Anda di halaman 1dari 57

kata

I.

PENDAHULUAN

1.1.

UMUM

encana Strategis (Renstra) Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum 20102014 disusun sesuai dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasonal, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 2025, Peraturan Preside Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 2014, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, yang mengamanatkan bahwa setiap Kementerian/Lembaga diwajibkan menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L), yang merupakan dokumen perencanaan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima) tahun. Renstra memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Dengan telah ditetapkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 02/PRT/M/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010 2014 maka Rencana Strategis Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum 20102014 memiliki pijakan yang kuat. Memasuki tahapan pelaksanaan pembangunan jangka panjang kedua (2010-2014), tatanan pembinaan konstruksi telah memiliki landasan hukum yang kuat dengan ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang tersebut Kementerian Negara mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara. Sesuai Undang-Undang tersebut Kementerian Pekerjaan Umum termasuk ke dalam kelompok kementerian dalam rangka menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Terkait dengan tugas dan fungsi tersebut, selanjutnya di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Bagian III Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 10 12 yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, telah ditetapkan secara lebih spesifik tentang mandat yang diberikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum yang terbagi ke dalam dua bidang utama

1|Page

yaitu urusan bidang Pekerjaan Umum dan urusan bidang Penataan Ruang yang selanjutnya dibagi lagi ke dalam sub-sub bidang urusan. Dalam Pasal 2 PP 38/2000 di atas, urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum terdiri dari 10 sub bidang termasuk di dalamnya sub bidang jasa konstruksi. Sebagai tindak lanjut dari UU 39/2008 tersebut selanjutnya dikeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang secara tegas disebutkan bahwa Presiden membentuk Kementerian Pekerjaan Umum pada urutan nomor 18. Untuk melengkapi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tersebut, selanjutnya Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang di dalam Pasal 393 dinyatakan bahwa Susunan organisasi eselon I Kementerian Pekerjaan Umum terdiri atas: a. Wakil Menteri Pekerjaan Umum; b. Sekretariat Jenderal; c. Direktorat Jenderal Penataan Ruang; d. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air; e. Direktorat Jenderal Bina Marga; f. Direktorat Jenderal Cipta Karya; g. Inspektorat Jenderal; h. Badan Pembinaan Konstruksi; i. Badan Penelitian dan Pengembangan; j. Staf Ahli Bidang Keterpaduan Pembangunan; k. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Investasi; l. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat; m. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga; dan n. Staf Ahli Bidang Pengembangan Keahlian dan Tenaga Fungsional. Selanjutnya, di dalam Pasal 407 disebutkan bahwa Badan Pembinaan Konstruksi mempunyai tugas melaksanakan pembinaan konstruksi, sedangkan di dalam Pasal 408 disebutkan bahwa alam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 407, Badan Pembinaan Konstruksi menyelenggarakan fungsi: a. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur; b. pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur; c. pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur; dan

2|Page

d.

pelaksanaan administrasi Badan Pembinaan Konstruksi.

Penyusunan Renstra Badan Pembinaan Konstruksi tahun 20102014 ini, di samping berdasarkan pada tugas dan fungsi Badan, juga berlandaskan pada pemetaan kondisi lingkungan serta isu-isu strategis yang terus berkembang serta mengacu pada arah kebijakan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 20052025. Susunan Renstra Badan Pembinaan Konstruksi 20102014 dimulai dengan pemaparan tentang kondisi dan tantangan penyelenggaraan subbidang konstruksi; visi, misi, tujuan dan sasaran Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum; strategi penyelenggaraan pembinaan konstruksi; serta program dan kegiatan. Renstra Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum ini selanjutnya akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana strategis dan rencana aksi (action plan) masing-masing unit eselon II (Pusat Pembinaan) dalam lingkup Badan Pembinaan Konstruksi serta Rencana Kerja dan Anggaran Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2010, 2011, 2112, 2013, dan 2014.

1.2.

MANDAT, TUGAS, FUNGSI, DAN KEWENANGAN

enyusul disahkannya UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi, pada tahun 2000 diberlakukan tiga paket Peraturan Pemerintah yang merupakan turunan dari UU No. 18/1999 tersebut, yaitu: PP No. 4/2010 tentang Perubahan atas PP 28/2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi; PP 59/2010 tentang Perubahan atas PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi; dan PP No. 30/2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Berdasarkan ketiga PP tersebut, Menteri yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang jasa konstruksi. Selanjutnya, dalam Undang-undang No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah Bagian III Pembagian Urusan Pemerintahan Pasal 10 12 yang dijabarkan dalam PP No. 38/2000 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota Pasal 2 ayat (4), disebutkan bahwa urusan pemerintahan sub bidang pembinaan jasa konstruksi termasuk dalam urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum. Dengan demikian, Kementerian Pekerjaan Umum secara konstitusional adalah institusi yang bertanggung jawab dalam pembinaan jasa konstruksi.

3|Page

Terkait dengan pembinaan sumber daya manusia konstruksi, Badan Pembinaan Konstruksi juga mendapat amanat UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 18 agar tenaga kerja konstruksi mendapatkan pelatihan dan pengakuan kompetensi1. Selain itu UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 61 mengamanatkan agar pengakuan kompetensi terhadap para tenaga kerja konstruksi dibuktikan dengan menerbitkan sertifikat kompetensi2. Dalam rangka melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan di atas, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara telah dibentuk badan baru di lingkungan Kementerian PU dengan nama Badan Pembinaan Konstruksi yang dipimpin oleh seorang Kepala Badan setingkat Eselon I dan dilengkapi dengan struktur organisasi yang terdiri atas Sekretariat Badan, Pusat-pusat Pembinaan Konstruksi, serta dilengkapi dengan Balai-Balai sebagai unit pelaksana teknis. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tersebut selanjutnya ditindaklanjuti oleh Kementerian Pekerjaan Umum dengan mengusulkan perubahan organisasi kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi yang direspon oleh Menpan dan Reformasi Birokrasi dengan mengeluarkan Surat No.: B/1509/M.PAN-RB/7/2010 tgl 5 Juli 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2010 Tanggal 17 Juni 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, Badan Pembinaan Konstruksi (BPKons) mempunyai tugas melaksanakan pembinaan konstruksi. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Badan Pembinaan Konstruksi menyelenggarakan fungsi : a. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktrur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi; b. pelaksanaan pembinaan konstruksi meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi; c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pembinaan konstruksi dan investasi di bidang infrastruktur meliputi usaha dan kelembagaan, penyelenggaraan konstruksi, sumber daya investasi serta kompetensi dan pelatihan konstruksi; dan d. pelaksanaan administrasi Badan Pembinaan Konstruksi.

UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 18 ayat (1) Tenaga kerja berhak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang di selenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta, atau pelatihan di tempat kerja.
1

UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 61 Ayat (3) Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
2

4|Page

1.3.

PERAN JASA KONSTRUKSI

onstruksi secara umum dipahami sebagai segala bentuk pembuatan/pembangunan infrastruktur (jalan, jembatan, bendung, jaringan irigasi, gedung, bandara, pelabuhan, instalasi telekomunikasi, industri proses, dan seterusnya) serta pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan infrastruktur. Namun demikian, konstruksi dapat juga dipahami berdasarkan kerangka perspektif dalam konteks jasa, industri, sektor atau kluster. Menurut UU Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999, jasa konstruksi adalah jasa perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan suatu pekerjaan konstruksi. Dalam terminologi teknis Produk Domestik Bruto (PDB) yang dikeluarkan oleh BPS, Konstruksi adalah suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan/konstruksi yang menyatu dengan lahan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana kegiatan lainnya. Hasil kegiatan antara lain: gedung, jalan, jembatan, rel dan jembatan kereta api, terowongan, bangunan air dan drainase, bangunan sanitasi, landasan pesawat terbang, dermaga, bangunan pembangkit listrik, transmisi, distribusi dan bangunan jaringan komunikasi. Kegiatan konstruksi meliputi perencanaan, persiapan, pembuatan, pembongkaran dan perbaikan bangunan. Jasa konstruksi adalah kluster industri (lapangan usaha) yang meliputi infrastruktur dan bangunan gedung seperti ditunjukkan dalam Gambar 1.1.

5|Page

Gambar 1.1 Kluster infrastruktur, jasa konstruksi, dan industri konstruksi Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis mengingat jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, jasa konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Oleh karena itu, jasa konstruksi nasional diharapkan semakin mampu mengembangkan perannya dalam pembangunan nasional melalui peningkatan keandalan yang didukung oleh struktur usaha yang kokoh dan mampu mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.

6|Page

Mengingat peran dan posisi jasa konstruksi yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional maka jasa konstruksi perlu dibina dan dikembangkan dengan meningkatkan efisiensi dan daya saingnya melalui tenaga kerja yang profesional dan penciptaan iklim usaha yang dapat menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi. Salah satu perangkat yang digunakan untuk mengembangkan jasa konstruksi adalah produk pengaturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.

1.4.

PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI

B
1) 2) 3)

erdasarkan amanat UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi, PP No. 30/2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi, dan PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Pemerintah dan pemerintahan daerah berkewajiban untuk menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi dengan anatomi pembinaan sebagai berikut.

1. Arah Pembinaan Jasa Konstruksi Arah pembinaan jasa konstruksi nasional meliputi: restrukturisasi usaha jasa konstruksi; profesionalisme penyedia jasa konstruksi; dan

kemandirian masyarakat jasa konstruksi. Restrukturisasi usaha dilakukan untuk mengatasi adanya struktur usaha yang tidak seimbang dan kurang kondusif dan kebutuhan membentuk struktur usaha konstruksi yang kokoh. Restrukturisasi ditujukan untuk membentuk komposisi yang seimbang antara perusahaan besar, menengah dan kecil serta perusahaan umum, spesialis, dan keterampilan tertentu. Peningkatan profesionalisme penyedia jasa konstruksi baik perorangan maupun badan usaha untuk menjadikan jasa konstruksi semakin berdaya saing tinggi. Peningkatan kemandirian masyarakat jasa konstruksi lebih ditujukan kepada kemampuan mengurus dirinya sendiri, peran aktif seluruh unsur masyarakat jasa konstruksi dan keinginan kuat untuk maju bersama, serta mendahulukan kepentingan bersama. Pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan dilakukan dalam kerangka arah pembinaan tersebut.

7|Page

2. Lingkup Pembinaan Pembinaan adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bagi penyedia jasa, pengguna jasa, dan masyarakat.3 Pengaturan dilakukan dengan menetapkan kebijakan pengembangan jasa konstruksi, menerbitkan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan, norma, standar, pedoman dan kriteria jasa konstruksi serta peraturan perundangan yang terkait dengan usaha jasa konstruksi dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pemberdayaan dilakukan dengan penetapan kebijakan tentang (1) pengembangan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi; (2) pengembangan usaha termasuk upaya mendorong kemitraan fungsional yang sinergis; (3) dukungan lembaga keuangan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan,dan akses dalam memperoleh pendanaan; (4) dukungan lembaga pertanggungan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan risiko; (5) peningkatan kemampuan teknologi, sistem informasi serta penelitian dan pengembangan teknologi. Pemberdayaan ini hanya khusus dilakukan kepada jasa konstruksi nasional. Jasa konstruksi nasional yang dimaksud adalah layanan perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan yang disediakan oleh orang perorangan warga negara Indonesia atau badan usaha nasional yang dimiliki seluruhnya oleh warga negara Indonesia. Pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan dilaksanakan untuk menjamin tertib usaha, tertib penyelenggaraan, tertib pemanfaatan jasa konstruksi mengenai : 1) Persyaratan perizinan; 2) Ketentuan keteknikan pekerjaan konstruksi; 3) Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja; 4) Ketentuan keselamatan umum; 5) Ketentuan ketenagakerjaan; 6) Ketentuan lingkungan; 7) Ketentuan tata ruang; 8) Ketentuan tata bangunan; 9) Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa konstruksi.

Sesuai UU 18/1999 Pasal 35 ayat (1) Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan.

8|Page

3. Azas, Maksud dan Tujuan Pembinaan Jasa Konstruksi Pengaturan jasa konstruksi nasional berazaskan pada kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan, dan keselamatan. Azas kejujuran dan keadilan mengandung pengertian bahwa diperlukan tertib dalam penyelenggaraan konstruksi serta bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya. Azas manfaat mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi harus dilaksanakan berlandaskan pada prinsip-prinsip profesionalisme dalam kemampuan dan tanggungjawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam menyelenggarakan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional. Azas keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan konstruksi yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi. Azas keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia jasa dan beban kerjanya. Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi azas ini untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai dan disisi lain dapat memberikan peluang pemerataan yang proposional dalam kesempatan kerja pada penyedia jasa. Azas kemandirian mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi nasional. Azas keterbukaan mengandung pengertian ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya transparasi dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajibannya secara optimal dan kepastian akan hak dan untuk memperolehnya serta memungkinkan adanya koreksi sehingga dapat dihindari adanya berbagai kekurangan dan penyimpangan. Azas kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, bersifat timbal balik dan sinergis. Azas keamanan dan keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya tertib penyelenggaraan jasa konstruksi, keamanan lingkungan dan keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum. Tujuan pengaturan jasa konstruksi nasional adalah (i) memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; (ii) menjadikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tertib sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, dan (iii) meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta (iv) meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi. Tujuan pembinaan terhadap penyedia jasa konstruksi nasional adalah (i) menumbuhkan pemahaman dan kesadaran penyedia jasa konstruksi akan peran strategisnya dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang membawa konsekuensi timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhi; (ii) mendorong terwujudnya penyedia jasa konstruksi agar dapat meningkatkan kemampuannya, baik secara langsung maupun melalui asosiasi serta mampu memenuhi hak dan kewajibannya; dan (iii) menjamin terpenuhinya kewajiban semua pemangku kepentingan usaha

9|Page

jasa konstruksi berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga mendorong terwujudnya tertib usaha jasa konstruksi maupun tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Tujuan pembinaan terhadap pengguna jasa konstruksi adalah (i) menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsinya serta hak dan kewajibannya dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; dan (ii) menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga mendorong terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Selaras dengan pembinaan untuk penyedia dan pengguna jasa konstruksi, tujuan pembinaan terhadap masyarakat adalah (i) menumbuhkan pemahaman akan peran strategis jasa konstruksi dalam pelaksanaan pembangunan nasional; dan (ii) menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajibannya dalam mewujudkan tertib usaha jasa konstruksi, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dan dalam memanfaatkan hasil pekerjaan konstruksi. 4. Sasaran Pembinaan Jasa Konstruksi Sasaran pembinaan jasa konstruksi nasional adalah terwujudnya: (1) pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi serta hak dan kewajiban pengguna, penyedia dan masyarakat jasa konstruksi nasional, (2) tertib usaha jasa konstruksi, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan tertib pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi, (3) ketertiban penyelenggaraan jasa konstruksi untuk menjamin kesetaraan dalam hak dan kewajiban antara pengguna dan penyedia jasa, dan (4) kemitraan yang sinergis antar stakeholders jasa konstruksi nasional yang mencakup Pemerintah, Legislatif, Penegak Hukum, Penyedia Jasa, Pemasok barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi, Asosiasi Profesi dan Asosiasi Badan Usaha, Pakar dan Akademisi, Lembaga Keuangan, serta unsur-unsur lainnya.4 5. Kerangka Pembinaan Jasa Konstruksi Kerangka utama pembinaan jasa konstruksi terdiri dari (1) kerangka yuridis yang meliputi undang-undang dan peraturan-peraturan terkait pembinaan jasa konstruksi, (2) kerangka kebijakan yang meliputi kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan dan diimplementasikan oleh pemerintah dalam rangka pembinaan jasa konstruksi, dan (3) kerangka institusional yang meliputi bentuk dan struktur kelembagaan yang telah ditetapkan untuk melaksanakan pembinaan jasa konstruksi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan LPJK. 6. 1) Pengelolaan Pembinaan Jasa Konstruksi Pemerintah Pusat Pembinaan oleh Pemerintah Pusat berupa penetapan kebijakan nasional untuk pengembangan dan pengaturan jasa konstruksi serta penyebarluasannya, pemberdayaan untuk pengembangan SDM dan usaha, dukungan lembaga keuangan dan pertanggungan serta

Sejalan dengan amanat UU 18/1999 Pasal 3 mengenai tujuan pengaturan jasa konstruksi.

