Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

MULTIPLE SCLEROSIS

Pembimbing dr. Hj. Mutia Sinta, Sp. S dr. Dwi Kusumaningsih, Sp. S

Oleh: Maulan saputra Ayu Rahimah Ayu Wulan Sari J500080112 J500080094 J500080070

Yeni Nur Ikwal M J500080093 Titin Prihatini J500080037

STASE ILMU PENYAKIT SARAF RSUD DR. HARJONOPONOROGO FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah Multiple sclerosis (MS) pertama kali ditemukan pada tahun 1882 oleh Sir Agustus Deste dari Inggris, akan tetapi Cruveilhier & Charcot memberi gambaran lebih terperinci tentang adanya plak dan sclerosis pada susunan saraf pusat. Secara global, diperkirakan prevalensi rata-rata multiple sclerosis adalah 30 per 100 000. Secara regional, prevalensi diperkirakan rata-rata multiple sclerosis adalah terbesar di Eropa (80 per 100 000), diikuti oleh Mediterania Timur (14,9), Amerika (8.3), Pasifik Barat (5), Asia Tenggara (2,8), dan Afrika (0,3). 1, 2 Multiple sklerosis merupakan salah satu gangguan neurologis yang paling sering menyerang orang pada usia muda. Gejala jarang muncul sebelum usia 15 tahun atau setelah usia 60 tahun. Multiple sklerosis ditandai dengan timbulnya destruksi bintik mielin yang meluas diikuti oleh gliosis pada susbtansia alba susunan saraf pusat. Ciri khas perjalanan multiple sklerosis adalah serangkaian serangan terbatas yang menyerang bagian susunan saraf pusat yang berlainan. Masing-masing serangan kemudian akan memperlihatkan beberapa derajat pengurangan, namun keseluruhan gambaran adalah suatu keadaan yang makin memburuk.1 Penyakit ini lebih sering ditemukan pada area dengan suhu sedang dibandingkan daerah iklim tropis. Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki (1,5:1). Penyakit dapat terjadi pada segala usia, walaupun onset pertama jarang terjadi pada anak-anak dan orang usia lanjut. Biasanya usia munculnya gejala antara 20-40 tahun. 3 Multiple sklerosis termasuk penyakit-penyakit demielinisasi. Di dalam susunan saraf sentral terjadi daerah-daerah yang mengalami demielinisasi. Gejala-gejalanya hilang timbul dalam serangan-serangan dan tiap serangan meninggalkan cacat. Gejala-gejala neurologis tergantung dari

bagian yang mengalami kerusakan. Karena keadaan alergi juga dapat menimbulkan demielinisasi dalam susunan saraf sentral (vaksinasi terhadap cacar, pengobatan anti-rabies), orang menduga bahwa multipel sklerosis juga merupakan penyakit auto-immune.4 B. Tujuan Referat ini ditulis bertujuan untuk memahami definisi, etiologi, patogenesis, klasifikasi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan dan prognosis dari multiple sclerosis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Multiple sclerosis adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang yang menyerang daerah substansia alba dan merupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya dapat disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses autoimun. Focal lymphocytic infiltration atau sel T bermigrasi keluar dari lymph node ke dalam sirkulasi menembus sawar darah otak (blood brain barrier) secara terus-menerus menuju lokasi dan melakukan penyerangan pada antigen myelin pada sistem saraf pusat seperti yang umum terjadi pada setiap infeksi. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi, kerusakan pada myelin (demielinisasi), neuroaxonal injury, astrogliosis, dan proses degenerative. 1 B. Epidemiologi Menurut National Multiple Sclerosis Society, kira-kira 400,000 orang Amerika tercatat menderita MS, dan pada setiap minggunya sekitar 200 orang didiagnosis MS. Di seluruh dunia, MS mungkin diderita 2.5 juta individu. Umumnya serangan terjadi dalam dekade ketiga dan keempat, walaupun penyakit ini bisa mulai dalam masa kanak-kanak dan juga di atas usia 60 tahun. Secara keseluruhan, MS terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki, dengan perbandingan adalah kira-kira 2:1. 5 Multipel sklerosis lebih sering ditemukan pada daerah dengan suhu sedang dibandingkan dengan daerah iklim tropis. Perbedaan etnis pada insidensi penyakit merupakan argumen kerentanan genetik terhadap kondisi ini.Akan tetapi, variasi geografis juga memperlihatkan peran faktor lingkungan, misalnya virus. Hal ini terutama terlihat dari epidemi

munculnya multipel sklerosis, misalnya pada Kepulauan Faroe dan Islandia. Terdapat juga bukti bahwa orangyang dilahirkan pada daerah yang berisiko tinggi untuk multipel sklerosis akan membawa risiko tersebut jika mereka pindah ke daerah dengan risiko rendah dan sebaliknya, tetapi hanya jika perpindahan terjadi pada usia remaja. Hal ini menunjukkan bahwa virusyang berdasarkan hipotesis bekerja pada dekade pertama atau kedua kehidupan.3 Multipel sklerosis jarang terjadi pada khatulistiwa dan garis lintang 3035 utara dan selatan. Pada umumnya multipel sklerosis meningkat secara proporsional dengan meningkatnya jarak dari garis katulistiwa. Tidak ada penjelasanyang memuaskan mengenai peristiwa ini, walaupun variabel tertentu telah diteliti. Hal ini karena meliputi faktor-faktor lingkungan, seperti iklim, kelembaban, resistensi pada virus tertentu, konsumsi susu sapi. 5

Multiple sklerosis secara dominan menyerang orang kulit putih, informasi terakhir cenderung menunjukkan bahwa multiple sklerosis adalah suatu penyakit bawaan dan mungkin dapat ditularkan. Adanya bukti bahwa hubungan antara HLA system (Human Leukocyte Antigen) dan multiple sklerosis menunjukkan suatu kerentanan genetis terhadap penyakit itu. 6

C. Etiologi Penyebab dari multiple sclerosis tetap tidak diketahui, walaupun kegiatan penelitian dibidang ini sudah banyak dilakukan. Hipotesis yang tidak terhitung banyaknya sudah diajukan. Sebagian besar multiple sclerosis di Eropa adalah tipe HLA-A3, B7, DW2 dan DR2. Selama serangan akut, jumlah sel-sel supresor dalam darah perifer berkurang. Penelitian eksperimental mendukung teori dari infeksi slow virus atau reaksi autoimun. Walaupun titer campak yang meningkat sering terdapat pada pasien multiple sclerosis, tetapi virus campak tidak dapat dianggap sebagai virus yang bertanggung jawab untuk penyakit ini. Patogenesis dari multiple sclerosis sebagian komplemen dan sebagian berlawanan dengan mekanisme autoimun, teori ini didukung oleh model percobaan ensefalomielitis alergika eksperimental pada binatang. Pada tahun-tahun terakhir ini, perjalanan penyakit yang berulang telah ditemukan pada binatang percobaan. Suatu sensitisasi yang terlambat terhadap protein sensefalitogenik dari SSP telah diperlihatkan terjadi melalui reaksi imun seluler. Limfosit yang tersensitisasi merupakan karier yang paling penting dari proses ini.7 Peran mekanisme imun pada patogenesis multiple sclerosis didukung beberapa temuan, seperti adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan hubungan kondisi ini dengan gen spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor (major histocompatibility, MHC). Banyak gangguan autoimun yang ternyata berhubungan dengan kelompok gen ini.1 Hubungan dengan MHC merupakan salah satu bukti pengaruh komponen genetik dalam etiologi multiple sclerosis, begitu pula adanya kasus pada keluarga, dan temuan peningkatan kejadian pada kasus kembar identik (monozigot) dibandingkan kembar nonidentik (dizigot). Akan tetapi, belum ditemukan gen tunggal yang penting untuk terjadinya multiple sclerosis.8 Fokal area dari destruksi mielin di dalam multiple sclerosis terjadi dengan latar belakang suatu proses radang yang didominasi oleh penyusupan dari T-limfosit, hematogen makrofag,

aktivasi dari lokal mikroglia, dan adanya sedikit B-limfosit atau sel-sel plasma. Proses peradangan ini berhubungan dengan peningkatan berbagai cytokines di dalam lesi multiple sclerosis, mencakup interleukin1,2,4,6,10,12, gamma-interferon (c-IFN), tumor necrosis alfa factor (TNFa), dan transforming growth beta faktor (TGF-b).3 D. Patogenesis 1,2 Penyebab multiple sclerosis belum diketahui, saat ini seluruh dunia masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab pasti penyakit multiple sclerosis. Kerusakan myelin pada multiple sclerosis mungkin terjadi akibat respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh terutama focal lymphocytic infiltration (sel T secara terus-menerus bermigrasi menuju lokasi dan melakukan penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap infeksi). Sitem kekebalan tubuh ini seharusnya melindungi tubuh dari serangan organisme berbahaya (bakteri dan virus). Banyak jenis multiple sclerosis yang menampakkan gejala penyakit kekebalan tubuh, dimana tubuh menyerang sel-sel dan jaringan-jaringannya sendiri (dalam kasus multiple sclerosis, yang diserang adalah Myelin). Satu teori menyebutkan bahwa virus, yang mungkin sudah menetap lama dalam tubuh, mungkin memainkan peranan penting dalam perkembangan penyakit ini dan mungkin mengganggu sistem kekebalan atau secara tidak langsung mengubah proses sistem kekebalan tubuh. Banyak penelitian yang sudah mencoba mengidentifikasi virus multiple sclerosis. Ada satu dugaan bahwa kemungkinan tidak ada virus multiple sclerosis, melainkan hanya ada virus-virus biasa, seperti virus campak ( rubella ) dan herpes, yang menjadi pemicu timbulnya penyakit multiple sclerosis. Pada penderita multipel sklerosis ternyata serum dan cairan serebrospinal mengandung berbagai antibodi campak serta ada bukti yang menyatakan bahwa zat anti tersebut dihasilkan dalam otak. Virus-virus ini mengaktifkan sel darah putih (limposit) dalam aliran darah menuju ke otak dengan melemahkan mekanisme pertahanan

