Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

DHF (Dengue Haemoragic Fever)

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 4

Feb septiana deoti Ferry irawan Hutri handayani I wayan febri sigit Indra bayu hadi Jaya fahlevi Jemi andika Joko setyo utomo

AKADEMI KEPERAWATAN BUNDA DELIMA BANDAR LAMPUNG 2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan maksimal. Pada kesempatan ini penulis membuat makalah dengan judul DHF. Makalah ini disusun untuk memberikan informasi bagi mahasiswa-mahasiswi Akademi Keperawatan Bunda Delima Bandar Lampung. Dalam penyususunan makalah ini kami menyadari bahwa banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam tata bahasa. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan rekan-rekan sekalian, sehingga penulisan dan penyusunan makalah ini dapat lebih baik. Penulis berharap mudah-mudahan makalah ini bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan.

Bandar Lampung, 16 JUNI 2013

Penulis

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian 2. Etiologi 3. Manisfestasi klinis 4. Anatomi fisiologi 5. Patofisiologi 6. Komplikasi 7. Penatalaksanaan 8. Pemeriksaan diagnostik 9. Asuhan Keperawatan

BAB III PENUTUP 1. Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


DHF (Dengue Haemorraghic Fever) pada masyarakat awam sering disebut sebagai demam berdarah. Menurut para ahli, demam berdarah dengue disebut sebagai penyakit (terutama sering dijumpai pada anak) yang disebabkan oleh virus Dengue dengan gejala utama demam,nyeri otot, dan sendi diikuti dengan gejala pendarahan spontan seperti ; bintik merah pada kulit,mimisan, bahkan pada keadaan yang parah disertai muntah atau BAB berdarah. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Famili Flaviviridae,dengan genusnya adalah flavivirus. Virus ini mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Selama ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda, tergantung dari serotipe virus Dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-negara Tropis dan Subtropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai manifestasi klinik yang berbeda. Di Indonesia Penyakit DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan sekarang menyebar keseluruh propinsi di Indonesia. Timbulnya penyakit DBD ditenggarai adanya korelasi antara strain dan genetik, tetapi akhir-akhir ini ada tendensi agen penyebab DBD disetiap daerah berbeda. Hal ini kemungkinan adanya faktor geografik, selain faktor genetik dari hospesnya. Selain itu berdasarkan macam manifestasi klinik yang timbul dan tatalaksana DBD secara konvensional sudah berubah. Infeksi virus Dengue telah menjadi masalah kesehatan yang serius pada banyak negara tropis dan sub tropis.

B. 1.

Tujuan Penulisan Tujuan umum Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas yang diberikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

2.

Tujuan khusus Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat: a. b. c. d. e. f. Mengetahui pengertian penyakit DHF Mengetahui penyebab terjadinya DHF Mengetahui tanda dan gejala penyakit DHF Mengetahui dan memahami focus pengkajian pada penyakit DHF Mengetahui dan memahami focus perencanaan pada penyakit DHF Memahami contoh kasus penyakit DHF dan mengetahui asuhan

keperawatan yang harus diberikan pada penderita DHF C. Manfaat Penulisan Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca, sehingga dapat menetahui cara hidup sehat, menambah pengetahuan dan pendalaman, penelitian tentang pasien dengan DHF

BAB II PEMBAHASAN
A.

Definisi

DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti (betina). (Christantie Effendy, 1995). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty betina (Seoparman , 1990). DHF (Dengue Haemoragic Fever) adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001). Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996). DHF (Dengue Haemoragic Fever) berdasarkan derajat beratnya penyakit, secara klinis dibagi menjadi 4 derajat (Menurut WHO, 1986): 1) Derajat I Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan, uji tourniquet, trombositopenia dan hemokonsentrasi. 2) Derajat II Derajat I dan disertai pula perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain. 3) Derajat III Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan daerah rendah (hipotensi), gelisah, cyanosis sekitar mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan). 4) Dejara IV Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.

B.

