Anda di halaman 1dari 13

Neurologi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bells palsy merupakan lesi pada nervus VII (n.fasialis) perifer, yang mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, bersifat akut, dimana penyebabnya tidak diketahui dengan pasti (idiopatik). Pada sebagian besar penderita Bells Palsy kelumpuhannya dapat menyembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini berupa kontraktur, dan spasme spontan.1 Permasalahan yang ditimbulkan Bells palsy cukup kompleks, diantaranya masalah fungsional, kosmetika dan psikologis sehingga dapat merugikan tugas profesi penderita, permasalahan kapasitas fisik (impairment) antara lain berupa asimetris wajah, rasa kaku dan tebal pada wajah sisi lesi, penurunan kekuatan otot wajah pada sisi lesi, potensial terjadi kontraktur dan perlengketan jaringan, potensial terjadi iritasi pada mata sisi lesi. Sedangkan permasahan fungsional (fungsional limitation) berupa gangguan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah, seperti makan dan minum, berkumur, gangguan menutup mata, gangguan bicara dan gangguan ekspresi wajah. Semua hal ini dapat menyebabkan individu tersebut menjadi tidak percaya diri. 1.2 Tujuan Penulisan Karangan ini dibuat untuk menerangkan tentang penyakit Bells palsy bagi melengkapkan tugas kepaniteraan klinik senior di Bagian Neurologi Universitas Malahayati 1.3 Metode Penulisan Tulisan ini merupakan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur

Neurologi

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kelumpuhan wajah adalah suatu bentuk kecacatan yang memberikan dampak yang kuat pada seseorang. Kelumpuhan nervus facialis dapat disebabkan oleh bawaan lahir (kongenital), neoplasma, trauma, infeksi., paparan toksik ataupun penyebab iatrogenik. Yang paling sering menyebabkan kelumpuhan unilateral pada wajah adalah Bells palsy.1 Bells palsy ditemukan oleh dokter dari inggris yang bernama Charles Bell. Bells palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. 2 2.2 Epidemiologi Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.1

Neurologi

2.3

Etiologi Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat

penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR ( Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan local pada myelin.1,3 2.4 Anatomi Nervus Fasialis Saraf otak ke VII mengandung 4 macam serabut, yaitu : 1. Serabut somato motorik, yang mensarafi otot-otot wajah kecuali m. levator palpebrae (N.III), otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah. 2. Serabut visero-motorik, (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaksilaris serta sublingual dan lakrimalis. 3. Serabut visero-sensorik, yang menghantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah. 4. Serabut somato-sensorik, rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus. Nervus VII terutama terdiri dari saraf motorik yang mempersarafi seluruh otot mimik wajah. Komponen sensorisnya kecil, yaitu nervus intermedius

Neurologi

Wrisberg yang mengantarkan rasa pengecapan dari 2/3 bagian anteriort lidah dan sensasi kulit dari dinding anterior kanalis auditorius eksterna. Serabut-serabut rasa pengecapan pertama-tama melintasi nervus lingual, yaitu cabang dari nervus mandibularis lalu masuk ke korda timpani dimana ia membawa sensasi pengecapan melalui nervus fasialis ke nukleus traktus solitarius. Serabut-serabut sekretomotor menginervasi kelenjar lakrimal melalui nervus petrosus superfisial major dan kelenjar sublingual serta kelenjar submaksilar melalui korda tympani.1,3

Nukleus (inti) motorik nervus VII terletak di ventrolateral nukleus abdusens, dan serabut nervus fasialis dalam pons sebagian melingkari dan melewati bagian ventrolateral nukleus abdusens sebelum keluar dari pons di bagian lateral traktus kortikospinal. Karena posisinya yang berdekatan (jukstaposisi) pada dasar ventrikel IV, maka nervus VI dan VII dapat terkena bersama-sama oleh lesi vaskuler atau lesi infiltratif. Nervus fasialis masuk ke meatus akustikus internus bersama dengan nervus akustikus lalu membelok tajam

Neurologi

ke depan dan ke bawah di dekat batas anterior vestibulum telinga dalam. Pada sudut ini (genu) terletak ganglion sensoris yang disebut genikulatum karena sangat dekat dengan genu. Nervus fasialis terus berjalan melalui kanalis fasialis tepat di bawah ganglion genikulatum untuk memberikan percabangan ke ganglion pterygopalatina, yaitu nervus petrosus superfisial major, dan di sebelah yang lebih distal memberi persarafan ke m. stapedius yang dihubungkan oleh korda timpani. Lalu nervus fasialis keluar dari kranium melalui foramen stylomastoideus kemudian melintasi kelenjar parotis dan terbagi menjadi lima cabang yang melayani otot-otot wajah, m. stilomastoideus, platisma dan m. digastrikus venter posterior.1,3 2.5 Patofisiologi Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.4 Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN

Neurologi

bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. 1

Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak

Neurologi

dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius. 4 2.6. Gejala Klinis Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan. 5,6 a. Kerusakan setinggi foramen stilomastoideus Gejala : kelumpuhan otot-otot wajah pada sebelah lesi Sudut mulut sisi lesi jatuh dan tidak dapat diangkat Makanan berkumpul diantara pipi dan gusi pada sebelah lesi Tidak dapat menutup mata dan mengerutkan kening pada sisi lesi Kelumpuhan ini adalah berupa tipe flaksid, LMN. Pengecapan dan sekresi air liur masih baik. b. Lesi setinggi diantara khorda tympani dengan n.stapedeus (didalam kanalis fasialis) Gejala seperti (a) ditambah dengan gangguan pengecapan 2/3 depan lidah dan gangguan salivasi c. Lesi setinggi diantara n.stapedeus dengan ganglion genikulatum Gejala seperti (b) ditambah dengan gangguan pendengaran yaitu hiperakusis d. Lesi setinggi ganglion genikulatum Gejala seperti (c) ditambah dengan gangguan sekresi kelenjar hidung dan gangguan kelenjar air mata (lakrimasi)

Neurologi

e. Lesi di porus akustikus internus Gangguan seperti (d) ditambah dengan gangguan pada N.VIII. Yang paling sering ditemui ialah kerusakan pada tempat setinggi foramen stilomastoideus dan pada setinggi ganglion genikulatum. Adapun penyebab yang sering pada kerusakan setinggi genikulatum adalah : Herpes Zoster, otitis media perforata dan mastoiditis.5

2.7

Diagnosis Diagnosis Bells palsy dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata dan adanya rasa nyeri pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan. Harus dibedakan antara lesi UMN dan LMN. Pada Bells palsy lesinya bersifat LMN. 1 A. Pemeriksaan Fisis Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis. Pada lesi supranuklear, dimana lokasi lesi di atas nukleus fasialis di pons, maka lesinya bersifat UMN. Pada kelainan tersebut, sepertiga atas nervus fasialis normal, sedangkan dua pertiga

Neurologi

di bawahnya mengalami paralisis. Pemeriksaan nervus kranialis yang lain dalam batas normal. 1 B. Pemeriksaan Laboratorium Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy. Namun pemeriksaan kadar gula darah atau HbA1c dapat dipertimbangkan untuk mengetahui apakah pasien tersebut menderita diabetes atau tidak. Pemeriksaan kadar serum HSV juga bisa dilakukan namun ini biasanya tidak dapat menentukan dari mana virus tersebut berasal.1 C. Pemeriksaan Radiologi Bila dari anamneses dan pemeriksaan fisik telah mengarahkan ke diagnose Berlls palsy maka pemeriksaan radiologi tidak dip[erlukan lagi, karena pasien-pasien dengan Bells palsy umumnya akan mengalami perbaikan dalam 8-10 minggu. Bila tidak ada perbaikan ataupun mengalami perburukan, pencitraan mungkin akan membantu. MRI mungkin dapat menunjukkan adanya tumor (misalnya Schwannoma, hemangioma, meningioma). Bila pasien ada riwayat trauma CT Scan harus dilakukan.1 2.8 Diagnosa Banding Kondisi lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan nervus fasialis diantaranya tumor, infeksi herpes zoster pada ganglion genikulatum (Ramsay Hunt syndrom), penyakit Lyme, AIDS, infeksi Tuberculosa pada mastoid ataupun telinga tengah, Guillen Barre syndrome.1,3 2.9 Penatalaksanaan Melindungi mata pada saat tidur dan pemberian tetes mata metilselulosa, memijat otot-otot yang lemah dan mencegah kendornya otot-otot di bagian bawah wajah merupakan kondisi yang dapat dikelola secara umum Belum ada bukti yang mendukung bahwa tindakan pembedahan efektif terhadap nervus fasialis, bahkan kemungkinan besar dapat membahayakan. Pemberian kortikosteroid (prednison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian),

Neurologi

dimana pemberiannya dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang kesembuhan pasien.1,2,3 Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus fasialis di dalam kanal fasialis yang sempit. Penemuan genom virus disekitar nervus fasialis memungkinkan digunakannya agen-agen antivirus pada penatalaksanaan Bells palsy. Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison. Penggunaan Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah replikasi virus.1,2,3 2.10 Komplikasi Kira-kira 30% pasien Bells palsy yang sembuh dengan gejala sisa seperti fungsi motorik dan sensorik yang tidak sempurna, serta kelemahan saraf parasimpatik. Komplikasi yang paling banyak terjadi yaitu disgeusia atau ageusia, spasme nervus fasialis yang kronik dan kelemahan saraf parasimpatik yang menyebabkan kelenjar lakrimalis tidak berfungsi dengan baik sehingga tampak seperti air mata buaya (crocodile tears).1 2.11 Prognosis Penderita Bells palsy dapat sembuh total atau meninggalkan gejala sisa. Faktor resiko yang memperburuk prognosis Bells palsy adalah:1 (1) Usia di atas 60 tahun (2) Paralisis komplit (3) Menurunnya fungsi pengecapan atau aliran saliva pada sisi yang lumpuh, (4) Nyeri pada bagian belakang telinga dan (5) Berkurangnya air mata. Pada umumnya prognosis Bells palsy baik: sekitar 80-90 % penderita sembuh dalam waktu 6 minggu sampai tiga bulan tanpa ada kecacatan. Penderita

10

Neurologi

yang berumur 60 tahun atau lebih, mempunyai peluang 40% sembuh total dan beresiko tinggi meninggalkan gejala sisa. Penderita yang berusia 30 tahun atau kurang, hanya punya perbedaan peluang 10-15 persen antara sembuh total dengan meninggalkan gejala sisa. Jika tidak sembuh dalam waktu 4 bulan, maka penderita cenderung meninggalkan gejala sisa, yaitu sinkinesis, crocodile tears dan kadang spasme hemifasial. 1 Penderita diabetes 30% lebih sering sembuh secara parsial dibanding penderita nondiabetik dan penderita DM lebih sering kambuh dibanding yang non DM. Hanya 23 % kasus Bells palsy yang mengenai kedua sisi wajah. Bells palsy kambuh pada 10-15 % penderita. Sekitar 30 % penderita yang kambuh ipsilateral menderita tumor N. VII atau tumor kelenjar parotis.1

11

Neurologi

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Bells palsy didefinisikan sebagai suatu keadaan paresis atau kelumpuhan yang akut dan idiopatik akibat disfungsi nervus facialis perifer. Penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Kelumpuhan perifer N.VII memberikan ciri yang khas hingga dapat didiagnosa dengan inspeksi. Otot muka pada sisi yang sakit tak dapat bergerak. Lipatan-lipatan di dahi akan menghilang dan Nampak seluruh muka sisi yang sakit akan mencong tertarik ke arah sisi yang sehat. Gejala kelumpuhan perifer ini tergantung dari lokalisasi kerusakan.

12

Neurologi

Daftar Pustaka 1. Monnel, K., Zachariah, S., Khoromi, S. 2009. Bells Palsy. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1146903. Accessed Mei 10, 2013. 2. Holland, J. Bells Palsy. Brithis Medical Journal. 2008;01;1204. 3. Ropper AH, Brown RH. Bells Palsy Disease Of The Cranial Nerve. Adams and Victors Principles of Neurology, 8th ed. New York : McGraw Hill, 2005. 1181-1184. 4. Mardjono, M. Sidharta, P. Nervus Fasialis dan Patologinya. Neurologi Klinis Dasar, 5th ed. Jakarta : PT Dian Rakyat, 2005. 159-163. 5. Sjahrir, Hasan. Nervus Fasialis. Medan ;Yandira Agung, 2003. 6. Rohkamm, Reinhard. Facial Nerve Lesions. Color Atlas of Neurology 2 nd ed. George Thieme Verlag: German, 2003. 98-99.

13

Anda mungkin juga menyukai

  • Power Point TB Paru Herlina Anggraini
    Power Point TB Paru Herlina Anggraini
    Dokumen25 halaman
    Power Point TB Paru Herlina Anggraini
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Tes Pendengarani
    Tes Pendengarani
    Dokumen23 halaman
    Tes Pendengarani
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • LEMS
    LEMS
    Dokumen5 halaman
    LEMS
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Panduan Pelayanan Medis DSM RSUD
    Panduan Pelayanan Medis DSM RSUD
    Dokumen106 halaman
    Panduan Pelayanan Medis DSM RSUD
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Kon Trase Psi
    Kon Trase Psi
    Dokumen23 halaman
    Kon Trase Psi
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Asthma Protocol Siap Upload
    Asthma Protocol Siap Upload
    Dokumen4 halaman
    Asthma Protocol Siap Upload
    Jalalludin Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Referat Herlina Anggraini Unmal
    Referat Herlina Anggraini Unmal
    Dokumen22 halaman
    Referat Herlina Anggraini Unmal
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Akut Abdomen 2
    Akut Abdomen 2
    Dokumen33 halaman
    Akut Abdomen 2
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Arthtritis Gout
    Arthtritis Gout
    Dokumen45 halaman
    Arthtritis Gout
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Luka Bakar
    Luka Bakar
    Dokumen22 halaman
    Luka Bakar
    Jalalludin Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Osteosarkoma
    Osteosarkoma
    Dokumen24 halaman
    Osteosarkoma
    Jalalludin Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Ar 464 29052013 JK1GK
    Ar 464 29052013 JK1GK
    Dokumen2 halaman
    Ar 464 29052013 JK1GK
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Osteosarkoma 2
    Osteosarkoma 2
    Dokumen24 halaman
    Osteosarkoma 2
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Osteo at Ritis
    Osteo at Ritis
    Dokumen27 halaman
    Osteo at Ritis
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • ISPA
    ISPA
    Dokumen10 halaman
    ISPA
    Jalalludin Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Ileus Obtusktif Ok 1
    Ileus Obtusktif Ok 1
    Dokumen37 halaman
    Ileus Obtusktif Ok 1
    Jalalludin Ikhsan
    Belum ada peringkat
  • Referat Ikterus Neonatorum
    Referat Ikterus Neonatorum
    Dokumen23 halaman
    Referat Ikterus Neonatorum
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Ileus Obtusktif Ok
    Ileus Obtusktif Ok
    Dokumen37 halaman
    Ileus Obtusktif Ok
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • UAS Tranlate Anastesi
    UAS Tranlate Anastesi
    Dokumen19 halaman
    UAS Tranlate Anastesi
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantarik Us
    Kata Pengantarik Us
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantarik Us
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Referat Ilmu Kesehatan Anak
    Referat Ilmu Kesehatan Anak
    Dokumen15 halaman
    Referat Ilmu Kesehatan Anak
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Imunisasi US
    Imunisasi US
    Dokumen2 halaman
    Imunisasi US
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Septum Deviasi
    Septum Deviasi
    Dokumen14 halaman
    Septum Deviasi
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • 3 Mantra Kehidupan
    3 Mantra Kehidupan
    Dokumen2 halaman
    3 Mantra Kehidupan
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar THT
    Kata Pengantar THT
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar THT
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Gold Standar Pemeriksaan
    Gold Standar Pemeriksaan
    Dokumen3 halaman
    Gold Standar Pemeriksaan
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Absens I
    Absens I
    Dokumen1 halaman
    Absens I
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Absens I
    Absens I
    Dokumen1 halaman
    Absens I
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat
  • Uveitis Anterior
    Uveitis Anterior
    Dokumen35 halaman
    Uveitis Anterior
    Herlina Anggraini Jalalludin
    Belum ada peringkat