Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Aspirasi mekonium biasanya berhubungan dengan gawat janin. Inimerupakan tipe soal yang dapat dipecahkan dengan meiliki sedikit pengetahuan. Jika mengetahui bahwa aspirasi mekonium adalah problema yang relative umum terjadi dikamar bersalin. Pada lebih dari 500.000 kelahiran pertahun yang mewakili 8%-20% dari semua kelahiran, terdapat mekonium pada cairan amnion. Onsidens meningkat sejalan pertambahan usia gestasi. Insidensi lebih tinggi terjadi pada bayi Afrika Amerika. Mekonium ditemukan dibawah pita suara pada 20%-30% kasus tanpa pengisapan dan pada ketiadaan respirasi spontan saat kelahiran. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum a. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Aspirasi Mekonium. 1.2.2 Tujuan khusus a. Untuk memahami penyebab, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi serta penatalaksanaan kegawatdaruratan pada aspirasi mekonium. b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan aspirasi mekonium. 1.3 Rumusan Masalah Mahasiswa belum sepenuhnya mengetahui asuhan keperawatan gawat darurat pada kegawatdaruratan tiroid 1.4 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan, rumusan masalah dan sistematika penulisan. Bab II Pembahasan terdiri dari definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, komplikasi, penatalaksanaan kegawatdaruratan, dan asuhan keperawatan pada aspirasi mekonium. Bab III Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran dan yang terakhir yaitu Daftar Pustaka.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori 2.2 Definisi Aspirasi Mekonium

Aspirasi adalah masuknya cairan lambung yang terhirup kedalam paru (Rab, 2008). Mekonium adalah feses pertama yang dikeluarkan oleh bayi, merupakan suatu kombinasi rambut janin, cairan amnion yang tertelan, garam empedu, enzim pankreatik, dan sel-sel mukosa yang terkelupas dari dinding usus bayi (Betz & Sowden, 2009), merupakan bahan yang kental, lengket dan bewarna hitam kehijauan, jarang terlihat sebelum usia kehamilan 36 minggu. Pengeluaran mekonium dapat mengotori cairan amnion setelah terjadi hipoksemia, yang berakhir dengan relaksasi sfingter atau disertai asidemia yang disebabkan oleh insufisiensi uteroplasental. Namun pada kebanyakan bayi, pengeluaran mekonium adalah tanda kematangan janin dan bukan tanda distress janin. Air ketuban, atau cairan amnion, adalah cairan yang terdapat dalam ruangan yang diliputi selaput janin. Bobot jenis cairan ini sekitar 1.080. Makin tua kehamilan, makin turun berat jenisnya, hingga menjadi 1.025-1.010. Cairan amnion mempunyai peranan penting dalam menunjang proses kehamilan dan persalinan. Di sepanjang kehamilan normal. Kompartemen dari cairan amnion menyediakan ruang bagi janin untuk tumbuh bergerak dan berkembang. Tanpa cairan amnion rahim akan mengerut dan menekan janin, pada kasuskasus dimana tejadi kebocoran cairan amnion pada awal trimester pertama janin dapat mengalami kelainan struktur termasuk distrorsi muka , reduksi tungkai dan cacat dinding perut akibat kompresi rahim. Menjelang pertengahan kehamilan cairan amnion menjadi semakin penting untuk perkembangan dan pertumbuhan janin , antara lain perkembangan paru-parunya , bila tidak ada cairan amnion yang memadai selama pertengahan kehamilan janin akan sering disertai hipoplasia paru dan berlanjut pada kematian. Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin . Cairan ini mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang memiliki potensi patogen.
2

Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk memantu dilatasi servik. Selain itu cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi anatara janin dan ibu. Kematangan dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke dalam cairan amnion. Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan melakukan kultur sel atau melakukan spectrometer. Jadi Cairan amnion memegang peranan yang cukup penting dalam proses kehamilan dan persalinan. Cairan amnion yang bercampur mekonium terjadi pada 25% kehamilan yang berakhir dengan pelahiran anatara minggu ke-36 dan minggu ke-42, 35% pada kehamilan lewat waktu, dan mencapai angka 50% pada kehamilan berusia lebih dari 42 minggu. Cairan amnion yang bercampur mekonium dapat menjadi factor predisposisi janin mengalami cedera iskemik in utero akibat efek vasokontriksi pada vaskularisasi tali pusat dan plasenta atau melalui difusi komponen mekonium kedalam sirkulasi janin, tempat vasokontriksi kemudian terjadi didalam otak, paru, atau organ lain (Sinclair, 2009). Aspirasi mekonium adalah sekumpulan gejala disfungsi pernapasan yang terjadi karena cairan amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh janin, aspirasi mekonium merupakan suatu keadaan serius yang menjadi salah satu penyebab kematian bayi baru lahir (Surasmi dkk, 2003). Aspirasi mekonium dapat mengakibatkan gawat pernafasan berat dalam tiga cara : 1. Dengan membentuk inflamasi bronkiale karena mekonium merupakan zat asing. 2. Dengan menghambat bronkiale tenue melalui penyumbatan mekanik. 3. Dengan meningkatkan degradasi surfaktan karena trauma sel paru.

