Anda di halaman 1dari 11

KONSEP ANALISIS KONTRASTIF

1.1 Posisi Analisis Kontrastif dalam Linguistik Menurut James (1980, 1) analisis kontrastif merupakan salah satu cabang linguistik. Praktisi yang menekuni bidang analisis kontrastif disebut dengan Contrastivist. Bagaimanakah kedudukan analisis kontrastif dalam linguistik?. Bagian ini akan dimulai dengan beberapa definisi tentang linguis: Linguis adalah seseorang yang secara profesional mengkaji dan mengajar satu atau lebih dari satu bahasa yang biasanya bukan bahasanya atau bahasa yang digunakan oleh masyarakat di mana dia bekerja. Definisi lain menyebutkan linguis adalah seorang poliglot yang bekerja sebagai penerjemah atau ahli sulih bahasa. Definisi lain menjelaskan bahwa linguis mengkaji keluarga bahasa ( language family) atau sejarah bahasa. Language family adalah model dalam linguistik historiskomparatif yang mengibaratkan hubungan antara bahasa-bahasa dengan hubungan antara anggota-anggota keluarga, sehingga ada bahasa induk, misalnya Bahasa latin, dan bahasa turunan , misalnya Bahasa Prancis yang dianggap keturunan dari Bahasa Latin dan bahasa kerabat yang dianggap berdekatan, misalnya Bahasa-bahasa Prancis, Italia, Bahasa Spanyol, dan sebagainya (Kridalaksana, 2002, 117) Ada yang mendefinisikan linguis adalah seseorang yang mengkaji bahasa secara universal dari perspektif filosofi atau mengkaji bahasa dalam hubungannya dengan pikiran atau kebenaran. Dan sebagainya. Daftar di atas memang tidak lengkap, tetapi dianggap sudah cukup representatif/mewakili. Berikut akan ditunjukkan tipe-tipe klasifikasi dalam bidang kajian linguistik (linguistik enterprise). Klasifikasi berikut terdiri dari 3 (tiga) dimensi yaitu: a. Pendekatan generalis dan Pendekatan partikularis Sampson dalam James menunjukkan ada 2 (dua) pendekatan dalam linguistik yang dikenal dengan pendekatan generalis dan partikularis. Pendekatan generalis mengutamakan kajian tentang bahasa-bahasa itu sendiri seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman dan sebagainya. Sedangkan kaum partikularis lebih mengutamakan 1

kajian-kajian tentang fenomena-fenomena dalam sebuah bahasa, dengan mengkaji bahasa tertentu. Berkaitan dengan kedua pendekatan ini Sampson tidak sependapat dengan pandangan yang mengatakan bahwa salah satu pendekatan ini lebih unggul daripada yang lain dan juga pada pendapat, bahwa pemilihan salah satu pendekatan ini dipengaruhi oleh ketertarikan secara individu terhadap kedua pendekatan tersebut. Sampson juga menjelaskan, kaum generalis lebih cenderung mengkaji bahasa dengan mengutamakan pendekatan filosofi. Sedangkan kaum partikularis cenderung lebih dekat dengan ilmu antropologi atau filologi. b. Para linguis terbagi menjadi dua: yang pertama, linguis yang mengkaji bahasa sebagai bahasa itu sendiri, dalam hal ini bahasa bersifat tertutup ( language in isolation), dan menentukan imanensi (prinsip pemerian bahasa sebagai sistem yang otonom, lepas dari faktor-faktor ekstern, sepert filsafat, sosiologi, dan sebagainya (Kridalaksana, 2002, 91)) tertentu sehingga masing-masing bahasa memiliki karakteristik / ciri khas tertentu (genius) tertentu yang menyebabkan penuturnya memiliki keunikan mental dan kognitif. Para linguis dalam hal ini lebih mengkaji pada sistem internal bahasa. Yang kedua, linguis yang menggunakan metode komparatif. Kelompok ini disebut linguis komparatif. Linguis komparatif berangkat dari anggapan bahwa bahasabahasa berbeda dengan yang pertama yang melihat bahasa dari sifat individualnyamemiliki kemiripan-kemiripan yang bisa diperbandingkan dan diklasifikasikan menjadi keluarga-keluarga bahasa. Pendekatan ini dikenal dengan istilah tipologi linguistik/klasifikasi bahasa, yang mengelompokkan bahasa-bahasa di dunia berdasarkan sistem ton. c. Linguistik Sinkronik dan Diakronik Ferdinand de Saussure, peletak dasar linguistik modern, dalam bukunya Cours de linguistique gnrale menyatakan bahwa bahasa dapat dipelajari dari waktu ke waktu atau pada waktu tertentu. Berdasarkan perbedaan waktu tersebut De Saussure membedakan linguistik menjadi linguistik sinkronik dan linguistik diakronik. De Saussure menjelaskan perbedaan antara linguistik sinkronik dan diakronik sebagai berikut: 2 gramatikal, sehingga muncul kelompok-kelompok bahasa seperti bahasa sintesis, bahasa analisis, bahasa fleksi, bahasa aglutinasi, dan bahasa

Secara sinkronik artinya, mempelajari bahasa dengan berbagai aspeknya pada waktu atau kurun waktu yang tertentu atau terbatas. Pada bagian (b) sebelumnya Saussure menerangkan tentang tipologi. Pendekatan yang digunakan dalam mengelompokkan bahasa-bahasa sintesis, analitis, fleksi, aglutinasi, dan ton tersebut bersifat sinkronik karena bahasa-bahasa tersebut dikelompokkan berdasarkan karakteristiknya saat itu, bukan berdasarkan sejarah munculnya bahasa-bahasa tersebut atau hal-hal yang berkaitan dengan sejarah bahasa-bahasa tersebut. Misalnya, mengkaji bahasa Indonesia pada tahun dua puluhan, bahasa Jawa dewasa ini, atau juga bahasa Inggris pada zaman William Shakespare. Secara sinkronik, umpamanya, kita dapat bertanya bagaimana sekarang ini hubungan antara awalan ber- dan men-, tanpa memperdulikan tentang awalan yang dulu (dalam bahasa Melayu Kuno) pernah menjadi sumber dari kedua awalan tersebut, yaitu awalan mar-. Demikian pula, untuk bahasa Inggris bila diteliti secara sinkronik, tidak perlu dihiraukan tiadanya akhiran untuk ajektiva, meskipun ada banyak akhiran yang demikian dalam bahasa Inggris kuno, sebelum tahun 1000 Masehi. Studi sinkronik ini bersifat deskriptif karena linguistik hanya mencoba memberikan keadaan bahasa itu menurut apa adanya pada suatu masa tertentu. Sedangkan linguistik diakronik mengkaji evolusi bahasa (atau bahasa-bahasa). Kajian linguistik diakronik ini biasanya bersifat historis dan komparatif. Sebagai contoh adalah bahasa-bahasa di wilayah Baltic dan bahasa-bahasa di wilayah Pasifik secara genetik tidak berkaitan tetapi secara tipologi dikelompokkan sama. Kajian linguistik diakronik terhadap tipologi bahasa-bahasa ini dikenal dengan istilah filologi (ilmu yang mempelajari bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana terdapat dalam bahan-bahan tertulis (Kridalaksana, 2002, 60). Pakar-pakar dalam bidang filologi adalah Verner, Rask, Bopp, dan Schleicher. Schleicher adalah orang yang merekonstruksi bahasa Proto-Arya, yang oleh Jespersen disebut dengan Indo-German. Pakar di bidang filologi disebut filologis, yaitu orang-orang yangprofesional dalam bidang kajian genealogis linguistik (hubungan secara genetik keluarga dari kelompok-kelompok bahasa). Pertanyaan yang sudah dilontarkan pada awal pembahasan terkait dengan sifat dasar analisisi kontrastif sebagai bidang kajian linguistik (linguistic enterprise). Berdasarkan paparan tentang 3 (tiga) dimensi tersebut di atas maka muncul pertanyaan: 3

a. Apakah analisis kontrastif termasuk pendekatan generalis atau pendekatan partikularis?; b. Apakah analisis kontrastif bersifat imanensi atau membandingkan?; c. Apakah analisis kontrastif merupakan kajian diakronik atau sinkronik?. Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas yang terkait dengaan analisis kontrastif tidak tegas. Pertama, karena analisis kontrastif tidak termasuk generalis atau partikularis, tetapi berada di antara dua pendekatan tersebut. Kedua, analisis kontrastif tidak memperhatikan klasifikasi keluarga bahasa. Sesuai namanya kontrastif maka analisis kontrastif mengarah pada pengkajian perbedaan-perbedaan bahasa dibandingkan pengkajian kesamaan-kesamaannya. Analisis kontrastif juga tidak masuk dalam kelompok linguistik diakronik maupun sinkronik. Analisis kontrastif lebih tepat disebut sebagai bidang kajian linguistik yang bersifat hibrid. Dari pemerian tentang ketiga kriteria di atas maka bisa disimpulkan bahwa analisis kontrastif adalah sebuah bidang kajian linguistik tentang 2 (dua) tipologi yang bersifat kontrastif tetapi tidak bersifat membandingkan. Selainitu analisis kontrastif adalah sebuah bidang kajian linguistik yang berdasar asumsi bahwa bahasa-bahasa bisa dibandingkan. 1.2 Analisis Kontrastif sebagai Kajian Bahasa Antara (Interlanguage) Dalam linguistik terdapat berbagai bidang kajian yang memiliki objek kajian tertentu dalam bidang bahasa. Meskipun demikian ada kesamaan dalam kajian-kajiannya yaitu semuanya tentang bahasa manusia secara umum. Bahasa-bahasa tersebut mungkin masih hidup dan amat diperlukan, atau sudah mati, dan hanya bisa ditemui lewat peninggalan-peninggalan tertulisnya. Meskipun demikian bahasa-bahasa tersebut dipandang tidak cukup mewakili masalah-masalah bahasa. OConnor dalam James menjelaskan bahwa saat ini ada beberapa cabang ilmu linguistik yang mengkaji bahasa secara spesifik pada bagian-bagian dari keseluruhan bahasa sebagai bahasa. Contohnya bidang fonetik , sebuah cabang linguistik yang berhubungan dengan suara manusia yang membawa pesan dalam bentuk yang bisa didengar: kealamiahan bunyi-bunyi tersebut, kombinasi-kombinasi bunyi tersebut, dan fungsi mereka yang terkait dengan pesan yang dibawa. Ahli bidang fonetik mengabaikan apa yang biasanya kita pahami dengan bahasa. Contoh lain adalah bidang dialektologi. Sebuah bahasa dapat dipandang sebagai wujud masing-masing dialeknya, dan dialek-dialek tersebut sangat bervariasi. 4

Ada 3 (tiga) jenis bidang kajian dialek yaitu secara historis, geografis, dan sosial. Sebagai contoh ahli dialektologi sosial tidak menelaah bahasanya tetapi lebih pada variasi kehidupan sosial yang mempengaruhi bahasa. Pada dasarnya untuk memenuhi syarat sebagai seorang ahli bahasa, tidak perlu menjadi seorang pemelajar suatu bahasa sebagai sebuah kesatuan utuh: tetapi memenuhi syarat dengan melakukan pengkajian terhadap entitas dalam sebuah bagian atau beberapa aspek dalam entitas, contohnya ahli dialektologi yang bisa bervariasi kecakapannya. Berikut akan dibahas lebih rinci tentang cabang liguistik yang lain yaitu Kajian Bahasa Antara (Interlanguage Study). Menilik asal kata interlanguage, berasal dari kata inter dan language, maka ada interaksi antara NL dan FL atau SL dan TL. Kajian bahasa antara membahas fenomena kebahasaan yang muncul (emergence) akibat interaksi antarbahasa, bukan pada hasil akhir proses interaksi tersebut (catatan: berupa kemampuan berbahasa kedua atau asing dan terjemahan). Analisis kontrastif merupakan bagian dari kajian bahasa antara. Lingkup kajiannya membahas proses yang terjadi dari persinggungan dua atau lebih bahasa, daripada fenomena yang ditimbulkan dari persinggungan itu sendiri. Oleh karena itu, kontrastif analisis lebih bersifat diakronik daripada sinkronik. Hal ini disebabkan karena fokus pembahasan tentang proses tersebut membutuhkan waktu untuk mencari asal mula ataupun aspek historis penyebab proses tersebut. Bagaimanapun, kajian Bahasa Antara sebagai analisis bersifat diakronik dalam sebuah pengertian yang sedikit berbeda daripada yang disinggung oleh Saussure. Saussure menyuguhkan tentang pengertian evolusi bahasa yang terkait dengan sejarah atau filogeni yang menyinggung perubahan pada generasi-generasi dan secara berabadabad. Saya menggunakan istilah diakronik dalam pengertian ontogeni, atau perubahan dalam diri manusia sebagai individu. Beberapa contoh akan memperjelas pernyataan tersebut. Pertama, ada penelitian tentang pemerolehan bahasa pada bayi, yang baru-baru ini dilontarkan Brown ( 1973). Slobin (1971) memberi nama sebuah antologi penelitian tersebut dengan nama The Ontogenesis of Grammar. Sejak anak membuat kemajuan dari sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang bahasa lisan sampai pada tahap penguasaan yang memadai pada usia lima tahun, dan sejak hanya satu bahasa yang dikuasai, pada hakikatnya kajian tentang bahasa anak tidak lagi dibicarakan sebagai sebuah bentuk kajian Bahasa Antara. Tetapi kajian tentang bahasa kedua atau pemelajaran bahasa asing terkait dengan proses seseorang dari ekabahasawan (monolingual) menjadi dwibahasawan (bilingual). Dalam hal ini ada 2 (dua) bahasa 5

yang dilibatkan dalam proses pemelajaran yaitu L1 dan L2. Kajian tersebut merupakan sebuah sebuah kasus nyata dalam kajian diakronik antarbahasa. Cabang lain dalam linguistik yang terkait dengan proses pengalihan dari satu bahasa ke bahasa lain adalah teori penerjemahan, atau kajian tentang transformasi teks dalam suatu bahasa ke dalam bahasa lain yang bersifat dapat diperbandingkan. Dalam hal ini fokus perhatian bukan pada pembelajarannya , melainkan pada proses replacement text. Proses tersebut bisa menggunakan kemampuan otak bilingual ( human translation) atau dengan pemanfaatan komputer (maschine translation). Oleh karena itu, James menyebutkan ada tiga cabang kajian dalam linguistik

interlingual (yang melibatkan dua bahasa), yaitu (1) teori penerjemahan yang terkait dengan proses mengubah teks dari bahasa sumber ke dalam bahasa target; (2) analisis kesalahan; (3) analisis konstrastif. Analisis kesalahan dan analisis kontrastif dipakai dalam ruang lingkup proses monolingual menjadi bilingual. Lingkup kajian interlanguage dapat terlihat melalui bagan sebagai berikut;

INTERLINGUA

NL SL

FL

2 4

3 4

44

TL

Bidang kajian interlanguage Walaupun inti dari kajian pembelajaran bahasa dan penerjemahan adalah melibatkan dua bahasa (NL dan FL untuk pembelajaran bahasa dan SL dan TL untuk penerjemahan), fokus perhatian utama adalah intermediate space antara keduanya. Menurut Melchuk dalam James bahasa yang muncul dalam ruang antara (intermediate space) akibat persinggungan antara NL dan FL atau SL dan TL disebut interlingua. Kajian interlanguage terletak pada wilayah antarbahasa tersebut. Dalam wilayah interlingua terjadi analisis karakteristik NL atau SL dan analisis karakteristik sintesis FL atau TL. 6

Dalam proses analisis tersebut terdapat satu interlingua antara tiap pasangan teks. Sebaliknya pada analisis kesalahan,terkait dengan proses penguasaan FL, menurut Nemser (1971) pemelajar mengembangkan sebuah rangkaian approximative system atau transitional dialects (Corder, 1971) yang bersifat berturut-turut dan saling berpotongan (lihat lingkaran 1,2,3,4). 1.3 Analisis Kontrastif sebagai Ilmu Linguistik Murni atau Ilmu Linguistik Terapan Pertanyaan tersebut di atas bisa dijawab dengan terlebih perbedaan linguistik murni/teoritik dan linguistik terapan. Sejak perbedaan antara keduanya disadari semakin luas, maka dalam hal ini tidak akan dicoba untuk mendefinisikan apa itu linguistik terapan tetapi mengarah pada buku Corder yang secara luas dalam bidang ini (Corder, 1973). Sangat perlu untuk disampaiakan, bahwa dalam beberapa karya terakhir termasuk karya Coder, ada pendapat tentang keraguan tentang legitimasi keberadaan tentang lingyistik terapan. Corder menjelaskan bahwa linguistik terapan bukan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, melainkan ilmu bahasa yang berbasis pada ilmu linguistik murni. Linguistik terapan merupakan sebuah aktifitas dan bukan merupakan kajian teoritik. Dengan kata lain linguistik terapan berhubungan dengan bahasa, berusaha untuk menerapkan hasil penelitian dalam hal ini bahasa dijadikan alat. linguistik untuk keperluan praktis, atau memecahkan persoalan praktis yang (http://www.kwary.net/linguistics. Diunduh pada tanggala 8 Maret 2009). Lebih lanjut Corder juga menjelaskan, linguistik terapan lebih merujuk pada sebuah aktivitas yang menggunakan teori-teori, bukan sebuah kajian teori yang menghasilkan teori. Politzer (1972:15) berpendapat sama bahwa linguistik terapan merupakan sebuah cara dalam menggunakan konsep-konsep linguistik untuk menentukan masalah-masalah

bidang pendidikan dan memecahkan masalah tersebut. Willkin dalam James (1980: 6) mengatakan bahwa linguistik terapan cenderung membahas tentang kajian-kajian tentang linguistik secara mendalam dan implikasinya terhadap pengajaran bahasa. Pada intinya bahwa linguistik terapan tidak menciptakan atau menambahkan teori baru melainkan menggunakan teori-teori untuk kajian bidang studi yang lain. Contoh bidang kajian linguistik terapan adalah pengajaran bahasa, penerjemahan, perkamusan, linguistik forensik, dan sebagainya. Linguistik terapan merupakan bidang ilmu yang bersifat hybrid. Lebih lanjut James menjelaskan linguistik terapan merupakan sebuah disiplin ilmu yang memadukan tidak 7

hanya ilmu bahasa tetapi juga ilmu psikologi dan sosiologi. Oleh karena itu linguistik terapan tidak hanya mengukur validitas linguistik tetapi validitas psikologi dan validitas sosiologinya juga. Analisis kontrastif sangat erat kaitannya dengan ilmu psikologi. Dia merupakan sebuah ilmu dari linguistik terapan dengan alasan: 1. Analisis kontrastif berbeda dengan linguistik murni karena kajiannya terkait pada bidang keilmuan lain. 2. Linuistik adalah ilmu yang draws heavily upon. Kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa linguistik murni pada dekade terakhir digunakan pada analisis kontrastif. Perhatian mereka tidak bersifat komparatif, kontrastif, atau pengelompokan, tetapi berada pada keuniversalan bahasa. Tujuan penetapan keuniversalan (atau secara umum untuk semua bahasa) adalah mencapai Di manakah kedudukan analisis kontrastif? Apakah termasuk dalam kelompok linguistik murni atau linguistik terapan?. Berikut contoh-contoh pemamparan yang mungkin bisa menggambarkan kedudukan analisis kontrastif: Inggris Indonesia : I feel so blue today. [Lit.: Saya merasa begitu biru hari ini] : Saya merasa putus asa hari ini. Contoh di atas menunjukkan perbedaan idiom dalam bahasa Jerman dan bahasa Indonesia. Idiom selalu ada dalam bahasa manapun. Maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal (Chaer, 1994, 294). Berbicara tentang idiom maka hal tersebut menjadi bidang kajian linguistik murni karena masuk dalam cakupan semantik. Dalam bidang penerjemahan, kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang penerjemah, selain kemampuan berbahasa (SL dan TL), juga harus mampu memahami tentang permasalahan dan teori penerjemahan. Menurut Nida (1974, 1) penerjemahan terkait erat dengan respon pembaca terhadap teks hasil terjemahan. Respon pembaca teks terjemahan harus bisa bandingkan dengan respon pembaca teks asli dalam SL. Ketepatan penerjemahan diukur melalui respon pembaca melalui penerjemahan yang sedekat mungkin dengan kewajaran dalam TL. Proses penerjemahan ini tentu tidak lepas dari kegiatan menganalisis struktur dan sistem bahasa SL dan TL. 8

Berdasarkan pemaparan di atas jelas menunjukkan bahwa analisis kontrastif termasuk dalam linguistik murni maupun linguistik terapan. Keduanya membutuhkan kegiatan membandingkan antara NL dan FL atau SL dan TL.

1.4 Analisis Kontrastif dan Bilingualisme Menurut Hammers dan Blanc dalam Darmojuwono dan Kushartanti bilingualisme atau kedwibahasaan adalah suatu konsep yang mencakup bilingualitas dan juga keadaan yang menggambarkan terjadinya kontak bahasa di antara sebuah masyarakat bahasa tertentu dengan masyarakat bahasa lainnya. Orang yang menguasai dua bahasa disebut bilingual atau dwibahasawan. Penggolongan bilinguitas seseorang adalah sebagai berikut: a. Bilinguitas seimbang, jika kemampuan berbahasa pertama dan kedua sama baiknya. b. Bilinguitas dominan, jika kemampuan bahasa pertama lebih dominan dibanding kemampuan bahasa keduanya. Sedangkan dalam proses pemelajaran bahasa, dikenal istilah bilingualitas majemuk (compound bilinguality) dan bilingualitas sederajat (coordinate bilinguality). Bilinguitas majemuk
Keluarga Keluarga/family family

bilinguitas sederajat
Bahasa 1 keluarga Bahasa 2 Keluarga Konsep

family

Konsep family

Apabila seseorang dalam waktu yang sama dan konteks yang sama biasanya memiliki representasi kognitif yang sama untuk kata tertentu dalam bahasa yang berbeda. Ini yang disebut dengan bilingualitas majemuk. Kata family dalam bahasa Inggris berarti keluarga dengan susunan ayah, ibu dan anak. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kata keluarga bisa dimaknai kerabat. Jadi konsep kata dicampuradukkan. Meskipun dikatakan orang Indonesia rata-rata adalah dwibahasawan, misal bahasa Jawa-Indonesia, tetapi ini menjadi masalah ketika belajar bahasa-bahasa asing. Sedangkan seorang 9

bilingualitas sederajat adalah ketika mempunyai representasi kognitif yang berbeda terhadap suatu kata. Menurut James analisis konstrastif memiliki hubungan yang erat dengan konsep bilingualisme atau kedwibahasaan. Hal ini disebabkan karena dalam lingkup kajian analisis konstrastif, dikenal istilah pair language (pasangan bahasa) yang mengkaji perbedaan dan kemiripan yang muncul dari dua bahasa yang berbeda. Di dalam kajian kedwibahasaan, analisis konstrastif menekankan kajiannya pada pengaruh yang ditimbulkan oleh NL terhadap FL yang seringkali terjadi dalam proses monolingual menjadi billingual. Hal ini dapat terlihat jelas pada contoh kasus perkembangan bahasa yang digunakan oleh pendatang (imigran), turis, anak-anak hasil perkawinan campur, dan lain-lain. Bahasa target yang mereka gunakan sangat dipengaruhi oleh bahasa ibu yang lebih dulu dikenal dan dikuasai. Sebagai contoh, di Indonesia, pada umumnya, penutur bahasa yang berasal dari sumatera dan Indonesia Timur, tidak mengenal vokal e melainkan vokal E, sehingga pada kebanyakan kata dalam bahasa Indonesia (target language), yang seharusnya dilafalkan e, contohnya pada kata mengapa, akan dilafalkan mEngapa. Contoh lainnya tampak pula pada penggunaan bahasa Inggris oleh pemelajar pemula yang pada umumnya menyampaikan keluhan belajar bahasa mereka dengan ungkapan Im difficult to understand English. Ungkapan ini tidak dapat dibenarkan karena timbul kerancuan makna bahwa yang sulit adalah penuturnya bukan bahasa Inggrisnya. Terlebih lagi kealamian bahasa dirasakan kurang karena penutur asli bahasa Inggris akan cenderung untuk menggunakan ungkapan, I feel difficult to understand English atau Its difficult to understand English untuk mengungkapkan makna yang serupa.

10

DAFTAR PUSTAKA Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: PT Rineka Cipta. ___________. 2007. Kajian Bahasa: Struktur Internal, Pemakaian dan Pemelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. http://en.wikipedia.org/wiki/Contrastive_analysis. Diunduh pada tanggal 8 Maret 2009. http://wordpress.com/2008/09/14/analisis-kontrastif/+Analisis+kontrastif. tanggal 8 Maret 2009. James, Carl. 1980. Contrastive Analysis. Essex: Longman. Kridalaksana, Harimurti. 2002. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia. Kushartanti.Yuwono, Untung. Lauder, Multamia RMT. 2007. Pesona Bahasa : Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia. Kwary, Deny A. Gambaran Umum Ilmu Bahasa (linguistik).http://www.kwary.net/linguistics. Diunduh pada tanggala 8 Maret 2009 Munir. 2008. Cabang Linguistik dan Manfaat Linguistik bagi Guru Bahasa . http:// asjun.dagdigdug.com/files/2008/09/linguistik1.pdf+analisis+kontrastif+sebagai+linguis tik+murni+dan+terapan%3F&hl=id&ct=clnk&cd=2&gl=id. Diunduh pada tanggal 8 Maret 2009. Nugraha, Setya Tri. Kesalahan-Kesalahan Berbahasa Indonesia Pembelajara Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing: Sebuah Penelitian Pendahuluan. http://www. ialf.edu/kipbipa/papers/SetyaTriNugraha2.doc+Analisis+Kesalahan+Menulis&hl=. Diunduh pada tanggal 10 Juni 2008. Pratiwi, Lanjar. 2008/2009. Linguistik sebagai Ilmu. http://cakrabuwana.files.wordpress.com. Diunduh pada tanggal 8 Maret 2009. Tarigan, Djago. Sulistyaningsih, Lilis Siti. 1997/1998. Analisis Kesalahan Berbahasa. Depdiknbud Ditjen Dikdasmen Bagian Proyek Penataran Guru SLTP Setara D-III. Diunduh pada

11

Anda mungkin juga menyukai