Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN

1. Skenario Seorang anak laki-laki umur 14 bulan masuk rumah sakit dengan keluhan sesak yang dialaminya sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, selain sesak dia juga ada keluhan batuk berlendir dan demam. Anak tersebut lahir dengan berat badan 3 kg, lahir spontan cukup bulan. Saat ini beratnya 6 kg. Sebelumnya tidak ada riwayat sesak. Riwayat imunisasi : hanya mendapatkan imunisasi polio dan BCG beberapah hari setelah lahir.

2. Kata Kunci 1. Anak 14 bulan 2. Sesak napas 3 hari yang lalu 3. Batuk berlendir dan demam 4. BB 3 kg saat lahir 5. Tidakada riwayat sesak 6. BB 6 kg (malnutrisi) 7. Riwayat imunisasi Polio dan BCG 3. Pertanyaan 1. Definisi dan mekanisme sesak 2. Etiologi sesak 3. Bagaimana mekanisme sesak dan demam ? 4. Apa saja DD dari skenario ? 5. Apa pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis ? 6. Apakah efek imunisasi terhadap gizi buruk pada anak ?

MIND MAP

BAB II PEMBAHASAN

1. Anatomi

Struktur Sistem Respirasi Sistem respirasi terdiri dari: 1. Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan. 2. Saluran nafas bagian bawah Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke alveoli 3. Alveoli Terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2 4. Sirkulasi paru Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru Paru terdiri dari : a. Saluran nafas bagian bawah

b. Alveoli c. Sirkulasi paru 5. Rongga Pleura Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis 6. Rongga dan dinding dada Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi Saluran Nafas Bagian Atas 1. Rongga hidung Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : a. Dihangatkan b. Disaring c. Dan dilembabkan Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi

menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke : Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius) Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah) Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan) Saluran Nafas Bagian Bawah 1. Laring Terdiri dari tiga struktur yang penting a. Tulang rawan krikoid

b. Selaput/pita suara c. Epilotis d. Glotis 2. Trakhea Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus. 3. Bronkhi Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior 4. Alveoli Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar : a. Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli b. Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkansurfactant. c. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel d. Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum Aliran pertukaran gas Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli membran dasar endotel kapiler plasma eitrosit. Membran sitoplasma eritrosit molekul hemoglobin

Surfactant Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari. Sirkulasi Paru Mengatur aliran darah vena vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri. Paru Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik. Rongga dan Dinding Dada Rongga ini terbentuk oleh: a. Otot otot interkostalis b. Otot otot pektoralis mayor dan minor c. d. Otot otot trapezius Otot otot seratus anterior/posterior

e. Kosta- kosta dan kolumna vertebralis f. Kedua hemi diafragma Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi. 2. Fisiologi a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit Ventilasi alveolar = 4 liter/menit Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8 b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg.Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg. Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis

c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir dari rongga kapiler ke rongga interstitial, sedangkan

osmotic colloid pressure akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler. Kondisi ini dalam keadaan

normal selalu seimbang.Peningkatan tekanan kapiler atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan garam dalam rongga interstitial. Transpor Oksigen Hemoglobin Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk: a. Kelarutan fisik dalam plasma b. Ikatan kimiawi dengan hemoglobin Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh

mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2 menurun Oksigen content Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 ) a. Plasma b. Hemoglobin Regulasi Ventilasi Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur: -Rate impuls -Amplitudo impuls Respirasi rate Tidal volume

Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons. Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO

3. Histologi Dalam melaksanakan proses Metabolisme, oleh hewan dan manusia dibutuhkan oksigen.. System respirasi berfungsi untuk mengambil oksigen dan membuang karbondioksida, yang keduanya diangkut dari dan ke tubuh. Tractus respiratorius dapat dibagi menjadi: Pars Conductoria Meliputi saluran yang menghubungkan antara bagian luar tubuh dengan paru-paru untuk menyalurkan udara. Saluran ini terdiri dari: Hidung Pharynx Larynx Trachea Bronchus Bronchiolus Pars Respiratoria Merupakan bagian dari paru-paru yang berfungsiuntuk pertukaran gas antara darah dan udara. Bagian ini terdiri dari: Saccus alveolaris. Alveolus. 1. Hidung Hidung merupakan organ yang berongga dengan dinding yang tersusun oleh jaringan tulang, cartilage, otot dan jaringan pengikat. Pada kulit yang menutupi bagian luar hidung diketemukan Glandula sebacea dan rambutrambut halus. Kulit ini melanjutkan diri melalui nares untuk melapisi vestibulum nasi. Di daerah vestibulum nasi ini banyak rambut yang bersifat kaku yang berfungsi untuk menghalangi debu dan kotoran yang ikut dihirup. Pada sisa cavum nasi yang lain dilapisi oleh epitel silindris semu berlapis bersilia dengan banyak kelenjar mucosa ( sel piala). Di indera pembau terdapat epitel khusus , yang pada bagian bawahnya terdapat membrane basalis yang memisahkan epitel dengan jaringan pengikat yang banyak mengandung kelenjar serosa-mukosa.

Di bawah epitel yang menutupi concha nasalis inferior banyak plexus fenosus yang berguna untuk memanasi udara yang lewat. Organon olfactorius Merupakan reseptor rangsang bau yang terletak pada ephitelium olfactorius. Epitelnya merupakan epitel silindris semu berlapis dengan 3 macam sel: Sel penyokong Sel ini berbentuk langsing, di dalam sitoplasmanya tampak adanya berkas-berkas tonofibril dan jelas tampak terminal bar. Pada permukaannya tampak banyak mikrovili yang panjang yang terpendam dalam lapisan lender. Kompleks golgi yang kecil terdapat pada bagian puncak sel. Di dalamnya juga terdapat pigmen coklat yang memberi warna pada epitel olfactory tersebut. Sel Basal Sel ini berbentuk kerucut rendah dengan tonjolan tersusun selapis dan berinti gelap. Sel Olfactoori. Sel ini terdapat diantara sel-sel penyokong sebagai sel syaraf yang berbentuk bipolar. Bagian puncak sel olfactory membulat dan menonjol merupaka dendrite yang meluas sebagai tonjolan silindris pada permukaan epitel. Bagian basal mengecil menjadi lanjutan sel halus yang tidak berselubung myelin. Bagian yang membulat di permukaan disebut vesicular olfactorius, dari bagian yang menonjol ini timbul tonjolan yang berpangkal pada corpuscullum basale sebagai cilia olfactory yang tidak dapat bergerak. Ujung cilia inilah yang merupakan komponen indra pembau dan dapat menerima rangsang. Dalam lamina propria terdapat selsel pigmen dan sel limfosit. Selain itu, dalam lamina propria terdapat banyak sekali anyaman pembuluh darah. Di dalam lamina proproia area olfactory terdapat pula kelenjar tubulo-alveolar sebagai Glandula Olfactorius Bowmani, yang berfungsi menghasilkan sekrit yang menjaga agar epitel olfactory tetap basah dan bersih. Sinus paranasal Merupakan ruangan yang dibatasi tulang dan berhubungan dengan cavum nasi. Sinus paranasal ini kita kenal: sinus paranasal, sinus ethmoidale,

sinus maxilla dan sinus spenoidalis yang terdapat dalam tulang-tulang yang bersangkutan. 2. Larynx Larynx berbentuk sebagai pipa yang irregular dengan dinding yang terdiri atas cartilage hyaline, cartilage elastis, jaringan pengikat dan otot bercorak. Larynx menghubungkan antara pharynx dengan trachea. Fungsinya adaalah menyokong, mencegah makanan/minuman untuk masuk ke dalam trachea. Rangka larynx terdiri dari beberapa potong kartilago: Cartilage thyrooidea, cartilage cricoidea dan epiglotis yang terdapat tunggal Cartilage arythenoidea, Cartilago corniculata, dan cartilage cuneiformis yang terdapat sepasang. Otot bercorak dari larynx dapat dibagi menjadi : Otot ekstrinsik, yang berfungsi untuk menopang dan menghubungkan sekitarnya. Kontraksinya terjadi pada proses digulatio(menelan). Otot instrinsik, yang berfungsi menhubungkan masing-masing cartilage larynx . kontraksinya berpereran dalam proses bersuara. 3. Epiglottis. Merupakan cartilage elastis yang berbentuk seperti sendok pipih. Permukaan depan, bagian atas permukaan belakang epiglotia (plica aryepiglotica) dan plica vokalis dilapisi oleh epitel gepeng berlapis. Plica vokalis merupakan lipatan membrane mukosa yang didalamnya mengandung ligamentum vokalis yang merupakan pengikat elastis. Epitel yang menutupi merupakan epitel gepeng berlapis. 4. Trachea Merupakan lanjutan dari larynx yang lebarnya 2-3.5 cm dan panjangnya sekitar 11 cm. trachea berakhir dengan cabang dua yang disebut sebagai bronchus. Epitel yang melapisi sebelah dalam ialah epitel silindris semu berlapis bercilia dan bertumpu pada membrane basalis yang tebal. Di antara sel-sel tersebar sel-sel piala. Dibawah membrane basalis terdapat lamina propria yang banyak mengandung serabut elastis. Di lapisan dalam lamina propria serabut elastis membentuk anyaman padat sebagai suatu

lamina elastica, maka jaringan pengikat dibawahnya kadang-kadang disebut tunica submukosa. Di dalam tunica submukosa inilah terdapat kelenjar-kelenjar kecil seperti pada dinding larynx yang bermuara pada permukaan epitel. Yang merupakan ciri khas dari trachea adalah adnya kerangka cincin-cincin cartilago hyaline yang berbentuk huruf C sebanyak 16-20 buah yang berderet mengelilingi lumen dengan bagian yang terbuka di bagian belakang( pars cartilaginea). Masing-masing cincin dibungkus oleh serabut fibro elastis. Bagian belakan tidak memiliki cincin cartilage (pars membranacea) diisi oleh serabut-serabut otot polos yang sebagian berjalan melintang dan berhubungan dengan jaringan fibro elastis disekitarnya. 5. Broncus dan cabang-cabangnya Trachea bercabang menjadi 2 bronchus primaries yang masuk ke jaringan paru-paru melalui hilus pulmonalis dengan arah ke bawah dan lateral. Bronchus yang sebelah kana bercabang menjadi 3 dan yang sebelah kiri becabang menjadi 2, dimana setiap cabang tersebut merupakan percabangan dari bronchus primaries. Lamina propria terdiri dari jaringan pengikat yang banyak mengandung serabut elastis dan serabut kolagen dan retikuler serta beberapa limfosit. Di bawah membrane mocosa terdapat stratum musculare yang tidak merupakan lapisan tertutup.

Banyaknya serabut elastis berhubungan erat dengan sel-sel otot polos dan serabut elastis ini sangat penting dalam proses respirasi. Di dalam anyaman muskuloelastis ini terdapat banyak jalinan pembuluh darah kecil. Perbedaan struktur antara trachea serta bronchus extrapulmonalis serta intrapulmonalis. Bentuk cincin cartilage. Susunan serabut otot pada trachea hanya dibagian dorsal sedangkan pada bronchus terdapat disekeliling dinding. Kontraksi lapisan otot ini akan menimbulkan lipatan memanjang pada membrane mukosa. Suatu lapisan anyaman elastis yang membatasi membrane mukosa seperti pada trachea tidak ada, tetapi terdapat serabut-serabut elastis yang berjalan sejajar sepanjang bronchus dengan percabangannya

Perbedaan Bronchus dan Bronchiolus. Dengan bercabangnya bronchus, maka kalibernya akan semakin mengecil, yang menyebabkan gambaran stukturnya akan semakin berbeda karena lempeng-lempeng cartilage yang makin berkurang. Kalau struktur pulmo disamakan seperti kelenjar, maka bronchus merupakan ductus extraloburalis, sebab terdapat diluar lobuli. Cabang bronchus yang memasuki lobulus pada puncaknya disebut bronchiolus yang sesuai dengan ductus intralobularis pada kelenjar. Biasanya dinding brochiolus berdiameter lebih kecil dari 1mm dengan epitel silindris selapis bercilia dan tanpa cartilago. 6. Pulmo Paru-paru pada manusia terdapat sepasang yang menempati sebagian besar dalam cavum thoracis. Kedua paru-paru dibungkus oleh pleura yang terdiri atas 2 lapisan yang saling berhubungan sebagai pleura visceralis dan pleura parietalis. Struktur Pulmo Unit fungsional dalam paru-paru disebut lobulus primerius yang meliputi semua struktur mulai bronchiolus terminalis, bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris, atrium, saccus alveolaris, dan alveoli bersama-sama dengan pembuluh darah, limfe, serabut syaraf, dan jarinmgan pengikat. Lobulus di daerah perifer paru-paruberbentuk pyramidal atau kerucut didasar perifer, sedangkan untuk mengisi celah-celah diantaranya terdapat lobuli berbentuk tidak teratur dengan dasar menuju ke sentral. Cabang terakhir bronchiolus dalamlobulus biasanya disebut bronchiolus

terminalis. Kesatuan paru-paru yang diurus oleh bronchiolus terminalis disebut acinus. Bronchiolus Respiratorius Memiliki diameter sekitar 0.5mm. saluran ini mula-mula dibatasi oleh epitel silindris selapis bercilia tanpa sel piala, kemudian epitelnya berganti dengan epitel kuboid selapis tanpa cilia. Di bawah sel epitel terdapat jaringan ikat kolagen yang berisi anyaman sel-sel otot polos dan serbut

elastis. Dalam dindingnya sudah tidak terdapat lagi cartilago. Pada dinding bronchiolus respiratorius tidak ditemukan kelenjar. Disana-sini terdapat penonjolan dinding sebagai alveolus dengan sebagian epitelnya

melanjutkan diri. Karena adanya alveoli pada dinding bronchiolus inilah maka saluran tersebut dinamakan bronchiolus respiratorius. Ductus Alveolaris Bronchiolus respiratorius bercabang menjadi 2-11 saluran yang disebut ductus alveolaris. Saluran ini dikelilingi oleh alveoli sekitarnya. Saluran ini tampak seperti pipa kecil yang panjang dan bercabang-cabang dengan dinding yang terputus-putus karena penonjolan sepanjang dindingnya sebagai saccus alveolaris. Dinding ductus alveolaris diperkuat dengan adanya serabut kolagen elastis dan otot polos sehingga merupakan penebalan muara saccus alveolaris. Saccus alveolaris dan Alveolus Ruangan yang berada diantara ductus alveolaris dan saccus alveolaris dinamakan atrium. Alveolus merupakan gelembung berbentuk polyhedral yang berdinding tipis. Yang menarik, dindingnya penuh dengan anyaman kapiler darah yang saling beranastomose. Kadang ditemukan lubang yang disebut porus alveolaris dan terdapat sinus pemisah(septa) antara 2 alveoli. Fungsi lubang tersebut belum jelas, namun dapat diduga untuk mengalirkan udara apabila terjadi sumbatan pada salah satu bronchus. Pelapis Alveolaris Epitel alveolus dengan endotil kapiler darah dipisahkan oleh lamina basalis. Pada dinding alveolus dibedakan atas 2 macam sel: sel epitel gepeng ( squamous pulmonary epitheal atau sel alveolar kecil atau pneumosit tipeI). sel kuboid yang disebut sel septal atau alveolar besar atau pneumosit tipe II. Sel alveolar kecil membatasi alveolus secara kontinyu, kadang diselingi oleh alveolus yang besar. Inti sel alveolus kecil ini gepeng. Bentuk dan ketebalan sel alveolar kecil tergantung dari derajat perkemangan alveolus dan tegangan sekat antara alveoli. Sel alveolar besar ialah sel yang tampak

sebagai dinding alveolus pada pengamatan dengan mikroskop cahaya. Sel ini terletak lebar ke dalam daripada pneumosit typeI. Kompleks golginya sangat besar disertai granular endoplasma reticulu m dengan ribosom bebas. Kadang-kadang tampak bangunan ini terdapat dipermukaan sel seperti gambaran sekresi sel kelenjar. Diduga benda-benda ini merupakan cadangan zat yang berguna untuk menurunkan tegangan permukaan dan mempertahankan bentuk dan besar alveolus. Secret tersebut dinamakan Surfactant Udara di dalam alveolus dan darah dalam kapiler dipisahkan oleh: Sitoplasma sel epitel alveolus. Membrana basalis epitel alveolus. Membrane basalis yang meliputi endotel kapiler darah Sitoplasma endotel kapiler darah. Fagosit Alveolar, Sel Debu (Dust cell) Hampir pada setiap sediaan paruparu ditemukan fagosit bebas. Karena mereka mengandung debu maka disebut sel debu. Pada beberapa penyakit jantung sel-sel tersebut mengandung butir-butir hemosiderin hasil fagositosis pigmen eritrosit. Pembuluh Darah Sebagian besar pulmo menerima darah dari arteri pulmonalis yang bertripe elastis. Cabang arteri ini masuk melalui hilus pulmonalis dan bercabangcabang mengikuti percabangan bronchus sejauh bronchioli respiratorius. Dari sini arteri tersebut memberi percabangan menuju ke ductus alveolaris, dan memberi anyaman kapiler di sekeliling alveolus. Venula menampung darah dari anyaman kapiler di pleura dan dinding penyekak alveolus. Vena yang menampung darah dari venula tidak selalu seiring dengan arterinya, tetapi melalui jaringan pengikat di antara lobules dan segmen. Pulmonalis dan vena pulmonalis terutama untuk pertukaran gas dalam alveolus. Disamping itu terdapat arteri bronchialis yang lebih kecil, sebagai cabang serta mengikuti bronchus dengan cabang-cabangnya. Arteri ini diperlukan untuk nutrisi dinding bronchus termasuk kelenjar dan jaringan pengikat sampai di bawah pleura. Darah akan kembali sebagian besar melalui

vena pulmonalis disamping vena bronchialis. Terdapat anastomosis dengan kapiler dari arteri pulmonalis.

Pembuluh Limfe Terdapat 2 kelompok besar, sebagian dalam pleura dan sebagian dalam jaringan paru-paru. Terdapat hubungan antara 2 kelompok tersebut dan keduanya mengalirkan limfa ke arah nodus limfatikus yang terdapat di hilus. Pembuluh limfe ada yang mengikuti jaringan pengikat septa interlobularis dan ada pula yang mengikuti percabangan bronchus untuk mencapai hilus. Pleura Seperti juga jantung paru-paru terdapat didalam sebuah kantong yang berdinding rangkap, masing-masing disebut pleura visceralis dan pleura parietalis. Kedua pleura ini berhubungan didaerah hilus. Sebelah dalam dilapisi oleh mesotil. Pleura tersebut terdiri atas jaringan pengikat yang banyak mengandung serabut kolagen, elastis, fibroblas dan makrofag. Di dalamnya banyak terdapat anyaman kapiler darah dan pembuluh limfe.

4. Bronkiolitis 4.1. Definisi Bronkiolitis adalah penyakit IRA bawah yang ditandai dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya, infeksi tersebut disebabkan oleh virus. Secara klinis, ditandai dengan episode pertama wheezing pada bronkiolus pada bayi yang didahului dengan gejala IRA. 4.2. Etiologi Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60 90% dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B, Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein ) yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa inkubasi RSV 2 - 5 hari. Sejumlah virus dikenal sebagai penyebab bronkiolitis telah secara nyata diperluas dengan keberadaan tes diagnosis yang sensitif dengan menggunakan teknik molekular tambahan. RSV tetap menjadi penyebab 50 % 80 % kasus. Penyebab lain termasuk virus parainfluenza, terutama parainfluenza tipe 3, influenza, dan human metapneumovirus (HMPV). HMPV ditaksir menyebabkan 3 % 19 % kasus bronkiolitis. Kebanyakan anak-anak terinfeksi selama epidemik luas musim dingin tahunan. Teknik diagnosis molekular juga telah mengungkapkan bahwa anak-anak kecil dengan bronkiolitis dan penyakit-penyakit respirasi akut lainnya sering diinfeksi oleh lebih dari satu virus. Jumlah coinfeksi ini sekitar 10 % 30 % pada sampel anak-anak yang dirawat di rumah sakit, kebanyakan oleh RSV dan salah satu dari HMPV atau rhinovirus.

4.3. Epidemiologi RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk (2004) mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan menyebabkan pneumonia sebanyak 40%. Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia 6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki.

4.4.Patogenesis Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus . Gambar 1. Respon inflamasi selular pada infeksi virus saluran nafas

(Sumber : The Internet Journal of Pediatricsnand Neonatolog )

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di dalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan epitel saluran napas juga meningkatkan ekspresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris dan mukus serta spasme otot polos saluran napas. Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas.

Gambar 2. Pembengkakan bronkioli pada bronkiolitis Karena tahanan/resistensi terhadap aliran udara di dalam saluran besarnya berbanding terbalik dengan radius/jari-jari pangkat empat, maka penebalan yang sedikit sekalipun pada dinding bronkhiolus bayi dapat sangat mempengaruhi aliran udara. Tahanan pada saluran udara kecil bertambah selama fase inspirasi dan fase ekspirasi, namun karena selama ekspirasi radius jalan nafas menjadi lebih kecil, maka hasilnya adalah obstruksi pernafasan katup bola yang menimbulkan perangkap udara awal dan overinflasi. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di atas normal. Atelektasis dapat terjadi ketika obstruksi menjadi total dan udara yang terperangkap di absorbsi. Proses patologis mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Perfusi ventilasi yang tidak sepadan menimbulkan hipoksemia, yang terjadi pada awal perjalanannya. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terkena berat. Makin tinggi frekuensi pernafasan makin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnea biasanya tidak terjadi sampai pernafasan melebihi 60 kali/menit; selanjutnya proporsi hiperkapnea ini bertambah menjadi takipnea. Anak yang lebih besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap

penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity sehingga pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV. a. Penurunan ventilasi dari bagian paru-paru menyebabkan ventilasi / perfusi mismatching, mengakibatkan hipoksia. Selama fase ekspirasi respirasi, dinamis lebih lanjut penyempitan saluran udara

menghasilkan penurunan aliran udara yang tidak proporsional dan menyaring udara yang dihasilkan. Kerja pernapasan meningkat karena volume paru-paru meningkat akhir-ekspirasi dan penurunan kepatuhan paru-paru. Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari, sedangkan regenerasi dari silia berlangsung setelah 2 minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.
b.

Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk.

c. Glezen dkk (dikutip dari Bar-on, 1996) mendapatkan bahwa terjadi hubungan terbalik antara titer antibodi neutralizing dengan resiko reinfeksi. Tujuh puluh sampai delapan puluh persen anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari perjalanan penyakit dan dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam sekret nasofaring 45% anak yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak tanpa mengi. Bronkiolitis yang disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV. 4.5.Manifestasi Klinis Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayibayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum.

Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. Terjadi distress nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar dan lien teraba akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien dengan bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis. Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric, nitric acids ,sulfur dioxide). Karakteristiknya: o gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang berulang. o Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis. o Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis.

4.6.Diagnosis 4.6.1. Anamnesis Gejala awal berupa gejala infeksi respiratori atas akibat virus, seperti pilek, batuk dan demam. Satu hingga dua hari kemudiaan timbul batuk yang disertai dengan sesak napas. Selanjutnya, dapat ditemukan weezing,sianosis, merintih, napas berbunyi, muntah setelah batuk, rewel, dan penurunan napsu makan. 4.6.2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada anak yang mengarah ke diagnosis bronkiolitis adalah adanya takipnea, takikardi, dan peningkatan suhu diatas 38,5 c.selain itu, dapat juga ditemukan kongjungtivitis ringan dan faringitis. Obstruksi saluran respiratori-bawah akibat respons inflamasi akut akan menimbulkan gejala ekspirasi memanjang hingga weezing. Usaha-usaha pernapasan yang dilakukan anak untuk mengatasi obstruksi akan menimbulkan napas cuping hidung dan retraksi intercostal. Selain itu, dapat juga ditemukan ronki dari pemeriksaan auskultasi paru. Sianosis dapat terjadi, bila gejala menghemat, dapat terjadi apneu, terutama pada bayi berusia <6 minggu. 4.6.3. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah rutin kurang bermakna karena jumlah leukosit biasanya normal, demikian pula dengan elektrolit. Analisi gas darah diperlukan untuk anak dengan sakit berat, khususnya yang membutuhkan ventilator mekanik. Untuk menemukan RSV dilakukan kultur virus, dengan ELISA dan PCR 4.6.4. Pemeriksaan Radiologi Pasien dengan bronkiolitis sering kali menunjukkan gambaran radiologi yang abnormal. Umumnya terlihat paru-paru

mengembang. Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis atau pneumonia.

Gambaran

foto

thorax pada bayi dengan bronkiolitis RSV, menunjukkan hiperinflasi atelektasis bilateral. dan

4.6.5. Patologi Anatomi Pada pemeriksaan histopatology menunjukkan nekrosis epitel dan proses inflamasi pada dinding bronkiolus, eksudat neutrofil pada lumen saluran napas dan terutama infiltrasi mononuklear pada dinding lumen.

5. Gambar 8. Gambaran histopatologi dari bronkiolitis 6. 7. menunjukkan bagian dinding bronkial yang mengalami destruksi dan infiltrasi neutrofil.

Gambaran histopatologi menunjukkan multipel makrofag pigmen coklat dan lumen bronkial dan alveolus.

4.1. Terapi Infeksi oleh virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited), sehingga pengobatan yang ditujukan biasanya pengobatan suportif. Prinsip dari pengobatan ini ialah: 1. Oksigenasi Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi

akibat gangguan perfusi ventilasi paru-paru. Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 - 40% sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia. 2. Cairan Pemberian dehidrasi cairan akibat sangat keluarnya penting cairan untuk lewat mencegah evaporasi, terjadinya karena

pernapasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi diperlukan pemberian cairan rumatan. Cara pemberian cairan ini bisa intravena atau nasogastrik. Akan tetapi, harus hatihati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi

dan menambah sesak napas akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. 3. Obat-obatan Antivirus (Ribavirin)

Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirus yang bersifat virus statik. Tetapi, penggunaan dan obat ini masih The kontroversial American of pada

mengenai Pediatric

efektivitas

keamanannya. penggunaan

merekomendasikan

ribavirin

keadaan diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan penyakit ribavirin dapat pada penderita bronkiolitis angka dengan dan

jantung

menurunkan

kesakitan

kematian jika diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12 - 18 jam per hari atau dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari. Antibiotik

Penggunaan

antibiotik

biasanya

tidak

diperlukan

pada

penderita bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali ada tanda-tanda infeksi sekunder. Penggunaan antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh

kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Bronkodilator dan Antiinflamasi Kedua macam pada obat tersebut Ada masih kontroversial penelitian dan

penggunaannya yang

bronkiolitis. bahwa

beberapa

mengatakan

penggunaan

bronkodilator

antiinflamasi

dapat

mengurangi

beratnya

penyakit

dan

mencegah terjadinya mengi di kemudian hari. Pengobatan dengan kortikosteroid, sering secara tiba-

tiba/cepat. Relaps umum terjadi jika kortikosteroid dihentikan lebih awal dan sebagian besar pasien memerlukan terapi

kortikosteroid paling sedikit 6 bulan.

4.2.Prognosis Kebanyakan prognosis pasien dengan bronkiolitis adalah baik. Pasien biasanya dapat mengatasi serangan tersebut dalam waktu sesudah 48 72 jam. Prognosis menjadi buruk pada pasien dengan kelainan

imunologi atau penyakit kardiopulmoner yang kronik. Mortalitas karena infeksi infeksi RSV primer kurang dari 1%, pasien dapat meninggal karena komplikasi pneumonia, apneu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi, karena dehidrasi atau infeksi bakteri yang tidak terobati.

5. Pneumonia 5.1.Definisi Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan

mikroorganisme(bakteri, virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang berupa aveoli (kantung udara) dapat dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya kemampuan paru sebagai tempat pertukaran gas (terutama oksigen) akan terganggu. Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses metabolisme tubuh. Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus berlanjut dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan atau nanah (efusi pleura atau empiema), jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan paru kempis (pneumotoraks) dan lain-lain. Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi penyebaran infeksi melalui darah (sepsis) ke seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian. 5.2.Etiologi Penyebab pneumonia bermacam-macam yaitu bakteri, virus, fungus, alergi, aspirasi, hypostatic pneumonia. Pneumonia bakteri dapat disebabkan oleh Pneumococcus, Staphylococcus, H.influenza, TBC, Klebsiella, bakteri coli. 5.3.Epidemiologi Salahsatu penyebab utama pneumonia adalah Pneumococcus.

Pneumococcus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak ditemukan tipe 14,1,6,dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan

bronchopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. Pneumonia sangat rentan terhadap bayi berumur di bawah dua bulan, berjenis kelamin laki-laki, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tidak

mendapatkan ASI yang memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan defisiensi vitamin A. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kematian akibat pneumonia adalah bayi di bawah umur dua bulan, tingkat sosioekonomi rendah, kurang gizi, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan ibu rendah, tingkat pelayanan kesehatan masih kurang, padatnya tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, dan adanya penyakit kronis pada bayi. 5.4.Patogenesis Pneumococcus masuk ke dalam paru bayi melalui jalan pernafasan secara percikan (droplet). Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadia, yaitu : (1) stadium kongesti: kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih ,Bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. (2) Stadium hepatisasi merah: lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak menggabung udara, warna mernjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Di dalam alveolus didapatkam fibrin, leukosit neutrofil eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek. (3) stadium hepatsasi kelabu: lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karna diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis Pneumococcus. Kapiler tidak lagi kongesif.(4) stadium resolusi: eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit menglami nekrosis dan degenarasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.

5.5.Manifestasi Klinis Secara anatomik pneumonia terbagi atas dua yaitu : Pneumonia lobaris

Merupakan penyakit primer,kebanyakan menyerang anak besar (biasanya sesudah berumur 3 tahun). Anak tampak sakit berat,demam tinggi,pergerakan dada pada sisi yang sakit tampak lambat,pekak relatif pada perkusi. Gambaran radiologik jelas terlihat infiltrate yang jelas. Pada penyembuhan demam menurun secara tiba-tiba (krisis) dalam 5-9 hari. Jarang timbul relaps,prognosis baik, mortalitas rendah,sembuh sempurna. Bronchopneumonia

Biasanya merupakan penyakit sekunder,timbul setelah menderita penyakit lain. Kebanyakan menyerang bayi dan anak kecil. Keadaan umum tidak terlalu terganggu (bila belum sesak), demam tidak terlalu tinggi (sering sebagai demam remitten). Tidak ditemukan pekak relatif pada perkusi, pada foto thorax tidak tampak bayangan infiltrate (atau bila ada tersebar kecil). Sering relaps,mortalitas lebih tinggi, dan sembuh dengan sisa-sisa fibrosis. 5.6.Diagnosis Dalam menegakkan diagnosis, selain klinis,pemeriksaan yang

mendukung diagnosis adalah: a. Pemeriksaan Rontgen toraks Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan sebelum dapat ditemukan secara pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infitrat didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, etelektasis, abses paru, pneumatokel, pneumatoraks,

pneumomediastinum atau perikarditis. b. Pemeriksaan laboratorium Pada pneumonia pneumococcus gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/mm3 dengan pergeseran ke

kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albuminuria ringan karna suhu yang naik dan sedikit torak hilin. Pneumonia pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis.

5.7. Penatalaksanaan Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi berhubung hal ini tidak selalu dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000 U/kgbb/hari dan ditambah dengan kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/ hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4-5 hari. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml botol infuse. Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow. Karena ternyata sebagian besar penderita jauh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan kekurangan basa sebanyak -5mEq. Pneumonia yang tidak berat, tidak perlu dirawat di rumah sakit. 5.8.Komplikasi Dengan penggunaan anti biotika, komplikasi hampir tidak pernah dijumpai, Komplikasi yang dapat dijumpai ialah: empiema, otitis media akut. Komplikasi media lain seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, peritonitis lebih jarang dilihat.

5.9.Prognosis Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat di turunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

BAB III PENUTUP

Dari hasil diskusi dan analisis kasus maka saya simpulkan diagnosis dari skenario adalah Bronkiolitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rab Tabrani.Ilmu Penyakit Paru.Trans Info Media.Jakarta:2010 2. Djojodibroto EGC,2009 3. Penuntun Praktikum Histologi.Fakultas Kedokteran Universitas Darmanto.Respirologi (Respiratory Medicine).Jakarta:

Hasanuddin Makassar. Diberikan Oleh Fakultas Kedokteran Universitas Alkhaeraat Palu: 2011 4. Diktat Anatomi Biomedik 1. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar: 2011 5. Robbins,Contran,Kumar.Buku Ajar Patologi Anatomi Edisi 7.Jakarta: EGC,2007 6. Rahajoe Nastiti, Supriyanto Bambang, Setyanto Budi Dermawan. Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia,2008 7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Infomedika, 2007

Anda mungkin juga menyukai