otak (yaitu substansi yang melindungi darah atau otak). Kemudian, di dalam otak, sel-sel ini mengaktifkan unsur-unsur lain dari sistem kekebalan tubuh dengan satu cara yang pada akhirnya membuat sel-sel tersebut menyerang dan menghancurkan myelin. Pada awalnya, setiap peradangan yang terjadi berangsur menjadi reda sehingga memungkinkan regenerasi selaput mielin. Pada saat ini, gejala awal multiple sclerosis masih berupa episode disfungsi neurologis yang berulang kali membaik. Walaupun demikian, dengan berselangnya waktu, sitokina yang disekresi oleh sel T akan mengaktivasi sejumlah mikroglia, dan astrosit sejenis fagosit yang bermukim pada jaringan otak dan sumsum tulang belakang, dan menyebabkan disfungsi sawar otak serta degenerasi saraf kronis yang berkelanjutan. Kerusakan myelin (demyelinasi) menyebabkan gangguan kemampuan serabut syaraf untuk menghantarkan pesan ke dan dari otak. Lokasi terjadinya kerusakan myelin (plak atau lesi) tampak seperti area (parut/luka) yang mengeras: pada multiple sclerosis, parut-parut/luka-luka ini tampak pada otak dan tulang belakang. Penyebab lain multiple sclerosis belum diketahui, saat ini seluruh dunia masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab pasti penyakit multiple sclerosis. Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus pada keluarga diakibatkan oleh predisposisi genetik (tidak terdapat pola herediter) atau disebabkan karena sering kontak dengan agen infeksi (mungkin virus) pads masa kanak-kanak yang entah dapat menyebabkan multipel sklerosis pads waktu mulai menginjak masa dewasa muda. Penyelidikan migrasi menunjukkan bahwa jika orang dewasa pindah dari tempat dengan risiko tinggi ke tempat dengan risiko rendah, mereka tetap mempunyai risiko tinggi untuk menderita multipel sklerosis. Tetapi jika migrasi terjadi sebelum mencapai usia 15 tahun, maka individu tersebut mempunyai risiko yang rendah sesuai dengan tempat tinggalnya yang baru. Data-data Ini sesuai dengan teori yang menyatakan virus mungkin merupakan penyebabnya dengan periode laten yang panjang

antara paparan awal dengan awitan (onset penyakit). Mekanisme kerjanya mungkin merupakan reaksi autoimun yang menyerang mielin. Penyelidikan lain mengajukan kemungkinan adanya faktor-faktor genetik sehingga ada orang-orang yang lebih rentan terhadap serangan berbagai virus yang bereaksi lambat pada Sistem saraf pusat. Virus lambat ini mempunyai masa inkubasi yang lama dan mungkin hanya berkembang dalam kaitannya dengan status imun yang abnormal atau terganggu Sklerosis ditandai dengan adanya bercak kerusakan mielin yang tersebar diikuti dengan gliosis dan substansia alba sistem persarafan. Bercak-bercak berwarna kekuning-kuningan dan keras yang ditemukan pada otopsi dipakai sebagai sumber nama penyakit ini. Sifat perjalanan penyakit merupakan serangkaian serangan pada berbagai bagian sistem saraf pusat. Setiap serangan memperlihatkan derajat remisi tertentu tetapi secara menyeluruh gambarannya adalah ke arah yang buruk.

E. Manifestasi klinis Gambaran klinis yang khas: Serangan yang berulang terjadi pada interval yang tidak teratur, dengan penyembuhan sempurna atau parsial dari tanda dan gejalanya di antara setiap serangan pada kira-kira 60% kasus. Lokasi serangan tersebar di seluruh SSP, sehingga menimbulkan gambaran klinis yang sangat bervariasi. Pada saat yang sama, tanda-tanda penyakit dapat ditemukan, yang menunjukan fokus-fokus demielinisasi pada berbagai lokasi misalnya atrofi optik disertai paraplegia. Serangan yang berturut-turut dari penyakit ini dapat menyebabkan kelainan berbagai sistem misalnya kelumpuhan okuler yang diikuti satu tahun kemudian dengan gangguan miksi.9

Manifestasi yang sering terjadi pada multipel sklerosis adalah : 1. Gangguan visual 5,9,10 Neuritis optik ( retrobulbar ) merupakan gangguan visual khas yang merupakan tanda onset multipel sklerosis. Patologi dasarnya adalah demielinisasi inflamasi pada satu atau kedua nervus optik. Gejala neuritis optik unilateral meliputi : a. Nyeri disekitar salah satu mata terutama saat mata bergerak b. Penglihatan kabur dan dapat berlanjut menjadi kebutaan total monookular c. Hilangnya penglihatan warna Selain gangguan ketajaman penglihatan dan warna, pemeriksaan dapat menunjukan : a. Diskus optikus membengkak, dan kemerahan pada funduskopi jika area demielinisasi inflamasi terletak langsung dibelakang papil nervus optikus b. Defek lapang pandang umumnya berupa skotoma sentral pada mata yang terkena c. Defek pupil aferen relative Neuritis optik biasanya akan membaik setelah beberapa minggu atau bulan, walaupun pasien tetap memiliki ganggguan penglihatan pada mata yang terkena, dan funduskopi umumnya menunjukkan diskus optikus yang pucat karena atrofi nervus optikus. Pembengkakan diskus optikus pada fase akut, jika bilateral, harus dibedakan dari edema papil yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial walaupun kadang tampak serupa. Pada edema papil, biasanya ketajaman penglihatan lebih baik, dan defek lapang pandang pada awal edema papil adalah berupa pembesaran bintik buta fisiologis. Episode neuritis optik tidak selalu menunjukkan bahwa pasien selanjutnya akan mengalami multipel sklerosis mungkin saja hanya merupakan penyakit monofasik, terutama pada anak dan jika bilateral.

Gangguan visual lainnya saat onset multipel sklerosis meliputi diplopia yang sering disertai vertigo dan mual, sehingga merupakan indikasi adanya plak batang otak. Pemeriksaan pada keadaan ini dapat menunjukkan oftalmoplegia internuklear. Dapat juga terjadi ataksia serebelar. 2. Gejala dari gangguan batang otak 5,10 Trigeminal neuralgia terjadi pada 1.5% pasien MS dan 300 kali lebih banyak terjadi dalam kelompok ini dibandingkan di dalam populasi umum. Trigeminal neuralgia, dua kali lipat terjadi bilateral dalam pasien multipel sklerosis dibandingkan di poplulasi pada umumnya. Seringkali, nyeri muncul di antara serangan paroksismal, dan bisa saja nyeri terjadi diluar dari distribusi syaraf trigeminal, kelumpuhan nerfus fasialis, atau gejala lain yang menyertai tanda gejala pada lesi pontine. MS-related trigeminal neuralgia memberikan respon terhadap pengobatan dengan prostaglandin E analog. Ketulian Mendadak atau serangan akut vertigo dapat menyerupai suatu krisis vestibular akut, bisa juga merupakan tanda dari multipel sklerosis yang kurang sering terjadi. 3. Gejala gangguan serebelar 5,10 Tanda dan gejala serebelar terdapat pada kasus. Gerakan ataksia sering kali merupakan tanda yang menonjol yang terutama mengenai gaya berjalan pasien, yang tidak hanya spesifik tetapi juga ataksik. Yang terutama berkesan dan sangat karakteristik pada multipel sklerosis adalah tremor intensi yang menyertai gerakan volunter misalnya tes jari-hidung. Tremor menunjukan suatu lesi dari nukleus dentatus yang mengenai serabut-serabut eferennya. Disdiadokokinesia dan dismetria pada gerakan dapat ditemukan, biasanya disertai oleh tanda-tanda spastisitas dan refleks di tendon yang meningkat. Gangguan bicara dideskripsikan sebagai irama yang tidak beraturan dan eksplosif.

11

4.

Gejala ekstrapiramidal 9,10 Lebih dari 80% dari pasien multipel sklerosis menderita gejala kejang paraparesis dengan gejala bilateral traktus piramidal dan hiperrefleksi. Jika gejala kejang paraparesis muncul dalam waktu yang lama, diagnosis dari multipel sklerosis harus dipertanyakan. Paraparesis progresif mungkin saja hanya satu-satunya gejala multipel sklerosis, terutama sekali didalam onset akhir penyakit, dan cenderung menjadi progresif dalam beberapa kasus. Tidak adanya refleks kulit abdominal dapat menjadi tanda dari kejang paraparesis. Hal ini tidak memiliki nilai informatif sebagai satu temuan terisolasi, refleks ini tidak dimiliki oleh 20% orang dewasa normal, tetapi menjadi signifikan jika muncul bersama dengan refleks dinding abdominal yang berlebihan.

5.

Fenomena mirip bangkitan 5, 10 Timbulnya serangan epileptik pada multipel sklerosis sudah berulang-ulang diajukan dan diabaikan. Pengarang menemukan pada kelompok pasien multipel sklerosis yang diteliti ternyata epilepsi 4 kali lebih sering dibandingkan populasi umum. Serangan batang otak paroksismal harus membangkitkan kecurigaan adanya multipel sklerosis terutama pada pasien muda. Kelainan ini dapat terjadi sebagai tanda penyakit yang timbul, dengan cara yang sama seperti serangan berupa kehilangan tonus otot yang menyebabkan pasien jatuh atau seperti distonia paroksismal. Sebagian serangan berulang yang berlangsung selama 15-45 detik, disertai oleh disartria paroksismal dan ataksia.

6.

Gangguan mental 5, 10 Pasien dengan mutipel sklerosis tidak jarang memperlihatkan euforia yang tidak sesuai kurangnya menyadari penyakitnya. Makin lama perjalanan penyakitnya, makin mungkin timbul perubahan psikoorganik yang terutama pada kasus-kasus dengan perjalanan penyakit yang panjang, dapat menimbulkan demensia pada pasien.

Gangguan mental dapat merupakan gejala dari MS, biasanya berkaitan dengan kelainan batang otak; tentu saja, gambaran psikotik dapat merupakan tanda dini dari penyakit ini. Pada stadium yang lebih dini, tanda kelainan mental dapat ditemukan pada kira-kira 3% kasus. 7. Gangguan miksi 5, 10 Pada saat pertama kali masuk rumah sakit, sekitar 20% pasien memperlihatkan gangguan ini. Yang paling sering adalah dorongan yang tidak terkontrol untuk miksi, yang dapat menimbulkan ngompol. Bentuk lain dari inkontinensia kurang sering ditemukan. 8. Gangguan Sensorimotorik. Manifestasi sensorik dan motorik umumnya menunjukkan lesi pada medula spinalis atau hemisfer serebri. Contohnya, pasien mengalami paraparesis spastik asimetris dan atau parestesia, anestesia suhu, dan disestesia pada anggota gerak. Lesi pada kolumna posterior medula spinalis servikal dapat menyebabkan gejala yang hampir patognomonik yaitu sensasi kesemutan yang menjalar ke lengan atau tungkai saat fleksi leher (Fenomena Lhermitte). Pada beberapa pasien, gejala motorik, sensorik, atau visual terkadang lebih buruk setelah mandi air panas ( Fenomena Uhthoff ). 5, 10, 11 Gangguan sensorik terdapat kira-kira pada 50% pasien-pasien dengan penyakit yang dini. Kadang-kadang gejala yang timbul berupa sensasi yang spontan abnormal (parestesia) atau sebagai perasaan abnormal setelah menggores kulit dari ekstremitas (disestesia). Tangan kadang-kadang dapat memperlihatkan astereognosia yang berat. 5, 10 F. Subtipe-subtipe dari multipel sklerosis 12, 13 1. Relapsing remitting multiple sclerosa. Ini adalah tipe multipel sklerosis klasik dengan gejala klinis ditandai oleh eksaserbasi, dengan peningkatan jumlah variasi antar serangan. Relapsing-remitting menggambarkan keadaan awal 85%

13

sampai 90% dari pasien dengan multipel sklerosis. Ini adalah subtipe yang ditandai oleh serangan yang tidak dapat diramalkan ( relaps ) diikuti oleh periode remisi dari beberapa bulan sampai beberapa tahun dengan atau tanpa gejala baru dari aktivitas penyakit. Gejala neurologis selama serangan mungkin dapat menghilang atau mungkin saja menjadi permanen. Jika gejala neurologis selalu menghilang antar serangan, hal inilah yang disebut sebagai benign multipel sklerosis. 2. Secondary progressive multiple sclerosa. Sekitar 80 persen kasus relapsing remitting multipel sklerosis berkembang menjadi satu pola penyakit secondary progresif, secara perlahan-lahan dan progresif meningkatkan serangan tanpa adanya suatu episode remisi kurang lebih 20 tahun setelah serangan pertama. Hal ini menggambarkan suatu bentuk dari relapsing remitting multipel sklerosis pada satu varian terpisah, walaupun tidak semua relapsing remitting multiple sclerosa berlanjut menjadi secondary progressive multiple sclerosa. 3. Primary progressive multiple sclerosa. Penyakit ini mempunyai pola serangan yang lambat, biasanya terjadi setelah umur 40 tahun, dan dimulai dengan suatu kelainan yang samar dan progresive terutama pada medula spinalis tanpa eksaserbasi ataupun remisi. Tidak seperti penyakit eksaserbasi-remitting, dimana dua per tiga dari kasus adalah wanita, primary progressive multiple sclerosis hanyalah sedikit lebih umum terjadi pada para wanita dengan perbandingan sekitar 1.3:1. MRI otak dalam kasus ini kadang-kadang normal, dan MRI medula spinalis dapat hanya memperlihatkan suatu penghentian pertumbuhan medula spinalis. Secondary progressive adalah jenis paling umum dari multiple sklerosis dan menyebabkan jumlah kecacatan terbesar. 4. Progressive relapsing multiple sclerosa. Progresif relapsing menggambarkan pasien dari serangan multipel sklerosis, yang mempunyai suatu kemunduran neurologis

yang menetap tetapi juga menderita serangan yang bertingkat-tingkat dan subtipe yang paling sedikit terjadi dari semua subtipe. 5. Devic syndrome (Neuromyelitis optica). Devic Syndrome adalah suatu kelainan akut dimana neuritis optik dan radang saraf tulang belakang yang terjadi dalam waktu yang singkat, dengan sedikit atau tidak ada keterlibatan dari bagian-bagian lain sistem syaraf pusat. Hal ini secara umum diperkirakan sebagai suatu penyakit monofasik tanpa kekambuhan setelah serangan; bagaimanapun, banyak kasus yang dimulai dengan neuritis optik dan radang saraf tulang belakang berkembang menjadi suatu bentuk relapsing-remitting serupa dengan bentuk relapsing-remitting multiple sclerosis, tetapi dengan gejala sisa yang lebih berat dari serangan. MRI didalam kasus ini menunjukan tidak ada lesi di dalam otak tetapi secara umum memperlihatkan bukti adanya peradangan dari saraf tulang belakang biasanya tiga atau lebih segmen. Apakah hal ini adalah suatu varian dari multipel sklerosis atau satu penyakit yang berbeda masih menjadi suatu kontroversi. Mungkin saja suatu bentuk penyakit yang berbeda, atau tingkat dan perbedaan intensitas yang dapat dihubungkan lebih kepada bentuk genetik dari pasien dibandingkan pada etiologi. 6. Marburg disease (Acute multiple sclerosis) Adalah suatu kelainan akut dan fulminan demielinisasi yang pertama kali digambarkan oleh Otto Marburg pada tahun 1906. Adalah suatu bentuk yang berat dari suatu penyakit progresif demielinisasi yang secara tipikal dapat menyebabkan kematian dalam beberapa bulan atau dalam satu tahun. 7. Balo concentric sclerosis. Kemungkinan ini adalah suatu varian agresif yang biasanya berlanjut ke arah kematian dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Bentuk ini ditandai oleh plak besar dari demielinisasi dengan bentuk lapisan konsentris dari regenerasi mielin. Plak ini kadang-

