Anda di halaman 1dari 41

Fisiologi Persalinan

Kehamilan secara umum ditandai dengan aktivitas otot polos miometrium yang relative tenag yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intrauterine sampai dengan kehamilan aterm. Menjelang persalina uterus mulai memperlihatkan aktivitas kontraksi secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta berangsur-angsur menghilang pada periode postpartum(Winjosastro). Penyebab peningkatan aktivitas uterus yang sebenarnya tidak diketahui, namun sedikitnya ada dua kategori pengaruh utama yang menyebabkan berperan dalam persalinan(guyton). 1. Faktor Hormonal Rasio estrogen terhadap progesterone. Progesterone menghambat kontraksi uterus selama kehamilan, sehinga membantu mencegah ekspulsi fetus. Sebaliknya estrogen mempunyai kecenderungan nyata ntuk menigkatkan derajat kontraktilitas uterus. Baik estrogen maupun progesterone disekresi dalam jumlah yang secara progresif makin bertambah selama kehamilan, tetapi mlai kehamilan bulan ke-7dan seterusnya produksi estrogen meningkat sedangkan produksi progesterone tetap konstan atau mungkin sedikit menurun(Guyton). Pengaruh oksitosin pada uterus. Oksitosinmerupakan suatu hormone yang disekresi oleh neurohipofisis yang secara khusus menyebabkan kontaksi uterus. Ada empat alasan mengapa oksitosin dapat meningkatakan kontrkatilitas dari uterus: (1) otot uterus meningkatkan jumlah reseptor-reseptor oksitosin, dan oleh karena itu meningkatkan jumlah responnya terhadap oksitosin selama beberapa bulan terakhir persalinan. (2) kecwpatan sekrasi oksitosin oleh neurohipofisis sangat meningkat pada saat persalinan. (3) walaupun pada hewan dan manusia yang telah menjalani hipofisektomi masih dapat melahirkan dan dapat melahirkan bayinya pada timbulnya puncak kontraksi yang

kehamilan aterm, persalinannya akanberlangsung lama. (4) penelitian pada hewan menunjukkan bahwa iritasi atau regangan pada serviks uteri, seperti yang terjadi selama persalinan, dapat menyebabkan sebuah rfleks neurogenik melalui nucleus paraventrikular dan supraoptik hipotalamus yang dapat menyebakan kelenjar hipofisis posterior meningkatkan sekresi oksitosinnya.(2) Pengaruh hormone fetus pada uterus. Kelenjar hipofisis fetus juga menyekresikan oksitosin yang jumlahnya semakin meningkat, yang mungkn berperan dalam merangsang uterus, dan kelenjar adrenalnya menyekresi sejumlah besar kortisol yang mungkin merupakan suatu stimulus uterus. Selain itu, membrane fetus melepaskan prostaglandin dalam konsentrasi tinggi pada saat persalinan. Prostaglandin ini dapat meningkatkan intensitas kontrkasi uterus.(2) 2. Faktor mekanis Regangan otot-otot uterus. Regangan sederhana organ-organ berotot polos biasanya akan menigkatkan kontraktilitas otot-otot tersebut. Selanjutnya, regangan intermitten yang terjadi berulang-ulang pada uterus karena pergerakan fetus juga meningkatkan kontraksi otot polos.(2) Regangan atau iritasi serviks. Mekanisme bagaimana irirtasi serviks dapat merangsang korpus uteri masih belum diketahui. Namun diduga bahwa regangan atau iritasi saraf pada serviks mengawali timbulnya reflex pada korpus uteri, tetapi efek ini juga secara sederhana dapat terjsi akibat transmisi miogenik sinyal-sinyal dari serviks ke korpus uteri. (guyton)

Diferensiasi aktifitas uterus Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan berlangsung. Bagian bawah relative pasif dibandingkan dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah secara bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian menipis sekali selama proses persalinan.(Winkjosastro)

Seandainya seluruh dinding otot uterus, termasuk segmen bawah berkontraksi secara bersamaan dan dengan intensitas yang sama, maka gaya dorong akan menurun. Disinilah letak pentingnya pembagian uterus menjadi segmen atas yang aktif berkontraksi dan segmen bawah yang lebih pasif. Segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi, dan mendorong janin keluar, sebagai respon terhadap gaya dorong kontraksi segmen atas, sedangkan segmen bawah uterus semakin lunak berdilatasi sehingga janin dapat menonjol keluar. .(Winkjosastro) Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai kembali ke panjang semula, tetapi menjadi relative menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun tegangannya tetap sama seperti sebelum kontraksi. Segmen aktif berkontraksi kebawah meski pada saat isinya berkurang, sehingga tegangan miometrium tetap konstan. Efek akhirnya adalah

mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan kondisi menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janin dan memepertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus. Sebagai konsekuensi retraksi, setiap kontraksi berikutnya akan mulai pada tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya, sehingga bagian atas uterus menjadi lebih kecil pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan terus-menerus, maka segmen atas uterus akan menjadi semakin tebal pada kala pertama dan kedua persalinan dan menjad tebal sekali pada tepat setelah pelahiran janin. .(Winkjosastro)

Relaksasi segmen bawah bukan merupakan relaksasi sempurna, tetapi lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut segmen bawah menjadi teregang pada setiap kontraksi segmen atas, dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya tetapi relative tetap mempertahankan panjangnya. Otot-otot masih menunjukkan tonus, masih menahan regangan dan masih

berkontraksi sedikit pada saat ada rangsangan. Ketika persalinan maju, pemanjangan berturutturut serabut otot di segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya hanya beberapa millimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai akibat menipisnya segmen bawah uterus dan bersamaan dengan menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh suatu rete pada permukaan dalam uterus, cincin retraksi fisiologis. Jika pemendekan segmen bawah uterus terlalu tipis, seperti pada partus macet, cincin ini sangat menonjol, sehingga
3

membentuk cincin retraksi patologis. Ini merupakan kondisi abnormal yang juga cincin Bandl. Adanya suatu gradient aktivitas fisiologis yang semakin mengecil dari fundus sampai ke serviks diketahui dari pengukuran perbedaan perilaku bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal. .(Winkjosastro)

