Anda di halaman 1dari 22

BAB II KONSEP DASAR

A. Hernia Inguinalis Lateral 1. Pengertian Hernia merupakan protusi abnormal organ, jaringan, atau bagian organ melalui struktur yang secara normal berisi bagian ini (Black, 2006). Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut (Sjamsuhidayat, 2004). Sedangkan, hernia inguinalis lateral adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus ( Mansjoer, 2002 ). Hernia inguinalis lateral merupakan penonjolan yang keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus ( Sjamsuhidayat, 2004).

Ditinjau dari letaknya, hernia dibagi menjadi 2 tipe, yaitu : a. Hernia eksterna Hernia yang tonjolannya tampak dari luar yaitu hernia inguinalis lateralis (indirek), hernia inguinalis medialias (direk), hernia femoralis, hernia umbilikalis, hernia supra umbilikalis, hernia sikatrikalis, dan lain lain. b. Hernia interna Hernia yang tonjolannya tidak tampak dari luar, yaitu hernia obturatorika, hernia diafragmatika, hernia foramen Winslowi dan hernia ligamen treitz (Oswari, 2005).

2. Anatomi fisiologi Gambar 2.1 Anatomi Cincin Inguinal

Sumber : www.hidroxygenplus.blogspot.com

Kanalis inguinalis dibatasi dikraniolateral oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia transpersalis dan aponeurosis muskulo-tranversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum tubkum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis muskulo-oblikus eksternus. Atapnya adalah aponeurosis muskulo-oblikus eksternus, dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum rotundum pada perempuan. Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang, menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis (Sjamsuhidayat, 2004). Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka

10

kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Mansjoer, 2002).

3. Etiologi Hernia ingunalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat. Pada bayi dan anak, hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin karena meningkatnya penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, kelemahan otot dinding perut karena usia (Sjamsuhidayat, 2004). Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan intraabdominal adalah kehamilan, obesitas, peningkatan berat badan, dan tumor (LeMone, 2008). Selain itu, batuk kronis, pekerjaan mengangkat benda berat, mengejan pada saat defekasi, dan mengejan pada saat miksi, misalnya hipertrofi prostat dapat pula meningkatkan tekanan intra

abdomen yang bisa menyebabkan hernia (Mansjoer, 2002).

11

4. Patofisiologi Defek pada dinding otot mungkin konginetal karena kelemahan jaringan atau ruang luas pada ligament inguinal, atau dapat disebabkan oleh trauma. Tekanan intraabdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti pada batuk dan cedera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini ada disertai dengan kelemahan otot, maka individu akan mengalami hernia. Bila isi kantung hernia dapat dipindahkan ke rongga abdomen dengan manipulasi, hernia disebut redusibel. Hernia iredusibel dan inkarserata adalah istilah yang menunjukan bahawa hernia yang tidak dapat dipindahkan atau dikurangi dengan manipulasi. Bila tekanan dari cincin hernia (cincin dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke segmen hernia dari usus, usus menjadi strangulasi. Situasi ini adalah kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus akan cepat menjadi ganggren karena kekurangan suplai darah (Black, 2006)

5. Manifestasi klinik Pasien mengatakan turun berok, burut, atau klingsir, atau mengatakan adanya benjolan di selangkangan atau kemaluan. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan, atau mengangkat benda berat dan bila posisi

12

pasien berdiri dapat timbul kembali. Bila telah terjadi komplikasi dapat ditemukan nyeri. Keadaan umum pasien biasanya baik, bila benjolan tidak nampak, pasien dapat disuruh mengejan dengan menutup mulut dalam keadaan berdiri. Bila ada hernia maka akan tampak benjolan. Bila memang sudah tampak benjolan, harus diperiksa apakah benjolan tersebut dapat dimasukkan kembali. Pasien diminta berbaring bernapas dengan mulut untuk mengurangi tekanan intra abdominal, lalu skrotum diangkat perlahan-lahan. Diagnosa pasti hernia pada umumnya sudah dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti. Keadaan cincin hernia juga perlu diperiksa. Melalui skrotum jari telunjuk dimasukkan ke atas lateral dari tuberkulum pubikum. Ikuti fasikulus spermatikus sampai ke annulus inguinalis internus. Pada keadaan normal jari tangan tidak dapat masuk. Pasien diminta mengejan dan merasakan apakah ada massa yang menyentuh jari tangan. Bila massa tersebut menyentuh ujung jari mak itu adalah hernia inguinalis lateralis, sedangkan bula menyentuh sisi jari maka diagnosisnya adalah hernia inguinalis medialis (Mansjoer, 2002).

6. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan medikal Hernia yang tidak terstrangulata atau inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu penyokong dapat digunakan untuk

13

mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dari kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong untuk

memanifestasikan kerusakan ( Ester, 2002). b. Penatalaksanaan bedah Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari herniotomi, hernioplastik, dan herniorafi. Pada herniotomi, dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioplastik, dilakukan tindakan memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis ( Sjamsuhidayat, 2004). Herniorafi dilakukan dengan menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang lemah. Usus ini kemudian dikembalikan ke rongga perineal, kantung hernia dibuang dan otot ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Laparoscopic

Extraperitoneal (LEP) herniorafi merupakan tehknik terbaru yang

14

angka keberhasilannya lebih tinggi dengan meminimalisasi kekambuhan, nyeri, dan periode recovery post operasi lebih pendek (Black, 2006).

7. Komplikasi Akibat dari hernia dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut : a. Terjadi perlengketan antara isi hernia dengan isi kantung hernia sehingga isi kantung hernia tidak dapat dikembalikan lagi, keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis irenponibilis. Pada keadaan ini belum gangguan penyaluran isi usus. Isi hernia yang tersering menyebabkan keadaan ireponibilis, adalah omentum, karena mudah melekat pada dinding hernia dan isinya dapat menjadi lebih besar karena infiltrasi lemak. Usus besar lebih sering menyebabkan ireponibilis daripada usus halus. b. Terjadi penekanan terhadap cincin hernia akibat banyaknya usus yang masuk. Keadaan ini menyebabkan gangguan aliran isi usus di ikuti dengan gangguan vascular ( proses strangulasi ). Keadaan ini di sebut hernia inguinalis strangulata ( Mansjoer, 2002).

15

B. Post Herniorafi 1. Pengkajian Fokus Dalam melakukan asuhan keperawatan , pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang penting dilakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di rumah sakit. a. Demografi Pengkajian demografi yang terkait dengan masalah kesehatan klien dengan hernia inguinalis meliputi : 1). Umur Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Untuk hernia inguinalis lateralis, insiden tertinggi pada anak muda. Insiden tinggi pula terjadi pada klien dengan usia 50 60 tahun dan berangsur-angsur menurun pada kelompok lansia (Black, 2006). 2). Jenis kelamin Hernia inguinalis lateral lebih banyak diderita oleh laki-laki daripada perempuan. Hal ini dikarenakan pada lelaki dalam waktu perkembangan janin terjadi penurunan testis dari rongga perut. Jika saluran testis ini tidak menutup dengan sempurna, maka akan menjadi jalan lewatnya hernia inguinalis (Oswari, 2005). 3). Pekerjaan Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka waktu lama dapat melemahkan dinding perut (Oswari, 2005). Aktivitas

16

mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu bisa memicu timbulnya hernia. b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama

lama

Keluhan utama yang dirasakan klien post herniorafi adalah nyeri daerah luka operasi. 2) Riwayat kesehatan dahulu Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja

mengangkat benda-benda berat, riwayat penyakit menular dan atau penyakit keturunan, serta riwayat operasi sebelumnya pada daerah abdomen atau operasi hernia yang pernah dialami klien sebelumnya. 3) Riwayat kesehatan sekarang Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan memperingan keluhan pada pasien hernia inguinalis. c. Pemeriksaaan fisik 1) Keadaan umum Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan, dan periksa status gizinya serta tingkat kesadaran composmentis.

17

2) Tanda-tanda vital Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. Biasanya pada pasien post herniorafi terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan suhu dan demam, pernapasan cepat dan dangkal. 3) Inspeksi Pada hernia inguinalis tampak adanya benjolan di lipat paha. Benjolan tersebut bisa mengecil atau menghilang pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan, batuk, mengangkat benda berat atau bila posisi pasien berdiri dapat timbul kembali ( Sjamsuhidayat, 2004). Pada kondisi post operasi luka tertutup balutan steril untuk mencegah masuknya mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi. Tanda infeksi perlu diperhatikan seperti ada lesi/ kemerahan pada luka insisi. 4). Perubahan pola fungsi a) Sirkulasi Gejala : riwayat masalah jantung, gagal jantung kongestif (GJK), edema pulmonal, penyakit vaskular perifer, atau stasis vaskular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

18

b) Integritas ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; faktor-faktor stress multiple, misalnya finansial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/ peka rangsang ; stimulasi simpatis. c) Makanan / cairan Gejala: insufisiensi (predisposisi pankreas/ untuk diabetes mellitus ; (DM),

/ketoasidosis)

malnutrisi

(termasuk obesitas) ; membran mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa

hipoglikemia pra operasi). d) Aktivitas atau istirahat Tanda : mengangkat beban berat, duduk, mengemudi dalam waktu lama, membutuhkan papan matras untuk tidur, penurunan rentang gerak, tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan. e) Neurosensori Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan tangan atau kaki, penurunan reflek tendon dalam, nyeri tekan atau nyeri abdomen.

19

f)

Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

g)

Keamanan Gejala : alergi/ sensitif terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi imun (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker/ terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ;

Riwayat penyakit hepatik (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfusi darah/ reaksi transfusi. Tanda : munculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

h) Kenyamanan Gejala: nyeri seperti di tusuk-tusuk, fleksi pada kaki, keterbatasan mobilisasi. i) Penyuluhan / Pembelajaran Gejala: penggunaan antikoagulasi, steroid, antibiotik,

antihipertensi, kardiotonik glikosid, antidisritmia, bronkodilator, diuretik, dekongestan, analgesik,

antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alkohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan

20

pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi). j) Pemeriksaan penunjang 1. Urinalisis : Munculnya sel darah merah atau bakteri yang mengindikasikan infeksi. 2. Darah lengkap : peningkatan darah lengkap adalah indikasi indikasi dari proses inflamasi, penurunan darah lengkap dapat mengarah pada proses-proses viral (membutuhkan evaluasi karena sistem imun mungkin tidak berfungsi). 3. Elektrolit : ketidakseimbangan akan mengganggu fungsi organ, misalnya penurunan kalium akan mempengaruhi kontraktilitas otot jantung, mengarah kepada penurunan curah jantung. 4. Gas Darah Arteri : mengevaluasi status pernafasan terakhir. 5. Sinar X dada : harus bebas dari infiltrasi, pneumonia; digunakan untuk identifikasi massa dan penyakit paru obstruksi menahun (PPOM). 6. Elektrokardiografi (EKG) : penemuan akan sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioritas perhatian untuk memberikan anestesi. ( Doengoes, 2000)

21

2. Pathway Keperawatan

Kongenital prosesus vaginalis yang terbuka

Aquisita kehamilan, batuk kronis, mengangkat benda berat, mengejan pada saat defekasi, dan mengejan pada saat miksi

Membentuk kantung hernia Viskus abdomen masuk peningkatan tekanan intra abdomen

defek pada dinding otot ligament inguinal melemah

penonjolan isi perut di lateral pembuluh epigastrika inferior fenikulus spermatikus Hernia lateralis Penatalaksanaan Herniorafi/ herniotomi

Luka post operasi

Kurang pengetahuan

Insisi bedah Terputusnya kontinuitas Jaringan Penurunan Nyeri pertahanan primer tubuh Gangguan rasa nyaman : Nyeri Risiko tinggi infeksi

Risiko perdarahan Ketidakseimbangan cairan tubuh Risiko tinggi kekurangan volume cairan

( Doengoes, 2000; Mansjoer, 2002; LeMone, 2008)

22

3. Fokus Intervensi Dan Rasional a. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi infeksi terhadap prosedur invasif, insisi bedah. Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/ inflamasi, drainase purulen, eritema, dan demam. Tindakan/ intervensi : 1) Mandiri a). Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. Rasional: dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses, peritonitis. b). Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Berikan perawatan paripurna. Rasional : menurunkan risiko penyebaran bakteri. c). Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/ drein (bila dimasukan), adanya eritema. Rasional : memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/ atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya. d). Berikan informasi yang tepat, jujur pada pasien/ orang terdekat Rasional : pengetahuan tenang kemajuan situasimemberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas.

23

2) Kolaborasi a). Ambil contoh drainase bila diindikasikan. Rasional : kultur pewarnaan gram dan sensitivitasnya berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan pilihan terapi. b). Berikan antibiotik sesuai indikasi. Rasional: mungkin diberikan secara profilaktik atau

menurunkan jumlah organisme (pada infeksiyang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan

penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen. c). Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan. Rasional : dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir. b. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah pra operasi, pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik, inflamasi peritoneum dengan cairan asing . Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan : mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembapan membran mukosa, turgor kulit baik, yanda vital stabil, dan secara individual haluaran urin adekuat.

24

Tindakan/ intervensi : 1) Mandiri a). Awasi TD dan nadi Rasional : tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler. b). Lihat membrane mukosa; kaji turgor kulit dan pengisian kapiler. Rasional : indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler. c). Awasi masukan dan haluaran; catat warna urin/ konsentrasi, berat jenis. Rasional : penurunan haluaran urin pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan. d). Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus. Rasional : indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan oral. e). Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan per oral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi. Rasional : menurunkan iritasi gaster/ muntah untuk

meminimalkan kehilangan cairan. f). Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir.

25

Rasional : dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah. 2) Kolaborasi a). Pertahankan penghisapan gaster/ usus. Rasional : selang NG biasanya dimasukan pada praoperasi dan dipertahankan pada fase segera paska operasi untuk dekompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah. b). Berikan cairan IV dan elektrolit. Rasional : peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi

ketidakseimbangan elektrolit. c. Diagnosa keperawatan : nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi atau adanya insisi bedah. Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan : melaporkan nyeri hilang/ terkontrol. Tampak rileks, mampu tidur/ istirahat dengan tepat. 1) Mandiri a). Kaji nyeri, catat lokas, karakteristik, beratnya (skala 1-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.

26

Rasional : berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada

karakteristik nyeri menunjukan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi. b). Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler. Rasional: gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan

tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang. c). Dorong ambulasi dini. Rasional: meningkatkan normalisasi fungsi organ, contoh merangsang peristaltik dan kelancaran flatus,

menurunkan ketidaknyamanan abdomen. d). Berikan aktivitas hiburan. Rasional : fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping. 2) Kolaborasi a). Pertahankan puasa/ penghisapan NG pada awal. Rasional : menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan irigasi gaster/ muntah. b). Berikan analgesik sesuai indikasi.

27

Rasional : menghilangkan nyeri mempermudah kerja sama dengan intervensi terapi lain contoh ambulasi, batuk. c). Berikan kantong es pada abdomen. Rasional : menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung syaraf. Catatan : jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kongesti jaringan. d. Diagnosa keperawatan : kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan. Berhubungan dengan kurang terpajan/ mengingat; salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi. Hasil yang diharapkan/ kriteria evaluasi pasien akan : menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi, berpartisipasi dalam program pengobatan. Tindakan/ intervensi : 1) Mandiri a). Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh mengangkat berat, olahraga, seks, latihan, menyetir. Rasional : memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah.

28

b). Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik. Rasional: mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan, dan perasaan sehat dan mempermudah kembali ke aktivitas normal. c). Anjurkan menggunakan laksatif/ pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema. Rasional: membantu kembali ke fungsi usus semula; mencegah mengejan saat defekasi. d). Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan atau pengikat. Rasional : pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan. e). Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri; edema/ eritema luka, adanya drainase, demam. Rasional : upaya intervensi menurunkan risiko komplikasi serius contoh lambatnya penyembuhan, peritonitis. (Doengoes, 2000)

29

Anda mungkin juga menyukai