiap kali menyusukan anaknya. 10. bahwa wanita apabila bersuami dan bersabar dari menyakiti suaminya, maka diumpamakan dengan titik-titik darah dalam perjuangan fisabilillah.

Adi 7:18 am pada 15 Maret 2012 Permalink Izin buat dishare yaa Salam

erva kurniawan 10:39 am pada 4 Maret 2012 Permalink | Balas

Kisah ibunda Khadijah r.ha Bermimpi Matahari Turun Ke Rumahnya Dia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar negeri. Banyak pemuka Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kahwin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus kerana tak ada yang berkenan di hatinya. Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit, masuk ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya merata kesemua tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya. Mimpi itu diceritakan kepada sepupunya yang bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu. Waraqah berkata: Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang Nabi akhir zaman. Nabi itu berasal dari negeri mana? tanya Khadijah bersungguh-sungguh. Dari kota Makkah ini! ujar Waraqah singkat. Dari suku mana? Dari suku Quraisy juga.

Khadijah bertanya lebih jauh: Dari keluarga mana? Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat, kata Waraqah dengan nada menghibur. Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir: Siapakah nama bakal orang agung itu, hai sepupuku? Orang tua itu mempertegas: Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu! Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah senantiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin itu.

Makkam Siti Khadijah Muhammad, bakal suami wanita hartawan itu, adalah seorang yatim piatu yang miskin sejak kecilnya, dipelihara oleh pamannya, Abu Thalib, yang hidupnya pun serba kekurangan. Meskipun demikian, pamanya amat sayang kepadanya, menganggapnya seperti anak kandung sendiri, mendidik dan mengasuhnya sebaik-baiknya dengan adab, tingkah laku dan budi pekerti yang terpuji. Pada suatu ketika, Abu Thalib berbincang-bincang dengan saudara perempuannya bernama Atiqah mengenai diri Muhammad. Beliau berkata: Muhammad sudah pemuda dua puluh empat tahun. Semestinyalah sudah kawin. Tapi kita tak mampu mengadakan perbelanjaan, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Setelah memikirkan segala ikhtiar, Atiqah pun berkata: Saudaraku, saya mendengar berita bahwa Khadijah akan memberangkatkan kafilah niaga ke negeri Syam dalam waktu dekat ini. Siapa yang berhubungan dengannya biasanya rezekinya bagus, diberkati Allah SWT. Bagaimana kalau kita pekerjakan Muhammad kepadanya? Saya kira inilah jalan untuk memperolehi nafkah, kemudian dicarikan isterinya.

Abu Thalib menyetujui saran saudara perempuannya. Dirundingkan dengan Muhammad, ia pun tidak keberatan. Atiqah mendatangi wanita hartawan itu, melamar pekerjaan bagi Muhammad, agar kiranya dapat diikut sertakan dalam kafilah niaga ke negeri Syam. Khadijah, tatkala mendengar nama Muhammad, ia berfikir dalam hatinya: Oh inikah takwil mimpiku sebagaimana yang diramalkan oleh Waraqah bin Naufal, bahwa ia dari suku Quraisy dan dari keluarga Bani Hasyim, dan namanya Muhammad, orang terpuji, berbudi pekerti tinggi dan nabi akhir zaman. Seketika itu juga timbullah hasrat di dalam hatinya untuk bersuamikan Muhammad, tetapi tidak dilahirkannya karena kuatir akan menjadi fitnah. Baiklah, ujar Khadijah kepada Atiqah, saya terima Muhammad dan saya berterima kasih atas kesediaannya. Semoga Allah SWT melimpahkan berkatnya atas kita bersama.. Wajah Khadijah cerah, tersenyum sopan, menyembunyikan apa yang ada di kalbunya. Kemudian ia meneruskan: Wahai Atiqah, saya tempatkan setiap orang dalam rombongan niaga dengan penghasilan tinggi, dan bagi Muhammad SAW akan diberikan lebih tinggi dari biasanya. Atiqah berterima kasih, ia pulang dengan perasaan gembira menemui saudaranya, menceritakan kepadanya hasil perundingannya dengan wanita hartawan dan budiman itu. Abu Thalib menyambutnya dengan gembira. Kedua saudara itu memanggil Muhammad SAW seraya berkata: Pergilah ananda kepada Khadijah r.a, ia menerima engkau sebagai pekerjanya. Kerjakanlah tugasmu sebaik-baiknya. Muhammad SAW menuju ke rumah wanita pengusaha itu. Sementara akan keluar dari pekarangan rumah pamannya, tiba-tiba ia mencucurkan air mata kesedihan mengenang nasibnya. Tiada yang menyaksikannya dan menyertainya dalam kesedihan hati itu selain para malaikat langit dan bumi. Kesaksian Seorang Rahib Tatkala kafilah niaga itu siap akan berangkat, berkatalah Maisarah, kepala rombongan: Hai Muhammad, pakailah baju bulu itu, dan peganglah bendera kafilah. Engkau berjalan di depan, menuju ke negeri Syam! Muhammad SAW melaksanakan perintah. Setelah iring-iringan keluar dari halaman memasuki jalan raya, tanpa sadar Muhammad SAW menangis kembali, tiada yang melihatnya kecuali Allah dan para malaikat-Nya. Dari mulutnya terucap suara kecil: Aduh hai nasib! dimana gerangan ayahku Abdullah, dimana gerangan ibuku Aminah. Kiranya mereka menyaksikan nasib anaknya yang miskin yatim piatu ini, yang justeru lantaran ketiadaannyalah sehingga terbawa jadi buruh upahan ke negeri jauh. Aku tidak tahu apakah aku masih akan kembali lagi ke negeri ini, tanah tumpah darahku. Jeritan batin itu membuat para malaikat langit bersedih. Mereka memintakan rahmat baginya. Maisarah memperlakukan Muhammad SAW dengan agak istimewa, sesuai

dengan wasiat Khadijah. Diberinya pakaian terhormat, kendaraan unta yang tangkas dengan segala perlengkapannya. Perjalanan mengambil waktu beberapa hari. Terik matahari begitu panas sekali. Tetapi Muhammad SAW berjalan senantiasa dipayungi awan yang menaunginya hingga mereka berhenti di sebuah peristirahatan dekat rumah seorang Rahib Nasrani. Muhammad SAW turun dari untanya, pergi berangin-angin melepaskan lelah di bawah pohon yang teduh. Rahib keluar dari tempat pertapaannya. Ia terheran-heran melihat gumpalan awan menaungi kafilah dari Makkah, padahal tak pernah terjadi selama ini. Ia tahu apa arti tanda itu karena pernah dibacanya di dalam Kitab Taurat. Rahib menyiapkan suatu perjamuan bagi kafilah itu dengan maksud untuk menyiasat siapa pemilik karomah dari kalangan mereka. Semua anggota rombongan hadir dalam majlis perjamuan itu, kecuali Muhammad SAW seorang diri yang tinggal untuk menjaga barang-barang dan kendaraan. Ketika Rahib melihat awan itu tidak bergerak, tetap di atas kafilah, bertanyalah beliau: Apakah di antara kalian masih ada yang tidak hadir di sini? Maisarah menjawab: Hanya seorang yang tinggal untuk menjaga barang-barang. Rahib pergi menjemput Muhammad SAW dan terus menjabat tangannya, membawanya ke majlis perjamuan. Ketika Muhammad SAW. bergerak, Rahib memperhatikan awan itu turut bergerak pula mengikuti arah ke mana Muhammad SAW berjalan. Dan di saat Muhammad SAW masuk ke ruangan perjamuan, Rahib keluar kembali menyaksikan awan itu, dan dilihatnya awan itu tetap di atas, tidak bergerak sedikit pun walaupun dihembus angin. Maka mengertilah ia siapa gerangan yang memiliki karomah dan keutamaan itu. Rahib masuk kembali dan mendekati Muhammad SAW, bertanya: Hai pemuda, dari negeri mana asalmu? Dari Makkah. Dari qabilah mana? tanya sang Rahib. Dari Quraisy, tuan! Dari keluarga siapa? Keluarga Bani Hasyim. Siapa namamu? Namaku, Muhammad.