10 | P a g e

2)

3)

4)

pengembangan teknologi, dan pengawasan terhadap ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa konstruksi: keteknikan, keselamatan, tata bangunan, dan lingkungannya, serta syarat perizinan Usaha. Pemerintah Provinsi Pembinaan oleh Pemerintah Provinsi berupa implementasi pengembangan SDM, implementasi kemampuan teknologi, implementasi pengembangan sistem informasi, penerapan hasil-hasil penelitian dan pengembangan jasa konstruksi serta pengawasan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat lintas kabupaten/kota dan pelaksanaan atas kebijakan nasional dan penyebarluasannya, melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis dan penyuluhan, monitoring dan evaluasi perizinan usaha jasa konstruksi serta melaksanakan pengawasan sesuai kewenangannya. Pemerintah Kabupaten/Kota Pembinaan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota berupa pelaksanaan atas kebijakan nasional dan penyebarluasannya, melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis dan penyuluhan, menerbitkan perizinan usaha jasa konstruksi serta melaksanakan pengawasan sesuai kewenangannya. Pembinaan oleh Masyarakat Jasa Konstruksi: Pembinaan oleh masyarakat jasa konstruksi berupa pembinaan oleh Masyarakat Jasa Konstruksi yang dalam mekanismenya dilakukan oleh Lembaga yang anggotanya terdiri dari unsur-unsur masyarakat jasa konstruksi yang mewakili asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, perguruan tinggi, pakar dan pemerintah.5

Lihat juga pengaturan mengenai pembinaan jasa konstruksi ini dalam PP 38/2007 Pasal 2 ayat (4) (6).

11 | P a g e

II.

KONDISI DAN TANTANGAN

2.1. KONDISI UMUM


mplementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi selama 8 tahun terakhir, dalam konteks mikro (tata kelola kepemerintahan yang baik), konteks messo (usaha dan pengusahaan konstruksi), serta konteks makro (kerjasama, persaingan global dan liberalisasi jasa konstruksi) belum mencapai sasaran sebagaimana diamanatkan dalam UU 18/1999. Dalam konteks makro, sektor konstruksi nasional berhasil menempati urutan ke enam dari sembilan sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Pada tahun 2009, PDB yang disumbangkan oleh sektor konstruksi tercatat sebesar Rp. 555 trilyun, yang merupakan 9,9% dari PDB nasional. Sementara itu, tenaga kerja yang dapat diserap pada tahun 2009 tercatat berjumlah 5,439 juta orang atau 5,3% dari tenaga kerja nasional dengan tingkat produktivitas 13 orang per milyar rupiah (atas dasar harga berlaku).

Tabel 2.1 Kontribusi Sektor-Sektor Perekonomian terhadap PDB (2004-2009)


Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan 2. Pertam bangan & Penggalian 3. Indus tri Pengolahan 4. Listrik, Gas & Air Bers ih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikas i 8. Keuangan, Real Es tate & Jas a Perusahaan 9. Jasa-jas a Produk Domestik Bruto 2004 Rp x milyar 329,124.6 205,252.0 644,342.6 23,730.3 151,247.6 368,555.9 142,292.0 194,410.9 236,870.3 2,295,826.2 % 14.3 8.9 28.1 1.0 6.6 16.1 6.2 8.5 10.3 2005 Rp x milyar 364,169.3 309,014.1 760,361.3 26,693.8 195,110.6 431,620.2 180,584.9 230,522.7 276,204.2 2,774,281.1 % 13.1 11.1 27.4 1.0 7.0 15.6 6.5 8.3 10.0 2006 Rp x milyar 433,223.4 366,520.8 919,539.3 30,354.8 251,132.3 501,542.4 231,523.5 269,121.4 336,258.9 3,339,216.8 % 13.0 11.0 0.9 7.5 15.0 6.9 8.1 10.1 2007* Rp x milyar 541,592.6 441,006.6 34,724.6 305,215.6 589,351.8 264,264.2 305,213.5 399,298.6 3,949,321.4 % 13.7 11.2 27.1 0.9 7.7 14.9 6.7 7.7 10.1 2008 Rp x milyar 716,065.3 540,605.3 1,380,713.1 40,846.1 419,642.4 691,494.7 312,190.2 368,129.7 481,669.9 4,951,356.7 % 14.5 10.9 27.9 0.8 8.5 14.0 6.3 7.4 9.7 2009 Rp x milyar 858,252.0 591,531.7 1,480,905.4 46,823.1 554,982.2 750,605.0 352,407.2 404,116.4 573,818.7 5,613,441.7 % 15.3 10.5 26.4 0.8 9.9 13.4 6.3 7.2 10.2

27.5 1,068,653.9

Sumber: BPS, 2010 (diolah)

Sampai dengan tahun 2009, tercatat sejumlah 145.260 badan usaha konstruksi. Peningkatan jumlah badan usaha tersebut ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya. Hal ini tercermin pada mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, serta teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yang belum sesuai dengan yang diharapkan.

12 | P a g e

Tabel 2.2 Data Badan Usaha Konstruksi Tahun 2009

No. 1 2 3

KUALIFIKASI BESAR MENENGAH KECIL TOTAL

KONSULTAN PERUSAHAAN 372 1,027 4,958 6,357 % 5.85 16.16 77.99 100

KONTRAKTOR PERUSAHAAN 1,162 15,398 122,343 138,903 % 0.84 11.09 88.08 100

Sumber: LPJKN, November 2009 (diolah)

Kondisi tersebut di antaranya disebabkan oleh persyaratan usaha serta persyaratan kualifikasi tenaga kerja terampil dan ahli yang belum diatur sebagaimana mestinya untuk mewujudkan badan usaha konstruksi yang profesional dan dapat diandalkan. Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. Dari seluruh pangsa pasar jasa konstruksi Indonesia (100%), hanya 40% yang dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi nasional yang jumlahnya 90 %, sedangkan 60% lainnya dikuasai oleh pelaku jasa konstruksi asing yang jumlahnya hanya 10 %. Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi masih perlu ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Bidang jasa konstruksi saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan seputar lemahnya penguasaan teknologi, sulitnya akses ke permodalan, serta masih kerap terjadi kegagalan bangunan, kegagalan konstruksi, dan mutu konstruksi yang belum sesuai standar. Sementara itu, Undang-undang No. 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi masih dipandang secara sempit sebagai undang-undang bidang pekerjaan umum. Sehingga, pembinaan jasa konstruksi lebih dianggap sebagai bagian dari tanggungjawab Kementerian Pekerjaan Umum dan bukan menjadi tanggungjawab semua instansi terkait. Asosiasi jasa konstruksi, hingga saat ini masih disibukkan oleh proses sertifikasi para anggotanya yang sering penuh dengan konflik kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga, asosiasi jasa konstruksi belum dapat berperan sebagai motor penggerak peningkatan kompetensi dan daya saing para anggotanya.

13 | P a g e

Sementara itu, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai representasi dari masyarakat jasa konstruksi dalam pengembangan jasa konstruksi belum dapat melaksanakan seluruh tugas yang diamanahkan dalam Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK) Nomor 18 Tahun 1999. Sebagian besar dari sumber daya yang ada masih terfokus pada penyelenggaraan registerasi badan usaha dan tenaga kerja konstruksi. Pelaksanaan tugas-tugas lain, yaitu penelitian dan pengembangan jasa konstruksi, pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi serta arbitrase dan mediasi masih sangat terbatas. Di samping itu, forum jasa konstruksi yang diselenggarakan secara rutin setiap tahun belum berjalan dengan efektif dan produktif dalam menyiapkan rekomendasi kebijakan pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi. Meskipun pelaksanaannya senantiasa diperbaiki dari tahun ke tahun, Ppenyelenggaraan forum jasa konstruksi masih terbatas pada pemenuhan aspek adimistrasi dan prosedural serta masih menjadi ajang pelampiasan perbedaan kepentingan yang mencolok di antara pemangku kepentingan. Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis kompetensi masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana, standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji, serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Nota kesepahaman antara Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian tTenaga Kerja dan Transmigrasi, dan LPJK tentang penyelenggaraan pelatihan konstruksi serta pencanangan Gerakan Nasional Pelatihan Konstruksi (GNPK) diharapkan dapat menggalang sumber daya yang tersedia di tiap-tiap instansi terkait guna mengatasi kendala yang dihadapi. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, Indonesia telah meratifikasi berdirinya World Trade Organization (WTO) dan menjadi anggota dari 153 negara anggota yang tercatat di WTO. Indonesia juga telah meratifikasi ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS) melalui Keppres Nomor 88 Tahun 1995. Seluruh kesepakatan dalam perundingan WTO dan AFAS bersifat menngikat. Oleh karena itu Indonesia harus senantiasa aktif dalam setiap perundingan liberalisasi jasa, termasuk jasa konstruksi yang diselenggarakan oleh WTO maupun ASEAN serta forum perundingan liberalisasi regional lainnya. Liberalisasi jasa konstruksi akan menjadi ancaman sekaligus peluang untuk perluasan pangsa pasar jasa konstruksi di luar negeri. Kualitas pelayanan infrastruktur yang ada saat ini tidak memadai untuk mempertahankan pertumbuhan dan daya saing ekonomi yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena realisasi investasi infrastruktur hanya mencapai kurang dari setengah kebutuhan yang diperlukan. Kapasitas fiscal tidak memungkinkan untuk mencukupi kebutuhan dana pembangunan infrastruktur, bahkan hanya mampu menyumbangkan 1% dari PDB padahal dana yang diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5% dari PDB.

14 | P a g e

Tabel 2.3 Jumlah Tenaga Kerja Tahun 2004 2008 (dalam ribuan) Lapangan Pekerjaan 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri 4. Listrik, Gas, Air 5. Bangunan/ Konstruksi 6. Perdagangan 7. Angkutan 8. Keuangan 9. Lainnya Jumlah
Sumber: BPS, 2009 (diolah)

2005 41.814 9.619 11.652 187 4.417 18.897 5.553 1.043 10.577 94.948

2006 42.323 947 11.578 207 4.374 18.555 5.467 1.153 10.572 95.177

2007 42.609 1.021 12.094 247 4.397 19.425 5.575 1.252 10.962 97.583

2008 41.206 994 12.368 174 5.252 20.554 5.958 1.399 12.019 99.930

2009 41. 332 1. 071 12 .549 201 5. 439 21.222 6 .180 1. 460 13. 100 102.553

15 | P a g e

Tabel 2.4 Produktifitas Tenaga Kerja Menurut Lapangan Kerja (orang per miliar rupiah)
2005 2006 (Nov) (Agt) 2007 (Agt) 2008 (Agt) 2009 (Agt) org/M
48.2 1.8 8.5 4.3

2004 No Lapangan Pekerjaan Utama


Pertanian, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air

org/M org/M org/M org/M org/M


1. 2. 3. 4. 123.4 5.0 17.2 9.6 113.4 2.9 15.7 7.3 92.6 2.5 12.9 7.5 76.1 2.3 11.6 5.0 57.9 2.0 9.1 4.9

5. Bangunan
6. 7. 8. 9. Perdagangan Besar, Eceran, Rum ah Makan, dan Hotel Angkutan, Pergudangan dan Kom unikasi Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

30.0 23.4 18.7 17.2


51.9 38.5 5.8 44.4 41.5 31.3 5.0 37.4 38.3 24.5 5.0 33.8 34.9 22.5 4.6 30.1

13.0
30.7 19.8 4.0 27.1

9.8
28.3 17.5 3.6 22.8

Sumber: BPS, 2009 (diolah)

16 | P a g e

2.2.

TANTANGAN DAN ISU STRATEGIS SUB BIDANG JASA KONSTRUKSI

etersediaan infrastruktur yang berkualitas merupakan salah satu faktor penentu daya tarik suatu kawasan/wilayah, di samping faktor kualitas lingkungan hidup, image, dan masyarakat (budaya). Sementara itu, kinerja infrastruktur merupakan faktor kunci dalam menentukan daya saing global, selain kinerja ekonomi makro, efisiensi pemerintah, dan efisiensi usaha. Dalam hal daya saing global tersebut, maka World Competitiveness Yearbook 2009 menempatkan Indonesia pada ranking 54 dari 134 negara, di mana ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai (peringkat 84 dengan nilai 3,2) merupakan penyumbang ketiga sebagai faktor problematik dalam melakukan usaha setelah akses pendanaan (25,1 %), birokrasi pemerintah yang tidak efisen (18,5%), dan ketidak tersediaan pasokan infrastruktur (11,4 %)6. Dengan demikian, tantangan pembangunan infrastruktur ke depan adalah bagaimana untuk terus meningkatkan ketersediaan infrastruktur berkualitas dan kinerjanya semakin dapat diandalkan agar daya tarik dan daya saing Indonesia dalam konteks global dapat membaik.

Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah bagaimana pembangunan infrastruktur dapat membantu mengatasi besarnya kesenjangan antar-kawasan nusantara : antara Kawasan Barat Indonesia (Kabarin) dengan Kawasan Timur Indonesia (Katimin), antara Pulau Jawa dan pulaupulau lainnya, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, antara kota Jakarta dan kota-kota lainnya. fenomena yang terkait adalah urbanisasi yang cukup tinggi dengan laju antara 1% hingga 1,5% per tahun akibat tingginya mobilitas penduduk. Secara teoritik, kota merupakan mesin pertumbuhan ekonomi (the engine of economic growth), sehingga proses pengembangan wilayah terjadi karena adanya perkembangan kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, yang lalu diikuti dengan penyebaran pertumbuhan ekonomi di kawasan sekitarnya. Diperkirakan dalam 20 hingga 25 tahun ke depan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia akan mencapai 50 - 65% (Pustra, 2007), dan pada akhir tahun 2014 jumlah penduduk perkotaan diperkirakan mencapai 53 54%. Tingkat urbanisasi yang relatif tinggi belum disertai oleh kemampuan untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur yang disebabkan oleh pertumbuhan penduduk oleh urbanisasi tersebut maupun backlog yang telah ada sebelumnya. Demikian juga ketersediaan infrastruktur belum merata ke semua golongan masyarakat, terutama masyarakat miskin. Tantangan lainnya adalah berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah, dimana sejak bergulirnya era reformasi 1 (satu) dekade yang silam, maka telah terjadi pemekaran wilayah dengan adanya 7 (tujuh) provinsi baru, 135 kabupaten baru, dan 31 kota baru. Dengan demikian hingga saat ini di seluruh wilayah Nusantara terdapat 33 provinsi, 399 kabupaten dan 98 kota. (Sumber Data : Ditjen Otonomi Daerah Depdagri, Juni 2009).7 Masih adanya kemiskinan absolut yang tinggi (35 juta jiwa atau 15,4% dari total jumlah penduduk pada tahun 2008) dan rendahnya ketersediaan lapangan kerja (9,2 juta jiwa pengangguran terbuka atau 8,5% dari total jumlah usia produktif pada tahun 2008) menjadi bagian yang juga harus diperhatikan dalam penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum.

6 7

http://www.weforum.org/pdf/GCR09/GCR20092010fullreport.pdf http://www.depdagri.go.id/basis-data/2010/01/28/daftar-provinsi

17 | P a g e

Pelayanan infrastruktur dasar di Indonesia saat ini kondisinya relatif tertinggal dibandingkan beberapa negara Asia lainnya. Pengelolaan infrastruktur ke-PU-an selama 10 tahun terakhir belum dikelola secara baik seperti ditunjukkan oleh pendanaan infrastruktur yang masih underinvestment (< 2% PDB). Anggaran pemeliharaan terbatas, demand lebih besar dari supply terutama untuk daerah cepat tumbuh, dan Standar Pelayanan Minimum (SPM) belum sepenuhnya terimplementasi. Sementara di sisi lain kesepakatan MDGs untuk memenuhi sasaran mutu pelayanan infrastruktur terutama penyediaan air bersih dan sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah sudah tidak bisa ditunda lagi. Selain itu, tidak dapat diabaikan pula berbagai kesepakatan pembangunan infratruktur bersama, seperti pada kesepakatan kerjasama ekonomi regional: APEC, AFTA, BIMP-EAGA, IMT-GT, SIJORI, Program ASEAN Highway, dan Asia Railway yang akan menuntut upaya sungguh-sungguh dari segenap pelaku pembangunan infrastruktur ke-PU-an. Karena itu upaya untuk memobilisasi berbagai sumber pembiayaan perlu terus diupayakan dengan mengembangkan skema pembiayaan melalui kerja sama pemerintah-swasta (KPS), bank, dan dari lembaga non bank khusus infrastruktur, serta dana preservasi jalan. Secara khusus, tantangan pembangunan sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan pembangunan infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut. Badan Pembinaan Konstruksi (BP Konstruksi) Kementerian PU menerima mandat sebagai pembina jasa konstruksi nasional untuk memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Tantangan ke depan, pemerintah perlu terus meningkatkan pembinaan jasa konstruksi baik dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, maupun pengawasan sesuai lingkup pembinaan yang telah diuraikan di muka, sejalan dengan meningkatnya perhatian dan harapan berbagai pihak terhadap jasa konstruksi. Pembinaan jasa konstruksi selama ini dipersepsikan secara sempit sebagai bagian dari tugas Kementerian PU semata dan belum menjadi tanggung jawab semua pihak sesuai tugas dan kewenangannya. Meningkatnya perhatian pemerintah daerah terhadap pembinaan jasa konstruksi sebagai tindak lanjut Surat Edaran Mendagri No. 601/2006 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi di Daerah dengan membentuk Tim Pembina yang mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi daerah dan pengalokasian APBD untuk pembinaan jasa konstruksi perlu mendapat apresiasi yang positif. Namun sayangnya unit struktural pembina jasa konstruksi daerah yang telah terbentuk belum seluruhnya efektif. Hal ini terjadi di antaranya karena PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah tidak secara eksplisit menyebutkan bahwa pembinaan jasa konstruksi termasuk dalam rumpun urusan pekerjaan umum. Selain itu, petunjuk teknis mengenai pembentukan unit struktural pembina jasa konstruksi di daerah belum tersedia dan Tim Pembina jasa konstruksi di tingkat pusat sesuai PP 30/2000 yang bertugas untuk mengkoordinasikan pembinaan jasa konstruksi antar Kementerian dan Lembaga terkait belum terbentuk. Asosiasi konstruksi juga masih lebih cenderung mengutamakan kepentingan-kepentingan jangka pendek kelompok masing-masing, sementara forum jasa konstruksi belum efektif dalam menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional serta memberi masukan bagi Pemerintah dalam menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi. Memperkuat pasar konstruksi dan meningkatkan profesionalisme industri konstruksi. Termasuk perlunya memperkuat para pelaku usaha konstruksi kecil dan menengah antara lain yang disebabkan oleh lemahnya penguasaan teknologi dan akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi.

18 | P a g e

Masih seringnya terjadi kegagalan bangunan dan mutu konstruksi yang tidak sesuai standar teknis yang di antaranya disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan belum konsistennya penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi (SMK3 Konstruksi) serta Sistem Manajemen Mutu Konstruksi (SMM Konstruksi) yang belum berjalan secara konsisten. Berbagai kebijakan percepatan investasi swasta beserta dukungan Pemerintah yang dapat disediakan belum berjalan efektif. Dari sekitar 145 ribu kontraktor di Indonesia hampir semuanya memperebutkan 40% pangsa pasar jasa konstruksi nasional yang umumnya disediakan pemerintah (APBN dan APBD). Sedangkan 60% pasar jasa konstruksi Indonesia lainnya, justru dikuasai oleh kontraktor asing terutama di sektor migas. Sementara itu permintaan keterlibatan badan usaha/tenaga kerja konstruksi Indonesia di luar negeri terus meningkat. Masih belum dimilikinya data base peralatan dan material konstruksi di tiap-tiap provinsi secara lengkap. Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi masih menghadapi permasalahan pada proses sertifikasi yang masih kurang obyektif dan mahal, sehingga langsung atau tidak langsung menyebabkan tenaga ahli dan tenaga terampil bidang konstruksi masih jauh dari cukup yang di antaranya disebabkan oleh pelaksanaan assessment sertifikasi belum sesuai ketentuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Berbagai kebutuhan dana investasi infrastruktur yang harus dipenuhi dari investasi swasta (financing gap sebesar Rp 978 Triliun). Berbagai potensi sumber pendanaan investasi infrastruktur belum dimanfaatkan secara maksimal. Sedangkan isu-isu strategis sub bidang jasa konstruksi dalam mendukung pemenuhan pembangunan infrastruktur di atas dapat diuraikan sebagai berikut. Meningkatkan kompetensi SDM konstruksi Indonesia dalam skala nasional maupun skala internasional. Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan pelatihan berbasis kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi internasional bagi lulusan perguruan tinggi yang akan bekerja di sektor konstruksi sehingga lulusannya memiliki kompetensi berstandar internasional. Meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) jasa konstruksi menuju tenaga ahli dan tenaga terampil bidang konstruksi yang berdaya saing tinggi sesuai SKKNI. Meningkatkan kualitas prasarana dan sarana pelatihan mengacu pada kebutuhan pelatihan berbasis kompetensi (kondisi prasarana dan sarana pelatihan saat ini sangat jauh tertinggal dibandingkan beberapa negara tetangga). Meningkatkan kualitas lembaga pelatihan dan lembaga uji/sertifikasi dalam proses pelatihan dan sertifikasi, dengan pengembangan sarana dan prasarana pelatihan dan pendampingan instruktur dan asesor yang berkualitas. Penerapan konsep sustainable/green construction yang merupakan proses konstruksi yang menggunakan metode/konsep serta bahan bangunan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan di bidang pembangunan konstruksi dalam rangka merespon pemanasan global. Lemahnya akses permodalan Badan Usaha Jasa Konstruksi dan belum adanya lembaga pertanggungan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan risiko. Praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam industri konstruksi nasional dan perilaku bisnis jasa konstruksi masih menjadi sorotan publik sampai saat ini. Kondisi ini telah membuat persaingan di industri konstruksi belum sepenuhnya berdasarkan

19 | P a g e

kompetensi dan profesionalisme, tetapi lebih berdasarkan pada kemampuan negosiasi atau lobby, sehingga menyebabkan kualitas konstruksi tidak sesuai dengan yang diharapkan. Pasar jasa konstruksi nasional masih terdistorsi akibat ketidakseimbangan antara supply dan demand. Oleh karena itu perlu upaya pembinaan perusahaan jasa konstruksi melalui penerapan kualifikasi/klasifikasi persyaratan kemampuan dalam pendirian badan usaha jasa konstruksi. Liberalisasi perdagangan jasa konstruksi merupakan suatu proses yang sedang berjalan dan tidak perlu diperdebatkan apakah Indonesia siap atau tidak siap. Yang lebih penting adalah menyiapkan penyedia jasa konstruksi yang berdaya saing tinggi, baik di pasar domestik, maupun di pasar internasional. Otonomi daerah sebagai instrumen desentralisasi akan menjadi pendorong perdagangan jasa konstruksi nasional dengan diterapkannya kebijakan penanaman modal langsung ke daerah. Pengarusutamaan gender dalam proses pelaksanaan kegiatan subbidang jasa konstruksi, baik dari segi akses, kontrol, partisipasi, maupun manfaatnya. Perlunya berbagai inovasi pola pembiayaan investasi infrastruktur, khususnya infrastruktur pekerjaan umum. Perlunya mempertajam kebijakan dukungan Pemerintah dalam kerangka Public Private Partnership (PPP) agar kebijakan yang ada dapat berjalan efektif. Perlunya mendorong dan memfasilitasi pemanfaatan sumber-sumber pendanaan investasi infrastruktur yang tersedia.

2.3.

ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS

1. Lingkungan Strategis Internal Dengan pendekatan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat) atau KEKEPAN (Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman) lingkungan strategis internal Badan Pembinaan Konstruksi terdiri dari kekuatan dan kelemahan internal yang dimiliki yang dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan data-data dan analisis yang dilakukan secara internal maupun oleh pihak ketiga (konsultan), berikut ini adalah data-data kekuatan yang dimiliki oleh Badan Pembinaan Konstruksi. A. Kekuatan a. Memiliki mandat tugas pembinaan jasa konstruksi sesuai UU No. 18/1999 dan PP No. 4/2010, PP 59/2010, dan PP No. 30/2000, UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; b. Tugas pokok dan fungsi BP Konstruksi sudah cukup jelas dengan adanya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 8/PRT/M/2010 tanggal 17 Juni 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum, c. Jumlah personil PNS 488 orang dengan tingkat pendidikan yang cukup baik (S1 111 orang; S2 75 orang dan S3 3 orang);

20 | P a g e

d. Prasarana dan sarana untuk pejabat struktural cukup memadai; Seluruh pejabat struktural sampai Eselon IV memiliki alat pengolah data (unit komputer) masing-masing. e. Untuk mendukung mobilitas kerja, seluruh pejabat struktural sampai Eselon III dan beberapa eselon IV difasilitasi dengan kendaraan dinas roda 4. f. Pengalaman para pejabat struktural cukup baik, rata-rata berasal dari satminkal teknis (Ditjen SDA, Bina Marga, dan Cipta Karya) sehingga memberikan dinamika dan peluang koordinasi serta networking yang baik. g. Motivasi kerja dan upaya untuk meningkatkan kapasitas karyawan cukup tinggi. h. Staf Badan Pembinaan Konstruksi dikenal sebagai staf yang memiliki wawasan luas. i. Tersedianya anggaran pembinaan jakon yang memadai; j. Sudah ada konsep road map pembinaan dan pengembangan jakon; k. Peralatan pelatihan konstruksi lengkap; l. Terbentuknya balai pelatihan jasa konstruksi di seluruh wilayah Indonesia sehingga mengakomodir pembinaan jasa konstruksi secara optimal B. Kelemahan Berdasarkan data-data dan analisis yang dilakukan secara internal maupun oleh pihak ketiga (konsultan), berikut ini adalah data-data kelemahan yang dimiliki oleh Badan Pembinaan Konstruksi: a. Belum optimalnya kinerja unit-unit di lingkungan Badan Pembinaan Konstruksi sebagai satu kesatuan tim; b. Budaya kerja dalam bentuk nilai-nilai strategis Bersama KITA Membangun belum tersosialisasi dan tertanam secara baik dalam perilaku kerja sehari-hari. c. Masih adanya staf yang kinerjanya di bawah standar; d. Orientasi kerja staf masih belum sepenuhnya didasarkan pada pencapaian sasaran tugas Badan Pembinaan Konstruksi; e. Rasio/ perbandingan alat pengolah data untuk tingkat staf masih 1 : 3 (satu unit komputer digunakan oleh 3 orang staf), idealnya adalah 1 : 2; f. Jumlah pejabat struktural (Eselon IV Eselon I) yang akan pensiun sampai dengan tahun 2014 ada sebanyak 38 orang dari 100 pejabat struktural , hal ini berarti dalam lima (5) tahun ke depan akan kehilangan sekitar 38 % pejabat strukturalnya. Sedangkan staf senior yang akan pensiun sebanyak 131 orang dari 388 orang staf atau sejumlah 34 %; g. Kemungkinan promosi bagi jabatan yang ditinggalkan oleh pejabat yang pensiun atau mutasi diisi dari luar BP KONSTRUKSI sehingga berpengaruh terhadap motivasi kerja; h. Belum lengkapnya pengaturan (juknis) pembinaan jakon daerah; i. Lemahnya pemantauan dan evaluasi (monev) serta penegakan hukum jasa konstruksi; j. Belum lengkapnya data base pembinaan jasa konstruksi; k. Rendahnya pembinaan daya saing badan usaha dan tenaga kerja konstruksi; l. Staf junior belum memiliki kapasitas untuk pembinaan jasa konstruksi daerah,

