Anda di halaman 1dari 27

Pemberantasan Penyakit Menular Tuberculosis Ani Kusumadewi Akbar 102010061

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna no 6,Jakarta 11510 Email : annykusumadewi@yahoo.com

Pendahuluan
Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh seluruh negara didunia saat ini. Penyakit tuberkulosis dapat menyerang pada siapa saja tidak terkecuali pria, wanita, tua, muda, kaya dan miskin serta dimana saja. Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan menahun dan bisa berakibat fatal, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium boivs dan Mycobacterium africanum. Tuberkulosis paru kini

bukan penyakit yang menakutkan sampai penderita harus dikucilkan , tetapi penyakit kronik ini dapat menyebabkan cacat fisik atau kematian. Penularan TB paru hanya terjadi dari penderita tuberculosis terbuka. Tuberculosis paling seirng mengenai paru-paru, tetapi dapat juga mengenai organ-organ lainnya seperti selaput otak,tulang, kelenjar superfisisalis dan lain lain. Seseorang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tuberculosis aktif.Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah infeksi , terjadi respons imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin. Dengan meningkatnya kasus HIV/AIDS dari tahun ke tahun, diperkirakan kasus TBC menjadi bertambah. Sebagian besar Negara-negara di dunia tidak berhasil mengendalikan penyakit TBC. Hal ini disebabkan oleh rendahnya angka kesembuhan penderita yang berdampak pada tingginya

penularan. Penyakit tuberculosis paru merupakan penyakit ineksi yang dapat menyerang berbagai orang atau jaringan tubuh. Tuberculosis paru merupaka bentuk yang paling banyak dan paling penting.

Epidemiologi
Di Negara industri diseluruh dunia ,angka kesakitan dan kematian akibat penyakit TBC menunjukkan penurunan. Tetapi sejak tahun 1980an,grafik menetap dan meningkat di daerah dengna prevalensi HIV tinggi. Morbiditias tinggi biasanya terdapat pada kelompok masyarakat dengan social ekonomi rendah dan prevalensinya lebih tinggi pada daerah perkotaan daripada pedesaan. Menurut hasil SKRT (survei kesehatan rumah tangga) tahun 1986 ,penyakit tuberculosis di Indonesia merupakan penyebab kematian ke-3 dan menduduki urutan ke-10 penyakit terbanyak di masyarakat. SKRT tahun 1992 menunjukkan jumlah penderita penyakit tuberculosis semakin meningkat dan menyebabkan kematian terbanyak yaitu pada urutan kedua. Pada tahun 1999 di Jawa Tengah, penyakit tuberculosis menduduki urutan ke-6 dari 10 penyakit rawat jalan di rumah sakit, sedangkan menurut SURKERNAS 2001, TBC menempati urutan ke3 penyebab kematian (9,4%). WHO memperikrakan terjadi kasus TBC sebanyak 9 juta per tahun di seluruh dunia pada tahun 1999, dengan jumlah kematian sebanyak 3 juta orang per tahun.Dari seluruh kematian tersebut, 25% terjadi di Negara berkembang. Sebanyak 75% dari penderita berusia 15-50 tahun (usia produktif). WHO menduga kasus TBC di Indonesia merupakan nomor 3 terbesar di dunia setelah Cina dan India. Prevalensi TBC secara pasti belum diketahui. Asumsi prevalensi BTA(+) di Indonesia adalah 130 per 100.000 penduduk. WHO menyatakan 22 negara dengan beban TBC tertinggi di dunia 50% nya berasal dari Negara Negara Afrika dan Asia serta Amerika. Penyakit ini menyerang semua golongan umur dan jenis kelamin, serta mulai merambah tidak hanya pada golongan social ekonomi rendah saja. Profil kesehatan Indonesia tahun 2002 menggambarkan persentase penderita TBC sebesar adalah usia 25-34 tahun (23,67%). Gambaran di seluruh dunia menunjukkan bahwa morbiditas dan mortalitas meningkat sesuai dengna bertambahnya umur dan pada pasien berusia lanjut ditemukan bahwa penderita laki laki lebih banyak daripada wanita. Laporan dari seluruh provinsi di Indonesia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa dari
2

76.230

penderita

TBC

BTA+

terdapat

43.249

laki-laki

(56,79%)

dan

32,936

perempuan(43,21%).1,2 Anak yang pernah terinfeksi TBC mempunyai risio menderita penyakit ini sepanjang hidupnya sebesar 10%. Di Amerika Serikat dan Kanada, peningkatan TB pada anak berusia 0-4 tahun adalah 19%,sedangkan pada usia 5-15 tahun adalah 40%. Pada tahun 1998-2002 dari jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit Pusat Pendidikan di Indonesia selama 5 tahun adalah penyandang TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0%-14,1%. Kelompok usia terbanyak adalah 12-60 bulan (42,9%) sedangkan untuk bayi <12 bulan didapatkan 16,5%. Karena sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak, data TB anak sangat terbatas,termasuk di Indonesia. Untuk mengatasi kesulitas tersebut, WHO sedang melakukan upaya dengan cara membuat consensus diagnosis di berbagai Negara. Dengan adanya consensus ini, diharapkan diagnosis TB anak dapat ditegakkan, sehingga kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis dapat diperkecil dan angka prevalens pastinya diketahui. Dari seluruh penderita tersebut, angka kesembuhan hanya mencapai 70,03% dari 85% yang ditargetkan. Rendahnya angka kesembuhan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu penderita(perilaku,karakteristik,social ekonomi),petugas (perilaku, keterampilan) , ketersediaan obat,lingkungan, PMO(pengawas minum obat) serta virulensi dan jumlah kuman.3

Interaksi host,agent dan environment


Dewasa ini wawasan mengenai diagnosis, gejala ,pengobatan dan pencegahan TBC suatu penyakit infeksi menular terus berkembang. Sejalan dengan itu, maka perlu dipelajari faktor-faktor penentu yang saling berinteraksi sesuai dengan tahapan perjalanan alamiah.1 1. Periode Prepatogenesis

a. Faktor Agent ( Mycobacterium tuberculosis) Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap desinfektan kimia atau antibiotik dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama. Kuman ini bersifat tahan asam. Pada Host ,daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host . Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan kemoterapi moderm,sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru.
3

Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenitalyang jarang terjadi. Bila agen penyebab penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. 1,4

b. Faktor lingkungan Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan tekanan ekonomi. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan berulang-ulang dengan hewanternak yang terinfeksi adalah berbahaya. Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan nonfisik. Lingkungan fisik antara lain seperi keadaan geografis dan lingkungan tempat tinggal. Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan penularan penyakit. Rumah dengan pencahayaan yang kurang memudahkan perkembangan sumber penyakit. Sinar matahari mengandung sinar ultra violet yang bisa membunuh kuman penyakit. Aliran udara berkaitran dengan penularan penyakit. Rumah denan ventilasi yang baik akan menyulitkan pertumbuhan kuman penyakit. Pertukaran udara dapat memecah dan menugrai konsentrasi kuman di udara. Lingkungan nonfisik meliputi social, budaya, ekonomi dan politik. Lingkungan social masyarakat berpengaruh pada tingkat pengetahuan sikap dan praktek masyarakat dalam bidang kesehatan. Kemampuan ekonomi masyarakt biasanya tercermin pad akondisi lingkungan perumaha seperti sarana air minum , dan kondisi rumah. Pemimpin dengan tingkat kepedulian tinggi terhadap kesehatan masyarakat akan mendukung dalam bentuk komitmen dari dana untuk penanggulangan penyakit. 1

c. Faktor Host

Hal yang perlu diketahui tentang pejamu meliputi karakteristik, gizi, daya tahan tubuh, higieni , dan pengobatan. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agen penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dankematian ; (1) paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, (2) paling luas pada masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan momen kehamilan pada wanita, (3) puncak sedang pada usia lanjut. Pria lebih umum terkena, kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosioekonomi. Kebiasaan sosial dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan kelalaian. Status gizi,kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku sebagai mekanismepertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan pengobatan infeksiprimer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.1,4

2. Periode Pathogenesis (Interaksi Host-Agent) Interaksi terutama terjadi akibat masuknya Agent ke dalam saluran respirasi dan pencernaan Host .Contohnya Mycobacterium melewati barrier plasenta, kemudian berdormansi sepanjang hidup individu, sehingga tidak selalu berarti penyakit klinis. Infeksi berikut seluruhnya bergantung pada pengaruh interaksi dari Agent,Host dan Lingkungan.

Pada rantai penularan atau skema diatas, prinsip memutuskan rantai penularan penyakit menular adalah memotong garis penghubung di antara host-agent-environment dan bila penyakit diketahui ditularkan melalui vector, maka garis yang menghubungkan vector dengan agent host dan environment juga harus diputuskan. Sebagai contoh memutuskan garis antra agent dan host dengan melakukan imunisasi sehingga host menjadi imun, memberikan pengobatan kepada penderita secara adekuat sehingga terjadi konversi bakteri(+) menjadi (-) sehingga penderita menjadi tidak menularkan lagi. Antara agent dan environment dengna melakukan sanitasi air minum (pada diare) sehingga di dalam air tidak mengandung agent lagi. Penyehatan lingkungan
5

pemukiman misalnya membuat rumah sehat sehingga sinar matahari dapat masuk , ventilasi udara yang baik dapat membuat agent menjadi tidak dapat hidup sekaligus host juga dapat hidup secara seimbang di lingkungan yang sehat. Pada pengobatan TBC yang terjadi adalah pasien umumnya tidak patuh minum obat yang direncanakan selama 6 bulan, sehingga akan menimbulkan resistensi dan kekambuhan yang lebih parah,di Puskesmas diberikan pengobatan dengan Pengawasan Minum Obat(PMO) sehingga obat yang diberikan benar benar diminum sampai selesai.1

Penularan
Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat berhadapan dengan orang lain,basil tuberculosis tersembur dan terhisap ke dalam paru orang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan. Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas papran dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengna faktor genetic dan faktor pejamu lainnya. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu pada anak berusaia di bawah 3 tahun , risiko rendah pada masa kanak-kanak, dan meningkat lagi pada masa remaja,dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah,pembuluh limfe atau langsung ke orang terdekatnya. Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah). Seorang penderita dengan BTA+ yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit ini. Sebaliknya penderita dengan BTA(-) dianggap tidak menularkan. Angka risiko penularan infeksi TBC di Amerika Serikat adalah sekitar 10/10.000 populasi. Di Indonesia angka ini sebesar 1-3% yang berarti di antara 100 penduduk terdapat 1-3 warga yang akan terinfeksi TBC. Setengah dari mereka BTAnya akan positif(0,5%). Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular Tb. Sumber penularan adalah orang dewasa yang
6

menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum. Sebaliknya jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak disekitarnya atua yang kontak erat harus ditelusur ada atau tidaknya infeksi TB (pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakuakn dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisikm dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. 1,3

Diagnosis dan manifestasi


Pathogenesis TB sangat kompleks ,sehingga manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung pada beberpa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, pejamu, serta interaksi antar keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah dan virulensi kuman,sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, dan kompetensi imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadi infeksi. Untuk mengetahui tentang penderita tuberculosis dengan baik harus dikenali tanda dan gejalanya. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita tuberculosis paru apabila ditumeukan gejala klinis utama(cardinal symptom) pada dirinya.1,3,5 Gejala utama pada tersangka TBC adalah : Batuk berdahak lebih dari tiga minggu Batuk berdahak Sesak napas Nyeri dada

Gejala lainnya dalah berkeringan pada malam hari , demam tidak tinggi/meriang , dan penurunan berat badan. Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observe treatment shourcourse), gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah daapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala lainya adalah gejala tambahan. Diagnosis pada orang dewasa dengan ditemukannya kuman BTA+ melalui pemeriksaan dahak. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis.yang seringkali merupakan petunjuk awal dari tuberculosis adalah foto rontgen dada. Rontge bisa menunjukkan efusi pleura, tampak daerah putih yang bentuknya tidak teratur. Pemeriksaan sputum BTA+ minimal setelah 2x pmeriksaan maka didiagnosis positif TB paru.
7

Bila BTA+ 1 kali, maka perlu dilakukan pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan dahak diulang. Pada anak dapat dilakukan uji tuberkulin . tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenic yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada seseorang yang telah teinfeksi TB makan akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm dinyatakan uji tuberkulin positif, kemungkinan besar Karena infeksi TB alamiah tetapi masih mungkin disebabkan oleh BCG nya. Akan tetapi bila ukuran indurasi >15 mm , hasil positif ini sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Apabila diameter indurasi 0-4 mm ,dinyatakn uji tuberkulin negative. Diameter 5-9 mm ,dinyatakan uji tuberkulin meragukan.1,3 Gejala umum pada TB anak adalah: Demam lama (>2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid,infeksi saluran kemih (ISK),malaria , dan lain lain), yang dapat disertrai dengan keringat malam. Demam umumnya tidak tinggi. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) Batuk lama >3 minggu Pada sebagian besar kasus TB paru pada anak ,tidak ada manifestasi respiratorik yang menonjol. Batuk kronik merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa,tetapi pada anak bukan merupakan gejala utama. Akan tetapi gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis regipnal menekan bronkus sehingga merasngsang reseptor batuk secara kronik. Selain itu, batuk berulang dapat timbul Karena anak dengan TB mengalami penurunan imunitas tubuh. Berat badan turun Penurunan berat badan merupakan gejala umum yang sering dijumpai pada TB anak. Umumnya ,pasien TB nak mempunyai status gizi kurang atau bahkan gizi buruk. Dengan alasan tersebut,kriteria penurunan berat badan menjadi penting. Yang dimaksud dengan penurunan BB dalam hal ini adalah apabila terjadi penuruna selama 2 bulan berturutturut.1,2,3 Selain dari gejala sistemik pada TB, gejala spesifik sesuai organ yang terkena adaah :
8

1. Tuberkulosis kelenjar limfe Superfisialis (terbanyak di regio kolli, multipel , tidak nyeri ,d an saling melekat). 2. Tuberculosis otak dan saraf Meningitis TB Tuberkuloma otaku

3. tuberculosis sistem skeletal Tulang punggung (sponditis): gibbus Tulang panggul (koksitis): pincang Tulang lutut(gonitis): pincang dan atau bengkak Tulang kaki dan tangan Spina ventosa (daktilis)

4. tuberculosis kulit : Skrofuloderma 5. tuberculosis mata : konjungtivitis fliktenularis tuberkel koroid

6. tuberculosis organ-organ lainnya ,misalnya peritonitis TB, TB ginjal,dll.1,3 Mengingat kesulitan mendapatkan dahak pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Diagnosis TB pada anak umumnya sulit ditegakkan, sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Oleh karena itu Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional TB Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring system), yaitu sistem pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis. Dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, selanjutnya dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti TB). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CTScan,dan lain lainnya.3
Tabel 1. Tabel scoring diagnosis TB pada anak

Parameter Kontak TB

0 Tidak jelas

2 Kontak TB Laporan keluarga, BTA negatif atau tidak tahu, BTA tidak jelas

3 BTA positif

Jumlah

Uji tuberkulin

Negatif

Positif ( 10 mm, atau 5 mm pada keadaan imunosupresi)

Berat badan/ keadaan gizi

Bawah garis merah (KMS) atau BB/U <80%

Klinis gizi buruk (BB/U <60%)

Demam tanpa sebab jelas

> 2 minggu

Batuk *

3 minggu

Pembesaran kelenjar limfe

>1 cm, jumlah >1,


10

koli, aksila, inguinal

tidak nyeri

Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang

Ada pembengkakan

Foto toraks toraks

Normal/ tidak jelas

Kesan TB

Jumlah

Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain. Jika dijumpai skrofuloderma** (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis TB. Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).--> lampirkan tabel badan badan. Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.3

Program pemberantasan

11

Program penanggulangan TBC secara nasional mengacu pada strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai penularan TBC. Hal yang paling penting pada tatalaksana TB adalah keteraturan menelan obat. Pasien TB biasanya telah menunjukkan perbaikan beberapa minggu setelah pengobatan, sehingga merasa sembuh dan tidak menlanjutkan pengoabatan. Nilai sossial dan budaya serta pengertian yang kurang mengenai TB dari pasien serta keluarnya tidak menunjang keteraturan pasien untuk menelan obat. Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan DOTS. 1,3 Terdapat lima komponen utama strategi DOTS. 1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk dukungan dana 2. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak. 3. Terjaminnya persediaan obat antituberkulosis (OAT). 4. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pednek dengan pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO). 5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program penanggulangan TBC. Kelima komponen DOTS di atas terutama untuk pasien TB dewasa, khususnya pada butit dua dan lima. Butir dua menyatakan diagnosis TB dengan pmeriksaan sputum secar miskroskopis, yang pada anak sulit dilaksanakan. Sebagai gantinya,untuk diagnosis TB anak digunakan uji tuberkulin. Butir lima pun sesuai dengan butir dua, sehingga format pencatatan dan pelaporan gdibuat untuk kelompok usia 15 tahun ke bawah belum ada. Oleh sebab itu, diperlukan format khusus untuk kelompok usia 15 tahun ke bawah yang saat ini sedang dalam proses penyusunan. 1. Tujuan Tujuan umum : Memutus rantai penularan sehingga penyakit tuberculosis diharapkan bukan lagi menjadi masalah kesehatan. Tujuan khusus: a. Cakupan penemuan kasus BTA(+) sebesar 70% b. Kesembuhan minimal 85%
12

c. Mencegah multidrug resistance (MDR). 2. Sasaran Masyarakat tersangka TBC berusia >15 tahun. 3. Kegiatan dan langkah-langkah a. Penemuan penderita Penemuan penderita tersangka tuberculosis paru dilaksanakan secara aktif (Active Case Finding/ACF) dan pasif (Passive Case Finding/PCF): 1. Aktif Mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk menjelaskan tentang tanda-tanda penyakit dan cara pengobatannya. Kader kesehatan/posyandu, kader Dasa Wisma dan kader lainnya diharapkan dapat membantu menemukan penderita. Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas (perkesmas) terutama dengan adanya Bidan Desa diharapkan penemuan penderita secara aktif dapat ditingkatkan.1,5 2. Pasif Penderita yang secara sukarela berkunjung ke Puskesmas,Rs dan BP4(balai pemberantasan penyakit paru-paru). Kriteria tersangka penderita : telah berumur lebih dari 15 tahun dengna salah satu gejala sebagai berikut : Batuk lebih dari 4 minggu Batuk berdarah Nyeri dada Sesak nafas

b. Pemeriksaan laboratorium Untuk menegakkan diagnosa TB paru Laboratorium Puskesmas diharapkan memeriksan sputum(dahak) secara mikroskopos. Pengambilan Sputum dilakukan dengan 3 cara : 1. Over night Sputum : dahak dikumpulkan sepanjang malam 2. Early morning sputum : pengambilan dahak pada pagi hari sebelum : berkumur, minum, makan merokok dll. 3. Spot sputum : pengambilan dahak sewaktu terjadi batuk di Puskesmas.
13

Pemeriksaan sputum dilakukan 3 kali untuk setiap tersangka dan setiap dahak yang diambil dibuat 3 sediaan. Pada pemeriksaan mikroskop setiap sedian harus diperiksa 100 lapangan pandangan. Penderita TB paru menular apabila dalam 3 kali pemeriksaan dahak, paling sedikit memberikan 1 kali hasil pemeriksaan BTA+. Penderita inilah yang akan diberikan pengobatan melalui program P2TB paru.5 c. Pengobatan penderita (case holding) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan lanjutan. 1. Tahap awal (intensif) Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2. Tahap Lanjutan Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.1,3,5

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia: Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3. Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan OAT Sisipan : HRZE dan OAT Anak : 2HRZ/4HR

1. Kategori-1 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:


Pasien baru TB paru BTA positif. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif Pasien TB ekstra paru
14

Tabel 2. Dosis paduan OAT KDT Kategori 1: 2(HRZE)/4(HR)3 Tahap Intensif Berat Badan tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275) 30 37 kg 38 54 kg 55 70 kg 71 kg 2 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT Tahap Lanjutan 3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150) 2 tablet 2KDT 3 tablet 2KDT 4 tablet 2KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.1 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 1: 2HRZE/ 4H3R3 Dosis per hari / kali Tahap Lama Tablet Isoniasid @ mgr Intensif Lanjutan 2 Bulan 4 Bulan 1 2 Kaplet Tablet Tablet Jumlah hari/kali

Pengobatan Pengobatan

Rifampisin Pirazinamid Etambutol menelan 450 @ 500 mgr @ mgr 3 3 56 48 250 obat

300 @ mgr 1 1

Kategori -2 Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

Pasien kambuh Pasien gagal Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 3. Dosis paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3.

15

Tahap Intensif tiap hari Berat Badan RHZE (150/75/400/275) + S Selama 56 hari 30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg Streptomisin inj. 38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg Streptomisin inj. 55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg Streptomisin inj. Selama hari 28

Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E(400) selama 20 minggu

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT + 3 tab Etambutol 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol

Tabel 3.1 Dosis paduan OAT KDT Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3.

Tahap Intensif tiap hari Berat Badan RHZE (150/75/400/275) + S Selama 56 hari 30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg Streptomisin inj. 38-54 kg 3 tab 4KDT Selama hari 28

Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E(400) selama 20 minggu

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT + 2 tab Etambutol 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

16

+ 750 mg Streptomisin inj. 55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 71 kg 5 tab 4KDT + 1000mg Streptomisin inj.

+ 3 tab Etambutol 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4 tab Etambutol 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT + 5 tab Etambutol

Tabel 3.2 Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Etambutol Tahap Lama Tablet Kaplet Isoniasid Rifampisin @ mgr 300 @ mgr 450 Tablet Jumlah Tablet Tablet @ 400 mgr 0,75 gr 56 28 Streptomisin hari/kali injeksi menelan obat

Pengoba- Pengobatan tan

Pirazinamid @ @ 500 mgr 250 mgr

Tahap Intensif (dosis harian) Tahap Lanjutan (dosis 3x semggu) Catatan:

2 bulan 1 1 bulan 1

1 1

3 3

3 3

4 bulan 2

60

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.

Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).1,3,5

17

OAT Sisipan (HRZE) Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 4. Dosis KDT Sisipan : (HRZE)

Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari Berat Badan RHZE (150/75/400/275) 30 37 kg 38 54 kg 55 70 kg 71 kg 2 tablet 4KDT 3 tablet 4KDT 4 tablet 4KDT 5 tablet 4KDT

Tabel 4.1. Dosis OAT Kombipak Sisipan : HRZE

Tablet Tahap Lamanya Tablet Isoniasid Kaplet Tablet Etambutol 250 Ripamfisin Pirazinamid

Jumlah hari/kali menelan obat

Pengobatan Pengobatan

@ 300 mgr @ 450 mgr @ 500 mgr @ mgr

Tahap intensif (dosis harian) OAT Kategori Anak 1 bulan 1 1 3 3 28

18

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.3
Tabel 5 Dosis OAT KDT anak

2 bulan tiap hari Berat badan (kg) RHZ (75/50/150) 5-9 10-14 15-19 20-32 Sumber data: IDAI
Tabel 5.1 Dosis OAT Kombipak anak: 2RHZ/ 4RH

4 bulan tiap hari RH (75/50) 1 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet

1 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet

BB Jenis Obat < 10 kg Isoniasid Rifampicin Pirasinamid Keterangan:


BB 10 19 kg 100 mg 150 mg 300 mg

BB 20 32 kg 200 mg 300 mg 600 mg

50 mg 75 mg 150 mg

Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

19

Tabel 5.2 Dosis Obat Antituberkulosis pada anak

Dosis harian Nama obat 515*

Dosis maksimal Efek samping

(mg/kgBB/hari) (mg per hari) Isoniazid 300 hepatitis, neuritis perifer,

hipersensitivitas Rifampisin** 1020 600 gastrointestinal, hepatitis, peningkatan Pirazinamid 1530 1520 reaksi kulit,

trombositopenia, enzim hati, cairan

tubuh berwarna oranye kemerahan 2000 toksisitas gastrointestinal Etambutol 1250 neuritis optik, ketajaman mata hati, artralgia,

berkurang, buta warna merah-hijau, penyempitan Streptomisin 1540

lapang

pandang,

hipersensitivitas, gastrointestinal 1000 ototoksik, nefrotoksik

Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10

mg/kgBB/hari.

** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat menganggu bioavailabilitas rifampisin.

Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan). 3

d. Pengamatan timbulnya efek samping: o Tubuh melemah o Nafsu makan berkurang o Gatal-gatal o Sesak napas o Mual dan muntah
20

o Berkeringat dingin dan menggigil o Gangguan pendengaran dan penglihatan (biru dan merah) efek samping obat : o INH : neuropati perifer , hepatotoksik/hepatitis

o Rifampicin: sindrom flu, hepatotoksik o Pirazinamid : hiperurisemia, hepatotoksik o Etambutol : neuritis optic, nefrotoksik, ruam kulit o Streptomisin : nefrotoksik, gangguan N.VIII Kriteria kesembuhan : o Pemeriksaan dahak (3x dalam seminggu) dengan hasil negative dinyatakan sembuh tetapi bila pada akhir pengobatan masih BTA+ maka pengobatan dilanjutkan selama 3 bulan lagi o Jumlah obat yang diminum minimal 90% dari paket pengobatan. (Masa pengobatan intensif dan intermiten maksimal 9 bulan) o Pencatatan dan pelaporan yang harus dilakukan oleh puskesmas adalah register laboratorium, kartu pengobatan penderita, kartu pengenal penderita, register pengobatan, catatan kotor penderitam data lokasi penderita per desa. e. Evaluasi pengobatan Sebaiknya pasien kontrol tiap dua bulan. Evaluasi hasil pengobatan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan penting karena diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Dilakukan dengan cara evaluasi klinis yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal pengobatan, misalnya penambahan BB yang bermakan, hilangnya demam, hilangnya batuk, perbaikan nafsu makan , dan lain lain. Apabila respons pengobatan baik,maka pengobatan dilanjutkan. 3,5 Pencegahan TB paru

21

Agar orang yang sehat tidak tertular penyakit TBC, ada dua jalan, yaitu tindakan dari orang yang sehat dan tindakan dari penderita TBC itu sendiri. Berkaitan dengan perjalanan alamiah dan peranan Agent, Host dan Lingkungan dari TBC, maka tahapan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain : Usahakanlah penderita TBC tidak membuang ludah, batuk dan bersin di sembarang tempat. Ada baiknya dilakukan di tempat yang terkena sinar matahari langsung. Jadi, seperti yang dikatakan di atas, kamar penderita TBC harus mendapatkan sinar matahari langsung. Sinar matahari akan membunuh bakteri-bakteri TBC yang tersebar.

1. Pencegahan Primer Dengan promosi kesehatan sebagai salah satu pencegahan TBC paling efektif, walaupun hanya mengandung tujuan pengukuran umum dan mempertahankan standar kesehatan sebelumnya yang sudah tinggi. Proteksi spesifik dengan tujuan pencegahan TBC yang meliputi : Imunisasi Aktif, melalui vaksinasi BCG secara nasional dan internasional pada daerah dengan angka kejadian tinggi dan orang tua penderita atau beresiko tinggi dengan nilai proteksi yang tidak absolut dan tergantung Host tambahan dan lingkungan. Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml , diberikan secara intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan pada usia >3 bulan , sebaiknya dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Insiden TB anak yang mendapat BCG berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin,dan intensitas pemaparan infeksi.imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB, pada anak. Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa Negara, tetapi umumnya tidak dianjurkan di banyak Negara lain termasuk Indonesia. Efek samping yang sering ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis dengan insiden 0,1-1% Chemoprophylaxis. Terdapat dua macam kemoprofilaksis yaitu kemoprofilaksis prier dan kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadi infeksi TB, sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah berkembangnya infeksi
22

menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan isoniazid dengan dosis 5-10 mg dengan dosis tunggal. Diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutam dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (tuberkuluin negatif). Obat diberikan selama 6 bulan. Pada akhir bulan ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negative, profilkasis dilanjutkan hingga 6 bulan. Jika terjadi konversi tuberkulin menjadi positif, evaluasi status TB pasien. Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi , tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis normal. Ada baiknya bagi seorang yang sehat menghindari kontak bicara pada jarak yang dekat dengan penderita TBC. Atau Anda bisa menggunakan masker, namun hal ini masih tetap rentan. Bila penderita TBC batuk atau bersin, sebaiknya orang yang sehat menutup mulut. Jemur tempat tidur penderita TBC di panas matahari langsung, ini untuk menghindari hidupnya bakteri di tempat tidur tersebut. Pada bayi, jangan pernah melewatkan imunisasi BCG, ini penting untuk mencegah dari terserangnya penyakit TBC di kemudian hari. Dari semua hal-hal diatas, daya tahan tubuh orang yang sehat sangat berperan dalam mencegah penularan TBC. yang harus dilakukan untuk memiliki daya tahan tubuh yang kuat adalah adalah rajin berolahraga, konsumsi cukup makanan yang seimbang, terapkan pola hidup sehat seperti tidur yang cukup dan tidak merokok .1,3,5

2. Pencegahan Sekunder Dengan diagnosis dan pengobatan secara dini sebagai dasar pengontrolan kasus TBC yang timbul dengan 3 komponen utama ; Agent, Host dan Lingkungan. Selain itu, pengetahuan tentang resistensi obat dan gejala infeksi juga penting untuk seleksi dari petunjuk yang paling efektif. Langkah kontrol kejadian kontak adalah untuk memutuskan rantai infeksi TBC, dengan imunisasi TBC negatif dan Chemoprophylaxis pada TBC positif. Kontrol lingkungan dengan membatasi penyebaran penyakit, disinfeksi dan cermat mengungkapkan investigasi

epidemiologi, sehingga ditemukan bahwa kontaminasi lingkungan memegang peranan terhadap

23

epidemi TBC. Melalui usaha pembatasan ketidakmampuan untuk membatasi kasus baru harus dilanjutkan, dengan istirahat dan menghindari tekanan psikis.1,3 3. Pencegahan Tersier Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien, kemudian rehabilitasi pekerjaan yang tergantung situasi individu. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan perlunya rehabilitasi. Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan cara perkembangan media, metode solusi problem keresistenan obat, perkembangan obat Bakterisidal baru, kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin, pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel, studi lain yang intensif, dan perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol.1,3

Promosi Kesehatan
Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, sertamengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Strategi Promosi Pengendalian TB, adalah Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial (AKMS). Mobilisasi Sosial sebagai ujung tombak, yang didukung oleh Komunikasi dan Advokasi. Masing-masing strategi harus diintegrasikan semangat dan dukungan kemitraan dengan berbagai stakeholder. Kesemuanya diarahkan agar masyarakat mampu mempraktikkan perilaku pencegahan dan pengobatan TB. 1. Advokasi, yakni upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari seluruh pemangku kebijakan.

24

Advokasi diarahkan untuk menghasilkan kebijakan yang mendukung upaya pengendalian TB. Kebijakan yang dimaksud disini dapat mencakup peraturan perundang-undangan di tingkat nasional maupun kebijakan daerah seperti Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa, dan lain sebagainya. Strategi advokasi sekaligus menjawab isu strategis tentang kurangnya dukungan dari para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait di daerah dalam Pengendalian TB. 2. Komunikasi, merupakan upaya untuk menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong masyarakat dan petugas kesehatan agar bersedia bersama-sama

menanggulangi penularan TB. Lingkungan sosial yang mendukung dapat diartikan sebagai : a. Adanya dukungan positif dari masyarakat terhadap persepsi bahwa TB bukan penyakit keturunan atau kena guna-guna. b. Adanya dukungan keluarga sebagai Pengawas Menelan Obat bagi pasien TB agar berobat sampai tuntas. c. Adanya dukungan positif masyarakat terhadap perilaku pencegahan penularan TB. d. Adanya kampanye STOP TB. Strategi komunikasi sekaligus menjawab isu strategis tentang kurangnya pemahaman masyarakat dalam pencegahan dan pencarian pengobatan TB, kurangnya kerjasama antar lintas program, sektor serta mitra terkait dalam Pengendalian TB dan kurangnya akses dan informasi bagi masyarakat tentang TB.16 3. Mobilisasi Sosial, adalah proses pemberian informasi secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu sasaran, agar memiliki pengetahuan, sikap dan mempraktikkan perilaku yang diharapkan. Mobilisasi Sosial juga merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran, kemauan, kemampuan masyarakat dalam pengendalian TB. Melalui kegiatan ini, masyarakat diharapkan ekspansi dan akselarasi DOTS terwujud. Sasaran utama dari pemberdayaan dalam konteks Pengendalian TB adalah pasien TB dan keluarga. Dalam mobilisasi sosial diperlukan kemitraan untuk menjalin jejaring kerja serta kerja sama dengan berbagai pihak untuk menjalankan program yang

25

terintegrasi dan koordinatif dalam setiap komponen program yang ditentukan melalui Stop TB Partnership. Strategi mobilisasi sosial untuk menjawab isu strategis tentang kurangnya pemahaman masyarakat dalam pencegahan dan pencarian pengobatan TB, kurangnya kerjasama antar lintas program, sektor serta mitra terkait dalam Pengendalian TB serta kurangnya akses dan informasi bagi masyarakat tentang TB.7

Kesimpulan Penyakit menular tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang biasa nya ditularkan secara langsung serta dapat diderita oleh semua umur dan jenis kelamin. Perlu diketahui bahwa penyakit ini meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi HIV. Dengan meningkatnya prevalensi TBC baik di Indonesia maupun diseluruh dunia , perlu dikembangkan pula program pemberantasan dari pihak yang berwajib agar tidak lebih membahaya penduduk. Promosi kesehatan dan juga peran dokter keluarga sangat berperan penting dalam kasus ini dikarenakan prevalensi TBC pada akan dihubungkan dengan penularan dari orangtua yang juga terinfeksi. Pengetahuan mengenai penyakit menular apapun selain TBC sangat diharapkan agar rutin dijalankan. Rendahnya sosioekonomi keluarga dan rendahnya pengetahuan sangat berkaitan erat dengan penyakit menular. Dengan demikian, pencegahan TB dan pengobatan TB wajib dilaksanan sebaik mungkin untuk mengurangi angka kejadian bersamaan dengan partisipasi penduduk baik yang sehat maupun yang sudah terinfeksi TB. Daftar pustaka 1. Widoyono.Penyakit Tropis,Epidemiologi,Penularan,Pencegahan&Pemberantasan. Jakarta: Penerbit Erlangga;2008.h.1-21. 2. Ranuh IGN,Suyitni H,Hadinegoro SRS,Kartasasmita CB, Ismoedijanto.Pedoman imunisasi di Indonesia.ed 3.Jakarta:Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia;2008.4-5,131.

26

3. Rahajoe N Nastiti,Basir Darfioes, MS Makmuri, Kartasasmita CB.Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak.ed 2.Jakarta:UKK Respirologi PP IDAI;2007.3-5,2541,53-7,63-5. 4. Arias,KM.Investigasi dan Pengendalian Wabah di Fasilitas Pelayanan

Kesehatan.Jakarta:Penerbit EGC;2010.3-4 5. Waloejono K .Pedoman Praktis Pelaksanaan Kerja di Puskesmas.Magelang:Balai Pelatihan Kesehatan;2000.120-3. 6. Mutaqin,Arif.Buku Ajar Asuhan Keperwatan Klien dengan Gangguan

Pernapasan.Jakarta:Penerbit Salemba Medika;2008.81-2. 7. Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalam Pengendalian Tuberkulosis oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Promosi Kesehatan. Jakarta, 2010.

27

Anda mungkin juga menyukai