Serta merta ketika mendengar nama itu, Rahib berdiri dan terus memeluk Muhammad SAW serta menciumnya di antara kedua alisnya seraya mengucapkan: Laa Ilaaha Illallaah, Muhammadar Rasulullah. Ia menatap wajah Muhammad SAW dengan perasaan takjub, seraya bertanya: Sudikah engkau memperlihatkan tanda di badanmu agar jiwaku tenteram dan keyakinanku lebih mantap? Tanda apakah yang tuan maksudkan? tanya Muhammad SAW. Silakan buka bajumu supaya kulihat tanda akhir kenabian di antara kedua bahumu! Muhammad SAW. memperkenankannya, dimana Rahib tua itu melihat dengan jelas ciriciri yang dimaksudkan. Ya.ya.tertolong, tertolong! seru Rahib. Pergilah ke mana hendak pergi. Engkau terus ditolong! Rahib itu mengusap wajah Muhammad SAW, sambil menambahkan: Hai hiasan di hari kemudian, hai pemberi syafaat di akhirat, hai peribadi yang mulia, hai pembawa nikmat, hai nabi rahmat bagi seluruh alam! Dengan pengakuan demikian, Rahib dari Ahlil-Kitab itu telah menjadi seorang muslim sebelum Muhammad SAW. dengan rasmi menerima wahyu kerasulan dari langit.

Reruntuhan Rumah Khadijah Pasar dibuka beberapa hari lamanya. Semua jualan laris dengan keuntungan berlipat ganda, mengatasi pengalaman yang sudah-sudah. Kebetulan pada saat itu bertepatan dengan hari Yahudi, yang dimeriahkan dengan upacara besar-besaran. Muhammad SAW, Abu Bakar dan Maisarah keluar menonton keramaian itu. Tatkala Muhammad SAW memasuki tempat upacara untuk menyaksikan cara mereka beribadat, maka tiba-tiba berjatuhanlah semua lilin-lilin menyala yang bergantungan pada tali di sekitar ruangan, yang menyebabkan orang orang Yahudi gemetar ketakutan. Seorang di antara mereka bertanya: Alamat apakah ini? Semuanya heran, cemas dan ketakutan. Ini berarti ada orang asing yang hadir di sini, jawab pengerus upacara. Kita baca dalam Taurat bahwa alamat ini akan muncul bilamana seorang lelaki bernama

Muhammad SAW, Nabi akhir zaman, mendatangi hari raya agama Yahudi. Mungkinkah sekarang orang itu berada di ruangan kita ini. Carilah lelaki itu, dan kalau bertemu, segeralah tangkap! Abu Bakar r.a, sahabat Muhammad SAW sejak dari kecil, dan Maisarah, yang mendengar berita itu segera mendekati Muhammad SAW yang berdiri agak terpisah, dan mengajaknya keluar perlahan-lahan di tengah-tengah kesibukan orang yang berdesakdesakan keluar masuk ruangan. Tanpa menunda waktu lagi, Maisarah segera memerintahkan kafilah berangkat pulang ke Makkah. Dengan demikian tertolonglah Muhammad SAW dari kejahatan orang-orang Yahudi. Nabi Muhammad Pulang Ke Makkah Biasanya dalam perjalanan pulang, kira-kira jarak tujuh hari mendekati Makkah, Maisarah mengirim seorang utusan kepada Khadijah r.a, memberitahukan bakal kedatangan kafilah serta perkara-perkara lain yang menyangkut perjalanan. Maisarah menawarkan kepada Muhammad SAW: Apakah engkau bersedia diutus membawa berita ke Makkah? Muhammad SAW berkata: Ya, saya bersedia apabila ditugaskan. Pemimpin rombongan mempersiapkan unta yang cepat untuk dinaiki oleh utusan yang akan berangkat terlebih dahulu ke kota Makkah. Ia pun menulis sepucuk surat memberikan kepada majikannya bahwa perniagaan kafilah yang disertai Muhammad SAW mendapat hasil laba yang sangat memuaskan, dan menceritakan pula tentang pengalaman-pengalaman aneh yang berkaitan dengan diri Muhammad SAW. Tatkala Muhammad SAW menuntun untanya dan sudah hilang dari pandangan mata, maka Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s .: Hai Jibril, singkatkanlah bumi di bawah kaki-kaki unta Muhammad SAW! Hai Israfil, jagalah ia dari sebelah kanannya! Hai Mikail, jagalah ia dari sebelah kirinya! Hai awan, teduhilah ia di atas kepalanya! Kemudian Allah SWT mendatangkan ngantuk kepadanya sehingga baginda SAW tertidur nyenyak dan tiba-tiba telah sampai di Makkah dalam tempoh yang cukup singkat. Saat terbangun, ia heran mendapati dirinya telah berada di pintu masuk kota kelahirannya. Baginda SAW sadar bahwa ini adalah mukjizat Tuhan kepadanya, lalu bersyukur memuji Zat Yang Maha Kuasa. Sementara baginda SAW mengarahkan untanya menuju ke tempat Khadijah r.a, secara kebetulan Khadijah r.a pada saat itu sedang duduk sambil kepalanya keluar jendela memandangi jalan ke arah Syam, tiba-tiba dilihatnya Muhammad SAW di atas untanya dari arah bertentangan di bawah naungan awan yang bergerak perlahan-lahan di atas kepalanya. Khadijah r.a menajamkan matanya, bimbang kalau-kalau tertipu oleh