Perubahan Bentuk Uterus


Setiap kontraksi menghasilkan pemanjangan uterus berbentuk ovoid disertai pengurangan diameter horizontal. Dengan perubahan bentuk ini, ada efek-efek penting pada proses persalinan. Pertama, pengurangan diameter horizontal menimbulkan pelurusan kolumna vertebralis janin, dengan menekan kutub atasnya rapa-rapat terhadap fundus uteri, sementara kutub bawah didorong lebih jauh ke bawah dan menuju ke panggul. Pemanjangan panggul berbentuk ovoid yang ditimbulkannya diperkirakan telah mencapai antara 5-10 cm. Kedua, dengan memanjangnya uterus, serabut longitudinal ditarik tegang dank arena segmen bawah dan serviks merupakan satu-satunya bagian uterus yang fleksibel, bagian ini ditarik ke atas pada kutub bawah janin. Efek ini merupakan factor yang penting untuk dilatasi serviks pada otot-otot segmen bawah dan serviks. .(Winkjosastro)

Perubahan-Perubahan Pada Serviks


Selama kehamilan dan persalinan, serviks mengalami perubahan dari struktur yang keras, dan menyerupai sfingter utuh menjadi struktur yang lebih lembut, lunak, dan mampu berdilatasi. Perubahan struktural tersebut adalah hasil dari proses kolagenolisis dan peningkatan kadar air, yang mungkin terjadi sebagai respon terhadap peningkatan rasio estrogen : progesteron, prostaglandin E2, dan remodeling enzimatik dari jaringan servikal(Gyton English)).

Tenaga yang efektif pada kala 1 persalinan adalah kontraksi uterus, yang selanjutnya akan menghasilkan tekanan hidrostatik ke seluruh selaput ketuban terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Bila selaput ketuban sudah pecah, bagian terbawah janin dipaksa langsung mendesak serviks dan segmen bawah uterus. Sebagai akibat kegiatan gaya dorong ini, terjadi 2 perubahan mendasar yaitu pendataran dan dilatasi pada serviks yang sudah melunak. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus untuk persalinan, pendataran sempurna pada serviks yang lunak kadang kala telah selesai sebelum persalinan aktif mulai. Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mukus ketika saluran serviks memendek. Jika dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah yang

resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi kontraksi, struktur-struktur ini mengalami peregangan, yang dalam prosesnya serviks

mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatik kantong amnion akan melebarkan saluran serviks. Bila selaput ketuban sudah

pecah, tekana pada bagian terbwah janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion didepan kepal (Hacker).

Gambar 1. Mekanisme hidrostatik dari membran dalam menghasilkan penipisan dan dilatasi serviks . Terjadi perubahan pada hubungan antara tulang servikal internal dan eksternal selama perkembangan persalinan (A), (B), dan (C) (guyton).

Pendataran serviks
Obliterasi atau pendataran serviks adalah pemendekan saluran serviks dari panjang sekitar 2 cm menjadi hanya berupa muara melingkar dengan tepi hamper setipis kertas. Serabut-serabut otot setinggi os serviks internum ditarik ke atas, atau dipendekkan, menuju segmen bawah uterus, sementra kondisi os eksternum untuk sementara tetap tidak berubah. Pemendekan dapat dibandingkan dengan suatu proses pembentukan terowongan yang mengubah seluruh panjang sebuah tabung yang sempit menjadi suatu corong yang sangat tumpul dan mengembang dengan lubang keluar melingkar kecil. Sebagai hasil dari aktivitas miometrium yang meningkat sepanjang persiapan uterus untuk persalinan, pendataran yang lumayan besar pada serviks yang lunak kadangakala selesai sebelum persalinan aktif mulai. Pendataran menyebabkan ekspulsi sumbat mucus ketika saluran serviks memendek. .(Winkjosastro)
)

Dilatasi Serviks
Dibandingkan dengan korpus uteri, segmen bawah uterus dan serviks merupakan daerah yang resistensinya lebih kecil. Oleh karena itu, selama terjadi kontraksi, struktur-struktur ini mengalami peregangan, yang dalam prosesnya serviks mengalami tarikan sentrifugal. Ketika kontraksi uterus menimbulkan tekanan pada selaput ketuban, tekanan hidrostatis kantong amnion akan melebarkan saluran serviks seperti sebuah baji. Bila selaput ketuban sudah pecah, tekanan pada bagian terbawah uterus janin terhadap serviks dan segmen bawah uterus juga sama efektifnya. Selaput ketuban yang pecah dini tidak mengurangi dilatasi serviks selama
6

bagian terbawah janin berada pada posisi meneruskan tekanan terhadap serviks dan segmen bawah uterus. Proses pendataran dan dilatasi serviks ini menyebabkan pembentukan kantong cairan amnion di depan kepala. .(Winkjosastro)

Ketuban pecah
Pecah ketuban secara spontan paling sering terjadi sewaktu-waktu pada persalinan aktif. Pecah ketuban secara khas tampak jelas sebagai semburan cairan yang normalnya jernih atau sedikit keruh, hamper tidak berwarna dengan jumlah bervariasi. Selaput ketuban yang masih utuh sampai bayi lahir lebih jarang ditemukan. Jika kebetulan selaput ketuban masih utuh sampai pelahiran selesai, janin yang lahir dibungkus oleh selaput ketuban ini, dan bagian yang membungkus kepala bayi yang baru lahir kadangkala disebut sebagai caul. Pecah ketuban sebelum persalinan mulai pada tahapan kehamilan mana pun disebut sebagai ketuban pecah. .(Winkjosastro)