15

kadang bisa terlihat di dalam MRI. Bukti-bukti yang ada saat ini, dari beberapa kasus dengan Balo-like lesion pada gambaran MRI mempunyai satu bentuk tipikal dari relapsing-remitting multiple sclerosis. Mungkin saja bahwa like Balo-lesion adalah satu macam bentuk dari beberapa multipel sklerosis dini yang dengan sangat aktif mengalami remielinisasi, bentuk lesi yang menghilang ketika perkembangan penyakit berjalan sedemikian rupa sehingga lesi konsentris hanya dapat diamati secara patologis dalam individu yang meninggal segera setelah serangan dari penyakit. 8. Diffuse Sclerosis (Schilders Disease). Anak-anak dengan penyakit ini menderita suatu kemunduran mental yang cepat dan kemunduran neurologis oleh karena ekstensif, simetris demielinisasi terutama mempengaruhi pusat semiovale. Penyakit diperkirakan suatu jenis dari leukodistrofi. 9. Disseminated Acut Encephalomyelitis (ADEM). Penyakit ini diperkirakan menjadi suatu varian yang akut progresif dari multipel sklerosis. Seperti di multipel sklerosis, ada fokus dari demielinisasi dalam otak dan saraf tulang belakang dengan destruksi aksonal dan infiltrasi perivaskular limfositik . Gejala mulai dengan akut, sering dengan gejala demam, leukositosis, dan CSF pleositosis sampai 300 sel-sel setiap milimeter kubik, dan mungkin dapat secara simultan mencakup sistem saraf perifer juga. Pembentukan yang tidak sempurna dari protein dasar mielin tampaknya berperan penting dalam patogenesis ADEM. Penyakit ini kemajuannya sering terjadi dengan cepat, mendorong ke arah kematian di dalam beberapa minggu, tetapi juga bisa terjadi pemulihan sempurna.

G. Diagnosis 14, 15 Multipel sklerosis diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan neurologis yang ditemukan. Seringkali ahli saraf - harus lebih teliti dalam meninjau semua gejala yang dialami oleh individu yang dicurigai multipel sklerosis sehingga dibutuhkan tes laboratorium yang berbeda. Adapun diagnosis multipel sklerosis dapat ditegakkan, bila ada ditemukan: 1. Suatu penyakit yang memperlihatkan suatu gambaran yang menunjukkan adanya remisi dan eksaserbasi dalam perjalanannya yang senantiasa mundur secara progresif. 2. Gamma-globulin dalam liquor serebrospinalis adalah meningkat. 3. CT scan polos dapat memperlihatkan daerah-daerah dengan attenuasi rendah di periventrikulus terutama didaerah trigonum. CT Scan dengan xenon enhancement sewaktu-waktu dapat membantu. Xenon ini diserap oleh jaringan yang banyak lemaknya seperti mielin. Attenuasi mielin itu dengan demikian akan meningkat sebanyak 20 Hounsfield. Daerahdaerah dengan demielinisasi tentu tidak dapat menyerap xenon dan oleh karena itu, plak-plak sklerotik akan tampak sebagai bercak-bercak hipodens
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) otak telah digunakan untuk

membantu dalam diagnosis multipel sklerosis selama lebih dari 20 tahun. digunakan untuk menunjukkan ukuran dan lokasi aktif lesi dan plak. Kadang-kadang pewarna diberikan kepada orang dengan multipel sklerosis untuk lebih menerangi daerah peradangan. Hal ini disebabkan MRI scan lebih senstif, memperlihatkan lebih banyak plak dari pada CT scan, begitu juga lesi-lesi sampai sekecil 4 x 3 mm. Dengan MRI dan enhancement gadolinium, plak-plak yang segar dapat diidentifikasi yang akan menghilang setelah eksaserbasi mereda. Pemeriksaan yang mahal ini dipertimbangkan hanya pada sekelompok kecil kasus yang mana pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang tersebut gagal dalam menegakkan diagnosis.

17

5. Cerebrospinal fluid (CSF) analisis ini kadang-kadang dianjurkan untuk menentukan aktivitas penyakit atau untuk memberikan bukti lebih lanjut untuk diagnosis. CSF adalah cairan yang mengelilingi sumsum tulang belakang dan otak. Ketika seseorang memiliki multipel sklerosis, prosedur ini sering menunjukkan bukti produksi antibodi yang abnormal. Sejak diperkenalkannya analisis MRI, CSF digunakan lebih jarang. H. Diagnosis Banding 14, 15, 16 Adapun diagnosis banding dari multiple sclerosis antara lain : 1. Ensefalomielitis diseminata akuta. Perjalanan penyakit ini adalah akut dan monofasik, dan tidak seperti pada multiple sklerosis kronis progresif dengan remisi eksaserbasi. 2. Tumor medulla spinalis dan tumor serebri. a. Tumor medula spinalis Etiologi dan patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, sama halnya dengan multipel sklerosis. Namun ada kecurigaan pada multipel skerosis bisa terjadi akibat infeksi virus yang lambat dengan masa inkubasi yang melebihi 15 tahun. Selain itu, juga bisa terjadi akibat kehamilan, stress emosional dan cedera. Sedangkan pada tumor medula spinalis kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik (kelainan pada kromosom 22), sama halnya dengan Peran mekanisme imun pada patogenesis multipel sklerosis adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan hubungan kondisi dengan gen spesifik pada kompleks histokompatibilitas mayor ( major histocompatibility, MHC ), dimana MHC merupakan salah satu bukti pengaruh komponen genetik dalam etiologi multipel sklerosis. . b. Tumor serebri

Manifestasi dini tumor serebri berkisar antara pusing, sakit kepala, perubahan watak/perilaku, aminore dan impotensi. Sedangkan penunjang seperti pemeriksaan funduskopi dapat terlihat edema papil. Sedangkan EEG pada penderita tumor serebri 70% memperlihatkan abnormalitas fokal. Sedangkan pada multipel sklerosis sering didapatkan manifestasi klinis berupa gangguan visual (nyeri disekitar salah satu mata, penglihatan kabur, dan hilangnya penglihatan warna, diskus optikus membengkak). Pada funduskopi jika area demielinisasi inflamasi terletak langsung dibelakang papil nervus optikus, Defek lapang pandang umumnya berupa skotoma sentral, dan Defek lapang pandang umumnya berupa skotoma sentral, defek pupil aferen relative. 3. Lues serebrospinal dapat menyebabkan Parese nervus okulomotorius yang merupakan gangguan fungsi motorik akibat adanya lesi jaringan saraf pada nervus okulomotorius. Salah satu manifestasi klinisnya yang sama dengan multipel sklerosis adalah gangguan visual. Pada lues serebrospinal dapat ditemukan Ptosis karena kelupuhan musculus levator palpebra (sinistra atau dekstra); bila melihat ke bawah, bola mata itu akan agak memutar, karena adanya kontraksi dari musculus obligus superior; pupil midriasis dengan refleks cahaya dan konvergensi yang negatif; tidak dapat melakukan akomodasi; strabismus divergens. Sedangkan pada multipel sklerosis ditemukan papila edema. 4. Penyakit degeneratif seperti ataksia Friedreich Penyakit ataksia Friedreich merupakan Penyakit degeneratif yang menurun menyebabkan kerusakan progresif pada sistem saraf dan dapat disebabkan oleh kemunduran urat saraf pada spinal cord dan saraf yang mengendalikan gerakan otot pada lengan dan kaki sehingga menghasilkan kurangnya keseimbangan dan koordinasi. Sedangkan

19

pada multipel sklerosis ditemukan

tremor intensi yang menyertai

gerakan volunter misalnya tes jari-hidung. Tremor menunjukan suatu lesi dari nukleus dentatus yang mengenai serabut-serabut eferennya hal ini berkaitan dengan masalh keseimbangan dan koordinasi. I. Penatalaksanaan Multiple sclerosis sampai saat ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi tidak mematikan. Ada pengobatan yang memungkinkan untuk menunda perkembangan penyakit ini dan mengurangi sebaran, intensitas dan durasi gejala.17 1. Relaps akut: Metyl prednisolon per infus 1 gram/hari selama 7-10 hari, kemudian po (per oral) prednison 80 mg selama 4 hari kemudian tapering off 40, 20, 10 mg masing-masing 4 hari. 15 Tujuan pemberiannya adalah a) Mengurangi keparahan dan durasi relaps dengan menurunkan inflamasi b) Untuk mengurangi kerusakan akibat serangan. Penggunaan steroid jangka panjang tidak dianjurkan. Karena dapat menyebabkan beberapa efek samping pada pemberian jangka panjang serta mungkin tidak lagi berefek jika diberikan jangka panjang.18 2. Pencegahan relaps Interferon diproduksi oleh sel-sel untuk merespons berbagai virus. Sel-sel ini diberi nama sesuai kemampuan mereka untuk menghambat replikasi virus, mengurangi respons peradangan, termasuk mencegah kerusakan pada neuron. Ada tiga jenis interferon, yaitu alfa, beta, dan gamma.18 Inferon B: efektif untuk mencegah relaps pada MS, cara pemberian injeksi subkutan, obat ini untuk penderita 2 atau lebih serangan pada 2 tahun pertama.17

Untuk pengobatan jangka panjang dapat diberikan interferon, seperti tabel dibawah berikut ini :

21

Five Approved Long-Term Treatment of MS 15 DRUG Betaseron TYPE Interferon beta1b (immune system modulator with antiviral properties) Interferon beta1a (immune system modulator with antiviral properties) Interferon beta1a (immune system modulator with antiviral properties) Synthetic chain of four amino acids found in myelin (immune system modulator that blocks attacks on myelin) SIDE EFFECTS Flu-like symptoms, injection-site skin reaction, blood count and liver test abnormalities HOW ADMINISTERED 250 micrograms taken via subcutaneous injections every other day NOTES Side effects may be prevented and/or managed effectively through various treatment strategies; side effect problems are usually temporary. Side effects may be prevented and/or managed effectively through various treatment strategies; side effect problems are usually temporary. Side effects may be prevented and/or managed effectively through various treatment strategies; side effect problems are usually temporary.

Avonex

Flu-like symptoms and headache

30 micrograms taken via weekly intermuscular injections

Rebif

Flu-like symptoms, injection-site skin reaction, blood count and liver test abnormalities Injection-site skin reaction as well as an occasional systemic reaction occurring at least once in approximately 10 percent of those tested Usually well tolerated; side effects include nausea, thinning hair, loss of menstrual periods, bladder infections, and mouth sores; additionally, urine and whites of the eyes may turn a bluish color temporarily

44 micrograms taken via subcutaneous injections three times weekly

Copaxone

20 milligrams taken via daily subcutaneous injections

Systemic reactions occur about five to 15 minutes following an injection and may include anxiety, flushing, chest tightness, dizziness, palpitations, and/or shortness of breath. Usually lasting for only a few minutes, these symptoms typically do not require specific treatment and have no long-term negative effects.

Novantrone

Antineoplastic agent (immune system modulator and suppressor)

IV infusion once every 3 months (for two to three years maximum)

Novantrone carries the risk of cardiotoxicity (heart damage) and may not be given beyond two or three years. People undergoing treatment must have regular testing for cardiotoxicity, white blood cell counts, and liver function. Novantrone was studied in combination with large IV doses of steroids. Concurrently, many physicians often use it in combination with one of the interferons or Copaxone.

Sekarang

digunakan

intravenous

IgG

dengan

dosis

0,4

gr/koagulan/hari selama 5 hari, kemudian dibooster 0,4 gr/koagulan/hari setiap 2 bulan dalam 2 tahun.15 3. Kronik progresif Dapat diberikan immunosupresan misalnya

azahioprin, methotrexate, cyclophosphamide tetapi sayang hasilnya tidak memuaskan.15 4. Terapi simtomatis: a) Bangkitan dapat diberi carbamazepin b) Nyeri karena neuralgia trigeminal diberikan carbamazepin, fenitoin, gabapentin, baclofen + amitriptilin c) Spastisitas diberi baclofen d) Kelemahan umum dapat diberikan anti kolinergik misal ditropan, propantelin 2-3 x/hari e) Gangguan emosi dan pseudobulber dapat diberikan amitriptilin 25 mg pada waktu malam.15 J. Prognosis Perjalanan penyakit MS terdiri dari 4: 1. Relaps dan remiting sekitar 25 % 2. Chronic/progresif (sekunder progresif) sekitar 40% 3. Chronic/progresif dari onset sekitar 15% 4. Benign MS 20%. Pada MRI type kronik progresif: ada 18 lesi baru/tahun (mungkin tanpa gejala klinis) sedangkan type jinak ditemukan 8 lesi baru/tahun, rata-rata serangan MS sekitar 1-1,5/tahun.15

23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Multiple sclerosis adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan sumsum tulang belakang yang menyerang daerah substansia alba dan merupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya dapat
Peran

disebabkan

oleh

banyak

faktor,

Penelitian

eksperimental sclerosis

mendukung teori dari infeksi slow virus atau reaksi autoimun. mekanisme imun pada patogenesis multiple didukung beberapa temuan, seperti adanya sel inflamasi kronik pada plak aktif dan hubungan kondisi ini dengan gen spesifik pada kompleks MHC). histokompatibilitas mayor (major histocompatibility,

Gambaran klinis yang khas dari multipe sclerosis yaitu Serangan


yang berulang terjadi pada interval yang tidak teratur, Lokasi serangan tersebar di seluruh SSP, Pada saat yang sama tandatanda penyakit dapat ditemukan, yang menunjukan fokus-fokus demielinisasi pada berbagai lokasi misalnya atrofi optik disertai paraplegia dan serangan yang berturut-turut dari penyakit ini dapat menyebabkan kelainan berbagai sistem.

Multipel sklerosis diagnosis pemeriksaan neurologis yang

didasarkan pada gejala klinis dan

ditemukan serta dengan menggunakan

beberapa pemeriksaan penunjang. Diagnosis banding dari multiple sclerosis antara lain Ensefalomielitis diseminata akuta, Tumor medulla spinalis dan tumor serebri, Lues serebrospinal , dan Penyakit degeneratif seperti ataksia Friedreich. Multiple sclerosis sampai saat ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi tidak mematikan. Ada pengobatan yang memungkinkan untuk menunda perkembangan penyakit ini dan mengurangi sebaran, intensitas dan durasi gejala.

Daftar Pustaka 1. Price Sylvia A., Wilson Lorraine M. 2005. Multipel Sklerosis. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. Hal. 1145-1147 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Atlas of Multiple Sclerosis. In http://www.who.int Ginsberg, Lionel. 2005. Lecture Notes Neurologi edisi ke-8. Jakarta: Erlangga Medical Series. Harsono. 2009. Multiple Sclerosis, pada Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada Universitay Press Chamberlin, Stacey L. Narins, Bringham. 2005. The Gale Encyclopedia of Neurological Disorders vol.2. Detroit: Thompson Gale.. Chusid J.G. 2000. Multiple Sclerosis, pada Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Suzanne c.smeltzer & brenda G.bare. 2003. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & suddarth edisi 8 . Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC Multiple Sclerosis : What is Multiple Sclerosis, available from : http/www.Multiple Sclerosis.org Ali, Wendra. 1995. Neurologi. jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara. Switzerland: Thieme.2004 11. Adams RD, Victor M. 2007. Principles of neurology, vol.2. 6th ed. New York:McGraw Hill,; 902-21 12. M. Herdon, M.D, Robert. 2002. Multiple Sclerosis Immunology, Pathology, and Pathophysiology. New York: Demos. 13. Snell Richard S.M.D. Ph.D,. 2006. Multiple Sclerosis, pada Neuroanatomi Klinik, Edisi 2, Jakarta : EGC, 14. Mardjono, M dan Priguna S. 2000. Multiple sclerosis, pada Neurologis Klinis Dasar, Jakarta ; Dian Rakyat 10. Mumenthaler, Mark. Mattle, Heinrich. Taub, Elsan. Neurology fourth edition.

25

15. Courtney, S. W. 2006. All About Multiple Sclerosis. Booklet. Multiple Sclerosis Association of America. pp 1-16. 16. Anonim. 2012. Multiple Sclerosis: Penyakit yang Aneh. Artikel. www.majalahkesehatan.com diakses 5 Desember 2012. 17. Japardi Iskandar. 2002. Multiple Sclerosis. Artikel. Fakultas Kedokteran: Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara. 18. Anonim. 2008. Pengobatan Multiple Sclerosis, Tindakan Segera Cegah Kecacatan. Artikel. Informasi Kesehatan Indonesia. www.infodokter.com diakses 5 Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai