Anda di halaman 1dari 4

A. Pemeriksaan Penunjang GERD 1. Endoskopi saluran cerna bagian atas.

Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupaka standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esofagus (esofagitis refluks). Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai perubahan mikroskopik dari mukosa esofagus, serta dapat menyingkirkan keadaan patologis lain yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien gejala khas GERD, keadaan ini disebut sebagai non-erosive reflux disease (NERD). Klasifikasi Los Angeles Derajat Kerusakan A B C D

Gambaran Endoskopi Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter <5mm Erosi pada mukosa/ lipatan mukosa dengan diameter >5mm tanpa saling berhubungan. Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen. Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi seluruh lumen esofagus)

Ditemukannya kelainan esofagitis pada pemeriksaan endoskopi yang dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi (biopsi), dapat mengkonfirmasikan bahwa gejala heartburn atau regurgitasi tersebut disebabkan oleh GERD. Pemeriksaan histopatologi juga dapat memastikan adanya Barretts esophagus, displasia atau keganasan. Tidak ada bukti yang mendukung perlunya pemeriksaan histopatologi/biopsi pada NERD. 2. Esofagografi dengan barium. Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitif pada GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada stenosis esofagus derajat ringan akibat esofagitis peptik dengan gejala disfagia, dan hiatus hernia. 3. Pemantauan pH 24 jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal esofagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esofagus. Pengukuran pH pada esofagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 dan pada jarak 5cm diatas LES dianggap diagnostik untuk refluks intestinal.

4. Tes Bernstein Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esofagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari satu jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test dianggap positif. Tes Bernstein yang negatif tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esofagus. 5. Manometri Esofagus. Tes manometri akan memberi manfaat yang berarti jika pada pasien-pasien dengan gejala nyeri epigastrium dan regurgitasi yang nyata didapatkan esofagografi barium dan endoskopi yang normal. 6. Sintigrafi gastroesofageal. Pemeriksaan ini menggunakan cairan atau campuran makanan air dan padat yang dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorpsi, biasanya technetium. Selanjutnya sebuah penghitung gamma (gamma counter) eksternal akan memonitor transit dari cairan/makanan yang dilabel tersebut. Sensitivitas dan spesifisitas test ini masih diragukan. 7. Tes penghambat pompa proton. Pada dasarnya test ini merupakan terapi empirik untuk menilai gejala dari GERD dengan memberikan PPI dosis tinggi selama 1-2 minggu sambil melihat respon yang terjadi. Tes ini terutama dilakukan jika tidak tersedia modalitas diagnostik seperti endoskopi, pH metri dan lain-lain. Test ini dianggap positif jika terdapat perbaikan dari 50%-75% gejala yang terjadi. Sumber: Dadang Makmun. Management of gastroesophageal reflux disease. Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy 2011;2(1):21-27 Dent J. Definition of reflux disease and its separation from dyspepsia. Gut 2002, 50 (suppl. IV):iv 17-iv20

Nyeri Abdomen Nyeri abdomen adalah suatu kegawatan abdomen dapat terjadi karena masalah bedah dan non bedah. Secara definisi pasien dengan akut abdomen datang dengan keluhan nyeri abdomen yang terjadi tiba-tiba dan berlangsung kurang dari 24 jam. Pada beberapa pasien dengan akut abdomen perlu dilakukan resusitasi dan tindakan segera maka pasien dengan nyeri abdomen yang berlangsung akut harus segera ditangani. Identifikasi awal adalah apakah kasus yang dihadapi ini suatu kasus bedah atau non bedah. Jika kasus bedah, maka tindakan operasi harus segera dilakukan. Nyeri abdomen yang timbul bisa tiba-tiba atau sudah berlangsung lama. Nyeri yang dirasakan dapat ditentukan lokasinya oleh pasien atau pasien tidak dapat merasakan nyeri abdomen tersebut berasal dari mana atau bisa saja pasien merasakan nyeri perut tersebut berasal dari seluruh abdomen. Nyeri akut abdomen cenderung terjadi secara tiba-tiba. Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk peritoneum viseral (nyeri viseral) atau peritoneum parietal atau dari otot, lapisan dari dinding perut (nyeri somatik). Pada saat nyeri dirasakan pertama kali, nyeri viseral biasanya nyeri yang ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk khas. Nyeri yang berasal dari organ padat kurang jelas dibandingkan dari nyeri yang berasal dari organ berongga. Lokasi dan nyeri abdomen bisa mengarah lokasi organ yang menjadi penyebab nyeri tersebut. Walaupun sebagian nyeri yang dirasakan merupakan penjalaran dari tempat lain. Oleh karena itu nyeri yang dirasakan bisa berupa lokasi asal dari nyeri tersebut atau sekunder dari tempat lain.

Sumber: Avunduk C. Manual of gastroenterology, diagnosis and therapy.3rd ed. New York: Lippincott Williams & Wilkins; 2002

Anda mungkin juga menyukai