21 | P a g e

m. Peralatan pelatihan terpusat di Jakarta; n. Terlalu fokus terhadap pembinaan jakon ke-PU-an, belum menyentuh pembinaan konstruksi di luar bidang PU. 2. Lingkungan Strategis Eksternal Pada dasarnya, yang dimaksud dengan lingkungan strategis eksternal Badan Pembinaan Konstruksi adalah unit kerja yang secara langsung berpengaruh dan berinteraksi dengan Badan Pembinaan Konstruksi, baik Satuan Administrasi Pangkal (satminkal) yang ada di Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian terkait lainnya, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi serta masyarakat jasa konstruksi pada umumnya, maupun lembaga di tingkat regional dan internasional yang mempengaruhi jasa konstruksi di Indonesia. Dengan pendekatan SWOT/ KEKEPAN, lingkungan strategis eksternal Badan Pembinaan Konstruksi dapat diklasifikasikan sebagai kelompok peluang dan ancaman bagi eksistensi dan visi serta misi organisasi. A. Peluang a. Dukungan DPR; b. Meningkatnya perhatian pemda terhadap pembinaan jakon; c. Permintaan keterlibatan badan usaha/ tenaga kerja konstruksi di luar negeri; d. Pengaturan kesetaraan kompetensi keahlian di tingkat ASEAN (ACPE); e. Tahun 2020 liberalisasi perdagangan dan jasa berlaku penuh yang akan memperluas wilayah usaha; f. Banyaknya program pendidikan dan kursus peningkatan kapasitas (capacity building) yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait lainnya maupun Lembaga Donor Internasional/ Multilateral. g. Kepercayaan lembaga masyarakat jasa konstruksi (LPJK, Asosiasi Jasa Konstruksi, Badan Usaha Jasa Konstruksi, Kementerian PU dan Kementerian terkait lainnya) terhadap Badan Pembinaan Konstruksi dalam rangka mengkoordinasikan upaya-upaya mewujudkan usaha jakons yang profesional, efisien dan berdaya saing. h. Kepercayaan lembaga/ forum kerjasama internasional dalam perundingan kerjasama/ liberalisasi internasional bidang konstruksi. i. Komitmen Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk memberantas KKN di segala bidang, termasuk jasa konstruksi; j. Stabilitas makroekonomi semakin membaik; k. Adanya lembaga ombudsman persaingan usaha (KPPU); l. Terbukanya penanaman modal asing secara langsung; m. Terbukanya akses informasi melalui teknologi informasi dan komunikasi; n. Peningkatan mutu pendidikan tinggi; o. Pelaksanaan reformasi total; p. Kampanye penerapan good governance and good corporate governance; q. investasi infrastruktur padat tenaga kerja (membuka lapangan kerja); r. Perluasan pelayanan publik melalui desentralisasi; s. Pembangunan berkelanjutan (sustainaible development) dalam sektor konstruksi (green construction);

22 | P a g e

B. Ancaman a. Perubahan struktur organisasi akibat dinamika organisasi Kementerian Pekerjaan Umum dan dinamika politik nasional; b. Pengaruh penyedia barang/ jasa yang memberi peluang terjadinya KKN; c. Perubahan tatanan organisasi di tingkat propinsi/kab./kota pasca PP 41/2007 yang menyebabkan berkurang/hilangnya unit struktural Pembina konstruksi daerah; d. Penolakan keterlibatan Pemerintah oleh oknum asosiasi perusahaan/profesi jasa konstruksi; e. Penguasaan asing atas manajemen, teknologi, dan peralatan konstruksi yang lebih baik; f. Rendahnya koordinasi antar instansi pembina jasa konstruksi; g. Penyelenggaraan jasa konstruksi sektor swasta belum mengimplementasikan pengaturan jakon; h. Resesi ekonomi global; i. Remunerasi beberapa sektor lain lebih menarik; j. Dominasi penyelenggaraan konstruksi oleh badan usaha asing; k. Masih ada penyedia barang/ jasa yang berkinerja di bawah standar l. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan II) belum memenuhi standar minimal kebutuhan fisik minimum (KFM) hidup berkeluarga. m. Kompensasi bagi sebagian staf (golongan III) belum memenuhi standar minimal hidup berkeluarga yang berkualitas (Quality of Life). n. Penguasaan informasi oleh badan usaha asing lebih baik dibandingkan pelaku industri konstruksi Indonesia (asimetri informasi); o. Daya saing industri negara lain umumnya lebih tinggi p. Teknologi baru yang belum banyak dikuasai industri konstruksi nasional q. Akses ke sumber permodalan belum kondusif. r. Euphoria desentralisasi pemerintahan di tingkat provinsi dan kab./kota; s. Persaingan antar negara semakin tinggi t. Prosedur pengadaan infrastruktur dengan dana PHLN tergantung donor asing u. Tuntutan global dan masyarakat dunia akan mutu 3. Analisis Lingkungan Strategis BP Konstruksi Analisis lingkungan strategis BP Konstruksi dituangkan dalam Tabel 2.5. Strategic Auidt Worksheet berikut ini.

23 | P a g e

Tabel 2.5 Identifikasi Faktor Kunci Keberhasilan Internal Dan Eksternal

FAKTOR INTERNAL No
S1

Strength
Memiliki mandat tugas pembinaan jasa konstruksi sesuai UU 18/1999 dan PP 28, 29, dan 30/2000 serta PP 38/2007; Adanya program pembinaan dan pengembangan asosiasi, lembaga, dan pembina jasa konstruksi.;

No
W1

Weaknesses
34 % staf senior (termasuk 38 % pejabat struktural) Sekretariat akan pensiun pada tahun 2014; Belum terbentuknya unit pembina jakon pusat sesuai PP 30/2000; Belum lengkapnya pengaturan (juknis) pembinaan jakon daerah dan bidang non PU;

S2

W2 W3

S3 Tersedianya SDM Pusat yang berkompeten;

FAKTOR EKSTERNAL No
O1 pembinaan jakon;

Opportunities
Meningkatnya perhatian Pemerintah dan pemda terhadap

No

Threaths

T1 Unit struktural pembina jakon daerah belum jelas; T2 T3 Penolakan keterlibatan Pemerintah oleh oknum asosiasi perusahaan/ profesi jakon; Penguasaan asing atas manajemen, teknologi, dan peralatan konstruksi yang lebih baik;

O2 Dukungan DPR; O3 Permintaan keterlibatan badan usaha/ tenaga kerja konstruksi di luar negeri;

24 | P a g e

Tabel 2.6 Evaluasi Faktor Kunci Keberhasilan Internal Dan Eksternal


NK FAKTOR NBD NRK NBK FKK NU BF % ND TNB INTERNAL/E 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 20=(4)X(19) 21=(6)+(20) 22 1 2 3 4 5 6=(4)X(5) 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 19= 18 (7 s/d 18)/11 STRENGTHS ( Kekuatan ) 1 Memiliki mandat tugas 5 pembinaan 18.52 5 jasa konstruksi 0.93 sesuai 5 UU 4 18/1999 4 4 dan 3 PP 5 28, 4 29, 3 dan 5 30/2000 4 4 serta 4.09 PP 38/2007; 0.76 1.68 *1 2 Adanya program pembinaan 5 18.52 dan pengembangan 5 0.93 asosiasi, 5 lembaga, 5 2 4 dan 4 pembina 3 4 jasa 3 konstruksi.; 4 4 2 3.64 0.67 1.60 *2 3 Tersedianya SDM 5 Pusat18.52 yang berkompeten; 4 0.74 4 5 5 3 3 3 4 4 4 3 2 3.64 0.67 1.41 4.70 WEAKNESSES ( Kelemahan ) 4 34 % staf senior (termasuk 4 14.81 38 % pejabat 5 struktural) 0.74 4Sekretariat 2 5 akan 2 pensiun 1 2 pada 3 tahun 3 32014; 4 1 2.73 0.40 1.14 *2 5 Belum terbentuknya 4 unit 14.81 pembina jakon 5 pusat 0.74 sesuai 4 PP 4 30/2000; 3 2 4 3 2 2 4 3 1 2.91 0.43 1.17 *1 0.59 3 2.45 0.96 6 Belum lengkapnya4pengaturan 14.81 (juknis) 4 pembinaan jakon 4 daerah 3 1dan 4 bidang 3 non3 PU;1 3 1 1 0.36 27 100 3.27 1.42 No OPPORTUNITIES ( Peluang ) 7 Meningkatnya perhatian Pemerintah 5 18.52 5 dan pemda 0.93 terhadap 5 3 pembinaan 3 2 3 jakon; 3 8 9 Dukungan DPR; 5 0.93 4 4 4 3 2 3 5 18.52 5 Permintaan keterlibatan badan usaha/ tenaga kerja 0.74 5 18.52 4 3konstruksi 3 4 di 3 luar 2 negeri; 1 2

5 3

2 3

4 5 2

4 4 3

3 1 4

3.36 3.45 2.73

0.62 0.64 0.51

1.55 1.57 1.25 4.36 1.25 1.20 0.88 3.33

*2 *1

THREATHS ( Ancaman) 10 Unit struktural pembina 4 jakon 14.81daerah 5 belum0.74 jelas; 5 4 4 3 4 3 4 5 2 0.74asosiasi 11 Penolakan keterlibatan 4 Pemerintah 14.81 5oleh oknum 4 4 perusahaan/ 3 4 3 profesi 1 4 jakon; 4 3 3 0.59dan 12 Penguasaan asing 4atas manajemen, 14.81 4 teknologi, 4peralatan 2 2 konstruksi 1 1 1yang 3 lebih 1 baik; 4 1 27 100

3 1

1 1

3.45 3.09 1.91

0.51 0.46 0.28

*1 *2 1.03

25 | P a g e

Diagram 2.1 Peta Posisi Kekuatan Organisasi BP Konstruksi


S= 4.70 STRENGTH

KWADRAN II KWADRAN I

S-W=

1.42

Mengoptimalkan program pembinaan dan pengembangan jakon dengan memanfaatkan meningkatnya perhatian Pemerintah dan pemda terhadap pembinaan jakon.

T= THREAT

3.33 O-T= 1.03

O= OPPORTUNITY

4.36

KWADRAN IV

KWADRAN III

W=

3.27

WEAKNESS

26 | P a g e

Diagram 2.2 Formulasi strategi SWOT BP Konstruksi


FKK INTERNAL STRENGTHS WEAKNESSES

1 Memiliki mandat tugas pembinaan jasa 1 Belum terbentuknya unit pembina konstruksi sesuai UU 18/1999 dan PP jakon pusat sesuai PP 30/2000; 4/2010, PP 59/2010, dan PP 30/2000 serta PP 38/2007; 2 34 % staf senior (termasuk 38 % 2 Adanya program pembinaan dan pejabat struktural) Sekretariat akan pengembangan asosiasi, lembaga, pensiun pada tahun 2014; dan pembina jasa konstruksi.;

FKK EKSTERNAL
OPPORTUNITIES 1 Dukungan DPR; STRATEGI SO 1 Laksanakan mandat tugas pembinaan jakon sesuai UU 18/99 dan PP 4/2010, PP 59/2010, dan PP 30/2000 serta PP 38/2007 dengan memanfaatkan dukungan DPR. 1 STRATEGI WO

2 Selenggarakan program pembinaan 2 2 Meningkatnya perhatian Pemerintah dan pemda terhadap dan pengembangan jakon dengan pembinaan jakon; memanfaatkan meningkatnya perhatian Pemerintah dan pemda terhadap pembinaan jakon.

THREATHS 1 Unit struktural pembina jakon daerah belum jelas; 1

STRATEGI ST 1

STRATEGI WT

2 2 Penolakan keterlibatan Pemerintah oleh oknum asosiasi perusahaan/ profesi jakon;

27 | P a g e

BUDAYA KERJA BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI


elayanan prima (services excellence), kompetensi (competence), kemauan (motivation), kesejahteraan (prosperity) dan kesinambungan (sustainability) adalah kata-kata kunci yang menjadi tantangan dan harapan bagi lingkungan strategis internal di BP Konstruksi. Pelayanan prima adalah pelayanan yang memuaskan para pelanggan atau client ditinjau dari segi waktu, biaya dan prosedur. Selain tiga hal tersebut, factor penting dalam pelayanan prima adalah kesungguhan dan kehadiran hati dalam pengertian upaya pelayanan kepada pelanggan tersebut bukan semata-mata karena tugas dan kewajiban saja, melainkan karena gembira dan senang melayani pelanggan. Pelanggan bagi setiap unit kerja di BP Konstruksi adalah Kepala BP Konstruksi, Sekretaris BP Konstruksi, Kepala-kepala Pusat Pembinaan, Semua Bagian/ Bidang/ Balai dengan masing-masing Sub Bagian/ Bidang/ Balai dan seluruh staf di masing-masing Sub Bagian/ Bidang/ Balai. Sedangkan pelanggan eksternal adalah seluruh unit atau perorangan yang berinteraksi secara resmi (official) dengan BP Konstruksi, diantaranya: satminkal-satminkal di lingkungan Kementerian PU, Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) terkait dengan jasa konstruksi Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, LPJK dan masyarakat jasa konstruksi dan masyarakat pada umumnya. Setiap unit kerja dan personil di luar unit kerja atau di luar dirinya, harus didefinisikan sebagai pelanggan atau client BP Konstruksi. Karena itu, mereka semua berhak untuk mendapatkan pelayanan prima. Kemauan atau motivasi menjadi sangat penting dalam memberikan pelayanan prima kepada seluruh pelanggan BP Konstruksi. Tanpa kemauan yang kuat, walaupun ada kemampuan dan dukungan prasarana dan sarana, maka produk kegiatan tidak akan memiliki kualitas yang baik, bahkan bisa tidak terwujud. Untuk meningkatkan motivasi perlu ada pelatihan semacam achievement motivation training (AMT) atau manajemen qalbu. Dalam dua tahun terakhir, kegiatan sejenis diselenggarakan dengan thema character building dalam bentuk pelatihan MHMMD (Menata Hidup Merencanakan Masa Depan) dan pelatihan Emosional dan Spiritual Quesyen (ESQ-165). Selain motivasi atau kemauan, hal yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan atau kompetensi dalam melaksanakan setiap tugas. Kata kompetensi ditinjau dari perspektif etimologi berasal dari kata kompeten atau mampu. Kata mampu di sini diartikan sebagai kemampuan atau keahlian untuk melakukan suatu pekerjaan atau aktifitas. Tinjauan lebih luas dari kata kompetensi terkait dengan terminologi ketenagakerjaan, adalah suatu kemampuan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk melakukan suatu pekerjaan. Diskripsi kompetensi tersebut di atas, diperkuat dengan berbagai referensi yang ada dan berlaku dibeberapa negara antara lain: A competency refer to an individuals demontrated knowledge, skills or abilities (KSAs) performend to a specific standard. Competencies are observable, behavioral acts that require a combination of KSAs to execute. They are demonstrated in a job context and as such, are influenced by an organizations culture and work environment. In other words, competencies consist of a combination of knowledge, skill and abilities that are necessary in order to perform a major task or function in the work setting. (JGN Consulting Denver . USA).

28 | P a g e

Untuk meningkatkan kompetensi para staf maupun pejabat structural, setiap tahun diselenggarakan kegiatan pelatihan atau peningkatan kapasitas (capacity building), baik yang bersifat diklat kepemimpinan formal bagi para pejabat structural (Diklatpim IV, III dan II), maupun diklat teknis bagi para staf untuk menunjang kinerja. Kata kunci lainnya dalam lingkungan strategis internal di BP Konstruksi adalah kesejahteraan (prosperity). Seluruh kegiatan dan pelayanan yang diupayakan sebagai pengabdian terbaik tidak akan banyak artinya apabila tingkat kesejahteraan staf fungsional maupun struktural diabaikan. Perhatian yang memadai dari pimpinan BP Konstruksi, baik pimpinan tertinggi maupun sub bagian menjadi hal yang niscaya bagi upaya peningkatan pelayanan. Hal yang tidak kalah pentingnya lagi adalah kesinambungan, baik dalam konteks kegiatan, pengetahuan (knowledge) maupun karir. Kesinambungan kegiatan adalah rangkaian yang terkait dengan kegiatan BP Konstruksi secara keseluruhan maupun dengan Kementerian PU sendiri. Karena itu, secara sistemik tidak boleh ada kegiatan yang menyempal atau tidak memiliki akar keterkaitan dengan Badan dan Kementerian. Ini berarti setiap kegiatan dan program haruslah dalam kerangka menunjang Tupoksi Badan maupun Kementerian. Sedangkan kesinambungan dalam jenjang karir adalah adanya kepastian penghargaan dalam bentuk jenjang karier bagi pegawai berprestasi tinggi, baik yang dilakukan dalam memberikan pelayanan di BP Konstruksi dan Kementerian serta pelayanan publik lainnya. Keempat hal di atas merupakan kata-kata kunci (key words) dalam lingkungan strategis internal di BP Konstruksi. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan BP Konstruksi bagi lingkungan internal BP Konstruksi dan lingkungan eksternal, saat ini telah disusun suatu konsep nilai-nilai strategis (strategic value) yang disebut Bersama KITA Membangun. Konsep KITA tersebut berupa singkatan dari Kompetensi, Integritas, Transparansi, dan Akuntabilitas. Penjelasan lebih lanjut dari nilai-nilai strategis di atas dijabarkan sebagai berikut. KEKOMPAKAN atau KEBERSAMAAN, mengandung pengertian rasa persatuan atau kekompakan yang ada di dalam organisasi dan kedekatan dengan sesama individu ataupun sesama Bagian yang mampu mendukung terciptanya komunikasi dan kerjasama yang baik Nilai-nilai dasar KEKOMPAKAN/ KEBERSAMAAN: 1. Memiliki semangat korps yang tinggi 2. Menjaga nama baik organisasi dan teman sekerja 3. Saling menghargai baik antar individu maupun antar Bagian dan mengembangkan rasa kekeluargaan dan kesetaraan 4. Menghormati kepentingan bersama dengan beretika dalam mencapai tujuan organisasi Nilai KEKOMPAKAN/ KEBERSAMAAN sangat berguna untuk menciptakan iklim bekerja yang saling percaya dan efektif, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas. Memiliki nilai kebersamaan akan memudahkan pembentukan team-work, dan koordinasi antar Bagian. Namun demikian nilai kebersamaan bukan berarti menghilangkan perbedaan pendapat dan sifat kritis, justru sebaliknya akan memberikan masukan yang positif kepada orang lain.

29 | P a g e

KOMPETENSI, mengandung pengertian memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan dan menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan kualitas yang telah ditetapkan. Nilai-nilai dasar KOMPETENSI: 1. Mempunyai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan sikap (attitude) sesuai dengan persyaratan organisasi. 2. Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan yang relevan dalam bekerja. 3. Menilai kinerja pegawai secara obyektif dan konsekwen. 4. Mengembangkan perilaku teliti secara professional. Nilai KOMPETENSI merupakan nilai strategis yang sangat diperlukan dan menjadi dasar BP KONSTRUKSI untuk terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Oleh karena itu, nilai kompetensi ini harus mewarnai pelaksanaan seluruh tugas BP Konstruksi. INTEGRITAS, memiliki pengertian konsisten dan selalu patuh terhadap nilai-nilai moral atau peraturan lainnya, terutama nilai kejujuran serta anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Nilai-nilai dasar INTEGRITAS: 1. Bersikap jujur dan disiplin dalam pelaksanaan tugas 2. Mencapai tujuan BP Konstruksi secara optimal 3. Mengutamakan kepentingan organisasi 4. Menjadikan nilai keagamaan sebagai dasar dalam mengembangkan motivasi kerja 5. Mematuhi ketentuan BP Konstruksi Bagi BP Konstruksi, nilai INTEGRITAS mempunyai peran sentral dalam melaksanakan tugas dan misinya. Walaupun nilai ini adalah nilai internal dan sangat pribadi, namun nilai ini dapat ditumbuh-kembangkan dengan interaksi sosial, kehidupan beragama dan contoh panutan (role model). Nilai ini juga sangat dituntut oleh stakeholders, dan menjadi persyaratan mutlak untuk memperoleh kepercayaan masyarakat. TRANSPARANSI, mengandung pengertian kejelasan dan keterbukaan dalam latar belakang dan hasil suatu tujuan, keputusan ataupun langkah kerja suatu organisasi maupun individu. Nilai-nilai dasar TRANSPARANSI: 1. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka di dalam satminkal maupun antar satminkal 2. Menggunakan berbagai sarana komunikasi yang tersedia 3. Mengemukakan pendapat secara terbuka, langsung dan beretika 4. Menciptakan keterbukaan sesuai dengan harapan stakeholders. 5. Menciptakan keterbukaan dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan.

30 | P a g e

TRANSPARANSI atau keterbukaan diharapkan akan mendasari hubungan pribadi (interpersonal relationship), antar satminkal maupun dengan stakeholders. Keterbukaan merupakan salah satu nilai strategis yang sangat dituntut dari stakeholders terhadap kebijakan yang dikeluarkan BP Konstruksi. Keterbukaan tentunya harus didasari kejujuran, kepatuhan dan rasa saling menghargai. Nilai ini akan menciptakan pola komunikasi yang efektif di seluruh lini, yang pada akhirnya akan meningkatkan efektifitas bekerja. AKUNTABILITAS, mengandung pengertian pertanggungjawaban yang jelas dari masing-masing individu atas semua tindakan yang diambil beserta konsekuensinya, terutama dalam hal penyelesaian tugas dan pengambilan keputusan. Nilai-nilai dasar AKUNTABILITAS: 1. Memiliki inisiatif dan tanggung jawab dalam pelaksanaan tugas 2. Memenuhi harapan stakeholders. 3. Menghasilkan produk dengan kualitas standard yang ditetapkan 4. Melakukan yang terbaik untuk pencapaian tugas serta mempertanggungjawabkan kesalahan sesuai wewenangnya AKUNTABILITAS adalah value yang sangat penting di masa depan. Nilai ini harus dipunyai dan dipelihara di semua level organisasi, sesuai dengan tugas dan wewenangnya untuk dapat mempertanggung jawabkan setiap kebijakan yang dikeluarkan kepada lingkungan internal maupun kepada publik. Satminkal yang memelihara nilai ini tercermin dari perilaku individu yang peduli terhadap pencapaian goal dan kepuasan customer-nya, atasannya, rekan sekerja maupun masyarakat yang dilayani. MEMBANGUN (KONSTRUKTIF), mengandung pengertian masa depan yang lebih baik. Di samping itu, membangun juga secara implisit mengandung pengertian berkelanjutan (sustainability) yang didefinisikan sebagai kwalitas hidup yang lebih baik untuk semua orang dalam konteks ekonomi, sosial dan lingkungan. Nilai-nilai dasar MEMBANGUN: 1. Progresif dalam pengertian pro perubahan. 2. Berani mengakui kekurangan diri. 3. Melakukan hal terbaik dalam pelaksanaan tugas. MEMBANGUN adalah nilai yang sangat penting bagi organisasi. Dengan membangun organisasi akan tumbuh, berkembang dan maju. Membangun pada dasarnya adalah perubahan positif sesuai dengan visi, misi dan kebijakan setiap organisasi. Tidak ada kata mundur atau berhenti. Mereka yang berhenti akan tergilas oleh roda pembangunan. Sementara kemunduran adalah kendaraan tercepat menuju kematian organisasi, berubah untuk membangun atau mati.

31 | P a g e

III.

VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

3.1.

VISI BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

embinaan dan pengembangan konstruksi Indonesia diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Konstruksi Indonesia 2030, yaitu: Kenyamanan Lingkungan Terbangun atau The Finest Built Environment. Berdasarkan visi ini, Konstruksi Indonesia 2030 mengemban misi: 1. Menciptakan Nilai Tambah; 2. Menjamin Keberlanjutan; 3. Membangun Profesionalisme; 4. Membangun Sinergi; dan 5. Membangun Dayasaing. Secara ringkas, misi Konstruksi Indonesia 2030 adalah menciptakan nilai tambah secara berkelanjutan berdasarkan profesionalisme, sinergi, dan daya saing dalam konteks ke-Indonesian-an, sedangkan tujuan Konstruksi Indonesia diarahkan menuju pencapaian visi dan misi yang diemban. Adapun tujuan Konstruksi Indonesia adalah: 1. Peningkatan produktifitas, 2. Peningkatan profitabilitas, 3. Peningkatan pertumbuhan, 4. Peningkatan keberlanjutan, 5. Peningkatan dayasaing, 6. Transaksi bisnis berkeadilan, 7. Produk konstruksi berkualitas, 8. Produk konstruksi bermanfaat, 9. Produk konstruksi berkelanjutan,

32 | P a g e

Dalam hal ini, Konstruksi Indonesia 2030 dikonsepsikan sebagai pelaku, bisnis dan produk konstruksi yang berada dalam suatu sistem meso ekonomi dari jasa konstruksi, industri konstruksi, kluster dan sektor konstruksi dalam konteks hukum, ekonomi, sosial budaya dan politik Indonesia. Dengan demikian, Konstruksi Indonesia tidak saja ditempatkan sebagai suatu kegiatan oleh para pihak dalam membangun suatu bangunan semata, tetapi lebih dari hal itu adalah pemungkin dan pendorong pengembangan sosio-ekonomi bangsa (enabler and driver for socioeconomic development) dalam ranah proses bisnis tetapi juga sebagai pembentuk lingkungan terbangun (built environment) dalam ranah produk. Sebagai tahapan untuk menuju visi Konstruksi Indonesia 2030 tersebut, selanjutnya dirumuskan visi Badan Pembinaan Konstruksi 2010 2014 sebagai berikut: Keunggulan dan kemandirian konstruksi Indonesia Keunggulan konstruksi Indonesia dimaknai bahwa struktur rantai suplai dari pelaku sektor konstruksi kokoh, handal dan berdayasaing tinggi, dan seluruh tahapan dari siklus proses penyelenggaraan konstruksi produktif dengan ciri efisien, efektif, cost-effectiveness, serta keluaran dari setiap bagian rantai suplai sektor konstruksi berstandar tinggi sehingga hasil konstruksi berkualitas, bermanfaat dan berkelanjutan. Kemandirian konstruksi Indonesia dimaknai bahwa konstruksi Indonesia mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri, konstruksi indonesia mampu secara mandiri melayani kebutuhan masyarakat, dan konstruksi Indonesia mampu menghadapi perubahan dan tuntutan global.

3.2.

MISI BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

erdasarkan mandat yang diemban oleh Badan Pembinaan Konstruksi sebagaimana telah diuraikan di muka, khususnya dalam UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi dan PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, untuk mencapai visi Badan Pembinaan Konstruksi Keunggulan dan Kemandirian Konstruksi Indonesia, ditetapkan misi Badan Pembinaan Konstruksi, yaitu: 1. Mengintegrasikan pengelolaan sektor konstruksi nasional, 2. Mewujudkan tatakelola proses penyelenggaraan konstruksi yang baik, 3. Menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang. Badan Pembinaan Konstruksi membutuhkan berbagai cara untuk menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan berkembang. Misi ini untuk memastikan bahwa konstruksi Indonesia akan berkelanjutan dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Misi ini juga dibutuhkan untuk mencapai konstruksi Indonesia yang handal dan kokoh serta mampu menghasilkan produk yang berkualitas, bermanfaat dan

33 | P a g e

berkelanjutan. Pertumbuhan dan perkembangan konstruksi Indonesia juga akan menjadi modalitas bagi kemandirian konstruksi Indonesia. Disamping itu, Badan Pembinaan Konstruksi juga harus mengemban misi mewujudkan penyelenggaraan konstruksi dengan tatakelola yang baik agar seluruh rantai suplai sektor konstruksi mampu menghadirkan efisiensi, produktifitas, keseimbangan dan keadilan. Selanjutnya, Badan Pembinaan Konstruksi juga harus mengintegrasikan pengelolaan sektor konstruksi nasional secara berkesinambungan agar konstruksi Indonesia kokoh dan handal dalam merespon perubahan global. Perkuatan Badan Pembinaan Konstruksi ke depan sangat dibutuhkan untuk pengelolaan sektor konstruksi yang efisien dan efektif dalam rangka menunjang perekonomian nasional. Oleh karena itu, transformasi Badan Pembinaan Konstruksi juga sangat dibutuhkan. Berikut ini beberapa konsep bagi landasan transformasi Badan Pembinaan Konstruksi. 1. Badan Pembinaan Konstruksi tidak hanya berada pada domain jasa konstruksi tetapi industri konstruksi dan pengusahaan konstruksi baik di ranah pekerjaan umum maupun non-pekerjaan umum. Lembaga ini akan menjadi pengatur, pemberdaya dan pengawas sektor konstruksi. 2. Badan Pembinaan Konstruksi akan menjadi koordinator bagi pengelolaan sektor konstruksi di Indonesia. Badan Pembinaan Konstruksi akan bertugas untuk mewujudkan nilai tambah konstruksi bagi pembangunan nasional. Bisnis utama lembaga ini adalah mengelola sektor konstruksi pada aspek-aspek regulasi termasuk mengembangkan NSPK (Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria) serta membina sektor konstruksi agar mampu menciptakan nilai tambah bagi pembangunan nasional dan mewujudkan the finest built environment. Aspek-aspek bisnis utama Badan Pembinaan Konstruksi ini akan mencakup antara lain: a. Konstruksi Berkelanjutan, b. Kapasitas Rekayasa, c. Penjaminan Kualitas Konstruksi, d. Pengembangan Bisnis Konstruksi, e. Pemutakhiran Teknologi Konstruksi, f. Evaluasi Produk Konstruksi, g. Sistem Informasi Konstruksi, h. Konstruksi Nir-Rekayasa i. Inovasi Pengadaan Konstruksi, j. Inovasi Pembiayaan Konstruksi, k. Promosi Ekspor Konstruksi, l. Pengembangan SDM Konstruksi, m. Produktifitas Konstruksi n. Keselamatan Konstruksi,

34 | P a g e

o. p.

Standar Material Konstruksi, Pengembangan Metoda Konstruksi

3.3.

TUJUAN BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI


Sebagai penjabaran atas visi dan misi Badan Pembinaan Konstruksi maka tujuan yang akan dicapai Badan Pembinaan Konstruksi dalam periode lima tahun ke depan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi. 2. Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, 3. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi; Menjadikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tertib sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas.

S
4. 5.

3.4.

SASARAN BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

asaran strategis Kementerian PU dalam periode 2010-2014 yang terkait dengan Badan Pembinaan Konstruksi (BPKons) adalah: Meningkatkan keandalan sistem (jaringan) infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, dan daya saing; sebagai upaya mewujudkan kemampuan pemerintah daerah dan stakeholders jasa konstruksi serta masyarakat untuk mendukung tercapainya penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional serta pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan melalui peningkatan sistem pembinaan teknis dan usaha jasa konstruksi Sasaran Utama Badan Pembinaan Konstruksi adalah: Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi Pusat dan daerah, dengan Indikator kinerja: Indeks pembinaan jasa konstruksi nasional dan daerah meningkat dari rata-rata 40 poin menjadi rata-rata 60 poin.

35 | P a g e

1.

2.

3.

4.

Tujuan-tujuan yang telah disebutkan di muka, dicapai melalui sasaran antara sebagai berikut: Tujuan 1: Meningkatkan peran serta masyarakat di bidang jasa konstruksi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya kapasitas kelembagaan, SDM, dan kebijakan pembinaan jasa konstruksi pusat dan daerah dengan Indikator kinerja outcome: a. Persentase tingkat kepuasan pelanggan Sekretariat atas penyelenggaraan pelayanan teknis dan administrasi pembinaan jasa konstruksi, dari 60% menjadi 80%. b. Jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang terbina sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dari 15 provinsi menjadi 33 provinsi dan dari 50-an kabupaten/kota menjadi 330 kabupaten/kota. Tujuan 2: Meningkatkan kepatuhan pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya penerapan norma, standar, pedoman, dan kriteria bidang jasa konstruksi yang responsif gender dan lingkungan, dengan Indikator kinerja outcome: a. Persentase peningkatan efektifitas pelaksanaan perundang-undangan bidang jasa konstruksi melalui diseminasi/sosialisasi, revisi/penyempurnaan peraturan perundang-undangan sebesar 80% dan 15 NSPK. Tujuan 3: Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya pencapaian kondisi struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi, dengan Indikator kinerja outcome: a. Jumlah produk regulasi di bidang usaha jasa konstruksi sebanyak 5 NSPK. b. Meningkatnya kabupaten/kota yang memiliki Perda IUJK dari 30% menjadi 40% c. Meningkatnya jumlah penanggung jawab teknik badan usaha jasa konstruksi dari 5000 menjadi 8000. d. Terbentuknya kepengurusan LPJK sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku sebanyak 33 provinsi dan 1 nasional. e. Persentase kenaikan investasi infrastruktur, 10 % tiap tahun. f. Persentase tingkat penguasaan pangsa pasar domestik oleh pelaku konstruksi nasional, dari 40 % menjadi 60 %. g. Peningkatan daya saing industri konstruksi nasional dalam skala global sebesar 5 poin. h. Jumlah dukungan kebijakan dalam membangun iklim investasi bidang infrastruktur; sejumlah 8 5 NSPK. Tujuan 4: Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sehingga menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban dan dicapai melalui sasaran antara: Meningkatnya penyelesaian sengketa dan kasus hukum bidang jasa konstruksi, dengan Indikator kinerja outcome: a. Persentase tingkat akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat atas pengadaan barang/jasa konstruksi; dari 60 % menjadi 80 %. b. Persentase tingkat penyelesaian tuntutan masyarakat pemakai dan pemanfaat produk konstruksi; dari 60 % menjadi 80 %.

36 | P a g e

5.

Tujuan 5: Mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; dan dicapai melalui sasaran antara: a. Hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dengan Indikator kinerja outcome: a. Persentase pengurangan jumlah dan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan akibat kegagalan konstruksi/bangunan sebesar 10%. 2) Meningkatnya kapasitas SDM penyedia/pengguna dan masyarakat jasa konstruksi dengan Indikator kinerja outcome: a. Rasio pemerintah daerah provinsi yang mampu menyelenggarakan pelatihan konstruksi berbasis kompetensi dari total provinsi (5 dari 33 provinsi) b. Peningkatan pertumbuhan tenaga ahli sektor konstruksi yang terlatih sebesar 2,5% c. Peningkatan pertumbuhan tenaga kerja terampil sektor konstruksi yang terlatih sebesar 3%

37 | P a g e

IV.

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

4.1.

STRATEGI NASIONAL PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI

trategi Nasional Pembinaan Jasa Konstruksi adalah kerangka acuan kerja bagi para pemangku kepentingan dalam rangka menjadikan jasa konstruksi nasional efektif, efisien, kokoh dan berdaya saing tinggi. Dengan demikian, jasa konstruksi akan secara nyata menjadi pendorong peningkatan kemandirian, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa secara adil dan merata sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa konstruksi. Tujuan penyusunan Strategi Nasional Pembinaan Jasa Konstruksi adalah memberikan landasan pemahaman yang sama bagi implementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi nasional. Kebutuhan penyusunan dokumen ini didasarkan pada kehendak atau cita-cita bangsa terhadap jasa konstruksi nasional dan pelbagai permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi oleh jasa konstruksi nasional. Pedoman dan Pola Tetap pembinaan Jasa Konstruksi Nasional menggambarkan ranah implementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Sistematika dokumen ini meliputi penjelasan kondisi dan permasalahan jasa konstruksi saat ini, ketentuan perundangan jasa konstruksi, pedoman pembinaan jasa konstruksi, serta pola tetap pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi.Proses penyusunan pedoman ini melalui partisipasi aktif segenap stakeholders. Upaya ini diharapkan mewadahi kesamaan visi, misi dan pola pikir antar dan inter stakeholders dan khususnya pembuat kebijakan/ regulator pembinaan jasa konstruksi nasional. Sebagai kerangka acuan implementasi kebijakan, isi dokumen ini bersifat dinamis, sehingga akan selalu dapat diperbaharui sesuai permasalahan yang berkembang dan kebutuhan yang terjadi. Keberadaan dokumen ini diharapkan dapat menjadi pedoman pelbagai pihak yang terlibat dalam meningkatkan kinerja pembinaan jasa konstruksi nasional di masa datang.

4.1.1. Kerangka Pembinaan


Kerangka utama pembinaan jasa konstruksi terdiri dari (1) kerangka yuridis yang meliputi undang-undang dan peraturan-peraturan terkait pembinaan jasa konstruksi, (2) kerangka kebijakan yang meliputi kebijakan-kebijakan yang telah dirumuskan dan diimplementasikan oleh

38 | P a g e

pemerintah dalam rangka pembinaan jasa konstruksi, dan (3) kerangka institusional yang meliputi bentuk dan struktur kelembagaan yang telah ditetapkan untuk melaksanakan pembinaan jasa konstruksi oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan LPJK. Pembinaan jasa konstruksi berlandaskan kerangka pengaturan dan perundangan yang mencakup legislasi dan regulasi yang terkait dengan pelbagai aspek penyelenggaraan jasa konstruksi. Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999 adalah landasan hukum utama dari pembinaan jasa konstruksi. Landasan hukum ini menjadi referensi utama bagi pengembangan kerangka kebijakan dan implementasi kebijakan yang terkait dengan pengaturan, pengawasan dan pemberdayaan. Landasan hukum tersebut mencakup ketentuan umum, usaha jasa konstruksi, pengikatan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan, peran masyarakat, pembinaan, penyelesaian sengketa dan sanksi. Undang-undang lain yang terkait dengan jasa konstruksi juga menjadi bagian landasan hukum yang harus dirujuk dalam penyelenggaraan pembinaan. Landasan hukum tersebut mencakup ketenagakerjaan, perindustrian, minyak dan gas bumi, sumberdaya air, tenaga listrik, bangunan gedung, jalan, sumberdaya air, perumahan permukiman, BUMN, larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat, perbankan, hak cipta, paten, merk, rahasia dagan, perseroan terbatas, perpajakan, perlindungan konsumen, anti KKN, pengadilan tata usaha negara, lingkungan hidup, sisdiknas, keuangan, otonomi dan pemerintah daerah, sistem penelitian, pengembangan dan ilmu pengetahuan, dan keuangan negara. Pada tataran regulasi, pembinaan jasa konstruksi harus mengacu pada peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan kementerian, peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. Pada prinsipnya, regulasi utama dari pembinaan jasa konstruksi adalah Peraturan Pemerintah No. 4/2010, PP No. 59/2010, dan PP No. 30 tentang berturut-turut usaha dan peran masyarakat, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dan pembinaan jasa konstruksi sebagai kerangka implementasi undang-undang tentang jasa konstruksi.

4.1.2. Pedoman dan Pola Pembinaan


Secara prinsip, cita-cita pembinaan jasa konstruksi adalah mewujudkan jasa konstruksi Indonesia kokoh, handal dan berdayasaing tinggi. Cita-cita sejalan dengan peran sektor konstruksi dalam menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun (finest built environment). Dengan demikian, jasa konstruksi sebagai bagian dari bangun sektor konstruksi memiliki kontribusi besar dalam menciptakan nilai, membangun dayasaing, menjamin keberlanjutan, membangun profesionalisme dan membangun sinergis. Kontekstualisasi cita-cita ini adalah globalisasi, liberalisasi, kemiskinan dan kesenjangaan, serta kerusakan lingkungan. Selanjutnya, secara definitif pembinaan jasa konstruksi mencakup dimensi penguturan, pengawasan dan pemberdayaan baik kepada penyedia jasa, pengguna jasa dan masyarakat.

39 | P a g e

Arah pembinaan jasa konstruksi adalah restrukturisasi usaha jasa konstruksi, profesionalisme penyedia jasa konstruksi dan kemandirian masyarakat jasa konstruksi. Restrukturisasi usaha dilakukan untuk mengatasi adanya struktur usaha yang tidak seimbang dan kurang kondusif dan kebutuhan membentuk struktur usaha konstruksi yang kokoh. Restrukturisasi ditujukan untuk membentuk komposisi yang seimbang antara perusahaan besar dan kecil serta perusahaan spesialis dan umum. Peningkatan profesionalisme penyedia jasa konstruksi baik perorangan maupun badan usaha untuk menjadikan jasa konstruksi semakin berdaya saing tinggi. Peningkatan kemandirian masyarakat jasa konstruksi lebih ditujukan kepada kemampuan mengurus dirinya sendiri, peran aktif seluruh unsur masyarakat jasa konstruksi dan keinginan kuat untuk maju bersama, serta mendahulukan kepentingan bersama. Pengaturan, pemberdayaan dan pengawasan dilakukan dalam kerangka arah pembinaan tersebut. Pembinaan dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bagi penyedia jasa, pengguna jasa, dan masyarakat. Pengaturan dilakukan dengan menetapkan kebijakan pengembangan jasa konstruksi, menerbitkan dan penyebarluasan peraturan perundang-undangan, norma, standar, pedoman dan manual jasa konstruksi serta peraturan perundangan yang terkait dengan usaha jasa konstruksi dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pemberdayaan dilakukan dengan penetapan kebijakan tentang (1) pengembangan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi; (2) pengembangan usaha termasuk upaya mendorong kemitraan fungsional yang sinergis; (3) dukungan lembaga keuangan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan,dan akses dalam memperoleh pendanaan; (4) dukungan lembaga pertanggungan untuk memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan risiko; (5) peningkatan kemampuan teknologi, sistem informasi serta penelitian dan pengembangan teknologi. Pemberdayaan ini hanya khusus dilakukan kepada jasa konstruksi nasional. Jasa konstruksi nasional yang dimaksud adalah layanan perencanaan, pelaksanaan atau pengawasan yang disediakan oleh orang perorangan warga negara Indonesia atau badan hukum yang dimiliki seluruhnya oleh warga negara Indonesia. Pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan dilaksanakan untuk menjamin tertib usaha, tertib penyelenggaraan, tertib pemanfaatan jasa konstruksi yang meliputi persyaratan perizinan; ketentuan keteknikan pekerjaan konstruksi; ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja; ketentuan keselamatan umum; ketentuan ketenagakerjaan; ketentuan lingkungan; ketentuan tata ruang; ketentuan tata bangunan; dan ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi. Secara keseluruhan penyelenggaraan pembinaan tersebut berazaskan pada kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan, dan keselamatan. Pelaksanaan pembinaan adalah hak dan tanggungjawab pemerintah baik pusat maupun daerah. Secara implementatif praktis, pembinaan dapat dilaksanakan bersama masyarakat jasa konstruksi melalui keterlibatan secara proporsional lembaga pengembangan jasa konstruksi (LPJK).

40 | P a g e

Pembinaan oleh Pemerintah Pusat berupa penetapan kebijakan nasional untuk pengembangan dan pengaturan jasa konstruksi serta penyebarluasannya, pemberdayaan untuk pengembangan SDM dan usaha, dukungan lembaga keuangan dan pertanggungan serta pengembangan teknologi, dan pengawasan terhadap ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan penyelenggaraan jasa konstruksi: keteknikan, keselamatan, tata bangunan, dan lingkungannya, serta syarat perizinan usaha. Pembinaan oleh Pemerintah Provinsi berupa implementasi pengembangan SDM, implementasi kemampuan teknologi, implementasi pengembangan sistem informasi, penerapan hasil-hasil penelitian dan pengembangan jasa konstruksi serta pengawasan tata bangunan dan lingkungan yang bersifat lintas kabupaten/kota dan pelaksanaan atas kebijakan nasional dan penyebarluasannya, melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis dan penyuluhan, monitoring dan evaluasi perizinan usaha jasa konstruksi serta melaksanakan pengawasan sesuai kewenangannya. Pembinaan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota berupa pelaksanaan atas kebijakan nasional dan penyebarluasannya, melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis dan penyuluhan, menerbitkan perizinan usaha jasa konstruksi serta melaksanakan pengawasan sesuai kewenangannya. Pembinaan bersama masyarakat jasa konstruksi dalam mekanismenya dilakukan oleh Lembaga yang anggotanya terdiri dari unsur-unsur masyarakat jasa konstruksi yang mewakili asosiasi perusahaan, asosiasi profesi, perguruan tinggi, pakar dan pemerintah. Dalam hal ini, masyarakat jasa konstruksi dapat memberikan partisipasi dalam merumuskan kebijakan pembinaan, pengawasan dan pemberdayaan bagi penyedia jasa, pengguna jasa dan masyarakat. Secara definitif, kerangka kegiatan pembinaan jasa konstruksi dapat meliputi penetapan kebijakan dan pengaturan jasa konstruksi; penyebarluasan kebijakan dan peraturan terkait jasa konstruksi; pengembangan sumberdaya manusia di bidang jasa konstruksi; peningkatan pengembangan usaha termasuk upaya mendorong kemitraan fungsional yang sinergis serta iklim usaha yang kondusif; peningkatan efisiensi dan akuntabilitas pengadaan konstruksi yang bebas KKN; peningkatan kemampuan teknologi, sistem informasi serta penelitian dan pengembangan teknologi; pengawasan terhadap tertib usaha dan penyelenggaran jasa konstruksi; pengawasan tertib pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi

4.2.

KEBIJAKAN OPERASIONAL
erdasarkan kerangka pembinaan serta pedoman dan pola tetap pembinaan dalam strategi nasional pembinaan jasa konstruksi, selanjutnya disusun kebijakan operasional pembinaan dan pengembangan konstruksi sebagai berikut. 1. Mengembangkan mekanisme fasilitasi, pelayanan teknis dan administratif yang efektif, efisien dan terpadu melalui kerjasama dan koordinasi antar Satminkal Kementerian PU, Kementerian/LPND serta lembaga lainnya yang terkait dengan pengembangan jasa

41 | P a g e

2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

konstruksi. Meningkatkan pembinaan konstruksi secara transparan dan terbuka dengan melibatkan masyarakat dan meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam bentuk dekonsentrasi/tugas pembantuan. Mengembangkan pembinaan sumber daya investasi infrastruktur yang efisien, efektif dan produktif yang menjamin keselarasan antara peningkatan investasi infrastruktur pekerjaan umum dengan pengembangan daya saing penyedia jasa konstruksi nasional. Meningkatkan pembinaan usaha konstruksi nasional yang kompetitif, profesional dan berdaya saing tinggi di tingkat nasional maupun internasional. Meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas pengadaan konstruksi yang bebas dari praktik-praktik KKN. Meningkatkan penerapan teknologi konstruksi, penggunaan bahan dan peralatan konstruksi domestik dalam sistem penyelenggaraan konstruksi berkelanjutan yang menjamin kehandalan konstruksi dan ramah lingkungan (green construction) Meningkatkan kompetensi tenaga kerja konstruksi yang kompeten dan profesional. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pelatihan berbasis kompetensi sesuai dengan standar internasional. Meningkatkan dukungan terhadap terciptanya iklim usaha yang kondusif melalui koordinasi antar sektor termasuk dukungan permodalan dan penjaminan. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan investasi infrastruktur, khususnya infrastruktur pekerjaan umum, sekaligus mengembangkan daya saing penyedia jasa konstruksi nasional, sehingga terbentuk keselarasan di antara kedua aspek tersebut.

42 | P a g e

V.

PROGRAM DAN KEGIATAN

5.1.

PROGRAM DAN KEGIATAN


incian program dan kegiatan Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum yang akan dilaksanakan pada periode tahun 2010-2014 beserta target capaian yang ditetapkan dapat dilihat pada Lampiran 3, sedangkan nama program yang akan mewadahinya adalah sebagai berikut:

Sesuai dengan konsep restrukturisasi program dan kegiatan yang dimotori oleh Bappenas dan Kementerian Keuangan, masingmasing unit eselon satu hanya memiliki dan bertanggung jawab atas satu program. Satu-satunya program yang dikelola oleh Badan Pembinaan Konstruksi adalah PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI dengan indikator kinerja outcome program yaitu: meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina jasa konstruksi Pusat dan daerah yang diukur dari: Meningkatnya indeks pembinaan jasa konstruksi nasional dan daerah (indeks 2009 sebesar 40 poin, target indeks 2014 sebesar 60 poin) Kegiatan BP Konstruksi berjumlah 5 (lima) buah sesuai dengan jumlah unit eselon dua BP Konstruksi, masing-masing unit eselon dua bertanggung jawab atas satu kegiatan dengan masing-masing indikator output yang berbeda satu sama lainnya. Uraiannya adalah sebagai berikut: 1. Sekretariat BP Konstruksi bertanggung jawab atas kegiatan Penyelenggaraan Pelayanan Teknis dan Administrasi Pembinaan Konstruksi. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Jumlah penyelesaian dokumen dan laporan penyelenggaraan pelayanan teknis dan administrasi pembinaan konstruksi tepat waktu yang diukur dari: 1) Jumlah pembinaan pembina jasa konstruksi daerah. 2) Jumlah kerjasama pembinaan dan pengembangan konstruksi dalam dan luar negeri. 3) Jumlah pengawasan, pemantauan, dan evaluasi serta laporan triwulan pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi; 4) Jumlah produk kajian pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi. 5) Jumlah Diseminasi UU & PP tentang Jasa Konstruksi dalam rangka Dekonsentrasi 6) Jumlah Konsultasi/Bimbingan Teknis Pelaksanaan pembinaan Jasa Konstruksi Provinsi dalam rangka Dekonsentrasi 7) Jumlah Pengembangan Kelembagaan dan Koordinasi pembinaan Jasa Konstruksi di Daerah dalam rangka Dekonsentrasi 8) Jumlah Pengawasan Teknis penyelenggaraan pembinaan Jasa Konstruksi dalam rangka Dekonsentrasi

43 | P a g e

9) 10) 11) 12) 13) 14) 15) 16) 17) 18) 19) 2.

Jumlah NSPK pembinaan jasa konstruksi Jumlah Promosi Konstruksi Indonesia (KI) Jumlah Dokumen program dan anggaran; Jumlah Dokumen administrasi keuangan (SAK) Jumlah Dokumen IBKMN (SABMN) Jumlah Dokumen kepegawaian/ ortala Jumlah Pembinaan kapasitas aparatur Jumlah Sistem informasi manajemen jasa konstruksi Jumlah Layanan Perkantoran Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi Jumlah Peliputan dan pemberitaan di media massa

Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Usaha dan Kelembagaan. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Peningkatan pangsa pasar jasa konstruksi nasional dan internasional oleh pengusaha jasa konstruksi nasional yang diukur dari: 1) Jumlah Pembinaan manajemen usaha, 2) Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha, 3) Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan, 4) Jumlah Pembinaan perizinan usaha, 5) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat. 6) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah. 7) Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan; 8) Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan; 9) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan 10) Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan 11) Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan 12) Jumlah Layanan Perkantoran 13) Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi

44 | P a g e

3.

Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Sumber Daya Investasi. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Peningkatan daya saing sektor konstruksi yang diukur dari: 1) Jumlah Norma, standar pedoman dan kriteria pembinaan investasi infrastruktur, material dan peralatan, serta pasar dan peningkatan daya saing. 2) Jumlah Sosialisasi dan diseminasi kebijakan, strategi dan pola-pola investasi. 3) Jumlah Penyelenggaraan fasilitasi investasi di bidang infrastruktur. 4) Jumlah Pembinaan kebijakan dan strategi pembinaan sumber daya material dan peralatan dalam mendukung investasi infrastruktur. 5) Jumlah Sosialisasi dan diseminasi kebijakan, strategi pembinaan dan pengembangan sumber daya material dan peralatan konstruksi. 6) Jumlah Pembinaan produktivitas dan daya saing industri konstruksi 7) Jumlah Pembinaan pasar konstruksi dalam negeri 8) Jumlah Pengembangan pasar konstruksi luar negeri 9) Jumlah Pembinaan liberalisasi jasa konstruksi 10) Jumlah Monitoring dan evaluasi serta pelaporan pembinaan sumber daya investasi konstruksi 11) Jumlah Produk kajian pembinaan sumber daya investasi konstruksi. 12) Jumlah Layanan Perkantoran 13) Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Meningkatnya akuntabilitas pembinaan penyelenggaraan jasa konstruksi yang diukur dari: 1) Jumlah Pembinaan kebijakan pengadaan barang/jasa konstruksi; 2) Jumlah Penyusunan rekomendasi proses pengadaan dan tanggapan atas sanggahan banding. 3) Jumlah Pembinaan Sistem Manajemen Mutu Konstruksi (SMMK) 4) Jumlah Pembinaan administrasi kontrak konstruksi. 5) Jumlah Pembinaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi. 6) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan penyelenggaraan konstruksi. 7) Jumlah Produk pengaturan pembinaan penyelenggaraan konstruksi 8) Jumlah Pembinaan teknologi konstruksi

4.

45 | P a g e

9) 10) 11) 12) 13) 14) 5.

Jumlah Penerapan dan pemberdayaan teknologi konstruksi Jumlah Pembinaan konstruksi berkelanjutan Jumlah Produk kajian pembinaan penyelenggaraan jasa konstruksi. Jumlah Layanan Perkantoran Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi Jumlah Pembinaan Sistem Manajemen Lingkungan

Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi bertanggung jawab atas kegiatan Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi. Indikator kinerja utama output kegiatan adalah: Meningkatnya kuantitas dan kualitas tenaga ahli, terampil dan teknisi konstruksi sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) yang diukur dari: 1) Jumlah Pembinaan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) keahlian konstruksi; 2) Jumlah Penyelenggaraan pelatihan keahlian konstruksi. 3) Jumlah Penyelenggaraan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk program pemagangan dan pendidikan ahli konstruksi 4) Jumlah Penyusunan program pelatihan dan kerjasama keahlian konstruksi (MRA); 5) Jumlah Penyusunan kurikulum dan silabus pelatihan keahlian konstruksi; 6) Jumlah Penyelenggaraan pelatihan untuk calon pelatih (TOT) dan asesor tenaga ahli konstruksi. 7) Jumlah Produk pengaturan pembinaan kompetensi dan pelatihan konstruksi; 8) Jumlah Pembinaan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) keterampilan konstruksi; 9) Jumlah Kegiatan pelatihan keterampilan tukang, teknisi peralatan dan perbengkelan jasa konstruksi; 10) Jumlah Penyusunan program pelatihan manajemen teknik (teknisi) konstruksi, peralatan dan perbengkelan, serta program pelatihan keterampilan konstruksi; 11) Jumlah Penyusunan kurikulum dan silabus pelatihan manajemen teknik (teknisi) konstruksi dan pelatihan keterampilan konstruksi; 12) Jumlah Penyelenggaraan pelatihan untuk calon pelatih (TOT) dan asesor teknisi dan keterampilan konstruksi. 13) Jumlah Pembinaan kapasitas lembaga diklat daerah/provinsi. 14) Jumlah Kerjasama pelatihan/sertifikasi keterampilan konstruksi dengan SMK dan institusi pendidikan vokasional (diploma) 15) Jumlah Kerjasama pelatihan/sertifikasi keterampilan konstruksi dengan institusi diklat swasta/masyarakat jasa konstruksi. 16) Jumlah Revitalisasi balai peningkatan kemampuan dan kompetensi konstruksi; 17) Jumlah pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan kompetensi dan pelatihan konstruksi;

46 | P a g e

18) 19) 20)

Jumlah Produk kajian pembinaan kompetensi dan pelatihan konstruksi. Layanan Perkantoran; Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi.

47 | P a g e

LAMPIRAN 1
TUGAS, TANGGUNG JAWAB, DAN WEWENANG

engacu kepada Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah R.I. Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota mandat yang diberikan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dibagi ke dalam dua bidang utama, yaitu urusan bidang Pekerjaan Umum dan urusan bidang Penataan Ruang yang selanjutnya dibagi lagi ke dalam subsub bidang urusan. Sub bidang dalam bidang Pekerjaan Umum yang menjadi mandat Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dikelompokkan ke dalam tugas, tanggung jawab dan wewenang sebagai berikut:

Badan Pembinaan Konstruksi mempunyai tugas : 1. dalam hal pengaturan yaitu : a. merumuskan norma, standar, prosedur, dan kriteria penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi; b. merumuskan strategi nasional pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi; c. meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak, kewajiban dan perannya dalam penyelenggaraan jasa konstruksi; d. menyebarluaskan norma, standar, prosedur, dan kriteria jasa konstruksi dengan cara penerbitan, pengunggahan (upload) dalam laman (website), penyuluhan; e. menyusun acuan (benchmarking) sistem pemeliharaan dan kualitas bangunan. 2. dalam hal pemberdayaan yaitu : a. menumbuhkembangkan institusi pendidikan, pelatihan keahlian dan keterampilan untuk tenaga ahli dan terampil jasa konstruksi; b. memutakhirkan program dan kurikulum pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi; c. memfasilitasi sertifikasi tenaga ahli dan terampil konstruksi jasa konstruksi; d. meningkatkan eksistensi kelembagaan usaha dan pembina jasa konstruksi; e. meningkatkan kemampuan daya saing usaha jasa konstruksi yang sehat di dalam maupun luar negeri;

48 | P a g e

menyediakan dukungan bagi penyedia jasa untuk mengakses pasar jasa konstruksi internasional; memfasilitasi media/dialog/diskusi bagi pemberdayaan dan peningkatan kapasitas jasa konstruksi tingkat nasional; memfasilitasi pelaksanaan forum jasa konstruksi nasional dalam rangka penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi; mendorong lembaga keuangan agar memberikan prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh pendanaan; mendorong lembaga pertanggungan agar memberikan prioritas, pelayanan dan kemudahan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan resiko; k. mengembangkan sistem evaluasi penyedia jasa dalam pengadaan jasa konstruksi; l. mengembangkan sistem evaluasi kinerja usaha jasa konstruksi; m. mengembangkan konsep keberdayaan konstruksi nasional (indeks konstruksi); n. mengembangkan sistem kontrak pekerjaan konstruksi yang efisien, efektif, terbuka, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel; o. menyelenggarakan pengumpulan data dan tukar menukar informasi dengan lembaga/institusi terkait untuk mengetahui kebenaran dan keshahihan data dalam rangka pengembangan sektor konstruksi; p. mendorong penerapan standardisasi bahan dan peralatan konstruksi; q. menyediakan insentif untuk inovasi teknologi dan inovasi manajemen; r. menyelenggarakan penelitian dan pengembangan teknologi dan manajemen konstruksi; s. mengembangkan sistem pelatihan dan manajemen keselamatan konstruksi; t. mengembangkan pengetahuan untuk kemampu-rawatan (maintainability) suatu bangunan; u. menumbuhkan budaya sistem manajemen mutu dan inovasi kreatif di masyarakat jasa konstruksi; v. mengembangkan komunitas pengetahuan (knowledge community) untuk konstruksi berbasis IT; w. mengembangkan sistem manajemen pengetahuan (knowledge management) dalam pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi; x. mengintegrasikan seluruh rantai suplai dari proses penyelenggaraan konstruksi; y. mempromosikan penggunaan teknologi terkini (mutakhir) untuk produk dan jasa konstruksi agar tercapai keunggulan kompetitif; z. mengembangkan dan menerapkan konsep konstruksi ramping (lean construction), konstruksi berkelanjutan (sustainable construction) dalam penyelenggaraan jasa konstruksi; aa. mempromosikan penggunaan teknologi dan material konstruksi lokal (produk dalam negeri) yang kompetitif dan berstandar internasional; bb. mengintegrasikan sistem informasi yang dimiliki oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota serta Lembaga; cc. mempromosikan dan memfasilitasi ekspor jasa konstruksi nasional; dd. membangun kerjasama internasional dalam rangka penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi;

f. g. h. i. j.

49 | P a g e

ee. menyelenggarakan kegiatan Konstruksi Indonesia sebagai ajang promosi kemajuan sektor konstruksi nasional; ff. menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pembinaan jasa konstruksi yang memiliki kualifikasi strategis nasional. 3. dalam hal pengawasan yaitu: a. melaksanakan pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi yang bersifat strategis nasional; b. menilai penyelenggaraan keselamatan konstruksi; c. melaksanakan investigasi kecelakaan konstruksi; d. mengawasi proses sertifikasi Badan Usaha, proses sertifikasi keahlian, dan proses sertifikasi keterampilan, serta penunjukan Penanggung Jawab Teknik (PJT); e. mengawasi kinerja asosiasi jasa konstruksi; f. mengawasi tertib perijinan usaha jasa konstruksi (IUJK); g. mengawasi penanggung jawab teknis pada setiap tempat kegiatan konstruksi yang sedang dilaksanakan; h. menerbitkan secara periodik bulanan Daftar Hitam Penyedia Jasa yang tidak memenuhi kontrak pekerjaan; i. melaksanakan sistem investigasi kegagalan bangunan (forensic engineering); j. mengatur dan mengawasi keberadaan jasa konstruksi asing di Indonesia.

Badan Pembinaan Konstruksi bertanggung jawab untuk: 1. menegakkan aturan perundang-undangan jasa konstruksi; 2. menjamin ketersediaan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria pembinaan dan pengembangan jasa konstruksi; 3. menjamin ketersediaan anggaran dan sumber daya lainnya untuk penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi; 4. melakukan penguatan kelembagaan dan SDM pembina konstruksi daerah; 5. menjamin terselenggaranya pembinaan jasa konstruksi yang terkoordinasi, sinkroni dan terintegrasi; 6. melindungi eksistensi jasa konstruksi nasional dalam liberalisasi jasa konstruksi; 7. memperkuat kemitraan antara usaha kecil, menengah, dan besar dalam sektor jasa konstruksi nasional; 8. mengembangan kapasitas daerah untuk penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi; 9. melindungi kepentingan masyarakat terhadap kerugian akibat penyelenggaraan pekerjaan jasa konstruksi. Badan Pembinaan Konstruksi memiliki kewenangan : 1. menetapkan kebijakan nasional penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi;

50 | P a g e

2. 3. 4. 5. 6. 7.

memberikan sanksi atau penghargaan kepada pemerintah daerah atas kinerja penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi; menerbitkan atau mencabut izin usaha jasa konstruksi asing; menetapkan standar keteknikan dan manajemen penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang diatur sesuai dengan kewenangan kementerian/lembaga yang membidangi urusan pemerintahan yang bersangkutan; menetapkan standar kompetensi pendidikan dan standar pelatihan keahlian dan keterampilan jasa konstruksi; menetapkan standar kompetensi tenaga ahli dan tenaga terampil jasa konstruksi; menetapkan pengaturan peran dan fungsi tenaga ahli dan tenaga terampil jasa konstruksi.

51 | P a g e

LAMPIRAN 2
TARGET PEMBANGUNAN UNTUK TAHUN 2010 - 2014 BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI (BP. KONSTRUKSI) KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM

PROGRAM/ KEGIATAN (1)


Program: PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI

OUTCOME/ OUTPUT (2)


Meningkatnya kapasitas kelembagaan, SDM, dan kebijakan pembina jasa konstruksi Pusat dan daerah.

INDIKATOR (3)
Indikator Outcome: Persentase tingkat kepuasan para pemangku kepentingan atas penyelenggaraan pelayanan teknis/administrasi pembinaan konstruksi dan investasi infrastruktur, dan Jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang terbina sesuai dengan peraturan perundangundangan. IKU: 1. Indeks pembinaan jasa konstruksi nasional dan daerah 40

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

KETERANGAN /LOKASI

(6)

Poin

60

Poin

Unit Organisasi Pelaksana: Sekretariat BP. Konstruksi Kegiatan: 1 Penyelenggaraan Pelayanan Teknis dan Administrasi Pembinaan Jasa Konstruksi Meningkatnya kapasitas kelembagaan, SDM, dan kebijakan pembina jasa konstruksi Pusat dan daerah. Indikator Output: 1) Jumlah pembinaan pembina jasa konstruksi daerah; 2) Jumlah kerjasama pembinaan konstruksi dalam dan luar negeri; 3) Jumlah pemantauan dan evaluasi pembinaan jasa konstruksi; 4) Jumlah kajian pembinaan jasa konstruksi 5) Jumlah diseminasi UU & PP tentang jasa konstruksi dalam rangka dekonsentrasi 6) Jumlah konsultasi/bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi provinsi dalam rangka dekonsentrasi 7) Jumlah pengembangan kelembagaan dan koordinasi pembinaan jasa konstruksi di daerah dalam rangka dekonsentrasi 8) Jumlah pengawasan teknis penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi dalam rangka 5 2 3 6 12 Laporan Laporan Laporan rekomendasi laporan 33 14 15 38 144 Laporan Laporan laporan rekomendasi laporan

12

laporan

144

laporan

12

laporan

144

laporan

12

laporan

144

laporan

52 | P a g e

PROGRAM/ KEGIATAN (1)

OUTCOME/ OUTPUT (2)

INDIKATOR (3)
dekonsentrasi 9) Jumlah NSPK pembinaan jasa konstruksi 10) Jumlah promosi konstruksi Indonesia (KI), 11) Jumlah dokumen program dan anggaran, 12) Jumlah dokumen administrasi keuangan (SAK) 13) Jumlah dokumen IBKMN (SABMN); 14) Jumlah dokumen kepegawaian/ ortala; 15) Jumlah pembinaan kapasitas aparatur; 16) Jumlah sisten informasi manajemen jasa konstruksi. 17) Jumlah layanan perkantoran 18) Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi 19) Jumlah Peliputan dan pemberitaan di media massa 1 1 3 2 2 2 15 2 13 6 2

TARGET 2010 (4)


NSPK laporan laporan laporan laporan laporan laporan sistem informasi bulan layanan unit berita 15 5 15 10 10 14 75 10 65 30 10

2014 (5)
NSPK laporan laporan laporan laporan laporan laporan sistem informasi bulan layanan unit berita

KETERANGAN /LOKASI

(6)

Unit Organisasi Pelaksana: Pusat Pembinaan Usaha dan Kelembagaan Konstruksi Kegiatan: 2 Pembinaan Usaha dan kelembagaan Struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi; Indikator Output: 1) Jumlah pembinaan manajemen usaha, 2) Jumlah Pembinaan sarana pendukung usaha, 3) Jumlah Pembinaan regulasi usaha dan kelembagaan, 4) Jumlah Pembinaan perizinan usaha, 5) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi Pusat. 6) Jumlah Pembinaan lembaga dan asosiasi jasa konstruksi daerah. 7) Jumlah Pembinaan tatalaksana kelembagaan; 8) Jumlah Pembinaan kinerja kelembagaan; 9) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan usaha dan kelembagaan 10) Jumlah NSPK pembinaan dan pengembangan usaha dan kelembagaan 11) Jumlah Produk kajian, pembinaan usaha dan kelembagaan Unit Organisasi Pelaksana: Pusat Pembinaan Sumber Daya Investasi Konstruksi Kegiatan: 3 Pembinaan Sumber Daya Struktur usaha konstruksi yang kokoh, andal, dan berdaya saing tinggi; Indikator Output: 1) Jumlah Norma, standar pedoman dan kriteria pembinaan investasi 0 NSPK 12 NSPK 5 2 2 2 1 2 5 2 1 1 Laporan Laporan Laporan laporan laporan laporan Laporan Laporan Laporan NSPK 33 33 25 33 5 134 33 33 10 15 Laporan Laporan Laporan laporan laporan laporan Laporan Laporan Laporan NSPK

rekomendasi

30

rekomendasi

53 | P a g e

PROGRAM/ KEGIATAN (1)


Investasi Konstruksi.

OUTCOME/ OUTPUT (2)

INDIKATOR (3)
infrastruktur, material dan peralatan, serta pasar dan peningkatan daya saing. 2) Jumlah Sosialisasi dan diseminasi kebijakan, strategi dan pola-pola investasi. 3) Jumlah Penyelenggaraan fasilitasi investasi di bidang infrastruktur. 4) Jumlah Pembinaan kebijakan dan strategi pembinaan sumber daya material dan peralatan dalam mendukung investasi infrastruktur. 5) Jumlah Sosialisasi dan diseminasi kebijakan, strategi pembinaan dan pengembangan sumber daya material dan peralatan konstruksi. 6) Jumlah Pembinaan produktivitas dan daya saing industri konstruksi 7) Jumlah Pembinaan pasar konstruksi dalam negeri 8) Jumlah Pengembangan pasar konstruksi luar negeri 9) Jumlah Pembinaan liberalisasi jasa konstruksi 10) Jumlah Monitoring dan evaluasi serta pelaporan pembinaan sumber daya investasi konstruksi 11) Jumlah Produk kajian pembinaan sumber daya investasi konstruksi. 12) Jumlah Layanan Perkantoran 13) Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi Indikator Output:

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

KETERANGAN /LOKASI

(6)

0 0 0

Laporan Laporan Laporan

28 28 28

Laporan Laporan Laporan

Laporan

28

Laporan

0 0 0 0 0 0 0 0

Laporan Laporan Laporan Laporan Laporan Rekomendasi Bulan layanan Unit

28 28 22 28 8 28 52 20

Laporan Laporan Laporan Laporan Laporan Rekomendasi Bulan layanan Unit

Unit Organisasi Pelaksana: Pusat Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi Kegiatan: 4 Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi Meningkatnya akuntabilitas penyelenggaraan jasa konstruksi 1) Jumlah Pembinaan kebijakan pengadaan barang/jasa konstruksi; 2) Jumlah Penyusunan rekomendasi proses pengadaan dan tanggapan atas sanggahan banding. 3) Jumlah Pembinaan Sistem Manajemen Mutu Konstruksi (SMMK) 4) Jumlah Pembinaan administrasi kontrak konstruksi. 5) Jumlah Pembinaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi. 6) Jumlah Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan penyelenggaraan konstruksi. 5 Laporan 33 Laporan

2 5 5 5

Laporan Wilayah Laporan Laporan Laporan

10 33 33 33

Laporan Wilayah Laporan Laporan Laporan

Laporan

10

Laporan

54 | P a g e

PROGRAM/ KEGIATAN (1)

OUTCOME/ OUTPUT (2)

INDIKATOR (3)
7) Jumlah Produk pengaturan pembinaan penyelenggaraan konstruksi 8) Jumlah Pembinaan teknologi konstruksi 9) Jumlah Penerapan dan pemberdayaan teknologi konstruksi 10) Jumlah Pembinaan standardisasi teknik konstruksi 11) Jumlah Produk kajian pembinaan penyelenggaraan jasa konstruksi. 12) Jumlah Layanan Perkantoran 13) Jumlah Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi 1

TARGET 2010 (4)


NSPK 15

2014 (5)
NSPK

KETERANGAN /LOKASI

(6)

2 Laporan 5 Laporan 2 Laporan 6 Rekomendasi 13 Bulan layanan 5 Unit

10 Laporan 33 Laporan 10 Laporan 30 Rekomendasi 65 Bulan layanan 25 Unit

Unit Organisasi Pelaksana: Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Kegiatan: 5 Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Meningkatnya kapasitas SDM penyedia/pengguna dan masyarakat jasa konstruksi.

Indikator Output: 1) Jumlah bakuan kompetensi konstruksi (SKK, KPBK, MUK) yang dikembangkan untuk jabatan kerja bidang keahlian; 2) Jumlah Penyelenggaraan pelatihan keahlian konstruksi. 3) Jumlah Penyelenggaraan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk program pemagangan dan pendidikan ahli konstruksi 4) Jumlah Penyusunan program pelatihan dan kerjasama keahlian konstruksi (MRA); 5) Jumlah Penyusunan modul pelatihan keahlian konstruksi; 6) Jumlah Penyelenggaraan pelatihan untuk calon pelatih (TOT) dan asesor tenaga ahli konstruksi. 7) Jumlah Produk pengaturan pembinaan kompetensi dan pelatihan konstruksi; vokasional (diploma) 8) Jumlah bakuan kompetensi konstruksi (SKK, KPBK, MUK) yang dikembangkan untuk jabatan kerja bidang keterampilan; 9) Jumlah Kegiatan pelatihan keterampilan tukang, teknisi peralatan dan perbengkelan jasa konstruksi; 10) Jumlah Penyusunan program pelatihan manajemen teknik (teknisi) konstruksi, peralatan 20 laporan 100 laporan

20 25

angkatan laporan

100 105

angkatan laporan

2 8 4

laporan paket modul angkatan

10 40 20

laporan paket modul angkatan

NSPK

10

NSPK

20

paket

100

paket

130

angkatan

650

angkatan

Laporan

15

Laporan

55 | P a g e

PROGRAM/ KEGIATAN (1)

OUTCOME/ OUTPUT (2)

INDIKATOR (3)
dan perbengkelan, serta program pelatihan keterampilan konstruksi; 11) Jumlah Penyusunan modul pelatihan manajemen teknik (teknisi) konstruksi dan pelatihan keterampilan konstruksi; 12) Jumlah Penyelenggaraan pelatihan untuk calon pelatih (TOT) dan asesor teknisi dan keterampilan konstruksi. 13) Jumlah Pembinaan kapasitas lembaga diklat daerah/provinsi. 14) Jumlah Kerjasama pelatihan/ sertifikasi keterampilan konstruksi dengan SMK dan institusi pendidikan vokasional (diploma) 15) Jumlah Kerjasama pelatihan/ sertifikasi keterampilan konstruksi dengan institusi diklat swasta/ masyarakat jasa konstruksi. 16) Jumlah Revitalisasi balai peningkatan kemampuan dan kompetensi konstruksi 17) Jumlah perkuatan (pendampingan) lembaga pelatihan 18) Jumlah perkuatan (pendampingan) lembaga uji kompetensi 19) Jumlah pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pembinaan kompetensi dan pelatihan konstruksi; 20) Jumlah Produk kajian pembinaan kompetensi dan pelatihan konstruksi. 21) Layanan Perkantoran 22) Pengadaan Sarana dan Prasarana BP Konstruksi

TARGET 2010 (4) 2014 (5)

KETERANGAN /LOKASI

(6)

Paket modul

40

Paket modul

Angkatan

20

angkatan

5 50

Laporan Laporan

5 250

Laporan Laporan

10

Laporan

70

Laporan

1 3 2 2

Balai Laporan Laporan Laporan

7 15 10 10

Balai Laporan Laporan Laporan

Rekomendasi

35

Rekomendasi

13 13

Bulan Layanan Unit

65 65

Bulan Layanan Unit

56 | P a g e

LAMPIRAN 3
KEBUTUHAN PENDANAAN BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 2010-2014

PROGRAM PEMBINAAN KONSTRUKSI a. Penyelenggaraan Pelayanan Teknis dan Administrasi Pembinaan Konstruksi b. Pembinaan Usaha dan Kelembagaan c. Pembinaan Sumber Daya Investasi d. Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi e. Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi TOTAL

ALOKASI (Miliar Rp.) 2010 44,493 46,800 28,900 90,532 210,725 2011 55,338 54,297 29,136 29,036 133,195 301,000 2012 60,040 54,420 29,240 29,140 137,160 310,000 2013 63,064 56,590 29,257 29,657 144,434 323,000 2014 65,460 57,680 29,460 30,560 149,840 333,000 TOTAL

288,395 269,787 117,093 147,293 655,161 1.477.725

57 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai