Anda di halaman 1dari 18

EFUSI PLEURA

A. Definisi Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml, cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. B. Etiologi A. Berdasarkan Jenis Cairan Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga criteria ini: Protein cairan pleura / protein serum > 0,5 LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6 LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal didalam serum.

Efusi pleura berupa : a) Eksudat, disebabkan oleh : 1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 1006000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi. 2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lainlain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura. 3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi. 4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik. 5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paruparu, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi

bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena : Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran kapiler. Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik sirkulasi. Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy). 6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik: Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH bakteri. Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja. 3

7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma. 8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik. b) Transudat, disebabkan oleh : 1. Gangguan kardiovaskular Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak. 2. Hipoalbuminemia Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin. 3. Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis. 4. Meigs Syndrom Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis. 5. Dialisis Peritoneal Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat. c) Darah Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.

C. Manifestasi Klinis a. Gejala Utama. Gejala-gejala timbul jika cairan bersifat inflamatoris atau jika mekanika paru terganggu. Gejala yang paling sering timbul adalah sesak (Davey., 2003), berupa rasa penuh dalam dada atau dispneu (Ward et al., 2007). Nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak (Davey., 2003), berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul (Ward et al., 2007). Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan b. Pemeriksaan Fisik. Inspeksi. Pengembangan paru menurun, tampak sakit, tampak lebih cembung Palpasi. Penurunan fremitus vocal atau taktil Perkusi. Pekak pada perkusi, Auskultasi. Penurunan bunyi napas Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi napas bronkus (Ward et al., 2007). Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

D. Pemeriksaan Penunjang. Torakosentesis. Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Biopsi Pleura. Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada (Halim et al., 2006). Pemeriksaan radiologi Foto toraks terlihat hilangnya sudut costophrenikus dan akan terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan efusi lebihdari 300 ml, pergeseran mediastinum kadang ditemukan. A. Posisi tegak posteroanterior (PA) Efusi pleura yang sedikit tidak dapat terlihat jelas pada foto dada PA, karena diketahui bahwa jumlah cairan sebanyak 175-200 ml dapat tersembunyi dalam rongga pleura. Pada tahap awal dengan pasien posisi tegak , cairan akan cenderung terakumulasi pada posisi infrapulmonary jika rongga pleura tidak terdapat adhesi dan paru-parunya sehat, sehingga membentuk efusi subpulmonary. Dapat diketahui bahwa gravitasi mungkin merupakan faktor utama yang menentukan lokasi cairan, walaupun para investigasi mengaitkan hubungan dengan elastisitas paru, atelektasis basal dan juga tegangan permukaan. Hampir bersamaan dengan akumulasi dari infrapulmonary, cairan pleura akan terlihat pada sulcus costophrenic dan dapat terlihat pada awalnya sebagai perubahan letak medial dari sudut costophrenic dan kemudian telihat gambaran diafragma yang tumpul.

Gambar 1. Sudut Costophrenicus yang tumpul karena efusi pleura B. Posisi lateral Pada penelitian mengenai model roentgen patologi Collins menunjukkan bahwa sedikitnya 25ml dari cairan pleura ( cairan saline yang disuntikkan ) pada radiogram dada lateral tegak lurus dapat dideteksi sebagai akumulasi cairan subpulmonic di posterior sulcus costophrenic, tetapi hanya dengan adanya pneumoperitoneum yang terjadi sebelumnya.

Gambar 2. Gambaran efusi pleura pada foto posisi lateral C. Posisi Lateral Decubitus Radiografi dada lateral decubitus digunakan selama bertahun-tahun untuk mendiagnosis efusi pleura yang sedikit. Posisi ini pertama dikemukakan pada hasil karya Rigler. Peneliti lain juga telah mengembangkan teknik dan dengan menggunakan cadaver, mereka dapat menunjukkan bahwa volume cairan pleura dapat terdeteksi bahkan dengan jumlah yang paling sedikit yaitu 5ml.Rigler tidak menggunakan paparan pada ekspirasi, akan tetapi, dia juga tidak menghadapkan sinar utama pada dinding dada lateral, sejajar dengan level cairan yang diharapkan. Kemudian teknik yang telah disempurnakan diperkenalkan oleh Hessen, berbarengan dengan elevasi dari pinggang pasien, dimana paparan terhadap ekspirasi disebutkan dalam karya Muller dan Lofstedt, tetapi hal tersebut tidak dapat diterima oleh sebagian besar kalangan. Jumlah cairan pleura yang dapat dideteksi dengan cara tersebut telah di coba ulang pada percobaan dengan menggunakan cadaver dengan mengkondisikan cairan sedikitnya 5ml. ini mungkin kurang dapat diandalkan pada praktek klinik dikarenakan hasil yang tidak tepat pada torakosentesis.

Pada posisi lateral decubitus, criteria untuk efusi pleura yang sedikit adalahterdapatnya densitas dengna ketebalan setidaknya 3mm ( tidak lebih dari15mm), dengan level horizontal pada dinding dada lateral.

Gambar 3. Efusi pleura pada posisi right lateral decubitus (penumpukan cairan yang ditunjukkan dengan panah biru).

Gambar 4. Efusi pleura pada posisi left lateral decubitus

10

Gambar 5. Loculated pleural effusion. (Tampak berbatascukup tegas dan biconvex). CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya.

Gambar 6. Gambaran CT scan untuk efusi pleura (tanda panah memperlihatkan kedua lapisan pleura yang terpisah, karakteristik dari empyema)

11

Ultrasonografi pada pleura dapat menentukan adanya cairan ronggapleura Pada dekade terakhir ultrasonografi (US) dari rongga pleura menjadi metode utama untuk mendemonstrasikan adanya efusi pleura yang sedikit. Kriteria US untuk menentukan efusi pleura adalah : setidaknya zona anechogenic memiliki ketebalan 3mm diantara pleura parietal dan visceral dan atau perubahan ketebalan lapisan cairan antara ekspirasi dan inspirasi, dan juga perbedaan letak posisi pasien. Karena US adalah metode utama maka sangatlah penting untuk melakukan pengukuran sonografi dengan pemeriksaan tegak lurus terhadap dinding dada. Membandingkan US dada dengan radiografi ekspirasi posisi lateral decubitus, Kocijanjic menunjukkan bahwa keduanya terlihat sebagai metode yang efisien untuk mendemonstrasikan adanya efusi pleura yang sedikit tetapi US dapat menilai ketebalan dari lapisan cairan lebih akurat dibandingkan dengan radiografi.Ini menarik karena pada penelitian ini tanda utama, yang dapat mendemonstrasikan efusi dalam jumlh sedikit, adalah serupa dalam hal bagaimana melakukannya; yaitu perubahan lapisan cairan pada saat inspirasi dan ekspirasi. Ketebalan lapisan cairan antara 3 15 mm dapat ditemukan dengan menggunakan kedua cara pemeriksaan tersebut. Pada radiogram dada tegak lurus, hanya perubahan letak medial dari sudut costophrenis dan adanya tanda meniscus yang kecil terdeteksi pada 40% pasien

Gambar 7. Sonogram pada pasien dengan kanker paru lobus kanan atas. Gambar menunjukkan adanya akumulasi cairan selama inspirasi (setebal 6 mm; berbentuk 12

kurva,-gambar kiri) dimana gambar tersebut lebih jelas dibanding selamaekspirasi ( setebal 11 mm ; berbentuk kurva-gambar kanan).

Gambar 8. Menunjukkan posisi siku dengan meletakaan transduser selama pemeriksaan untuk melihat keadaan rongga pleura kanan. Para peneliti memperkenalkan metode pemeriksaan US dengan apa yang disebutsebagai elbow position. Pemeriksaan ini dimulai dengan pasien diletakkan pada posisi lateral decubitus selama 5 menit ( serupan dengan radiografi dada posisi lateral decubitus) kemudian pemeriksaan US dilakukan dengan pasien bertumpu pada siku (gambar 8). Maneuver ini memungkinkan kita untuk mendeteksi efusi subpulmonal yang sedikit, karena cairan cenderung akan terakumulasi dalam pleura diaphragmatic pada posisi tegak lurus.Pada karya Wu, tanda yang disebut fluid colour di jelaskan sebagai indicator yang berguna untuk membedakan antara ketebalan pleura dan efusi pleura dan mambantu diagnosis pada skala abu-abu US untuk efusi pleura yang minimal. Kami beranggapan bahwa tanda tersebut tidak berguna sebagai tanda untuk mendiagnosis jika jumlah cairan sangat sedikit

13

Bronkoskopi pada kasus-kasus neoplasma, korpus aleunum danabses paru. Thorakoskopi (fiber optic pleura) pada kasus dengan neoplasmatuberculosis pleura. D. Penatalaksanaan Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika). Terapi Paliatif (Efusi pleura haemorhagic). Torakosentesis. Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik. Torakosentesis dapat dilakukan sebagai berikut: 1. penderita dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan diatas bantal; jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan pada penderita dalam posisi tidur terlentang. 2. Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah batas suara sonor dan redup. 3. Setelah dilakukan anastesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum berukuran besar, misalnya nomor 18. Kegagalan aspirasi biasanya disebabkan karena penusukan jarum terlampaui rendah sehingga mengenai diahfrahma atau terlalu dalam sehingga mengenai jaringan paru, atau jarum tidak mencapai rongga pleura oleh karena jaringan subkutis atau pleura parietalis tebal.

14

Gambar 9. Metode torakosentesis 4. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap aspirasi. Untuk mencegah terjadinya edema paru akibat pengembangan paru secara mendadak. Selain itu pengambilan cairan dalam jumlah besar secara mendadak menimbulkan reflex vagal, berupa batuk, bradikardi, aritmi yang berat, dan hipotensi. Pemasangan WSD. Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut: 1. Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9 linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea medioklavikuralis. 2. Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis. 3. Dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang. 4. Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai mendapatkan pleura parietalis. 15

5. Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi selang toraks. 6. Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat dengan kasa dan plester. 7. Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.

Gambar 10. Pemasangan jarum WSD 1. WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi pada selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru mengembang. Untuk memastikan dilakukan foto toraks. 2. Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan jaringan paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi maksimum. Pleurodesis. Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil, adramisin, dan 16

doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sbanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg) diberikan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut. Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus dipasang dan paru dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg dilarutkan dalam 3050 ml larutan garram faal, kemudian dimasukkan ke dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini. Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu 24 jam -48 jam cairan tidak keluar, selang toreaks dapat dicabut.

17

DAFTAR PUSTAKA

Abrahamian FM. Pleural Effusion ,www.emedicine.com Ewingsa. 2009. Efusi Pleura. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf Diakses dari

Fraser RG, Pare PD. The pleura, In : Diagnosis of Diseases of the Chest,4th ed. Vol.1,W.B.Saunders Co.Philadelphia.1999 Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam,Jilid II, edisi ke-3, Gaya Baru.Jakarta.2001 Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. 2007. Balai Penerbit FK UI Jakarta. Jeremy, et al. Efusi Pleura. At a Glance Medicine Edisi kedua. EMS. Jakarta : 2008. Jeremy, et al. Penyakit Pleura. At a Glance Sistem respirasi Edisi kedua. EMS. Jakarta : 2008. Maryani. 2008. Efusi Pleura. http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/pleura.pdf \ Prasenohadi. The Pleura. Universitas Indonesia. 2009 Reed JC. Efusi pleura, dalam : Radiologi Toraks Foto polos dan Diagnosisbanding, edisi ke-2, alih bahasa L.Hartono.EGC.Jakarta.1994 Diakses dari

18

Anda mungkin juga menyukai