Pelepasan Plasenta
Normalnya, pada saat bayi selesai dilahirkan rongga uterus hampir terobliterasi dan organ ini berupa suatu massa otot yang hampir padat, dengan tebal beberapa sentimeter di atas segmen bawah yang lebih tipis. Fundus uteri sekarang terletak di bawah batas ketinggian umbilicus. Penyusutan ukuran uterus yang mendadak ini selalu disertai dengan pengurangan bidang tempat implantasi plasenta. Agar plasenta dapat mengakomodasikan diri terhadap permukaan yang mengecil ini, organ ini memperbesar ketebalannya, tetapi elastisitas plasenta terbatas, plasenta terpaksa menekuk. Tegangan yang dihasilkannya menyebabkan lapisan desidua yang paling lemah lapisan spongiosa, atau desidua spongiosa mengalah, dan pemisahan terjadi di tempat ini. Oleh karena itu, terjadi pelepasan plasenta dan mengecilnya ukuran tempat implantasi di bawahnya. .(Winkjosastro)
7

Ektrusi Plasenta
Setelah plasenta terpisah dari tempatnya implantasinya, tekanan yang diberikan padanya oleh dinding uterus menyebabkan organ ini menggelincir turun menuju ke segmen bawah uterus atau bagian atas vagina. Pada beberapa kasus, plasenta dapat terdorong keluar dari lokasilokasi itu akibat meningginya tekanan abdomen, tetapi ibu yang dalam posisi telentang sering tidak dapat mendorong keluar plasenta secara spontan. (.(Winkjosastro)

Mekanisme Ekstrusi Plasenta


Bila terjadi pemisahan plasenta tipe sentral, atau tipe biasa, hematoma retroplasenta dipercaya mendorong plasenta menuju ke rongga uterus, pertama bagian tengah dan kemudian sisanya. Dengan demikian, plasenta mengalami inverse dan dibebani oleh hematoma tersebut, kemudian turun. Karena membrane di sekitarnya menempel kaku pada desidua, plasenta hanya dapat turun dengan menyeret membrane secara perlahan-lahan; kemudian membranemembran tersebut mengelupas bagian perifernya. Akibatnya, kantong yang terbentuk oleh membrane tersebut mengalami inverse, dan yang muncul di vulva adalah amnion yang mengilap di atas permukaan plasenta atau ditemukan di dalam kantong inverse. Pada proses ini yang dikenal sebagai ekspulsi plasenta secara mekanisme Schultze, darah dari tempat plasenta tercurah ke dalam kantong inversi tersebut dan tidak mengalir keluar sampai setelah ekstrusi plasenta. (.(Winkjosastro)

Proses Persalinan

Kala-kala Pada Persalinan


Kala I Kala I dimulai dengan onset tanda dan gejala in partu sampai terjadinya dilatasi serviks, umumnya terjadi bukaan dengan kecepatan 1 cm per jam pada primigravida dan pada wanita multigravida 1-2 cm per jam. Aktivitas uterin selama proses persalinan menunjukkan dominasi fundus uteri dengan kontraksi yang menyebar atau simetris di semua bagian uterus, hingga terjadi dilatasi dan pelebaran serviks. ((pitkin) Pada Kala I terjadi proses membukanya serviks yang disebut dengan berbagai istilah: melembek (softening), menipis (thinned out), oblitrasi (obliteration), mendatar dan tertarik ke atas (effaced and taken up), dan membuka (dilatation). (Cunningham)

Fase-fase pada Kala I Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam dua fase: Fase laten. Fase ini berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai diameter serviks mencapai 4 cm. Pada wanita multipara, didapatkan pemanjangan fase laten lebih dari 14 jam dan pada wanita nulipara pemanjangan mencapai lebih dari 20 jam. (1,4) Fase aktif. Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap. Kontraksi adekuat berlangsug dalam 3 kali atau lebih dalam 10 menit, masing-masing kontraksi berlangsung 40 detik. Pada fase aktif terjadi pembukaan serviks dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (primigravida) dan >1-2 cm (multigravida). Pembukaan ini berlangsung sampai dengan 10 cm. Pada fase aktif juga terjadi penurunan bagian terbawah janin. (1,4)

10

Terbagi menjadi tiga fase: Fase akselerasi. Peningkatan bertahap dilatasi serviks, berlangsung 2 jam dengan pembukaan mencapai 4 cm. Periode dilatasi maksimal. Disebut juga fase dilatasi serviks yang paling cepat karena berlangsung selama 2 jam. Fase deselerasi. Dilatasi melambat, berlangsung selama 2 jam hingga pembukaan mencapai 10 cm. Periode Deselerasi. Fase deselerasi. Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi 10 cm (lengkap). (winkjosastro n

Cunningham)

11

Gambar Tingkat penipisan (effacement) serviks. A : tidak ada effacement. B : efffacement 75%. C : effacement 100%((Gibbs)

Kala II
Persalinan Kala II dimulai ketika serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II disebut juga sebagai kala pengeluaran bayi (Jaringan Nasional). Gejala dan tanda Kala II persalinan: Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontrkasi. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau vagina. Perineum menonjol. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah. Pembukaan serviks telah lengkap. Kepala janin mulai tampak melalui introitus vagina. (winkjosastro) Pada Kala II (pengeluaran janin), his terkoordinir, kuat, cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ke ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karena terjadi

12

juga tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai terlihat, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan his mengedan yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi: 1 sampai dengan 2 jam, pada multigravida jam sampai dengan 1 jam. (Cunningham) Cardinal movement dari persalinan kala II adalah engagement, descent, flexion, internal rotation, extension, external rotation, dan expulsion. (Cunningham) 1. Engagement Mekanisme yang digunakan oleh diameter biparietal- diameter transversal terbesar kepala janin pada presentasi oksiput- untuk melewati pintu atas panggul disebut sebagai engagement. Fenomena ini dapat terjadi pada mingu-minggu kehamilan terakhir kehamilan atau mungkin tidak terjadi sama sekali sampai setelah dimulai persalinan. 2. Descent Pergerakan ini merupakan syarat pertama untuk kelahiran bayi. Pada nulipara, engagement dapat terjadi sebelum awitan persalinan, dan desensus lebih lanjut terjadi sebelum persalinan kala dua dimulai. Pada wanita multipara, biasanya gerakan descent ini bersamaan dengan engagement. Descent terjadi akibat adanya satu atau lebih dari empat gaya: (1) tekanan cairan amnion, (2) tekanan langsung fundus pada bokong saat kontraksi, (3) usaha mengejan yang menggunakan otot-otot abdomen, (4) ekstensi dan pelurusan badan janin.

3. Fleksi Begitu gerakan descent mengalami tahanan, baik dari serviks, dinding panggul, atau dasar panggul, biasanya terjadi fleksi kepala. Pada gerakan ini, dagu mendekat ke dada janin, dan diameter suboksipitobregmatika yang lebih pendek menggantikan diameter oksipitofrontal yang lebih panjang. 4. Rotasi dalam

13

Gerakan ini adalah pemutaran kepala dengan suatu cara sehingga oksiput perlahan-lahan bergerak dari posisi asalnya ke anterior menuju simfisis pubis, atau yang lebih jarang, ke posterior menuju lubang sacrum. Rotasi interna penting untuk penyelesaian persalinan, kecuali bila janinnya kecil. Rotasi interna biasanya belum terjadi hingga kepala belum mencapai dasar spina. 5. Ekstensi Setelah rotasi interna, kepala yang telah terfleksi maksimal mencapai vulva, kepala ini akan mengalami ekstensi yang esensial untuk kelahiran. Gerakan ini membaa dasar oksiput berkontak langsung dengan margo inferior simfisis pubis. Karen apintu keluar vulva mengarah ke atas dan ke depan, ekstensi harus terjadi sebelum kepala dapat melewatinya. Jka kepala yang telah terfleksi maksimal, saat mencapai dasar panggul, tidak berekstensi tetapi malah semakin terdorong ke bawah, kepala ini akanmengenai bagian posterior perineum dan akhirnya akan terdorong ke jaringan perineum. Tetapi, pada sat kepala menekan lorong panggul, ada dua kekuatan yang bekerja. Pertama, yang diberikan uterus, bekerja lebih ke posterior, dan kedua yang ditimbulakn oleh dasar panggul yang resisten dan simfisis, bekerja lebih ke anterior. Resultan gayanya mengarah ke muara vulva, dan dengan demikian menyebabkan ekstensi. Dengan bertambahnya distensi perineum dan muara vagina, secaraberangsurangsur makin banyak bagian oksiput yang terlihat. Kepala dilahirkan melalui ekstensi lebih lanjut ketika oksiput, bregma, dahi, hidung, mulut, dan akhirnya dagu berhasil melewati tepi anterior perineum. Segera setelah kepala lahir, kepala jatuh ke bawah dan dagu terletak diatas daerah anus ibu.

6. Rotasi luar Kepala yang sudah dilahirkan selanjutnya mengalami pemulihan. Jika oksiput pada mulany amengarah ke kiri, bagian ini akan berotasi kea rah iri tuberositas iskhii kiri. Kemalinya kepala ke posisi oblikdiikuti dengan diselesaikannya rotasi luar ke posisi lintang, suatu gerakan yang sesuai dengan rotasi badan janin, yang berfungsi membawa diameter biakromionnya berhimpit dengan diameter anteroposterior pintu bawah
14

panggul. Dengan demikian, satu bahu akan terletak anterior di belakang simfisis dan yang lainnya di posterior. Gerakan ini tampaknya dihasilkan oleh factor-faktor panggul yang sama seperti yang menyebabkan rotasi dalam kepala. 7. Ekspulsi Hamper segera setelah rotasi luar, bahu depan akan tampak dibawah simfisis pubis, dan perineum segera teregang oleh bahu belakang. Setelah kedua bahu tersebut lahir, sisa badan bayi lainnya akan segera terdorong ke luar.

15

Kala III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban(Jaringan Nasional). Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali dari sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan pengeluaran (plasenta). Dalam waktu - 1 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit stelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100200 cc. ((Cunningham) Pada Kala II persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran rongga tempat melekatnya plasenta. Karena tempat perlekatan ini semakin mengecil, sedangkan plasenta

16

tidak berubah, maka plasenta akan terlipat, menebal kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uteus atau ke dalam vagina. (Cunningham) Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini: Perubahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah ke sisi kanan). Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld). Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul di belakang plasenta membantu mendorong plasenta keluar dan dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas. (Winkjosastro)

Kala IV
Kala IV adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan plasenta lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir 2 jam setelah itu. Pada Kala IV dipantau: (Winkjosastro, Cunningham) Tekanan darah ibu Nadi Temperatur Tinggi fundus Kontrkasi uterus Kandung kemih
17

Perdarahan (1,5) Pemantauan Kala IV ini cukup penting terutama untuk menilai deteksi dini resiko atau persiapan penolong mengantisipasi perdarahan pasca persalinan. Pemantauan Kala IV dilakukan setiap 15 menit dalam 1 jam pertama setelah melahirkan dan setiap 30 menit pada jam berikutnya. Pada Kala IV dilakukan iniasiasi menyusui dini. (Winkjosastro, Cunningham)

18

Batasan Persalinan Normal

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. (5) Partus biasa (normal) disebut juga partus spontan, adalah proses lahirnya bayi pada Letak Belakang Kepala (LBK) dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Mochtar).

Persalinan normal merupakan sebuah proses berkelanjutan yang terbagi menjadi 3 tahap, yaitu(Decherny): 1. Tahap pertama persalinan adalah interval antara onset persalinan dan serviks membuka lengkap 2. Tahap kedua adalah interval antara pembukaan lengkap serviks dan kelahiran bayi 3. Tahap ketiga adalah periode antara kelahiran bayi dan lahirnya plasenta.

Lama waktu yang diperlukan untuk tahap pertama persalinan pada primipara bervariasi antara 6-18 jam, sedangkan pada multipara sekitar 2-10 jam. Kecepatan pembukaan serviks selama fase aktif adalah 1,2 cm per jam pada kehamilan pertama dan 1,5 cm per jam pada kehamilan yang berikutnya. Durasi tahap kedua adalah 30 menit sampai 3 jam pada primipara dan 5-30 menit pada multipara. Untuk primi- maupun multipara durasi tahap ketiga berkisar 030 menit untuk semua kehamilan(Decherny) Kriteria persalinan normal oleh Friedman(Winkjosastro)): 1. Persalinan tanpa disproporsi fetopelvik 2. Tidak ada kehamilan ganda 3. Tidak sedang diobati dengan sedasi berat
19

4. Tidak mendapatkan analgesia konduksi, oksitosin atau intervensi operatif

20

Diagnosis Persalinan

Beberapa minggu menjelang persalinan, intensitas Braxton Hicks contraction semakin meningkat. Pada masa masa itu terjadi pembentukan segmen bawah uterus untuk mengakomodasi bagian terendah janin. (jarnas) 1. Tanda dan gejala pasti inpartu (true labor): Penipisan dan pembukaan serviks Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal dua kali dalam 10 menit) Cairan lender bercampur darah (show) melalui vagina. 2. Tanda false labor: Kontraksi uterus iregular Tidak terdapat show Tidak terjadi dilatasi dan pendataran servik Rasa nyeri terutama di bagian bawah abdomen Rasa nyeri hilang dengan pemberian sedasi Tabel 1. Karakteristik Persalinan Palsu (false labor) dan Persalinan Asli (True Labor)(Guyton) Karakteristik Persalinan Asli Persalinan Palsu Kontraksi Irama Interval Intensitas Rasa tidak nyaman Lokasi Penggunaan Sedasi Dilatasi Serviks Punggung dan perut Tidak berpengaruh Ya Abdomen bagian bawah Biasanya akan menghilang Tidak Reguler Berangsur-angsur memendek Berangsur-angsur meningkat Ireguler Tidak berubah Tidak berubah

1.1.1. Diagnosis tahap dan fase dalam persalinan


21

Tabel 2. Diagnosis kala dan fase persalinan (syaifuddin) Gejala dan tanda Serviks belum berdilatasi Serviks berdilatasi kurang dari 4 cm Serviks 4-9 cm - Kecepatan pembukaan 1 cm atau lebih per jam - Penurunan kepala Serviks membuka lengkap (10 cm) - Penurunan kepala berlanjut - Belum ada keinginan untuk meneran Serviks membuka lengkap (10 cm) - Bagian terbawah telah mencapai dasar panggul - Ibu meneran Identifikasi presentasi dan posisi janin

Kala

Fase

Persalinan palsu/belum in partu I I Laten Aktif Awal (nonekspulsif) Akhir (ekspulsif)

II

II

Dapat dilakukan pemeriksaan Leopold untuk memperoleh informasi tentang letak janin berdasarkan acuan punggung/sumbu panjang ibu (longitudinal atau transversal), presentasi janin pada pintu panggul (kepala atau bokong), letak punggung janin, mengetahui masuknya bagian terendah janin ke dalam pelvis ibu, dan seberapa jauh penurunannya(cunningham n Mochtar) a. Leopold I/Manuver Pertama (Kutub Atas/Upper Pole) Palpasi dengan menggunakan ujung jari untuk menentukan tinggi fundus uteri dan menentukan bagian fetus yang berada pada kutub atas fundus uteri tersebut(Cunningham)).

b. Leopold II/Manuver Kedua (Sisi Samping Abdomen Ibu)


22

Kedua tangan pemeriksa masing-masing diletakkan pada sisi samping kiri dan kanan abdomen ibu. Tujuannya untuk menentukan batas samping uterus kanan dan kiri, serta menentukan letak punggung janin. Pada letak lintang, untuk mengetahui janin(Cunningham) posisi kepala

c. Leopold III/Manuver Ketiga (Kutub Bawah/Lower Pole) Bertujuan untuk menentukan apa yang menjadi bagian terbawah janin dan apakah bagian terbawah janin ini sudah atau belum masuk ke dalam pintu atas

panggul(Cunningham)

d. Leopold IV/Manuver Keempat Dengan menggunakan kedua tangan, melakukan palpasi pada tepi atas simfisis menentukan bagian terbawah janin. Setelah itu, menentukan berapa jauh sudah masuk ke pintu atas panggul(Cunningham)).

23

Posisi Posisi merupakan indikator untuk menetapkan arah bagian terbawah janin apakah sebelah kanan, kiri, depan, atau belakang terhadap sumbu ibu (maternal-pelvis). Misalnya pada letak belakang kepala ubun-ubun kecil kiri depan, ubun-ubun kecil kanan belakang(Mochtar). a) Letak belakang kepala (LBK). Indikator : ubun-ubun kecil (uuk) b) Presentasi dahi. Indikator : teraba dahi dan ubun-ubun besar (uub) c) Presentasi muka. Indikator : dagu (mento) d) Presentasi Bokong. Indikator : sakrum e) Letak lintang Menurut posisi kepala : Kepala di kiri Kepala di kanan Menurut arah punggung : Punggung depan (dorso-anterior) Punggung belakang (dorso-posterior) Punggung atas (dorso-superior) Punggung bawah (dorso-inferior) Presentasi bahu (skapula) : Bahu kanan Bahu kiri Tangan menumbang : Tentukan apakah tangan kiri atau tangan kanan Indikator adalah ketiak :
24

(*) ketiak menutup/membuka ke kanan (*) ketiak menutup/membuka ke kiri

Presentasi Presentasi digunakan untuk menentukan bagian janin yang ada di bagian terbawah rahim (Mochtar). Presentasi kepala berbentuk bulat, teraba keras, berbatas tegas, dan mudah digerakkan (bila belum masuk rongga panggul) Presentasi bokong bentuknya kurang tegas, teraba kenyal, relatif lebih besar, dan sulit terpegang secara mantap

Menentukan penurunan bagian terbawah janin Penurunan bagian terbawah janin dengan metode lima jari (perlimaan) adalah(jarnas) 5/5 jika bagian terbawah janin seluruhnya teraba di atas simfisis pubis 4/5 jika sebagian (1/5) bagian terbawah janin telah memasuki pintu atas panggul 3/5 jika sebagian (2/5) bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul 2/5 jika hanya sebagian dari bagian terbawah janin masih berada di atas simfisis dan (3/5) bagian telah turun melewati bidang tengan rongga panggul (tidak dapat digerakkan 1/5 jika hanya 1 dari 5 jari masih dapat meraba bagian terbawah janin yang berada di atas simfisis dan 4/5 bagian telah masuk ke dalam rongga panggul 0/5 jika bagian terbawah janin sudah tidak dapat diraba dari pemeriksaan luar dan seluruh bagian terbawah janin sudah masuk ke rongga panggul.

25

Manajemen Persalinan Normal

Dasar asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. (Wnkjo,

Cunningham,Jarnas,Mochtar)

Manajemen persalinan Kala I


Pemeriksaan fisik umum yang belum dilakukan harus diselesaikan sesegera mungkin setelah pasien masuk rawat inap. Yang paling baik, seorang dokter dapat membuat kesimpulan tentang normalnya kehamilan tersebut apabila semua pemeriksaan, termasuk tinjauan ulang rekan medis dan laboratium, sudah dilaksanakan. Sebuah rencana yang rasional untuk memantau persalinan kemudian dapat ditegakkan berdasarkan kepentingan janin dan ibunya. (jarnas) Pemantauan kesejahteraan janin selama persalinan. Frekuensi, intesitas, dan lamanya kontraksi uterus, serta respons denyut jantung janin terhadap kontraksi tersebut harus diperhatikan benar. Aspek-aspek ini dapat dievaluasi dengan tepat dalam urutan yang logis. (jarnas) Frekuensi Denyut Jantung Janin. Frekuensi denyut jantung janin dapat diketahui dengan stetoskop yang sesuai atau salah satu di antara berbagai macam alat ultrasonik Doppler. Perubahan frekuensi denyut jantung janin yang kemungkinan besar berbahaya bagi janin hampir selalu dapat ditemukan setelah kontraksi uterus. Karena itu, jantung janin wajib diperiksa dengan auskultasi segera setalah terjadi kontraksi. Untuk menghindari kebingungan antara kerja jantung ibu dan janinnya, denyut nadi ibunya hendaknya dihitung pada saat menghitung frekuensi denyut jantung janin. Bila tidak, takikardia ibu mungkin disalahartikan sebagai frekuensi denyut jantung janin normal. (jarnas) Resiko, bahaya, atau gawat janin dicurigai apabila frekuensi denyut jantung janin yang diukur segera setelah kontraksi berulang kali berada di bawah 110 kali per menit. Gawat janin sangat mungkin terjadi apabila denyut jantung terdengar kurang dari 100
26

denyut per menit sekalipun ada perbaikan hitung detak jantung menjadi 110 sampai 160 denyut per menit sebelum kontraksi berikutnya. Perhitungan jumlah denyutan dilakukan dengan menghitung denyut jantung selama 5 detik dan 5 detik istirahat. Yang dihitung adalah 5 detik pertama, ketiga dan kelima. Pada 5 detik pertama, ketiga dan kelima dijumlahkan dan hasilnya dikalikan dengan 4 untuk mempresentasikan denyut jantung janin selama satu menit. (jarnas) Kontraksi uterus. Dengan melakukan penekanan ringan oleh telapak tangan diatas uterus, pemeriksa dapat menentukan waktu dimulainya kontraksi. Intensitas kontraksi diukur berdasarkan derajat ketegangan yang dicapai uterus. Pada puncak kontraksi efektif, jari atau ibu jari tangan tidak dapat menekan uterus. Selanjutnya, dicatat waktu ketika kontraksi tersebut menghilang. Urutan ini diulangi untuk mengevaluasi frekuensi, durasi, dan intensitas kontraksi uterus. (jarnas)

Frekuensi minimal penilaian dan intervensi dalam persalinan normal(Saifuddin) Parameter Tekanan darah Suhu badan Nadi Denyut jantung janin Kontraksi Pembukaan serviks Penurunan Frekuensi pada fase laten Setiap 4 jam Setiap 4 jam Setiap 30-60 menit Setiap 30 menit Setiap 30 menit Setiap 4 jam* Setiap 4 jam* Frekuensi pada fase aktif Setiap 4 jam Setiap 2 jam Setiap 30-60 menit Setiap 30 menit Setiap 30 menit Setiap 4 jam* Setiap 4 jam*

Ket : *dinilai pada setiap pemeriksaan dalam. Apabila ibu menunjukkan tanda atau gejala komplikasi atau perubahan kondisi, penilaian harus dilakukan lebih sering.

Untuk memantau kemajuan kala I persalinan bisa digunakan partograf. Hal-hal yang perlu dicatat dari hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan adalah(jarnas) 1. Informasi tentang ibu a. Nama, umur
27

b. Gravida, para, abortus c. Nomor catatan medik d. Tanggal dan waktu mulai dirawat e. Waktu pecahnya selaput ketuban 2. Kondisi Janin a. DJJ b. Warna dan adanya air ketuban c. Penyusupan (molase) kepala janin 3. Kemajuan Persalinan a. Pembukaan serviks b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin c. Garis waspada dan garis bertindak 4. Jam dan waktu a. Waktu mulainya fase aktif persalinan b. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian 5. Kontraksi uterus a. Frekuensi kontraksin dalam waktu 10 menit b. Lama kontraksi (dalam detik) 6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan a. Oksitosin b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan 7. Kondisi Ibu a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh b. Urin (volume, aseton, protein)

Kemajuan Persalinan dalam Kala I 1. Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang cukup baik pada persalinan kala I(Saifuddin): a. Kontraksi teratur yang progresif dengan peningkatan frekuensi dan durasi b. Kecepatan pembukaan serviks paling sedikit 1 cm per jam selama persalinan fase aktif (dilatasi serviks berlangsung atau ada di sebelah kiri garis waspada) c. Serviks tampak dipenuhi oleh bagian bawah janin
28

2. Temuan berikut menunjukkan kemajuan yang kurang baik pada persalinan kala I(Saifuddin): a. Kontraksi yang tidak teratur dan tidak sering setelah fase laten b. ATAU kecepatan pembukaan serviks lebih lambat dari 1 cm per jam selama fase aktif persalinan (dilatasi serviks berada di sebelah kanan garis waspada) c. ATAU serviks tidak dipenuhi oleh bagian bawah janin

Posisi ibu selama persalinan. Ibu yang dalam proses bersalin tidak perlu berbaring di tempat tidur pada awal persalinan. Sebuah kursi yang nyaman mungkin lebih bermanfaat secara psikologis. Di tempat tidur, ibu hendaknya diperbolehkan mengambil posisi yang rasanya enak, paling sering adalah berbaring miring. Ibu tidak harus ditahan pada posisi terlentang. (jarnas)

29

Manajemen persalinan Kala II


Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah spontan, ketuban harus dipecahkan (amniotomi). Kadangkadang pada permulaan kala II ini wanita tersebut ingin muntah disertai rasa ingin mengedan kuat. His akan timbul lebih sering dan merupakan tenaga pendorong janin. Disamping his, wanita tersebut harus dipimpin meneran (untuk membuat kontraksi dinding abdomen dan diafragma menekan uterus) pada waktu his. Di luar his denyut jantung janin harus sering diawasi. Ada 2 cara mengedan : 1. Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala sedikit diangkat, sehingga dagu mendekati dada dan ia dapat melihat perutnya. 2. Sikap seperti di atas, tetapi badan dalam posisi miring ke kanan atau kiri tergantung pada letak punggung anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki yang berada di atas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis. Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi kanan wanita tersebut. Bila kepala janin telah sampai pada dasar panggung, vulva mulai membuka. Kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih tinggi, sedangkan anus mulai membuka. Perineum ditahan dengan tangan kanan sebaiknya dengan kassa steril, bila tidak ditahan akan robek (Ruptura perinei). (winkjosastro, jarnas) Episiotomi dilakukan pada saat perineum tipis dan kepala tidak masuk kembali ke dalam vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion, sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat. Dengan demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan.

Pada Kala II dilakukan: Ibu dipimpin untuk mengejan, perineum mulai terbuka dan kepala bayi tampak di vulva. Saat his ibu diminta untuk menarik napas dan mengejan dengan kekuatan penuh. Lahirkan kepala bayi dengan menahan perineum dan tangan kanan mendorong kepala bayi ke arah kranial. Saat kepala bayi lahir, bersihkan mulut dan hidung.
30

Kepala bayi dibantu dengan putaran paksi luar. Jika tali pusat melilit kepala bayi: Kendor: longgarkan dan bebaskan tali pusat dengan bantuan jari penolong. Ketat: jepit tali pusat dengan 2 buah klem di 2 tempat dan dipotong pada antara 2 klem tersebut. Lahirkan bayi dengan mengeluarkan bahu depan terlebih dahulu dengan tangan memegang kepala bayi dengan tangan memegang kepala bayi secara biparietal dan kemudian mengeluarkan bahu belakang. Setelah seluruh badan dikeluarkan, bayi diletakkan pada kain steril di perut ibu. Tentukan nilai APGAR (appearance, pulse rate, grimace, activity, respiration). Jika perlu dilakukan resusitasi. Sesegera mungkin lakukan pembersihan jalan napas. Potong tali pusat dengan menjepit 2 buah klem 5 cm dari perut bayi (winkjosastro, jarnas)

31

Penatalaksanaan Fisiologis Kala II(jarnas)


Tanda pasti persalinan kala II : - Pembukaan serviks lengkap - Kepala janin terlihat dari introitus vagina

Dorongan spontan untuk meneran?

Ya

Tidak

Anjurkan perubahan posisi Lakukan stimulasi puting susu Minta ibu mengosongkan kandung kemihnya Anjurkan untuk minum Nilai DJJ, kontraksi dan tanda-tanda vital Evaluasi dalam 60 menit

Lanjutkan dengan penatalaksanaan fisiologis : - Pecahkan selaput ketuban bila belum pecah - Anjurkan untuk mulai meneran - Nilai DJJ, kontraksi, tanda-tanda vital, kandung kemih secara rutin - Anjurkan untuk minum - Anjurkan perubahan posisi

Dorongan untuk meneran?

Ya Bayi lahir dalam 60 menit pada multipara atau 120 menit pada primipara

Tidak Ya Tidak

Lakukan : - Manajemen aktif kala III - Asuhan bayi baru lahir

Rujuk segera

Ya

Tidak

- Bimbing ibu untuk meneran saat kontraksi - Anjurkan untuk minum - Anjurkan perubahan posisi - Lakukan stimulasi puting susu - Nilai DJJ setiap 5-10 menit

Bayi lahir dalam 60 menit (atau kelahiran bayi akan segera terjadi)

32

Manajemen persalinan Kala III


Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah Kala III persalinan persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. (winkjosastro, jarnas) Manajemen aktif Kala III terdiri dari tiga langkah utama: a) Pemberian suntikan oksitosin Pastikan tidak ada bayi lain. Suntikan oksitosin 10 unit IM pada 1/3 bagian atas paha bagian luar. Oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah. Jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi putting susu atau menyuruh ibu untuk menyusui segera, hal ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Dilakukan pemotongan terhadap tali pusat janin. Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk inisiasi menyusu dini dan kontak kulit dengan ibu. b) Melakukan penegangan tali pusat terkendali Berdiri di samping ibu Bila plasenta belum lepas tunggu hingga uterus berkontraksi kembali untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali. Saat mulai kontraksi (uterus membulat dan tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergeraj ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan. Setelah plasenta terlepas anjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai. Segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu.
33

Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk meletakkan dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembut putar plasenta hingga sehingga selaput ketuban terpilin menjadi satu. Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban. Melahirkan plasenta dan selaputnya dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir. Jika selaput ketuban robek dan tertinggal di jalan lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.