2.3 Etiologi Peningkatan aktifitas usus janin Factor resiko : Kehamilan post matur
3

Asfiksia berat Pre-eklamsia Ibu yang menderita diabetes Ibu yang menderita hipertensi yang mengakibatkan disfungsi plasenta, prolaps tali pusat dan abrupsio plasenta.

Persalinan yang sulit atau lama Gawat janin Hipoksia intra uterin

2.4 Patofisiologi Mekonium adalah feses pertama yang dikeluarkan oleh bayi, merupakan suatu kombinasi rambut janin, cairan amnion yang tertelan, garam empedu, enzim pankreatik, dan sel-sel mukosa yang terkelupas dari dinding usus bayi. Saat janin mengalami stimulasi vagal dan relaksasi sfingter ani internal dan eksternal, sebagai respons terhadap beberapa stressor uterus, mekonium keluar kedalam cairan amnion yang mengakibatkan suatu kondisi yang mempersulit sekitar 8-20% dari seluruh pelahiran. Janin menunjukkan pergerakan respirasi normal atau tidak teratur yang dapat mengakibatkan akumulasi mekonium didalam mulut dan faring sebelum pelahiran. Setelah diinhalasi, partikel mekonium dapat menghambat jalan nafas bayi, yang mengakibatkan pneumonitis kimia (Betz & Sowden, 2009). Apabila disebabkan oleh kehamilan post matur atau lebih dari 40 minggu, janin mengalami stress selama proses persalinan, selama persalinan berlangsung, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen hal ini menyebabkan meningkatnya gerakan usus dan pengenduran otot, sehingga mekonium dikeluarkan kedalam cairan ketuban yang mengelilingi bayi dalam rahim, cairan ketuban dan mekonium bercampur membentuk cairan berwarna hijau dengan kekentalan yang bervariasi. Jika selama masih berada dalam rahim janin bernafas atau jika bayi menghirup nafasnya yang pertama, maka campuran air ketuban dan mekonium bias terhirup kedalam paru-paru. Mekonium yang terhirup bias menyebabkan penyumbatab parsial ataupun total pada saluran pernafasan, sehingga terjadi gangguan
4

pernafasan dan gangguan pertukaran udara diparu-paru. Selain itu, mekonium juga menyebabkan iritasi dan peradangan pada saluran udara, menyebabkan suatu pneumonia kimiawi (Medicastore.com). Apabila disebabkan oleh asfiksia dalam kandungan maka asfiksia mengakibatkan peningkatan peristaltic intestinal karena kurangnya oksigenasi aliran darah membuat relaksasi otot spinkter anal sehingga mekonium keluar. Mekonium tersebut terhisap saat janin dalam kandungan. Aspirasi mekonium menyebabkan obstruksi jalan nafas komplit atau partial dan vasospasme pulmonary. Partikel garam dalam mekonium bekerja seperti detergen mengakibatkan luka bakar kimia pada jaringan paru. Tetapi apabila disebabkan asfiksia selama kelahiran maka asfiksia selama kelahiran merangsang bayi matur untuk berusaha keras menarik nafas. Jika mekonium terdapat dalam cairan amnion atau jika kepala bayi dalam jalan lahir dipenuhi vernix, mekonium dan darah, cairan-cairan kental ini dapat masuk kedalam saluran nafas bagian atas dan kemudian kedalam saluran nafas bagian bawah. Cairan tersebut dapat menimbulkan kolaps paru yang tidak merata dan hiperinflasi paru-paru dibagian lain, akibat pengaruh katup sumbatan mekonium yang dapat mengalirkan udara masuk tetapi tidak dapat keluar. Bayi akan mengalami kesulitan nafas. Yang berat selama beberapa hari. Apabila disebabkan gawat janin, akan terjadi autoregulasi sirkulasi darah, pada

keadaan itu organ vital seperti jantung dan otak akan mendapat aliran darah yang lebih banyak dibandingkan dengan bagian tubuh lain, seperti ginjal dan mesenterium. Hal ini menyebabkan hipoksia sirkulasi gastrointestinal sehingga terjadi peningkatan peristaltic usus, relaksasi sfingter anal, dan pengeluaran mekonium kedalam cairan amnion. Sekali mekonium tertelan atau terinhalasi oleh janin, maka terjadilah aktivitas pernafasan sebagai hasil stress intrauterine. Keadaan ini dapat menyebabkan mekonium terisap masuk kesaluran pernafasan yang lebih rendah dan mengakibatkan sumbatan jalan nafas parsial, terperangkapnya udara yang terisap kedalam paru terjebak saat ekspirasi sebagai akibat kecilnya diameter jalan nafas. Ketika janin berusaha keras untuk menghirup udara akan semakin banyak mekonium yang terisap (Surasmi dkk, 2003).

2.5 Manifestasi klinis

Cairan ketuban yang berwarna kehijauan atau jelas terlihat adanya mekonium didalam cairan ketuban.

Mekonium mengotori kulit, tali pusat, dan kuku. Bayi tampak lemas dan lemah. Sianosis Hiperekspansi dada Takipnea Apnea Frekuensi denyut jantung rendah sebelum kelahiran. Bunyi ngorok Hipoksia Hipoventilasi Hipertermia Pernafasan cuping hidung Respirasi tidak teratur atau terengah-engah Auskultasi suara nafas abnormal

2.6 Pemeriksaan Laborataorium Pemeriksaan sinar X dada yang memperlihatkan adanya bercak infiltrate, corakan kedua lapang paru kasar dan atelektasis. Oksimetri nadi yaitu tehnik noninvasive untuk mengukur saturasi oksigen yang biasanya berkaitan dengan tekanan oksigen parsial arterial (PaO2).

Analisa gas darah yaitu untuk mengevaluasi status oksigenasi kardiopulmonal serta mengidentifikasi asidosis metabolic atau respiratorik dengan penurunan PO2 dan peningkatan PCO2.

Pemeriksaan kultur darah.

2.7 Penatalaksanaan Kegawatdaruratan Pada Aspirasi Mekonium Proteksi diri. Perhatikan warna dan konsistensi mekonium. Ukur suhu tubuh ibu setiap 2 jam karena peningkatan resiko korioamniinitis. Pemantauan berkelanjutan. Amnioinfus yaitu memasukkan salin normal steril atau ringer laktat melalui kateter tekanan intrauterus kedalam uterus dan untuk mengencerkan cairan seningga mengurangi toksisitas aspirasi jika terjadi. Lakukan pengisapan orofaring dan lubang hidung setelah pelahiran kepala dan sebelum pelahiran badan bayi, jika bayi tidak mempunyai kekuatan saat lahir, keadaan ini harus diikuti dengan visualisasi dan pengisapan pita suara dan pengisapan dalam trakea jika mekoniumnya kental dan terjadi gawat janin, prosedur ini dilakukan secara berulang hingga bayi tidak lagi terdapat mekonium. Tujuannya adalah membersihkan partikulat mekonium dari jalan nafas, idealnya sebelum bayi dapat menghirup nafas pertama dan mengaspirasi mekonium kedalam paru-paru. Jika mekonium terdapat pada atau dibawah pita suara, intubasi harus dilakukan berulang kali sampai pengisapan menghasilkan cairan yang jernih. Jika tidak ada tanda-tanda kegawatan janin dan bayinya aktif, beberapa ahli menganjurkan untuk tidak melakukan suction trakea yang terlalu dalam karena khawatir akan terjadi pneumonia aspirasi. Pada aspirasi mekonium yang berat diberikan terapi surfaktan eksogen yang telah terbukti berguna dalam mangatasi aspirasi mekonium. Dengan
7

DJJ

untuk

pembuat

keputusan

penatalaksanaan

yang

menggunakan surfaktan telah mengakibatkan peningkatan oksigenasi dan memerlukan bantuan respirasi lebih sedikit. Ventilasi mekanik untuk menjaga agar paru-paru tetap mengembang. Jaga agar bayi tetap hangat dan nyaman dan berikan oksigen, Posisi miring kiri, resusitasi cairan dan pemberian oksigen akan mengoptimalkan oksigenasi pada janin. Pemberian obat dengan antibiotika untuk mencegah terjadinya komplikasi berupa infeksi. Lanjut dengan fisioterapi dada dilakukan penepukan pada dada dengan maksud untuk melepaskan lendir yang kental jika masih tersisa.

2.8 Komplikasi Emfisema interstisial paru Henoragi paru Edema paru Hipertensi paru Pneumonia Pneumothoraks Asfiksia berat Kerusakan otak akibat kekurangan oksigen Infeksi Trombositopenia Anemia Gagal jantung jongestif
8

Hipotensi Asidosis metabolic Retardasi mental Paralisis serebral Kejang

2.9 Asuhan Keperawatan Pada Aspirasi Mekonium

a. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi mekonium terhadap jalan nafas. 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan kalori 3. Koping keluarga tidak efektif b/d kecemasan terhadap keadaan bayinya. 4. Resiko infeksi

b. Intervensi, Implementasi dan Evaluasi Keperawatan 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi mekonium terhadap jalan nafas. Tujuan 1 : mencegah dan mengeluarkan mekonium yang teraspirasi pada saat lahir atau setelahnya. Intervensi : 1. Observasi kebutuhan akan suction orofaring dan nasofaring saat kepala bayi lahir.
9

2. Lakukan suction pada trachea dengan selang endotrakheal setelah kelahiran. 3. Lanjutkan suction pada mulut bayi untuk mengeluarkan partikel mekonium yang lebih besar. 4. Berikan istirahat dan ketenangan pada bayi.

Tujuan 2 : identifikasi dan meinimalkan kegagalan pernafasan setelah kelahiran Intervensi : 1. Kaji status respirasi yang mengindikasikan aspirasi mekonium dan memerlukan tindakan segera seperti : Frekuensi kedalaman dan takipnea. Grunting suara, grunting terjadi karena penutupan glottis untuk menghentikan akhalasi udara dengan desakan udara kepita suara. Retraksi dengan penggunaan otot bantu nafas. Sianosis, sianosis terjadi karena penurunan kadar oksigen dalam tubuh. Analisa gas darah, mrnunjukkan peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 nilai tersebut mregindikasikan asidosis. Hasil rontgen dada

2. Berikan terapi oksigen dan pantau penggunaan peralatan oksigen dan ventilasi mekanik dengan tekanan positif 3. Pantau tanda-tanda gawat pernafasan dan respon terhadap terai oksigen. 4. Berikan fisioterapi dada dengan perkusi dan vibrasi setiap 1-2 jam untuk membantu meningkatkan pembersihan mekonium yang masih tersisa dari paruparu. Implementasi :

10

1. Mengkaji status respirasi yang mengindikasikan aspirasi mekonium dan memerlukan tindakan segera seperti : Frekuensi kedalaman dan takipnea. Grunting suara, grunting terjadi karena penutupan glottis untuk menghentikan akhalasi udara dengan desakan udara kepita suara. Retraksi dengan penggunaan otot bantu nafas. Sianosis, sianosis terjadi karena penurunan kadar oksigen dalam tubuh. Analisa gas darah, mrnunjukkan peningkatan PCO2 dan penurunan PO2 nilai tersebut mregindikasikan asidosis. Hasil rontgen dada

2. Memberikan terapi oksigen dan dan pantau penggunaan peralatan oksigen serta ventilasi mekanik dengan tekanan positif. 3. Memantau tanda-tanda gawat pernafasan dan respon terhadap terai oksigen. 4. Memberikan fisioterapi dada dengan perkusi dan vibrasi setiap 1-2 jam untuk membantu meningkatkan pembersihan mekonium yang masih tersisa dari paruparu.

Evaluasi : Bayi akan menunjukkan peningkatan fungsi respirasi, seperti tanda-tanda vital dalam batas normal tanpa oksigen tambahan.

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan kalori Tujuan : Kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi Intervensi : 1. Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
11

2. Anjurkan ibu memberikan ASI ekslusif 3. Ukur masukan dan haluaran 4. Timbang berat badan 5. Catat aktifitas bayi dan perilaku makan secara akurat. 6. Observasi koordinasi reflek menghisap / menelan. 7. Berikan kebutuhan cairan / susu formula pada botol sesuai indikasi.

Implementasi : 1. Memberikan cairan parenteral sesuai indikasi. 2. Menganjurkan ibu memberikan ASI ekslusif 3. Mengukur masukan dan haluaran 4. Menimbang berat badan 5. Mencatat aktifitas bayi dan perilaku makan secara akurat. 6. Mengobservasi koordinasi reflek menghisap / menelan. 7. Memberikan kebutuhan menghisap pada botol sesuai indikasi.

Evaluasi : Kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi dan menunjukkan penambahan berat badan dari sebelumnya.

3. Koping keluarga tidak efektif b/d kecemasan terhadap keadaan bayi. Tujuan : Keluarga menggunakan strategi penyelesaian masalah yang lebih fleksibel.
12

Intervensi : 1. Kaji kemampuan dan kesiapan anggota keluarga untuk belajar memahami kondisi bayi. 2. Tentukan tingkat keterlibatan yang diinginkan anggota keluarga dengan pasien. 3. Identifikasi harapan keluarga tentang kondisi bayi. 4. Identifikasi struktur dan peran keluarga. 5. Identifikasi sifat dukungan spiritual untuk keluarga.

Implementasi : 1. Mengkaji kemampuan dan kesiapan anggota keluarga untuk belajar memahami kondisi bayi. 2. Menentukan tingkat keterlibatan yang diinginkan anggota keluarga dengan pasien. 3. Mengidentifikasi harapan keluarga tentang kondisi bayi. 4. Mengidentifikasi struktur dan peran keluarga. 5. Mengidentifikasi sifat dukungan spiritual untuk keluarga.

Evaluasi : Berpartisipasi dalam mengembangkan dan mengimplementasikan rencana penanganan.

4. Resiko tinggi infeksi


13

Tujuan : Bayi terbebas dari tanda dan gejala infeksi Intervensi : 1. Pantau tanda dan gejala infeksi misalnya suhu tubuh, denyut jantung, dan malaise. 2. Kaji factor yang meningkatkan serangan infeksi 3. Pantau hasil laboratorium 4. Berikan terapi antibiotic pada bayi bila diperlukan sesuai anjuran. 5. Jelaskan kepada keluarga mengenai jadual imunisasi dan keuntungan serta efek imunisasi. Implementasi : 1. Memantau tanda dan gejala infeksi misalnya suhu tubuh, denyut jantung, dan malaise. 2. Mengkaji factor yang meningkatkan serangan infeksi 3. Memantau hasil laboratorium 4. Memberikan terapi antibiotic pada bayi bila diperlukan sesuai anjuran. 5. Menjelaskan kepada keluarga mengenai jadual imunisasi dan keuntungan serta efek imunisasi. Evaluasi : Bayi terbebas dari factor resiko infeksi dengan dibuktikan kekuatan status imun.

BAB III PENUTUP

4.1 Kesimpulan
14

Aspirasi mekonium adalah sekumpulan gejala disfungsi pernapasan yang terjadi karena cairan amnion yang mengandung mekonium terinhalasi oleh janin, aspirasi mekonium merupakan suatu keadaan serius yang menjadi salah satu penyebab kematian bayi baru lahir (Surasmi dkk, 2003). Aspirasi mekonium dapat mengakibatkan gawat pernafasan berat dalam tiga cara : 1. 2. 3. Dengan membentuk inflamasi bronkiale karena mekonium merupakan zat asing. Dengan menghambat bronkiale tenue melalui penyumbatan mekanik. Dengan meningkatkan degradasi surfaktan karena trauma sel paru. Adapun diagnose yang dapat diangkat secara teoritis yaitu Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d obstruksi mekonium terhadap jalan nafas, Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan kebutuhan kalori, Koping keluarga tidak efektif b/d kecemasan terhadap keadaan bayinya, dan Resiko infeksi.

4.2 Saran Diharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi acuan dalam menangani kasus kegawatdaruratan yang terjadi pada aspirasi mekonium.

15

DAFTAR PUSTAKA

Betz Cecily Lynn & Sowden Linda.A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 5. EGC: Jakarta. Graber Mark.A dkk. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga. EGC : Jakarta. Hull David & Johnston Derek.I. 2008. Dasar-Dasar Pediatri. EGC : Jakarta. Sinclair Constance. 2009. Buku Saku Kebidanan. EGC : Jakarta. Surasmi Asrining dkk. 2003. Keperawatan Bayi Resiko Tinggi. EGC : Jakarta. Wilkinson Judith.M. 2006. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. EGC : Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai