Anda di halaman 1dari 38

I. TINJAUAN TEORI A.

Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dari tempatnya yang normal melalui sebuah defek congenital atau yang didapat (long, 1996:246) Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253). Hernia adalah suatu keadaan keluarnya jaringan/organ tubuh dari suatu organ ruangan melalui suatu lubang/celah keluar dibawah kulit atau menuju rongga lainnya (secara congenital) Kelainan congenital misal : batang otak turun melalui foramen occipital magnum. Berdasarkan definisi diatas, bila ada suatu organ yang keluar sampai ke kulit disebut hernia. Bagian-bagian Hernia : Pintu Hernia = LMR yang dilalui kantong hernia Kantong hernia = Peritoneum parietal (tidak semua mempunyai kantong) Leher hernia = Bagian tersempit Isi Hernia = Gaster, usus, ovarium, omentum

Anatomi Fisiologi Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan : cairan serebrospinal (+ 75 ml), dan darah (+ 75 ml), otak (1400 g).

Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan jernih yang mengelilingi otak dan korda spinalis. CSS melindungi otak terhadap getaran fisik. Antara CSS dan jaringan saraf terjadi pertukaran zat-zat gizi dan produk sisa. Walaupun CSS dibentuk dari plasma yang mengalir melalui otak, konsentrasi elektrolit dan glukosanya berbeda dari plasma. CSS dibentuk sebagai hasil filtrasi, difusi, dan transport aktif melintasi kapilerkapiler khusus ke dalam ventrikel (rongga) otak, terutama ventrikel lateralis. Jaringan kapiler yang berperan dalam pembentukan CSS disebut pleksus koroideus. Setelah berada didalam ventrikel, CSS mengalir ke batang otak. Melalui lubang-lubang kecil dibatang otak, CSS beredar ke permukaan otak dan korda spinalis. Di permukaan otak, CSS masuk ke sistem vena dan kembali ke jantung. Dengan demikian CSS terus-menerus mengalami resirkulasi melalui susunan saraf pusat. Apabila saluran CSS diventrikel mengalami sumbatan, maka dapat terjadi penimbunan cairan. Akibatnya akan terjadi peningkatan tekanan didalam atau dipermukaan otak. Sawar Darah Otak Sawar darah otak mengacu pada kemampuan sistem vaskular otak untuk memanipulasi komposisi cairan interstisium sehingga berbeda dibandingkan dengan cairan interstisium dibagian tubuh lainnya. Sawar darah otak terbentuk dari sel-sel endotel yang saling berkaitan erat dikapiler otak, dan dari sel-sel yang melapisi ventrikel yang membatasi filtrasi dan difusi. Fungsi transfor khusus mengatur cairan apa yang keluar dari sirkulasi uum untuk membasahi sel-sel otak. Sawar darah otak melindungi sel-sel otak yang halus dari pajanan bahan-bahan yang potensial berbahaya. Banyak obat dan zat kimia tidak dapat menembus sawar darah otak.

Otak menerima aliran darah sawar otak sekitar 15% curah jantung. Tingginya tingkat aliran darah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terusmenerus akan glukosa dan oksigen. Otak Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan dan kebutuhan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah kontan. Metabolisme otak merupakan proes tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat. Aktivitas otak yang tak pernah berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan system efektor perifer tubuh, dan fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk, simpan pengalaman, impuls yang keluar dan tingkah laku. Otak terdiri dari batang otak, serebelum, diensefalon, sistim limbik dan sererum. Peningkatan volume salah satu diantara ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan pada ruangan yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intracranial. B. Patofisiologi Etiologi : Tumor primer atau metastis Hemoragia otak Hematoma subdural Abses otak Hidrosefalus akut Edema otak

Proses Terjadinya Ruang intracranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intracranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 5 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intracranial dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari pada normal. Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan abdominal dalam, batuk, dan mengedan atau valsalva maneuver. Kenaikan sementara TIK tidak menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan rusaknya kehidupan jaringan otak. Ruang intracranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan : otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikan tekanan intracranial. Hipotesis MonroKellie memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (apabila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi intracranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF kedalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Edema menyebabkan peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PCo2), Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah atau horizontal (herniasi) bila TIK makin meningkat Perdarahan, pembengkakan dan penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka

peningkatan tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak. Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke bawah. Otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan batang otak, keadaan ini disebut herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) ke dalam medula spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi vital (denyut jantung dan pernafasan). Manifestasi Klinik Gejala dan tanda manifestasi klinik peningkatan tekanan intracranial banyak dan bervariasi dan dapat tidak jelas. Perubahan tingkat kesadaran penderita merupakan indikator yang paling sensitive dari semua tanda peningkatan tekanan intracranial. Tanda-tanda herniasi yaitu : Perubahan motorik dan sensorik Perubahan berbicara Kejang Pingsan Penurunan kesadaran Dilatasi pupil Bradikardi Muntah Hipertermi

Komplikasi Defisit neurologi Nyeri kepala Kematian

Pemeriksaan penunjang Laboratorium : darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT) CT Scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak Penatalaksanaan Medis 1. Menurunkan volume darah otak Hiperventilasi Elevasi kepala 30o dengan posisi di tengah dengan tujuan tidak menghambat venous return Menurunkan metabolisme otak dengan pemberian barbiturat Cegah atau atasi kejang Cegah hiperpireksia Apabila mungkin dilakukan surface cooling supaya terjadi hipothermia Restriksi cairan 60% kebutuhan, kecuali bila hipotensi

2. Menurunkan volume dari cairan serebrospinal Acetazolamide 25 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari (Maksimal 100 mg/KgBB/hari) VP shunt

3. Menurunkan volume otak Osmotik diuretik : Mannitol dosis awal 0,5-1 mg/KgBB IV kemudian dilanjutkan 0,25-0,5 mg/KgBB IV setiap 4-6 jam Loop diuretik : Furosemide 0,5-1 mg/KgBB/dosis IV tiap 6-12 jam

Steroid : Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dosis rumatan 0,1 mg/KgBB/dosis tiap 6 jam selama 3 hari

4. Apabila 1, 2, 3 tidak ada kemajuan, dipertimbangkan untuk melakukan temporal dekompresi dengan kraniektomi Tanda vital tidak selalu berubah, pada keadaan peningkatan TIK. Pasien dikaji terhadap perubahan dalam tingkat responsivitas dan adanya syok, manifestasi ini membantu dalam evaluasi. 4. Sakit kepala. Sakit kepala konstan, yang meningkat intensitasnya, dan diperberat oleh gerakan atau mengejan. 5. Perubahan pupil dan ocular. Peningkatan tekanan atau menyebarnya bekuan darah pada otak dapat mendesak otak pada saraf okulomotorius dan optikal, yang menimbulkan perubahan pupil. 6. Muntah. Muntah berulang dapat terjadi pada peningkatan tekanan pada pusat refleks muntah di medulla.

III. ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN a) Pengumpulan Data 1. Identitas Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat, diagnosa medis, tanggal/jam MRS dan tanggal/jam pengkajian. 2. Riwayat Kesehatan a.Keluhan Utama Merupakan keluhan yang paling dirasakan oleh pasien dan merupakan alasan pokok klien masuk RS (Keluhan utama saat MRS). Keluhan utama yang lain adalah keluhan utama saat dilakukan pengkajian (beberapa saat atau hari setelah klien MRS). Keluhan ini biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan adanya gangguan fokal, seperti nyeri kepala hebat, muntah muntah, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Berisikan tentang keadaan dan keluhan klien saat timbulnya serangan, waktu, frekuensi, penjalaran, kualitas, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi serangan. Kaji adanya keluhan nyeri kepala, mual, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran dengan pendekatan PQRST. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan prilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.

c.Riwayat Kesehatan Masa Lalu Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit yang mendukung munculnya penyakit saat ini (faktor predisposisi dan presifitasi). Kaji adanya riwayat nyeri kepala pada masa sebelumnya. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga terutama yang berhubungan dengan gangguan sistem neuro atau sistem lain yang mempunyai sifat herediter dan berpengaruh terhadap munculnya herniasi otak. e.Pengkajian psikososiospiritual Pengkajian psikologis pasien herniasi otak meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. 3. Pengkajian Pola Kebiasaan: a.Bernafas Irama nafas meningkat, dispnea, potensial obstruksi jalan nafas, disfungsi neuromuskuler. b. Makan minum Gejala : mual, muntah proyektil dan mengalami perubahan sklera. Tanda : muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).

c.Eleminasi Inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi. d. Gerak dan aktifitas Gejala : kelemahan / keletihan, kaku, hilang keseimbangan. Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadriplegi, ataksia, masalah dalam keseimbangan, perubaan pola istirahat, adanya faktor faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan. e.Istirahat Tidur (kurang tidur, terganggu) Perubaan pola istirahat : adanya gejala susah tidur/insomnia, faktor - faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, cemas, keterbatasan dalam hobi dan dan latihan. f. Kebersihan diri (kurang perawatan diri) g. Pengaturan suhu tubuh h. Rasa nyaman Gejala : nyeri kepala dengan intensitas yang berbeda dan biasanya lama. Tanda : wajah menyeringai, respon menarik diri dari rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat / tidur. i. Rasa aman Gejala : pemajanan bahan kimia toksisk, karsinogen, pemajanan sinar matahari berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi j. Integritas Ego, Gejala : faktor stres, perubahan tingkah laku atau kepribadian, Tanda : cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif. k. Seksualitas, l. Data sosial 1) Klien hidup sendiri/keluarga 2) Klien merasa terisolasi 3) Adanya gangguan klien dalam keluarga dan masyarakat Gejala: masalah pada seksual (dampak pada hubungan, perubahan tingkat kepuasan)

4) Ketidakadekuatan sistem pendukung, riwayat perkawinan (kepuasan rumah tangga, dukungan), fungsi peran. m. Prestasi dan produktifitas n. Rekreasi o. Belajar (Tingkat pengetahuan dan kepedulian pasien) p. Ibadah (kegiatan ibadah terganggu ) 4. Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Keadaan Umum Umumnya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi. a.B1 (Breathing) Inspeksi: pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan pernafasan. b.B2 (Blood) Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi. c.B3 (Brain)

Herniasi sering menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada gangguan fokal dan adanya peningkatan ICP. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. 1. Pengkajian tingkat kesadaran Pada keadaan lanjut tingkat kesadarn klien herniasi biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan. 2.Pengkajian fungsi serebral a) Status Mental Observasi penampilan , tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien tumor intrakranial tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan. b) Fungsi Intelektual Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata. 3. Pengkajian sistem motorik Keseimbangan dan koordinasi, lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan. d.B4 (Bladder)

Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.

e.B5 (Bowel) Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut karena akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Pola defekasi terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas. f.B6 (Bone) Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. 5. Pemeriksaan Penunjang 1) Arterigrafi atau Ventricolugram 2) CT SCAN 3) Radiogram 4) Elektroensefalogram (EEG) 5) Ekoensefalogram 6) Sidik otak radioaktif b) Analisa Data Data Objektif - RR < 16 x/menit Nadi < 60 x/menit Hipotermi Hipotensi Data Subjektif Kesimpulan - Pasien merasa nyeri Perubahan kepala jaringan serebral perfusi

Pasien merintih menangis Perubahan komunikasi

terlihat dan pola

Pasien merasa nyeri Gangguan rasa nyaman kepala nyeri komunikasi

Pasien merasa sulit kerusakan mengucapkan kata verbal kata

Perubahan

respon

Pasien merasa tidak Perubahan bisa mengenali sensori mengeluh pada stimilus yang ada

persepsi

terhadap rangsangan Konsentrasi buruk Perubahan perilaku disorientasi waktu, tempat, dan orang Pasien terlihat kurus Berat berkurang sebelumnya. badan dari pola -

Pasien perubahan

indra penglihatan Pasien mengatakan Perubahan nutrisi kurang

sering merasa mual dari kebutuhan tubuh dan muntah Pasien Pasien mengatakan mengatakan sulit menelan tidak nafsu makan

Pasien

mengalami

Pasien dan tempat

mengatakan Kerusakan mobilitas fisik berpindah

hemiparase

tidak dapat bergerak

Pasien tanya

bertanya

Pasien merasa lemas Pasien mengatakan Defisit tidak mengerti tentang tentang penyakitnya

pengetahuan kondisi dan

tentang

penyakitnya Tampak lingkar -

penanganan penyakit

Pasien

mengatakan Perubahan pola tidur

hitam di bawah mata

sulit

tidur

dan pada

terbangun Nadi lemah, sianosis Pasien proyektil, edema RR > 24 muntah papil x/mnt, -

malam hari Pasien mengeluh Penurunan curah jantung lemah Pasien nyeri hebat Pasien mengeluh Pola nafas tidak efektif mengeluh Peningkatan TIK

tampak retraksi GDA hipoksemia, hiperkapnia Disorientasi

sulit bernafas Pasien mengeluh Kerusakan pertukaran gas sesak Pasien sulit mengatakan Perubahan proses berfikir berfikir dan Risiko cidera

sulit konsentrasi Faktor resiko : penurunan kesdaran c) Rumusan Masalah Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral 2. Ketidakefektifan pola nafas 3. Gangguan rasa nyaman nyeri 4. Kerusakan komunikasi verbal 5. Perubahan persepsi sensori

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 7. Kerusakan mobilitas fisik 8. Defisit pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit 9. Perubahan pola tidur 10. Kerusakan pertukaran gas 11. Penurunan curah jantung 12. Peningkatan TIK 13. Perubahan proses berfikir 14. Risiko cidera

d) Diagnosa Keperawatan 1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan suplai darah akibat penekanan jaringan otak. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompresi medulla oblongata. 3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. 4. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penekanan pada jaringan otak. 5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan traktus sensori dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi. 6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kompresi medulla oblongata. 7. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada daerah dan lintasan motorik di dekat herniasi. 8. Defisit pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi. 9. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas jantung 10. Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri kepala. 11. Peningkatan TIK berhubungan dengan kompresi medulla oblongata 12. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan penekanan mesensefalon. 13. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan disfungsi pernafasan 14. Risiko cidera berhubungan dengan penekanan jaringan otak.

I.

PERENCANAAN a) Prioritas Masalah 1. Peningkatan TIK 2. Penurunan curah jantung 3. Perubahan perfusi jaringan serebral 4. Kerusakan pertukaran gas 5. Pola nafas tidak efektif 6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan 7. Nyeri 8. Kerusakan mobilitas fisik 9. Perubahan pola tidur 10. Perubahan persepsi sensori 11. Kerusakan komunikasi verbal 12. Perubahan proses berfikir 13. Defisit pengetahuan 14. Risiko cidera

b) Rencana Keperawatan Dx.1 Peningkatan TIK b/d penekanan medulla oblongata Tujuan: Setelah diberi askep selam 1 x 24 jam diharapkan pasien mengalami penurunan TIK. Kriteria: 1. 2. 3. 4. klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, TTV dalam batas normal

Intervensi :

1. Observasi faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK. R/ : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan. 2. Monitor tanda-tanda vital tiap 4 jam R/ : Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurunan difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intrakranial. Adanya peningkatan tensi, bradikardia, disritmia, dipsneu merupakan tanda terjadinyapeningkatan TIK. 3. Evaluasi pupil. R/ : Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervous/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antarasimpatis dan parasimpatis merupakan respons reflek nervous kranial. 4. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala. R/ : Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial. 5. Berikan perioede istirahat antara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur. R/ : Tindakan yang terus menerus dapat meningkatkan TIK oleh efek rangsangan komulatif 6. Kloborasi:Pemberian O2 sesuai indikasi dan Pemberian cairan intravena sesuai dengan yang diindikasikan.

R/ : Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral dan volume darah serta kenaikan TIK. Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk mengurangi edema serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah, dan TIK.

Dx. 2Penurunan Cardiac Output berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung Tujuan : Setelah diberikan askep selama 1x24 jam diharapkan Ps berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD/beban kerja jantung, memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang normal pasien. Intervensi 1. Palpasi keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer. R/ : Denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis mungkin teramati. Denyut pada tungkai mungkin menurun 2. Catat bunyi jantung R/ : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama gallop dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukan stenosis katup. 3. Pantau haluaran urine, catat penurunan haluaran dan

kepekatan/konsentrasi urine R/ : Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium. Haluaran urine biasanya menurun selama sehari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari, sehingga cairan kembali ke sirkulasi bila pasien tidur

4.

Pantau perubahan pada sensori, contoh letargi, bingung, disorientasi cemas dan depresi. R/ : Dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung

5.

Auskultasi ulang nadi apikal ; kaji frekuensi, irama jantung R/ : Biasanya terjadi takikardi untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikuler.

6.

Berikan istirahat semi rekumben pada tempat tidur atau kursi. Kaji dengan pemerikasaan fisik sesuai indikasi R/ : Istirahat fisik harus dipertahankan untuk memperbaiki efisiensi kontraksi jantung.

7.

Tegakkan derajat sianosis (sirkumoral, membran mukosa, clubbing) R/ : sianosis menunjukkan menurunnya perpusi periver sekunder terhadap tidak tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi dan anemia

8.

Monitor tanda-tanda CHF (gelisah, takikardi, tachypnea, sesak, mudah lelah, periorbital edema, oliguria, dan hepatomegali). R/ : dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral, miokardium paru-paru dan hati terhadap penurunan curah jantung .

Dx 3 Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penekanan pada jaringan otak.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda tanda vital dalam batas normal. Kriteria hasil : 1. Menunjukkan tingkat kesadaran normal 2. Orientasi pasien baik 3. Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi 4. Nadi : 60-100 x/menit, suhu : 36-37,4C, RR : 16-20 x/menit, TD : 120/80 x/menit. 5. GCS 4,5,6 Intervensi : 1.Berikan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal. Rasional : Perubahan tekanan pada intrakranial akan dapat menyebabkan risiko untuk terjadinya herniasi otak. 2.Observasi tanda-tanda status neurologis dengan GCS. Rasional : Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut. 3.Observasi tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hatihati pada hipertensi sistolik. Rasional : Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler serebral yang dapat dimanifestasikan dengan meningkatkan sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi. 4.Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur. Rasional : Aktivitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.

5.Anjurkan klien untuk menggindari batuk dan mengejan berlebihan. Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan potensi terjadi pendarahan ulang. 6.Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung. Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan. 7.Kolaborasi dalam pemberian cairan per infus dengan perhatian ketat. Rasional : Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, retriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema serebral. 8.Observasi AGD bila diperlukan pemberian osigen. Rasional : Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral. 9.Berikan terapi sesuai instruksi dokter, seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika. Rasional : Terapi yang diberikan dengan tujuan : menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan edema serebri, menurunkan metabolik cell/konsumsi dan kejang.

Dx4.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kompresi

medulla oblongata Tujuan : Setelah diberikan askep selama 3x24 jam diharapkan pasien memperlihatkan perbaikan dalam pertukaran gas dengan kriteria hasil : melaporkan penurunan dispnea, menunjukan gas-gas darah arteri yang normal Intervensi :

1. Pantau penurunan sesak nafas

R/ : menilai kemampuan respirasi pasien

2. Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien dengan pernafasan

diafragmatik
R/ : memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan nafas 3. Berikan oksigen dengan metode yang diharuskan R/ : oksigen akan memperbaiki hipoksemia

Dx 5 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kompresi medulla oblongata. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan pola nafas pasien menjadi efektif. Kriteria hasil : 1. Pola nafas teratur 2. Pasien tidak mengeluh sesak nafas 3. RR 16 24 x/menit Intervensi : 1. Ajarkan teknik napas dalam. Rasional : Teknik nafas dalam dapat dilakukan dengan menarik nafas sekuat- kuatnya lewat hidung kemudian di tahan dan dikeluarkan lewat mulut, sehingga ekspansi paru lebih maksimal dan mengurangi rasa nyeri. 2. Awasi perubahan status pola pernapasan Rasional : Perubahan pola pernapasan dapat terjadi sewaktu waktu sehingga perlu pengawasan yang intensif 3. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.

Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru 4. Pantau kedalaman pernapasan dan ekspansi dada. Rasional : Kedalaman pernapasan dan ekspansi dada menandakan kefektifan pola pernapasan 5. Auskultasi bunyi napas, misal krekels, mengi, ronchi Rasional : Kelainan bunyi nafas menandakan adanya suatu gangguan pada paru paru dan saluran pernapasan 6. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan. Rasional : Memberikan oksigen yang adekuat 7. Kolaborasi dalam pemberian fisioterapi dada, misal drainase postural dan perkusi area yang tak sakit. Rasional : Memberikan kenyamanan pada pasien dan mempercepat proses penyembuhan Dx6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kompresi medulla oblongata. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria hasil : 1. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam rentang normal 2. Adanya peningkatan berat badan 3. Nafsu makan meningkat Intervensi : 1. Observasi kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi. Rasional : Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi. 2. Timbang berat badan

Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi. 3. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti tinggikan kepala tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat NGT. Rasional : Menurunkan resiko regurgitasi dan atau terjadi aspirasi. 4. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan yang adekuat. Rasional : Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang. 5. Pantau pemeriksaan laboratorium. Rasional : Mengidentifikasi defisiensi nutrisi, fungsi organ, dan respon terhadap terapi nutrisi tersebut. 6. Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti melalui selang NGT. Rasional : Pemilihan rute pemberian tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien. Dx7. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan

peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang sampai hilang. Kriteria hasil : 1. Pasien tidak merasakan nyeri lagi 2. Pasien tidak meringis 3. Pasien tidak gelisah 4. Pasien dalam keadaan tenang Intervensi : 1. Ajarkan tehnik relaksasi dengan menarik nafas panjang. Rasional : membantu mengurangi rasa nyeri yang dialami klien.

2. Observasi penyebab timbulnya nyeri (takut, marah, cemas) Rasional : dengan mengetahui faktor penyebab nyeri menentukan tindakan untuk mengurangi nyeri. 3. Monitor karakteristik nyeri melalui respon verbal dan hemodinamik. Rasional : perubahan respon verbal dan dan hemodinamik dapat mendeteksi adanya perubahan kenyamanan. 4. Observasi adanya gambaran nyeri yang dialami klien meliputi tempatnya, intensitas, durasi, kualitas dan penyebarannya. Rasional : nyeri merupakan perasaan subyektif yang dialami dan digambarkan sendiri oleh klien dan harus dibandingkan dengan gejala penyakit lain sehingga didapatkan data yang akurat. 5. Ciptakan lingkungan yang nyaman, kurangi aktivitas, batasi pengunjung. Rasional : membantu mengurangi rangsangan dari luar yang dapat menambah ketenangan sehingga pasien dapat beristirahat dengan tenang dan daya kerja jantung tidak terlalu keras. 6. Observasi tanda tanda vital sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik. Rasional : obat jenis narkotik dapat menyebabkan depresi pernafasan dan hipotensi. Dx8. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tekanan pada

daerah dan lintasan motorik di dekat herniasi. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena/kompensasi. Kriteria hasil : 1. Pasien mempertahankan posisi optimal 2. Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena atau kompensasi

3. Mendemonstrasikan tehnik/perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas 4. Mempertahankan integritas kulit 5. Pasien tidak merasa lemas lagi Intervensi : 1. Observasi kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Klasifikasikan melalui skala 0-4. Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab tehnik yang berbeda digunakan untuk paralisis spesifik dengan flaksid. 2. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma/iskemi jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/dekubitus. 3. Tinggikan tangan dan kepala. Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan membantu mencegah terjadinya edema. 4. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan dudukl (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan pasien menggunakan kekuatan tangan unruk menyokong berat badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri. Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.

5. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau tanda lain dari gangguan sirkulasi. Rasional : Jaringan yang mengalami edema lebih mudah mengalami trauma dan penyembuhannya lambat. 6. Bangunkan pasien dari kursi sesegera mungkin setelah tanda-tanda vital stabil kecuali pada hemoragik serebral. Rasional : Membantu menstabilkan tekanan darah (tonus vasomotor terjaga), meningkatkan keseimbangan ekstremitas dalam posisi normal dan pengosongan kandung kemih/ginjal, menurunkan risiko terjadinya batu kandung kemih dan infeksi karena urine yang statis. 7. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan. Rasional : Dapat berespon dengan baik jika daerah yang sakit tidak menjadi lebih terganggu dan memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kembali sebagai bagian dari tubuhnya sendiri. 8. Kolaborasi: 1) Berikan tempat tidur dengan atras bulat, tempat tidur air, alat flotasi, atau tempat tidur khusus (seperti tempat tidur kinetik) sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan distribusi merata berat badan yang menurunkan tekanan pada tulang-tulang tertentu dan membantu untuk mencegah kerusakan kulit/terbentuknya dekubitus. Tempat tidur khusus membantu dengan letak pasien obesitas (kegemukan), meningkatkan sirkulasi dan menurunkan terjadinya vena statis untuk menurunkan risiko terhadap cedera pada jaringan dan komplikasi seperti pneumonia ortostatik. 2) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien.

Rasional : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan. 3) Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperti TENS sesuai indikasi. Rasional : Dapat membantu memulihkan kekuatan otot danmeningkatkan kontrol otot volunter. 4) Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi, seperti baklofen, dantrolen. Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu. Dx9. Perubahan pola tidur berhubungan dengan nyeri kepala.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola tidur pasien kembali efektif. Kriteria hasil : 1. Pasien dapat tidur minimal 8 jam di malam hari 2. Mampu mengambarkan factor yang mencegah atau menghambat tidur. Intervensi : 1. Lengkapi jadwal tidur dan ritual secara teratur. Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur. Rasional : Penguatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kesetabilan lingkungan. 2. Berikan makanan kecil sore hari, dan mandi masase punggung. Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk. 3. Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur. Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi ke kamar mandi/berkemih selama malam hari. 4. Putarkan musik yang lembut.

Rasional : Menurunkan stimulus sensori dengan menghambat suarasuara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak.

Dx10.

Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan

traktus sensori dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat mempertahankan tingkat kesadarannya. Kriteria hasil : 1. Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual 2. Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual 3. Mendemonstrasikan defisit/hasil Intervensi : 1. Lihat kembali proses patologis kondisi individual. Rasional : Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membantu dalam mengkaji/mengantisipasi defisit spesifik dan perawatan. 2. Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi (bidang horizontal atau vertikal), adanya diplopia (pandangan ganda). Rasional : Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak negatif terhadap kemampuan pasien untuk menerima lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan motorik dan meningkatkan risiko terjadinya cedera. 3. Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal. Biarkan lampu menyala, letakkan benda dalam jangkauan lapang penglihatan yang normal. Tutup mata yang sakit jika perlu. perilaku untuk mengkompensasi terhadap

Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda dapat membantu masalah persepsi; mencegah pasien dari terkejut. Penutupan mata mungkin dapat menurunkan kebingungan pandangan ganda. 4. Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang membahayakan. Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan terhadap interpretasi lingkungan; menurunkan resiko terhadap terjadinya kecelakaan. 5. Observasi kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian. Rasional : Penurunan kesadaranterhadap sensorik dankerusakan perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap keseimbangan/ posisi tubuh dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan risiko terjadinya trauma. 6. Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, meraba. Biarkan pasien menyentuh dinding/batas-batas yang lainnya. Rasional : Membantu melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan interpretasi stimulasi. Membantu pasien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan penggunaan dari daerah yang terpengaruh. 7. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lingkungan yang membahayakan. Rekomendasikan pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal. Rasional : Meningkatkan keamanan pasienyang menurunkan risiko terjadinya trauma. 8. Hilangkan kebisingan/swtimulasi eksternal yang berlebihan sesuai kebutuhan. Rasiuonal : Menurunkan ansietas dan respons emosi yang berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori berlebihan. karena adanya

9. Bicara dengan tenang, perlahan, dengan menggunakan kalimat yang pendek. Pertahankan kontak mata. Rasional : Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam rentang perhatian atau masalah pemahaman. Tindakan ini dapat membantu pasien dalam berkomunikasi. Dx11. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penekanan pada jaringan otak. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien dapat berkomunikasi dengan baik, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat. Kriteria hasil : 1. Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat di penuhi 2. Pasien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat Intervensi : 1. Observasi tipe disfungsi, misalnya klien tidak mengerti tentang kata-kata atau masalah berbicara atau tidak mengerti bahasa sendiri. Rasional : Membantu menentukan kerusakan area pada otak dan menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau seluruh proses komunikasi, klien mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, Wernicke, area dan kerusakan pada area Broca). 2. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien untuk mengklarifikasi. Rasional : Klien dapat mengalami kehilangan kemampuan untuk memonitor ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan dapat mengklarifikasi percakapan.

3. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu dan lihat ke pintu. Rasional : Untuk menguji afasia reseptif. 4. Instruksikan klien untuk menyebutkan nama suatu benda yang diperlihatkan. Rasional : Menguji afasia ekspresif, misalnya klien dapat mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu menyebutkan namanya. 5. Dengarkan bunyi yang sederhana seperti sh...cat. Rasional : Mengidentifikasi disatria komponen berbicara (lidah, gearakan bibir, kontrol pernapasan dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin tidak terjadinya afasia ekspresif). 6. Instruksikan klien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak mampu untuk menulis instruksikan klien untuk membaca kalimat pendek. Rasional : Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dan defisit membaca (alexia) yang juga merupakan bagian dari afasia reseptif dan ekspresif. 7. Berikan peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan berbicara, sediakan bel khusus bila perlu. Rasional : Untuk kenyamanan berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi. 8. Pilih metode komunikasi alternatif misalnya menulis pada papan tulis, menggambar, dan mendemonstrasikan secara visual gerakan tangan. Rasional : Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi individu. 9. Antisipasi dan bantu kebutuhan klien. Rasional : Membantu menurunkan frustasi karena ketergantungan atau ketidakmampuan berkomunikasi. 10. Ucapkan langsung kepada klien berbicara pelan dan tenang, gunakan pertanyaan dengan jawaban ya atau tidak dan perhatikan respons klien.

Rasional

: Mengurangi

kebingungan

atau

kecemasan

terhadap

banyaknya informasi. Memajukan stimulasi ingatan dan kata-kata. 11. Berbicara dengan nada normal dan hindari ucapan yang terlalu cepat. Berikan waktu klien untuk berespons. Rasional : Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak menyebabkan klien marah, dan tidak menyebabkan rasa frustasi. 12. Anjurkan pengunjung untuk berkomunikasi dengan klien misalnya membaca surat, membicarakan keluarga. Rasional : Menurunkan isolasi sosial dan menefektifkan komunikasi. 13. Bicarakan topik-topik tentang keluarga, pekerjaan, dan hobi. Rasional : Meningkatkan pengertian percakapan dan kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan praktis dalam berkomunikasi. 14. Perhatikan percakapan klien dan hindari berbicara secara sepihak. Rasional : Memungkinkan klien dihargai karena kemampuan intelektualnya masih baik. 15. Kolaborasi: konsul ke ahli terapi berbicara. Rasional : Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensori motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi. Dx12. Perubahan proses berfikir berhubungan dengan penekanan

mesensefalon. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan perubahan proses fikir pasien dapat diatasi. Kriteria hasil : 1. Mempertahankan orientasi mental dan realitas budaya 2. Konsentrasi baik Intervensi : 1. Berikan isyarat lingkungan untuk orientasi terhadap waktu, tempat dan orang (gambar, foto, jam, kalender dengan penanda silang

untuk hari yg telah di lewati, lorong dan pintu yg menggunakan kode warna). Rasional : isyarat lingkungan akan meningkatkan orientasi terhadap waktu, tempat dan individu akan mengisi kesenjangan ingatan dan berfungsi sebagai pengingat. 2. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang Rasional : Kebisingan, keramaian, orang banyak biasanya merupakan sensori yang meningkatkan gangguan neuron. 3. Bantu menemukan atau membetulkan hal-hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label gambar-gambar/hal yang dimiliki pasien. Jangan melawan/menantang pasien. Rasional : dapat menurunkan defensive pasien jika pasien mempercayai ia sedang ada dalam tempat yang salah, tersimpan atau tersembunyi. Membantah hal yang keliru dari pasien tidak akan mengubah kepercayaan dan mungkin juga akan menimbulkan kemarahan. 4. Evaluasi pola dan kecukupan tidur/istirahat. Catat adanya letargi, peningkatan peka rangsang, sering menguap, adanya garis hitam di bawah mata. Rasional : kekurangan tidur dapat mengganggu proses pikir dan kemampuan koping pasien Dx13. Defisit pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tahu, mengerti, dan patuh dengan program terapeutik. Kriteria hasil : 1. Pasien mengerti tentang penyakitnya dan apa yang mempengaruhinya 2. Pasien dapat mengungkapkan pentingnya fungsi otak dengan mematuhi program yang diharuskan.

Intervensi :
1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka pendek dan jangka panjang

Rasional : Menyiapkan pasien untuk mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitas hidup
2. Jelaskan klien tentang pengobatan dan mengapa terjadi kanker lambung.

Rasional

Pengetahuan

yang

diharapkan

akan

membantu

mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.


3. Ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya

Rasional : Mengajarkan pasien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling penting dari perawatannya
4. Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran, sediakan materi

pengajaran/instruksi tertulis Rasional : Membantu meningkatkan pengetahuan dan memberikan sumber tambahan untuk referensi perawatan di rumah. Dx14. Risiko cidera berhubungan dengan penekanan jaringan otak. Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien tidak mengalami cidera. Kriateria hasil : pasien dalam keadaan baik baik saja. Intervensi : 1. Pantau adanya kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah yang lain. Rasional : Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin untuk mencegah komplikasi. 2. Berikan keamanan pada pasien dengan memberi bantalan pada penghalang tempat tidur, pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang. Rasional : Menghindarkan cidera pada pasien. 3. Mempertahankan tirah baring

Rasional : Menurunkan risiko terjatuh.

DAFTAR PUSTAKA 1. 2. Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006. Jakarta : EGC Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC

3. 4. 5. 6.

Santosa, Budi. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. 2006. Jakarta : Prima Medika Price, Sylvia A. Pathofisiologi vol 2. 2006. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2. 2001. Jakarta : EGC HTTP//Google.com

Anda mungkin juga menyukai