penglihatannya, sebab yang dilihatnya hanyalah Muhammad SAW sendirian tanpa rombongan, padahal telah dipesannya kepada Maisarah agar menjaganya sebaik-baik. Ia bertanya kepada wanita-wanita sahayanya yang duduk di sekitarnya: Apakah kamu mengenali siapa pengendara yang datang itu? sambil tangannya menunjuk ke arah jalan. Seorang di antara mereka menjawab: Seolah-olah Muhammad Al-Amiin, ya sayyidati! Kegembiraan Khadijah r.a terlukis dalam ucapannya: Kalau benar Muhammad AlAmiin, maka kamu akan kumerdekakan bilamana ia telah sampai! Tak lama kemudian muncullah Muhammad SAW di depan pintu rumah wanita hartawan itu, yang langsung menyambutnya dengan tutur sapa tulus ikhlas: Kuberikan anda unta pilihan, tunggangan khusus dengan apa yang ada di atasnya. Muhammad SAW mengucapkan terima kasih, kemudian menyerahkan surat dari ketua rombongan. Ia minta izin pulang ke rumah Pamannya setelah melaporkan tentang perniagaan mereka ke luar negeri. Khadijah Menawarkan Diri Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata: Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu! Suaranya ramah, bernada dermawan. Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu harga dirinya, Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti. Katanya: Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bagianku dalam rombongan niaga. Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang yatim piatu. Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban. Oh, itukah.! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa-apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan, kata Khadijah r.a. Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu. Ia berhenti sejenak, meneliti. Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandung isyarat: Aku hendak mengawinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab. Orangnya baik, kaya, diinginkan oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah aku hendak membawamu. Khadijah tertunduk lalu melanjutkan: Tetapi sayang, ada aibnya! Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mau, maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu. Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan, yang lainnya tak tahu apa yang mau dijawab. Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a.

Ia minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia menceritakan kepada Pamannya: Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolaholah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu anu dan anu. Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu. Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim. Katanya: Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya. Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya: Khadijah, kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad? Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahwa kata-katanya itu akan dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati Atiqah: Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja kukatakan kepadamu bahwa dirikulah yang kumaksudkan kepada Muhammad SAW. Kalau ia mau, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak, aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati. Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius. Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah diketahui oleh sepupumu Waraqah bin Naufal? tanya Atiqah sambil meneruskan: Kalau belum cobalah meminta persetujuannya. Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan majlis lamaran, Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan karena dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman. Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah. Semua riang menyambut hasil pertemuan Atiqah dengan Khadijah Itu bagus sekali, kata Abu Thalib, tapi kita harus bermusyawarah dengan Muhammad SAW lebih dulu.

Rumah peninggalan Nabi Muhammmad saw dan sayyidah Khadijah Sebelum diajak bermusyawarah, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan. Utusan peribadi Khadijah itu bertanya: Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri? Muhammad SAW menjawab: Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada. Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya? Siapakah dia? tanya Muhammad SAW. Khadijah! Nafisah berterus terang. Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku! Usaha Nafisah berhasil. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara-saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya. Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan, budiman. Dan yang utama karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya. Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli. Maka diadakanlah majlis yang penuh keindahan itu. Hadir Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput. Abu Thalib dengan resmi meminang Khadijah

r.a kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempo untuk berunding dengan wanita yang berkenaan. Pernikahan Muhammad dengan Khadijah Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah: Hai anak sepupuku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas. Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta, ujar Waraqah. Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya, demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya. Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahwa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat mufakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kahwin lima ratus dirham. Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan Ash-Shiddiq, sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi karena yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula. Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari Jumat, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah pamannya bernama Amir bin Asad, sedang Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut: Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Maad, dari keturunan Mudhar. Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia. Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, niscaya ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya. Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kahwin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.

Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahwa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat. Semoga Allah memberkati pernikahan ini. Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring. Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan: Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumahrumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau ridhoi ! Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud: Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan. (Adh-Dhuhaa: 8) Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sekufu, sehaluan, serasi dan secita-cita. Dijamin Masuk Syurga Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa kenabian. Ia isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai karena kematian. Tahun wafatnya disebut Tahun Kesedihan (Aamul Huzni). Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya. Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama yang disampaikan Jibril alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata: Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu. Demi Allah SWT yang menguasai diri Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita. Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Bukankah engkau orang yang senantiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan? Bukankah engkau selalu berkata benar? Bukankah engkau senantiasa menyantuni anak yatim piatu, menghormati tamu dan mengulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah? Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya dari gangguan

kaumnya yang masih ingkar terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy. Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain yaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang disampaikan oleh malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada Khadijah radiallahu anha serta dihiburnya dengan syurga. Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata: Wanita yang utama dan yang pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Firaun. Wanita Terbaik Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW. terhadap peribadi Khadijah r.a ialah: Dia adalah seorang wanita yang terbaik, karena dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam kebimbanga, dia telah membenarkan aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain. Putera-puteri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang: tiga lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang dianggap sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW. *** Dari Sahabat

erva kurniawan 10:41 am pada 27 Februari 2012 Permalink | Balas

Ujub dan Takabur Berikut ini sebuah cerita dari Bayazid Al-Busthami, yang insya Allah, dapat kita ambil pelajaran daripadanya; Di samping seorang sufi, Bayazid juga adalah pengajar tasawuf. Di antara jamaahnya, ada seorang santri yang juga memiliki murid yang banyak. Santri itu juga menjadi kyai bagi jamaahnya sendiri. Karena telah memiliki murid, santri ini selalu memakai pakaian yang menunjukkan kesalihannya, seperti baju putih, serban, dan wewangian tertentu. Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Bayazid, Tuan Guru, saya sudah beribadat tiga puluh tahun lamanya. Saya shalat setiap malam dan puasa setiap hari, tapi anehnya, saya belum mengalami pengalaman ruhani yang Tuan Guru ceritakan. Saya tak pernah saksikan apa pun yang Tuan gambarkan. Bayazid menjawab, Sekiranya kau beribadat selama tiga ratus tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun debu mukasyafah dalam hidupmu. Murid itu heran, Mengapa, ya Tuan Guru? Karena kau tertutup oleh dirimu, jawab Bayazid. Bisakah kau obati aku agar hijab itu tersingkap? pinta sang murid. Bisa, ucap Bayazid, tapi kau takkan melakukannya. Tentu saja akan aku lakukan, sanggah murid itu. Baiklah kalau begitu, kata Bayazid, sekarang tanggalkan pakaianmu. Sebagai gantinya, pakailah baju yang lusuh, sobek, dan compang-camping. Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana. Katakan pada mereka, Hai anak- anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang. Lalu datangilah tempat di mana jamaah kamu sering mengagumimu. Katakan juga pada mereka, Siapa yang mau menampar mukaku, aku beri satu kantung kacang! Subhanallah, masya Allah, lailahailallah, kata murid itu terkejut.

Bayazid berkata, Jika kalimat-kalimat suci itu diucapkan oleh orang kafir, ia berubah menjadi mukmin. Tapi kalau kalimat itu diucapkan oleh seorang sepertimu, kau berubah dari mukmin menjadi kafir. Murid itu keheranan, Mengapa bisa begitu? Bayazid menjawab, Karena kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal sebenarnya kau sedang memuji dirimu. Ketika kau katakan: Tuhan mahasuci, seakan- akan kau mensucikan Tuhan padahal kau menonjolkan kesucian dirimu. Kalau begitu, murid itu kembali meminta, berilah saya nasihat lain. Bayazid menjawab, Bukankah aku sudah bilang, kau takkan mampu melakukannya! Cerita ini mengandung pelajaran yang amat berharga. Bayazid mengajarkan bahwa orang yang sering beribadat mudah terkena penyakit ujub dan takabur. Hati-hatilah kalian dengan ujub, pesan Iblis. Dahulu, Iblis beribadat ribuan tahun kepada Allah. Tetapi karena takaburnya terhadap Adam, Tuhan menjatuhkan Iblis ke derajat yang serendah-rendahnya. Takabur dapat terjadi karena amal atau kedudukan kita. Kita sering merasa menjadi orang yang penting dan mulia. Bayazid menyuruh kita menjadi orang hina agar ego dan keinginan kita untuk menonjol dan dihormati segera hancur, yang tersisa adalah perasaan tawadhu dan kerendah-hatian. Hanya dengan itu kita bisa mencapai hadirat Allah swt. Orang-orang yang suka mengaji juga dapat jatuh kepada ujub. Mereka merasa telah memiliki ilmu yang banyak. Suatu hari, seseorang datang kepada Nabi saw, Ya Rasulallah, aku rasa aku telah banyak mengetahui syariat Islam. Apakah ada hal lain yang dapat kupegang teguh? Nabi menjawab, :Katakanlah: Tuhanku Allah, kemudian ber- istiqamah-lah kamu. Ujub seringkali terjadi di kalangan orang yang banyak beribadat. Orang sering merasa ibadat yang ia lakukan sudah lebih dari cukup sehingga ia menuntut Tuhan agar membayar pahala amal yang ia lakukan. Ia menganggap ibadat sebagai investasi. Orang yang gemar beribadat cenderung jatuh pada perasaan tinggi diri. Ibadat dijadikan cara untuk meningkatkan statusnya di tengah masyarakat. Orang itu akan amat tersinggung bila tidak diberikan tempat yang memadai statusnya. Sebagai seorang ahli ibadat, ia ingin disambut dalam setiap majelis dan diberi tempat duduk yang paling utama. Tulisan ini saya tutup dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam musnad-nya; Suatu hari, di depan Rasulullah saw Abu Bakar menceritakan seorang

sahabat yang amat rajin ibadatnya. Ketekunannya menakjubkan semua orang. Tapi Rasulullah tak memberikan komentar apa-apa. Para sahabat keheranan. Mereka bertanyatanya, mengapa Nabi tak menyuruh sahabat yang lain agar mengikuti sahabat ahli ibadat itu. Tiba-tiba orang yang dibicarakan itu lewat di hadapan majelis Nabi. Ia kemudian duduk di tempat itu tanpa mengucapkan salam. Abu Bakar berkata kepada Nabi, Itulah orang yang tadi kita bicarakan, ya Rasulallah. Nabi hanya berkata, Aku lihat ada bekas sentuhan setan di wajahnya. Nabi lalu mendekati orang itu dan bertanya, Bukankah kalau kamu datang di satu majelis kamu merasa bahwa kamulah orang yang paling salih di majelis itu? Sahabat yang ditanya menjawab, Allahumma, naam. Ya Allah, memang begitulah aku. Orang itu lalu pergi meninggalkan majelis Nabi. Setelah itu Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat, Siapa di antara kalian yang mau membunuh orang itu? Aku, jawab Abu Bakar. Abu Bakar lalu pergi tapi tak berapa lama ia kembali lagi, Ya Rasulallah, bagaimana mungkin aku membunuhnya? Ia sedang ruku. Nabi tetap bertanya, Siapa yang mau membunuh orang itu? Umar bin Khaththab menjawab, Aku. Tapi seperti juga Abu Bakar, ia kembali tanpa membunuh orang itu, Bagaimana mungkin aku bunuh orang yang sedang bersujud dan meratakan dahinya di atas tanah? Nabi masih bertanya, Siapa yang akan membunuh orang itu? Imam Ali bangkit, Aku. Ia lalu keluar dengan membawa pedang dan kembali dengan pedang yang masih bersih, tidak berlumuran darah, Ia telah pergi, ya Rasulullah. Nabi kemudian bersabda, Sekiranya engkau bunuh dia. Umatku takkan pecah sepeninggalku. Dari kisah ini pun kita dapat mengambil hikmah: Selama di tengah- tengah kita masih terdapat orang yang merasa dirinya paling salih, paling berilmu, dan paling benar dalam pendapatnya, pastilah terjadi perpecahan di kalangan kaum muslimin. Nabi memberikan pelajaran bagi umatnya bahwa perasaan ujub akan amal salih yang dimiliki adalah penyebab perpecahan di tengah orang Islam. Ujub menjadi penghalang naiknya manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Penawarnya

hanya satu, belajarlah menghinakan diri kita. Seperti yang dinasihatkan Bayazid AlBusthami kepada santrinya. *** Dari Sahabat

Eka 8:06 pm pada 2 Maret 2012 Permalink Subhanallah..

Mengenal Ilmu dalam Islam 4:17 am pada 8 Maret 2012 Permalink Ilmu dan dzikir adalah salah satu kesatuan yg tdk bisa dipisahkan. Ilmu ibarat jln, dzikir adl cahayanya. Apabila berjln di dlm kegelapan tanpa bantuan cahaya akan tersesat. Ilmu tanpa dzikir akan sia2 dan dzikir tanpa ilmu akan tersesat.

erva kurniawan 10:07 am pada 26 Februari 2012 Permalink | Balas

Sami Zaidan, kisah sang Syuhada Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhu,

Sepuluh Hari Syahid, Jasadnya Masih Mengeluarkan Darah Segar Madrasah Brigade al Qassam telah banyak mengeluarkan pahlawan mujahidin, termasuk dari kota Tel. Di antara mereka ada yang menjadi pemimpin besar yang banyak dari mereka menjadi prajurit-prajurit perlawanan yang tidak dikenal yang kini telah bergabung dalam barisan kafilah syuhada Palestina. Pahlawan kita kali ini adalah satu di antara pejuang Palestina yang menjadi alumni madrasah Brigade al Qassam. Sami Zaidan, seorang pemuda bertaqwa dan wara yang mengenal hak Rabbnya, mengenal hak tanah air dan bumi tempat ia berpijak. Dia keluar dari madrasah al Qassam menjadi mujahid berjuang di jalan Allah. Dialah Sami Muhammad Samir Zaidan, lahir di desa Tel berdekatan dengan kota Nablus pada 11 Oktober 1980. Berasal dari keluarga religius yang hidup dari hasil menggarap lahan (bertani). Dia adalah anak kedelapan dari sebelas bersaudara. Tumbuh dalam suasana keimanan dan jihad perjuangan. Terdidik mencintai masjid. Senantiasa melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Tidak pernah sekalipun terlewatkan shalat di masjid, bagaimanapun kondisinya. Terlebih shalat subuh. Halaqah al Quran diikutinya di masjid desa hingga hafal (hafidz) al Quran secara keseluruhan pada usia 19 tahun. Pendidikan formal hanya sampai pada tingkat menengah atas (SMU). Selanjutnya bekerja bersama orang tuanya sebagai petani. Pahlawan kita ini memiliki sifat kesatria dan matang sedari awal pertumbuhannya. Hal yang paling dikenang ayahnya adalah kebiasaannya membuat mudah segala urusan rumah dan yang berkaitan dengan penggarapan tanah dan pertaniannya. Bidang ini ditekuninya secara mahir dan mumpuni. Di tengah-tengah arogansi dan kebiadaban Zionis terhadap rakyat Palestina dan tempattempat sucinya, pahlawan kita ini dapat merasakan pedih dan sakitnya penderitaan yang harus dialami rakyat Palestina akibat oleh tangah kaum Zionis. Untuk itu, dia memutuskan bergabung dalam barisan Gerakan Perlawanan Islam HAMAS dan aktif dalam berbagai aktivitas dan amal jihad di dalam gerakan. Begitu intifadhah al Aqsha meletus (September 2000), yang kemudian disusul eskalasi terorisme Zionis Israel terhadap rakyat Palestina, pejuang Palestina ini langsung terjun ke medan jihad dan bergabung dalam sayap militer gerakan HAMAS, Brigade Izzuddin al Qassam. Pembunuhan komandan al Qassam Mahmud Abu Hanud di Tepi Barat telah mengobarkan aksi-aksi serangan balasan oleh sayap militer HAMAS

Anda mungkin juga menyukai