c) Masase fundus uteri

Manajemen persalinan Kala IV


Plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat hendaknya diperiksa kelengkapannya dan kelainan kelainan yang ada. Satu jam segera setelah kelahiran plasenta adalah masa kritis dan disebut oleh beberapa ahli obstetri sebagai persalinan Kala IV. (Cunningham) Hal ini dimasudkan agar dokter, bidan, atau penolong persalinan masih mendampingi wanita selesainya bersalin, sekurang kurangnya 1 jam postpartum. Dengan cara ini diharapkan kecelakaan kecelakaan karena perdarahan postpartum dapat dikurangi atau dihindarkan. Sekalipun diberikan oksitosin, perdarahan postpartum akibat atonia uterus paling mungkin terjadi pada saat ini (satu jam setelah plasenta lahir lengkap). Uterus harus sering diperiksa selama masa ini. Demikian pula, daerah perineum harus sering diperiksa untuk mendeteksi perdarahan yang banyak. (winkjosastro)

34

Setelah plasenta lahir(jarnas) a. Lakukan rangsangan taktil (masase) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat. b. Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan anda secara melintang dengan pusat sebagai patokan. c. Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan. Dengan melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut Cara lain adalah dengan melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500 ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml) d. Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi atau episiotomi) perineum Nilai perluasan laserasi perineum

35

Gambar5. Derajat keparahan laserasi perineum(Cunningham) e. Evaluasi keadaan umum ibu, meliputi : Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan darah yang keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua kala empat. Masase uterus untuk membuat kontraksi uterus menjadi baik setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua kala empat Pantau temperatur tubuh setiap jam selama 2 jam pertama post partum Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua pada kala IV Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan jumlah darah yang keluar dan bagaimana melakukan masase jika uterus menjadi lembek Selesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir Pastikan bahwa bayi sudah disusukan Ajarkan ibu dan keluarganya untuk mencari asuhan segera bagi tanda-tanda bahaya berikut termasuk(jarnas)): Demam Perdarahan aktif Banyak keluar bekuan darah Bau busuk dari vagina Pusing Lemas luar biasa
36

Penyulit dalam menyusukan bayinya Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi biasa

37

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Langkah melakukan inisiasi menyusui dini (IMD) (jarnas) 1. Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam. 2. Bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusu serta member bantuan jika diperlukan. 3. Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi baru lahir hingga inisiasi menyusu selesai dilakukan, prosedur tersebut seperi: menimbang, pemberian antibiotika salep mata, vitamin K1 dan lain-lain.

Prinsip menyusui/pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan secara ekslusif. Segera setelah bayi lahir dan tali pusat diikat, tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi bersentuhan langsung ke kulit ibu. Biarkan kontak kulit ke kulit ini berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan sampai bayi dapat menyusu sendiri. Bayi diberi topi dan diselimuti ayah atau keluarga dapat member dukungan dan membantu ibu selama proses ini. Ibu diberi dukungan untuk mengenali saat bayi siap untuk mengenali saat bayi untuk menyusu, menolong bayi jika diperlukan. (jarnas)

Keuntungan / manfaat inisiasi dini (5)


1. Keuntungan kontak kulit untuk bayi a. Optimalisasi fungsi hormonal ibu dan bayi b. Kontak kulit ke kulit dan IMD akan: Menstabilkan pernapasan Mengendalikan suhu tubuh bayi Memperbaiki pola tidur bayi yang lebih baik
38

Mendorong keterampilan bayi untuk menyusu yang lebih cepat dan efektif Bilirubin akan lebih cepat normal dan mengeluarkan mekonium lebih cepat, sehingga menurunkan kejadian ikterus BBL Kadar gula dan parameter biokimia lain yang lebih baik selama beberapa jam pertama hidupnya.

2. Keuntungan kontak kulit untuk ibu Merangsang produksi oksitosin dan prolaktin pada ibu: Oksitosin: Stimulasi kontrkasi uterus dan menurunkan resiko perdarahan pasca persalinan Merangsang pengeluaran kolostrum dan meningkatkan produksi ASI Keuntungan dan hubungan mutualistik antara ibu dengan bayi Ibu menjadi lebih tenang, fasilitasi kelahiran plasenta dan pengalihan rasa nyeri dari berbagai prosedur pasca persalinan lainnya. Prolaktin: Meningkatkan produksi ASI Membantu ibu mengatasi stress terhadap berbagai rasa yang kurang nyaman Member efek relaksasi kepada ibu setelah bayi menyusu Menunda ovulasi

3. Keuntungan IMD untuk bayi Makanan dengan kualitas dan kuantitas optimal. Mendapatkan kolostrum segera, disesuaikan dengan kebutuhan bayi Segera memberikan kekebalan pasif kepada bayi. Kolostrum adalah imunisasi pertama bagi bayi Meningkatkan kecerdasan Membantu bayi mengkoordinasikan kemampuan isap dengan kemampuan bernapasnya Meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu-bayi Mecegah kehilangan panas

39

4. Memulai menyusu dini akan: Mengurangi 22% kematian bayi berusia 28 hari ke bawah Meningkatkan keberhasilan menyusui secara efektif dan lamanya bayi disusui Merangsang produksi ASI Memperkuat refleks menghisap bayi. Refleks menghisap awal pada bayi paling kuat dalam beberapa jam pertama setelah lahir.

40

Daftar Pustaka
(1)

Winkjosastro, H. 2009. Prawirohardjo.

Ilmu Kebidanan.

Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

(2)

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall edisi 11 . Jakarta. EGC

(3)

Pitkin, Joan, et al. 2003. Obstetrics and gynaecology an Illustrated colour Text. Churchill Livingstone. London

(4)

Cunningham, et. al. 2010. Williams Obstetrics, Twenty-Third Editions. USA: McGraw-Hill. Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal; Asuhan Esensial, Pencegahan Dan Penanggulangan Segera Komplikasi Persalinan Dan Bayi Baru Lahir Revisi 5. Jakarta. DEPKES

(5)

(6)

Mochtar, R. 1991. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi-Obstetri Patologi I, ed-2. Jakarta. EGC

41

Anda mungkin juga menyukai