Etiologi

Penyebab utama : virus dengue tergolong albovirus Vektor utama : Aedes aegypti. Aedes albopictus. Adanya vektor tesebut berhubungan dengan : 1. kebiasaan masyarakat menampung air bersih untuk keperlauan sehari hari. 2. Sanitasi lingkungan yang kurang baik. 3 .Penyediaan air bersih yang langka. Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah padat penduduk karena. 1. Antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang aedes aegypti 40-100 m. 2. Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat, (Noer, 1999).

C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis DHF seringkali mirip dengan beberapa penyakit lain seperti : 1) Demam chiku nguya. Dimana serangan demam lebih mendadak dan lebih pendek tapi suhu di atas 400C disertai ruam dan infeksi konjungtiva ada rasa nyeri sendi dan otot. 2) Demam tyfoid Biasanya timbul tanda klinis khas seperti pola demam, bradikardi relatif, adanya leukopenia, limfositosis relatif. 3) Anemia aplastik Penderita tampak anemis, timbul juga perdarahan pada stadium lanjut, demam timbul karena infeksi sekunder, pemeriksaan darah tepi menunjukkan pansitopenia. 4) Purpura trombositopenia idiopati (ITP) Purpura umumnya terlihat lebih menyeluruh, demam lebih cepat menghilang, tidak terjadi hemokonsentrasi. Tanda-tanda DHF : Meningkatnya suhu tubuh Nyeri pada otot seluruh tubuh Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita Suara serak Batuk Epistaksis Disuria
7

Nafsu makan menurun Muntah Ptekie Ekimosis Perdarahan gusi Muntah darah Hematuria massif Melena

D.

Komplikasi
a. Perdarahan luas. b. Shock atau renjatan. c. Effuse pleura d. Penurunan kesadaran

E.

Pemeriksaan Diagnostik

Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut : 1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri. 2) Manifestasi perdarahan : 1. Uji tourniquet positif 2. Petekia, purpura, ekimosi 3. Epistaksis, perdarahan gusi 4. Hematemesis, melena. 3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus. 4) Dengan atau tanpa renjatan. Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk. 5) Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi Laboratorium Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dan meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen. Pada pasien dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan hemokonsentrasi tersebut sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DHF dengan tepat.

Juga dijumpai leukopenia yang akan terlihat pada hari ke-2 atau ke-3 dan titik terendah pada saat peningkatan suhu kedua kalinya leukopenia timbul karena berkurangnyam limfosit pada saat peningkatan suhu pertama kali.

F.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut : 1. Tirah baring atau istirahat baring. 2. Diet makan lunak. 3. Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. 4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan. 5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam. 6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari. 7. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 1. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder. 2 .Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk. 3. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pencegahan Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut : 1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF. 2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan. 3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya. 4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi. Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain : 1. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan.
9

Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air. 2. Tanpa insektisida Caranya adalah: 1. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10 hari). 2. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat. 3. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

G.
1.

Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN

1. Data Subjektif : a. Lemah


b. c. d. e. f. g. h. a. b. Panas atau demam Sakit kepala Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan Nyeri ulu hati Nyeri pada otot dan sendi Pegal pegal pada seluruh tubuh Konstipasi Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan ( flushing ) Mukosa mulut kering, perdarah gusi, lidah kotor tampak bintang merah pada kulit

2. Data Obyektif :

(petekie), uji tourniquet positif, epitaksis, akimosis, hematoma, hematemesis, melena c. Hyperemia pada tenggorokan d. Nyeri tekan pada epigastrik e. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa f. Pada renjatan ( derajat IV ), nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, napas dangkal
10

2.

DIAGNOSAKEPERAWATAN

1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). 2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. 4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. 5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring. 6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh. 7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.

2. INTERVENSI
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia) Intervensi: 1. Kaji saat timbulnya demam. 2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam 3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam) 4. Berikan kompres hangat 5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal 6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter Rasional: 1. untuk mengidentifikasi pola demam pasien. 2. tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. 3. Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 4. Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh. 5. pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh 6. pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi 2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit Intervensi: 1. Observasi tingkat nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi) 2. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dan tindakan kenyamanan 3. Berikan aktifitas hiburan yang tepat 4. Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan. 5. Ajarkan pasien teknik relaksasi 6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgetik
11

Rasional: 1. Mengindikasi kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan/resolusi komplikasi. 2. Lingkungan yang nyaman akan membantu proses relaksasi 3. Memfokuskan kembali perhatian; meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi nyeri. 4. Keluarga akan membantu proses penyembuhan dengan melatih pasien relaksasi. 5. Relaksasi akan memindahkan rasa nyeri ke hal lain. 6. Memberikan penurunan nyeri. 3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia Intervensi: 1. Observasi keadaan umam pasien dan keluhan pasien. 2. Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien 3. Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi 4. Identifikasi makanan yang disukai atau dikehendaki yang sesuai dengan program diit. 5. Ajarkan pasien dan Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi. 6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat anti mual. Rasional: 1. Mengetahui kebutuhan yang diperlukan oleh pasien. 2. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik 3. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya) 4. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam pencernaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang 5. Meningkatkan rasa keterlibatannya; Memberikan informasi kepada keluarga untuk memahami nutrisi pasien 6. Pemberian obat antimual dapat mengurangi rasa mual sehingga kebutuhan nutrisi pasien tercukupi. 4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma Intervensi: 1. Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tanda vital. 2. Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul 3. Kaji suhu warna kulit dan kelembabannya 4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa 5. Pantau masukan dan pengeluaran cairan 6. Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung. 7. Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
12

8. Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur 9. Berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan

laboratorium(Ht, BUN, Na, K) Rasional: 1. hipovolemia dapat dimanisfestasikan oleh hipotensi dan takikardi 2. pernapasan yang berbau aseton berhubungan dengan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi 3. demam dengan kulit kemerahan, kering menunjukkan dehidrasi. 4. merupakan indicator dari dehidrasi. 5. memberi perkiraan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan program pengobatan. 6. mempertahankan volume sirkulasi. 7. kekurangan cairan dan elektrolit menimbulkan muntah sehingga kekurangan cairan dan elektrolit. 8. pemberian cairan untuk perbaikan yang cepat berpotensi menimbulkan kelebihan beban cairan 9. mempercepat proses penyembuhan untuk memenuhi kebutuhan cairan 5. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri, terapi tirah baring Intervensi: 1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. 2. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas. 3. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan. 4. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: dokter (pemberian analgesik) Rasional: 1. mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien. 2. Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan 3. melatih otot otot kaki sehingga berfungsi dengan baik 4. Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi 5. Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri. 6. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh Intervensi: 1. Monitor keadaan umum pasien 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam. 3. Monitor tanda perdarahan 4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit 5. Berikan transfusi sesuai program dokter 6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
13

Rasional: 1. memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani. 2. tanda vital normal menandakan keadaan umum baik. 3. Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik 4. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut. 5. Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang. 6. Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin 7. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia Intervensi: 1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis 2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat 3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut 4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya Rasional: 1. Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah. 2. Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan 3. Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin. 4. Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.

14

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN A. KESIMPULAN
Banyak cara untuk menurunkan insiden terjadinya DHF. Karena vektor dari DHF adalah nyamuk Aedes aegypti , maka ada beberapa hal yang sebaiknya dilaksanakan untuk memutuskan rantai penyakit: Tanpa insektisida: Menguras bak mandi,tempayan,drum,dll minimal seminggu sekali. Menutup penampungan air rapat- rapat. Membersihkan pekarangan dari kaleng bekas,botol bekas yang memungkinkan nyamuk bersarang. Dengan insektisida: Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa: biasanya dengan fogging/pengasapan. Abate untuk membunuh jentik nyamuk dengan cara ditabur pada bejana- bejana tempat penampungan air bersih dengan dosis 1 gram Abate SG 1% per 10 liter air.

15

DAFTAR PUSTAKA

Sunaryo, Soemarno, (1998), Demam Berdarah Pada Anak, UI ; Jakarta. Effendy, Christantie, (1995), Perawatan Pasien DHF, EGC ; Jakarta. Hendarwanto, (1996), Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, FKUI ; Jakarta. Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai