Anda di halaman 1dari 11

PERCOBAAN 16 PEMANFAATAN RESIN PENUKAR ION

I.

TUJUAN

Memanfaatkan resin penukar kation pada penentuan natrium secara kuantitatif dan penentuan hasil kali kelarutan MC2O4. M = Ca, Mg, dan Ba

II.

LANDASAN TEORI

Suatu resin penukar ion yang ingin direaksikan dalam suatu sistem dapat dilakukan dengan memasukkan gugus-gugus dari suatu resin yang terionkan kedalam suatu matriks polimer organik, yang paling lazim diantaranya ialah polisterina hubungan silang yang diatas diperikan sebagai absorben. Produk tersedia dengan berbagai derajat hubungan silang. Suatu resin umum yang lazim ialah resin 8% terhubung silang yang berarti kandungan divenilbenzenanya 8 %. Resin-resin itu dihasilkan dalam bentuk manik-manik bulat, biasanya dengan 0,1-0,5 mm, meskipun ukuranukuran lain juga tersedia (Svehla, 1985). Resin pertukaran ion merupakan bahan sintetik yang berasal dari aneka ragam bahan, alamiah maupun sintetik, organik maupun anorganik, memperagakan perilaku pertukaran ion dalam analisis laboratorium dimana keseragaman dipentingkan dengan jalan penukaran dari suatu ion. Pertukaran ion bersifat stokiometri, yakni satu H+diganti oleh suatu Na+. Pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan dan jarang berlangsung lengkap, namun tak peduli sejauh mana proses itu terjadi, stokiometrinya bersifat eksak dalam arti satu muatan positif meninggalkan resin untuk tiap satu muatan yang masuk. Ion dapat ditukar yakni ion yang tidak terikat pada matriks polimer disebut ion lawan (Counterion) (Underwood, 2001). Resin dapat digunakan dalam suatu analisis jika resin itu harus cukup terangkai silang, sehingga keterlarutan yang dapat diabaikan, resin itu cukup hidrofilik untuk memungkinkan difusi ion-ion melalui strukturnya dengan laju yang terukur dan berguna. Selain itu, resin juga harus menggunakan cukup banyak gugus penukar ion yang dapat dicapai dan harus stabil kimiawi dan resin yang sedang mengembang, harus lebih besar rapatannya daripada air (Harjadi, 1993). Dalam suatu proses subtituen polar dapat memberikan afinitas yang tinggi bagi air. Apabila disuspensikan dalam air partikel resin itu akan membengkak karena menyerap air, yang derajat pembengkakannya dibatasi olah jauhnya hubungan silang. Sekitar satu gugus asam sulfonat percincin aromatik kebanyakan dalam posisi para sulfonasi secara dramatis mengubah karakter polimer itu. Asam-asam arisulfonat adalah asam kuat. Jadi gugus-gugus ini akan terikat bila air menembusi manik resin itu. R SO3H R- SO3- H+

Namun berlawanan dengan elektrolit basa, anion itu melekat secara permanen pada matriks polimernya. Anion itu tak dapat berimigrasi kedalam fase air didalam pori resin itu, juga tak dapat lolos kelarutan luar. Pengikatan ion ini selanjutnya membatasi mobilitas kationnya, H+. Kenetralan listrik dipertahankan didalam resin dan H+ tidak akan meninggalkan fase resin kecuali bila digantikan oleh suatu kation lain. Pergantian inilah yang disebut proses pertukaran ion (Underwood, 2001). Prinsip-prinsip dasar dari pertukaran ion telah banyak menetapkan penelitian-penelitian dalam sistem air, serta menghasilkan penetapan-penetapan yang berguna. Namun lingkup dari pertukaran ion telah diperluas selama sekitar dekade terakhir ini, dengan menggunakan baik sistem pelarut organik, maupun sistem pelarut campuran air-organik. Pelarut-pelarut organik yang umum digunakan adalah senyawaan-senyawaan akso dari tipe alkohol, keton dan karboksilat yang umumnya mempunyai tetapan dielektrik dibawah 40 (Svehla, 1985). Di tahun 1935, Adam dan Holmes membuat resin sintesin pertama dengan hasil kondensasi asam sulfonat fenol dengan formaldehid. Semua resin-resin ini memiliki gugusan reaktif OH, -COOH, -HSO3, sebagai pusat-pusat pertukaran. Gugusan fungsional asam (atau basa) suatu resin penukar ditempati oleh ion-ion dengan muatan berlawanan. Ion yang labil adalah H+ pada penukar kation. Resin dengan gugusan sulfonat atau amina kuartener adalah terionisasi kuat, tidak larut dan sangat reaktif. Resin-resin demikian disebut resin penukar kuat, sedangkan gugusan ion yang terionisasi secara parsial seperti > COOH, -OH, dan NH2dikenal sebagai resin penukar yang lemah (Khopkar, 1990). Semua penukar ion yang bernilai dalam analisis, memilih beberapa kesamaan sifat: mereka hampir-hampir tak dapat larut dalam air dan pelarut organik, dan mengandung ionion katif dan ion-ion lawan yang akan bertukar secara reversibel dengan ion-ion lain dalam larutan yang mengelilinginya tanpa terjadi perubahan-perubahan fisika yang berarti dalam bahan tersebut.penukaran ion bersifat kompleks dan sesungguhnya adalah polimerik. Polimer ini membawa suatu muatan listrik yang tepat dinetralkan oleh muatan-muatan pada ion-ion lawannya (ion aktif). Ion-ion aktif ini beruapa kation-kation dalam penukar kation, dan berupa anion-anion dalam penukar anion (Bassett, 1994). Larutan yang melalui kolom disebut influent, sedangkan larutan yang keluar kolom disebut effluent. Proses pertukarannya adalah serapan dan proses pengeluaran ion adalah desorpsi atau elusi. Mengembalikan resin yang sudah terpakai kebentuk semula disebut regenerasi sedangkan proses pengeluaran ion dari kolom dengan reagent yang sesuai disebut elusi dan pereaksinya disebut eluent. Yang disebut dengan kapasitas pertukaran total adalah jumlah gugusan-gugusan yang dapat dipertukarkan di dalam kolom, dinyatakan dalam miliekivalen. Kapasitas penerobosan (break through capacity) didefinisikan sebagai banyaknya ion yang dapat diambil oleh kolom pada kondisi pemisahan; dapat juga dikatakan sebagai banyaknya miliekivalen ion yang dapat ditahan dalam kolom tanpa ada kebocoran yang dapat teramati. Kapasitan penerobosan lebih kecil dari kapasitas total pertukaran kolom dan tidak tergantung terhadap sejumlah variabel, seperti tipe resin, afinitas penukaran ion, komposisi larutan, ukuran partikel, dan laju aliran (Khopkar, 1990).

III. A. B. -

ALAT DAN BAHAN BAHAN resin IR-120, 20-50 mesh glass wool NaCl HCL 5M NaOH ( 0,2 M dan 0,1 M ) Akuades larutan Mg(NO3)2 larutan Ca(NO3)2 larutan Ba(NO3)2 Asam Oksalat padatan H2C2O4.2H2O indicator PP (phenolptalin). ALAT penukar buret ( buret 50 ml) thermometer gelas piala gelas ukur gelas arloji gelas pengaduk Erlenmeyer buret 5 ml tabung reaksi pipet ukur

IV.

PROSEDUR KERJA

V.

DATA PENGAMATAN

VI.

PEMBAHASAN

Metode pertukaran ion telah diamati sejak satu setengah abad yang lalu (pertkaran ion dalam tanah), aluminium sulfat). Penukar ion alam dan sintetik berkembang sekitar awal abad ke20. penukar ion alam misalnya zeolit, tanah liat untuk memurnikan air dari Ca, Mg, dan logam berat. Penukar ion alam dicirikan dengan kapasitas terbatas. Resin sintetik dikembangkan oleh Adam dan Holmes tahun 1935, berupa polimer organik dengan berat molekul tinggi. Resin penukar ion adalah suatu senyawa polimer tinggi dimana terdapat gugusan-gugusan fungsional yang mengandung ion-ion yang dapat ditukar. Kalau ion-ion yang dapat ditukar itu adalah kation, maka disebut resin penukar kation (cation exchange resin) sedangkan jika yang dipertukarkan adalah anion disebut resin penukar anion (anion exchange resin). Penukar ion positif (resin kation) ialah resin yang dapat mempertukarkan ion-ion positif dan penukar ion negatif ialah resin yang dapat mempertukarkan ion-ion negatif. Resin kation mempunyai gugus fungsi asam, seperti sulfonat, sementara resin anion mempunyai gugus fungsi basa, seperti Amina. Resin penukar ion dapat digolongkan atas bentuk gugus fungsi asam kuat, asam lemah, basa kuat, dan basa lemah. Dalam percobaan ini, dilakukan pemisahan dengan kromatografi penukar ion untuk menentukan kapasitas resin penukar katoin dan anion tersebut. Pada aplikasinya resin dimasukkan ke dalam kolom kaca dengan panjang tertentu sehingga diperoleh suatu kolom resin penukar anion. Di dalam kolom ini cepat dilakukan penukaran dan pemisahan ion-ion secara ekivalen. Pada kromatografi penukar ion, senyawa-senyawa ion dalam fasa gerak yaitu air dipisahkan berdasarkan perbedaan afinitas terhadap gugus ionik yang merupakan bagian integral dari fasa padat tak larut yaitu resin sebagai fasa diam. Resin penukar anion terdiri dari matriks yang bermuatan positif dan ion lawannya adalah negatif. Pertukaran ion merupakan proses pertukaran kimia di mana zat yang insoluble memisahkan ion-ion bermuatan positif atau negatif dari larutan elektrolit dan melepaskan ion-ion bermuatan sejenis ke dalam larutan yang secara kimiawi jumlahnya sama. Dalam percobaan ini digunakan resin penukar anion yang mengikat ion lawannya berupa Cl-. Resin penukar anion akan mempertukarkan ion Cl- yang diikatnya sebagai ion lawan dengan anion cuplikan yaitu NO3- dari NaNO3 secara ekivalen. Reaksi yang terjadi yaitu: Na+ + NO3 - + R+ -Cl- ----->R+ NO3- + Na+ + ClJumlah NaNO3 yang dapat diubah ke dalam bentuk NaCl bergantung pada kapasitas resin dan banyaknya resin itu sendiri dalam kolom. Pada percobaan ini digunakan 1 g resin. Kapasitas resin penukar ion adalah suatu bilangan yang menyatakan banyaknya ion yang dapat ditukarkan untuk setiap 1 g resin kering, atau banyaknya ion yang dapat ditukar untuk setiap 1 ml resin basah. Kapasitas penukaran ion ditentukan oleh jumlah gugus fungsional per-satuan massa resin. Pada percobaan ini, larutan cuplikan NaNO3 yang dialirkan secara teratur dengan corong pisah masuk ke dalam kolom dan akan mengalami kontak dengan resin penukar anion yang mengikat anion Cl- sehingga anion cuplikan NO3- akan ditukar dengan anion Cl- dari resin.

Konsentrasi ion Cl- yang diperoleh sebagai efluent ditentukan dengan cara titrasi pengendapan atau titrasi argentometri menggunakan larutan standar AgNO3. Titrasi argentometri merupakan titrasi dengan menggunakan larutan perak nitrat untuk menentukan kadar halogen. NaX(aq) + AgNO3(aq) AgX(aq) + NaNO3(aq) Percobaan ini menggunakan titrasi argentometri dengan metode Mohr yakni mula-mula Ag+ yang ditambahkan bereaksi membentuk endapan AgCl berwarna putih. Apabila Cl- sudah habis bereaksi maka kelebihan Ag+ selanjutnya bereaksi dengan CrO42- yang berasal dari indikator K2CrO4 yang ditambahkan dan membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah bata, dan artinya titik akhir titrasi sudah tercapai. Pada percobaan ini digunakan AgNO3 sebanyak 6,2 ml, sehingga diperoleh kapasitas resin penukar anion 6,2 mek/g.Untuk percobaan Kapasitas resin penukar kation sama halnya dengan menentukan kapasitas resin penukar anion hanya larutan peniternya digunakan NaOH, NaOH yang digunakan yakni 2 ml, dengan begitu kapasitas resin penukar kation yakni 2 Mek/ g. Pada percobaan terakhir yaitu pemisahan ion logam Zn dan Mg dalam campuran. Ketika 25 ml efluen diencerkan menjadi 100 ml dan ditambah buffer pH 10 maka akan menghasilkan larutan berwarna bening dan kemudian ditambah indikator EBT menghasilkan larutan berwarna merah anggur. Dan setelah dititrasi dengan larutan standar EDTA larutan berwarna biru sehingga dapat dipeoleh konsentrasi logam Zn adalah 0,096 M sedangkan konsetrasi logam Mg adalah 0,084 M

VII.

DISKUSI

Resin penukar kation merupakan suatu polimer berbobot molekul tinggi yang terangkai silang yang mengandung gugus-gugus sulfonat, karboksilat, fenolat, dan sebagainya sebagai suatu bagian integral dari resin itu serta sejumlah kation yang ekuivalen. Resin penukar kation mengandung kation-kation bebas yang dapat ditukar dengan kation-kation dalam larutan. Resin penukar kation ini terlebih dahulu harus dibilas dengan akuades agar nantinya resin tersebut dapat bertukaran ion dengan reagensia yang ditambahkan yaitu NaCl. Resin yang telah kering terssebut seharusnya dimasukkan ke dalam kolom resin. Tetapi karena tidak ada kolom resin tersebut, maka sebgai pengantinya digunakan buret. Resin yang digunakan merupakan effluen, karena effluen adalah zat yang ada di dalam kolom resin tersebut atau fase gerak yang mengakibatkan elusi. Maksud dari elusi adalah peristiwa yang terjadi pada resin penukar ion. Sedangkan yang dimaksud dengan effluen adalah zat yang keluar dari kolom resin (buret). Pada percobaan ini, ion H+ yang diikat oleh resin berasal dari asam klorida yang telah ditambahkan. Resin dijenuhkan selama satu jam menggunakan larutan HCl dimaksudkan agar resin benar-benar mengikat sempurna ion H+. Res- + H+Cl- Res-H+ + Cl-

Agar terjadi pertukaran kation, maka pada percobaan ini resin yang telah mengikat H+ tersebut dielusi menggunakan larutan NaCl jenuh dimasukkan ke dalam kolom yang telah berisi resin. Pada penambahan larutan NaCl jenuh terjadi pertukaran kation H+ dari resin dengan kation Na+ (kation yang lebih kuat) dari larutan. Kation H+ pada effluent terikat dengan ion Cl- sehingga membentuk HCl. Pertukaran kation terjadi menurut reaksi : Res-H+ + Na+Cl- Res- Na+ + HCl Resin berbentuk butiran berwarna kuning yang ditempatkan di dalam buret. Sebaiknya dilakukan pengukuran massa dari suatu resin yang ingin digunakan dalam percobaan. Selain itu, tinggi dan diameter dari kolom resin harus diukur terlebih dahulu agar kita dapat menentukan seberapa banyak resin penukar ion yang mempengaruhi zat yang tertahan maupun yang terlewat dari kolom resin tersebut. Pada kolom resin kemudian dielusi dengan menambahkan akuades dan dialirkan isi kolom resin yang ditampung dalam labu takar 250 ml. Hal ini dilakukan agar seluruh HCl yang dihasilkan benar-benar menjadi effluent. Efluen dialirkan secara terus-menerus hingga ke dalam tabu takar hingga bersifat netral. Karena HCl merupakan suatu larutan asam, maka untuk membuktikan bahwa di dalam kolom resin tidak terdapat lagi larutan HCl dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus biru. Dan ternyata kertas lakmus biru tidak berubah menjadi merah. pH telah mencapai netral (pH=7) maka pengaliran efluen dihentikan. Efluen yang dihasilkan dalam labu takar diencerkan hingga tanda batas. Untuk mengukur kadar kation H+ yang terikat pada resin, maka dilakukan proses titrasi asam basa. Sebanyak 10 ml dari larutan tersebut dititrasi dengan larutan NaOH baku 0,1 M. Dengan penambahan indikator pp, diperoleh volume titrasi sebanyak dua kali yaitu sebesar 5,8 ml dan 5,7 ml sehingga volume rata-rata titrasi adalah 5,75 ml. Titrasi menggunakan NaOH akan manghasilkan garam NaCl dan air. Reaksinya adalah sebagai berikut: HCl + NaOH NaCl + H2O Perlakuan terakhir, setelah titrasi selesai dilakukan maka kolom resin yang telah digunakan dicuci dengan larutan HCl 6 M hingga fluen yang keluar bersifat netral. Larutan HCl dimasukkan secara perlahan-lahan melalui dinding kolom agar kedudukan resin dalam tetap. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan nilai diameter dan tinggi kolom resin adalah 1 cm, sehingga diperoleh besarnya nilai kapasitas kolom resin yang digunakan adalah 0,6261 mmol/cm3. Sedangkan kapasitas tukar kation (KTK) dari resin tersebut sebesar 0,9583 ml resin. Hal tersebut menunjukkan bahwa kapasitas tukar kation yang dihasilkan lebih besar dibandingkan kapasitas kolom dari suatu resin yang digunakan. Kapasitas pertukaran ion total dari suatu resin bergantung pada jumlah total gugus-gugus aktif ion persatuan bobot bahan dan semakin banyak jumlah ion-ion itu, maka kapasitasnya semakin besar. Kapasitas total pertukaran ion biasanya dinyatakan sebagai mili-ekuivalen per gram penukar ion. Kecepatan aliran efluen menjadi kendala dalam percobaan ini. Saat terjadi proses elusi, cairan yang berada dalam kolom resin dikeluarkan dengan kecepatan tertentu yang berpengaruh pada pengikatan kation oleh resin. Ketepatan mengatur kecepatan aliran efluen 2 tetes/detik

sulit dilakukan, sehingga menyebabkan ketidakakuratan dalam melakukan hasil yang diperoleh.

VIII.

KESIMPULAN

1. Resin penukar ion merupakan polimer tinggi organik yang mengandung gugus-gugus fungsional ionik dan merupakan salah satu metode pemisahan zat di mana terjadi penggantian suatu ion yang terikat pada resin dengan ion lain. 2. Kapasitas tukar ion akan bertambah seiring dengan banyaknya ion-ion yang dipertukarkan. 3. Kapasitas kolom resin penukar kation sebesar 0,6261 mmol/cm3. Besarnya nilai kapasitas tukar kation (KTK) dari suatu resin adalah 0,9583 mmol/gr resin.

IX.

DAFTAR PUSTAKA

Bassett, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC. Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press. Underwood, A.L., dan Day R. A. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga. Svehla. 1985. Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan SemiMikro. Jakarta : Kalman Media Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai