Anda di halaman 1dari 20

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Petani jeruk berusaha memenuhi kebutuhan buah jeruk, namun serangan hama sejenis binatang lalat terjadi dihampir seluruh wilayah perkebunan jeruk milik petani, serangan hama menyebabkan ribuan ton buah jeruk busuk dan gugur ke tanah, sehingga membuat para petani mengalami kerugian cukup besar dan sampah jeruk menumpuk. Selain itu, sampah buah jeruk juga banyak dihasilkan di pasar-pasar buah. Selama ini, sampah buah jeruk yang timbul akibat gagal panen belum dimanfaatkan sama sekali, sedangkan sampah buah jeruk dari pasar buah dicampur dengan sampah organik lain dan dijadikan sebagai kompos. Pembuatan kompos dari sampah jeruk ini kurang efektif, karena sampah jeruk memilki pH 4, yang menyebabkan bakteri pendegradasi sampah tidak dapat bekerja secara maksimal karena bakteri bekerja optimum pada pH 5,5-8 (Sutanto, 2002). Kebutuhan bahan bakar semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah populasi dan aktifitas manusia. Pada tahun 2008, tingkat kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia mencapai 1,3 juta barrel per hari. Di sisi lain, produksi BBM nasional hanya sebesar 900 ribu barrel per hari. Oleh karena itu dibutuhkan sumber energi alternatif yang bahan dasarnya banyak terdapat di Indonesia dan belum termanfaatkan (Hambali dkk., 2008). Sumber energi alternatif yang baru juga di harapkan dapat mengurangi polusi udara yang sebelumnya ditimbulkan oleh penggunaan bahan bakar fosil. Limbah buah jeruk yang sudah membusuk tersusun atas bahan organik seperti glukosa 6,84%; fruktosa 5,12%; dan sukrosa 1,05%. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah buah jeruk untuk dikonversi menjadi sumber energi alternatif yaitu etanol. Pembuatan etanol dilakukan melalui proses fermentasi. Fermentasi adalah proses membentuk senyawa sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi (Suprihatin, 2010). Fermentasi etanol skala komersial sebagian besar dilakukan oleh jamur, salah satunya Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan etanol (Elevri & Putra, 2006). Namun Saccharomyces cerevisiae ternyata memiliki beberapa kekurangan, diantaranya adalah tidak tahan dengan konsentrasi tinggi dari etanol yang dihasilkan. Zymomonas mobilis memiliki

beberapa kelebihan dibandingkan Saccharomyces cerevisiae, diantaranya lebih toleran terhadap suhu, pH rendah, serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Zhang et al., 2010). pH yang efektif untuk pertumbuhan Zymomonas mobilis adalah 4- 6,5 dan Zymomonas mobilis dapat menguraikan glukosa, fruktosa, dan sukrosa untuk memproduksi etanol (Nowak, 2000).

1.2 Rumusan Masalah 1. Berapa jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis yang efektif untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol? 2. Berapa pH optimum untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol menggunakan bakteri Zymomonas mobilis? 3. Berapa lama waktu fermentasi yang tepat untuk produksi etanol dari fermentasi sampah buah jeruk?

1.3 Tujuan Penelitian 1. Menentukan jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis yang efektif untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol. 2. Menentukan pH optimum untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol menggunakan bakteri Zymomonas mobilis. 3. Menentukan lama waktu fermentasi yang tepat untuk produksi etanol dari fermentasi sampah buah jeruk.

BAB III METODOLOGI

3.1 Persiapan Alat dan Bahan

alat-alat yang dibutuhkan, antara lain: alat destilasi, bunsen, electric stove, erlenmeyer, gelas ukur, jarum ose, kapas lemak, korek api, panci, piknometer, tabung fermentor, tabung reaksi, dan spektrofotometer. Bahan yang dibutuhkan, antara lain: aquades, HCl, isolat Zymomonas mobilis, NaOH, dan sampah buah jeruk.

3.2 Pretreatment Pretreatment adalah proses yang harus dilakukan sebelum penelitian inti yang melibatkan variabel bebas dilakukan, proses pretreatment dalam penelitian ini meliputi: 1. Pembuatan Ekstrak Sampah Buah Jeruk Sampel sampah buah jeruk dicuci dengan air untuk membersihkan dari kotoran, kemudian ditimbang dan ditambahkan aquades dengan perbandingan aquades: sampah buah jeruk (3 : 1) v/v, dihaluskan dengan diblender, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL (Zhang et al., 2010). Selanjutnya ekstrak sampah buah jeruk digunakan untuk proses pembuatan kurva pertumbuhan, hidrolisis, pembuatan starter dan proses fermentasi (Lampiran A.1).

2. Pembuatan Kultur Stok dan Kultur Kerja Isolat Zymomonas mobilis disubkultur dalam tabung reaksi yang berisi medium nutrien agar miring dan diinkubasi pada suhu 30C selama 24 jam. Untuk memperkaya jumlah sel, maka medium ditambahkan 20 g/L glukosa, 10 g/L yeast extract, 1 g/L (NH4)2SO4, 1 g/L K2HPO4, 0.5 g/L MgSO4.7H2O (Struch et al., 1990).

3. Kurva Pertumbuhan Zymomonas mobilis Zymomonas mobilis diambil 1 ose dan diinokulasi ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 5 mL ekstrak sampah buah jeruk steril. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30C selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I (10 %) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi

dalam inkubator pada suhu 30C selama 24 jam (Aktivasi II). Sebanyak 5 mL dari aktivasi II (10 %) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 45 ml ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30C selama 24 jam yang disebut sebagai kultur fermentasi (Cazetta et al., 2007; Zhang et al., 2010). Pengenceran dilakukan dari 10-1 sampai dengan 10-9. Medium kultur diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 mL aquades steril. Tabung reaksi yang berisi campuran tersebut divortex dengan vortex mixer, dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi berikutnya. Perlakuan diulangi sampai pengeceran ke 10-9. Kurva pertumbuhan dibuat dengan mengukur absorbansi kultur Zymomonas mobilis pada ekstrak sampah buah jeruk. Pengukuran absorbansi Zymomonas mobilis diukur pada panjang gelombang 600 nm dengan interval tiap 1 jam sekali selama 24 jam. Dibuat grafik kurva pertumbuhan dari nilai absorbansi dan waktu fermentasi (Obire, 2005).

4. Pembuatan Starter Zymomonas mobilis Zymomonas mobilis diambil 1 ose dan diinokulasi ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 5 mL ekstrak sampah buah jeruk. Kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30C selama 24 jam (Aktivasi I). Sebanyak 1 mL dari aktivasi I (10 %) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 50 mL yang berisi 9 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30C selama 24 jam (Aktivasi II). Sebanyak 5 mL dari aktivasi II (10 %) dipipet dan diinokulasi kembali ke dalam erlenmeyer 100 mL yang berisi 45 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 30C sampai jam dimana fase log Zymomonas mobilis terjadi (sesuai dengan kurva pertumbuhan) (Aktivasi III) (Cazetta et al., 2007; Zhang et al., 2010).

3.3 Treatment Treatment adalah proses penelitian inti yang melibatkan variable bebas dilakukan, proses treatment dalam penelitian ini meliputi: 1. Pembuatan Medium Fermentasi Ekstrak sampah jeruk diatur pH dengan penambahan HCl atau NaOH sehingga diperoleh medium dengan pH sesuai dengan rancangan penelitian (pH 3,5; pH 4; dan pH 6). Ekstrak sampah buah jeruk kemudian disterilisasi.

2. Proses Hidrolisis Sampel dengan pH 3,5 menggunakan variabel hidolisis sampel dengan pemanasan dan penambahan enzim -amilase dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim -amilase, kecuali pada sampel konsentrasi inokulum 0 %. Seluruh sampel dengan pH 4 dan pH 6 dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase. a. Pemanasan dan penambahan enzim -amilase Ekstrak sampah buah jeruk sebanyak 50 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer dipanaskan di atas hot plate, sesekali corong dibuka sambil diaduk-aduk. Proses pemanasan berlangsung 2 jam dengan suhu pemanasan 100C (Mosier et al., 2006), didinginkan sampai suhu mencapai 45C, ditambah enzim -amilase sebanyak 0,12%. Diinkubasi pada suhu kamar selama 80 menit (Bascar et al., 2008; Sulfahri dkk., 2010). b. Tanpa Pemanasan dan tanpa penambahanenzim -amilase Setelah proses sterilisasi, sampel ekstrak sampah buah jeruk sebanyak 50 mL didiginkan dan diletakkan pada tempat yang steril.

3. Proses Fermentasi Starter ditambahkan dengan konsentrasi sesuai dengan rancangan penelitian (0%; 5 %; dan 10%) ke dalam botol fermentor 100 mL yang berisi 50 mL ekstrak sampah buah jeruk, diinkubasi dengan lama sesuai dengan rancangan penelitian (0 hari; 2 hari; 4 hari; 6 hari; dan 8 hari) pada suhu kamar. Proses fermentasi dilakukan pada kondisi anaerob menggunakan penutup sumbat karet dan dilubangi tengahnya untuk dipasangi selang yang ujungnya dimasukkan dalam air. Setelah proses fermentasi selesai, tutup botol dilepas, ditutup dengan kapas lemak dan dipasteurisasi pada suhu 80C selama 10 menit (Puspita dkk., 2010) (lampiran A.6).

4. Pengukuran Kadar Etanol Tabung distilasi dan labu gondok 250 mL disiapkan, selanjutnya 50 mL sampel cairan hasil fermentasi menggunakan labu ukur 50 mL, dan dimasukkan ke dalam tabung destilasi. Dididihkan dengan hati-hati untuk menghindari buih yang berlebihan, destilasi campuran alkohol dan air sampai dapat dikumpulkan tepat 5 mL distilat (Purwanto, 2004). Sementara dilakukan destilasi, piknometer dikalibrasi. Piknometer diisi akuades destilasi dan ditutup. Piknometer dan akuades ditimbang, berat yang didapat adalah W2. Kemudian

piknometer dikosongkan, akuades yang tersisa diabsorbsi dengan aseton. Tabung piknometer dikeringkan dengan oven. Piknometer yang telah kering ditimbang, berat yang didapatkan adalah W1. Berat akuades (W) dihitung dengan cara W2-W1 (Purwanto, 2004). Distilat dipindahkan ke dalam gelas beaker kering. Distilat diaduk supaya homogen sebelum diisikan ke piknometer. Piknometer kering diisi dengan distilat, permukaan luar piknometer dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang didapat adalah W3. Berat distilat adalah W3-W1=L. Berat air (L) dihitung dengan specific gravity atau spg = L/W. Nilai spg ditentukan dengan menggunakan Tabel AOAC (Analysis of the Association of Official Analitical Chemists) dan selanjutnya persentase etanol dihitung (Purwanto, 2004) (lampiran A.7). Pemilihan variabel pH adalah berdasarkan studi literatur yang menyebutkan bahwa pH yang efektif untuk pertumbuhan Zymomonas mobilis adalah 4-6,5 dan Zymomonas mobilis dapat menguraikan glukosa, fruktosa,dan sukrosa untuk memproduksi etanol (Nowak, 2000). Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan oleh penulis kisaran pH 4 adalah pH awal sampah jeruk, maka pH 4 dijadikan variasi bebas, sedangkan pH 3,5 adalah kondisi keasaman medium yang dapat menimbulkan terjadinya proses hidrolisis dan 6 adalah range pH untuk fermentasi (Cazetta et al., 2007). Pemilihan variabel konsentrasi inokulum adalah berdasarkan studi literature yang berbeda menyebutkan bahwa konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis yang optimum adalah 5% (Chaudhary et al., 2006) dan ada juga yang menyebutkan bahwa konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis yang optimum adalah 10% (Onsoy et al., 2007). Sedangkan konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis 0% adalah sebagai kontrol. Pemilihan varibel hidrolisis sampel dengan pemanasan dan penambahan enzim -amilase dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim -amilase hanya digunakan pada sampel dengan pH 3,5 atau pada sampel dengan menggunakan pH awal jeruk dan pada sampel dengan penambahan konsentrasi inokulum 5% dan 10%. pH 3,5 termasuk nilai pH yang diklasifikasikan dalam proses hidrolis asam dalam produksi etanol (Taherzadeh et al., 2007). Oleh karena itu, perlu diketahui perbandingan nilai efektifitas sampel untuk produksi etanol dengan proses hidrolisis asam saja, sampel yang melalui proses hidrolisis dengan asam, pemanasan, dan penambahan enzim -amilase, dan sampel yang melalui proses hidrolisis dengan pemanasan, dan

penambahan enzim -amilase. Sedangkan, konsentrasi inokulum 0 % tidak diberikan perlakuan proses hidrolisis karena inokulum 0 % hanya merupakan variabel kontrol. Pemilihan variabel lama waktu fermentasi adalah berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh penulis. Dilakukan fermentasi buah jeruk 50 ml dengan menggunakan pH 3,5 dan konsentrasi inokulum fermentasi menggunakan 10% dan didapatkan hasil kadar etanol sebanyak 6,34% pada hari ke-2 dan kadar etanol sebanyak 9,82% pada hari ke-4. Berdasarkan hipotesis penulis pada hari ke-8 sudah akan terjadi penurunan kadar etanol yang dihasilkan karena fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae menghasilkan kadar optimum selama 10 hari (Sulfahri et al., 2011) sedangkan fermentasi menggunakan Zymomonas mobilis adalah lebih cepat dari fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae (Zhang et al., 2010). Oleh karena itu, digunakan lama fermentasi 0 sampai 8 hari dengan interval 2 hari. Variasi lama waktu fermentasi 0 hari hanya dilakukan pada konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis 0% saja karena digunakan sebagai variabel kontrol. Pada waktu fermentasi 0 hari, konsentrasi inokulum tidak akan memberikan pengaruh pada kadar etanol yang dihasilkan karena bakteri Zymomonas mobilis tidak memiliki waktu untuk melakukan proses fermentasi.

3.4 Analisis Data Data yang diperoleh kemudian dibuat dalam sebuah grafik untuk kemudian dibandingkaan. Dari grafik perbandingan tersebut akan dapat diketahui nilai pH, jumlah konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis, cara hidrolisis yang paling efektif, dan lama waktu fermentasi yang paling optimal menghasilkan etanol. Selain itu, data yang diperoleh dianalisis dengan literatur yang dimiliki oleh penulis. Data yang diperoleh dianalisis dengan analysis of variance (ANOVA) dilanjutkan dengan uji tukey pada taraf kepercayaan 95% (=0,05) untuk mengetahui perbedaan nyata antara kombinasi perlakuan konsentrasi inokulum dan lama fermentasi (Walpole, 1992).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Umur Starter Zymomonas Mobilis pada Medium Fermentasi Setiap mikroorganisme memiliki bentuk kurva pertumbuhan yang spesifik. Hal ini juga terlihat pada kurva pertumbuhan Zymomonas Mobilis pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa Zymomonas Mobilis memiliki beberapa fase diantaranya fase lag yaitu pada jam ke-0 sampai jam ke-3. Menurut Hogg (2005), Fase lag merupakan fase adaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Pada fase lag tidak ada pertambahan jumlah sel yang banyak, meskipun metabolit sel dalam keadaan aktif. Hal ini menunjukkan bahwa Zymomonas mobilis melakukan adaptasi yang cukup singkat. Hal ini disebabkan karena media untuk starter sama dengan media fermentasi sebelumnya. Selanjutnya fase eksponensial pada jam ke-3 sampai jam ke-14. Fase eksponensial merupakan fase perbanyakan jumlah sel, aktivitas sel meningkat, dan merupakan fase yang penting dalam pertumbuhan Zymomonas Mobilis. Setelah fase eksponensial, terdapat fase stasioner, dimana jumlah sel cenderung tidak berubah, yaitu pada jam ke-14 sampai jam ke-24. Starter merupakan kumpulan mikroorganisme yang siap diinokulasikan ke dalam medium fermentasi. Pada dasarnya pertumbuhan sel mikroba berlangsung tanpa batas. Tetapi, karena pertumbuhan berlangsung dengan mengkonsumsi nutrient sekaligus mengeluarkan (eksresi) produk-produk metabolisme yang terbentuk, maka setelah waktu tertentu laju pertumbuhan akan menurun dan akhirnya berhenti sama sekali. Pertumbuhan berhenti dapat disebabkan karena beberapa nutrien esensial dalam medium atau karena terjadinya akumulasi autotoksin dalam medium atau kombinasi keduanya (Hutkins, 2006). Menurut Hogg (2005) umur stater yang digunakan sebagai inokulum, ditentukan dengan menghitung laju pertumbuhan spesifik () dan waktu doubling time (tg). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus Hogg untuk laju pertumbahan dan waktu doubling time yang mengacu pada kurva pertumbuhan Gambar 2.1 yang merupakan umur stater Zymomonas mobilis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jam ke-6,5, pada = 0,592 generasi/jam dengan waktu doubling time (waktu lipat dua) tercepat 70 menit. Umur starter yang baik

digunakan sebagai inokulum medium fermentasi adalah di sepanjang fase eksponensial, karena pada fase ini sel mikroorganisme memiliki kemampuan membelah yang maksimum.

Gambar 4.1. Kurva Pertumbuhan Zymomonas Mobilis Pada Medium Sampah Buah Jeruk Umumnya umur kultur yang digunakan diambil pada pertengahan fase eksponensial. Hogg (2005) menjelaskan bahwa pada fase eksponensial sel mikroorganisme dalam keadaan stabil, sel-sel baru terbentuk dengan laju konstan dan sel mikroorganisme membelah secara optimum pada saat doubling time (waktu lipat dua), yang biasanya tercapai di tengah-tengah fase logaritma.

4.2 Fermentasi Etanol Fermentasi etanol dari sampah buah jeruk menggunakan bakteri Zymomonas mobilis dilakukan dengan berbagai variasi, yaitu: variasi hidrolisis, variasi konsentrasi inokulum, dan variasi pH. Fermentasi etanol dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu kondisi fermentasi. Kondisi yang dimaksud adalah kondisi nilai pH. Kondisi fermentasi merupakan salah satu faktor penting dalam proses fermentasi, karena kondisi tersebut memungkinkan kerja enzim secara tepat. Selain kondisi fermentasi, faktor lain yang mempengaruhi proses fermentasi adalah konsentrasi inokulum. Inokulum merupakan mikroorganisme yang diinokulasikan ke dalam medium fermentasi. Inokulum memiliki peran yang paling penting dalam menunjang keberhasilan proses fermentasi. Pada fermentasi sampah buah jeruk ini digunakan inokulum Zymomonas mobilis. Pada penelitian ini digunakan bakteri Zymomonas mobilis, karena memiliki banyak kelebihan, diantaranya adalah lebih toleran terhadap suhu, pH rendah (Nowak, 2000), serta tahan terhadap etanol konsentrasi tinggi (Busche et al., 1992).

Fermentasi sampah buah jeruk dilakukan selama 8 hari dengan variasi konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis yang ditambahkan yaitu 0% (kontrol); 5 %; dan 10% pada kondisi pH 3,5; 4; dan 6, serta digunakan variasi perlakuan cara hidrolisis dengan pemanasan dan penambahan enzim -amilase dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim -amilase.

4.2.1 Pengaruh Proses Hidrolisis terhadap Kadar Etanol Hidrolisis adalah proses konversi pati menjadi glukosa. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi, yaitu: fraksi terlarut dan tidak terlarut. Fraksi terlarut pati berupa amilosa yang memiliki ikatan lurus (1,4)-D-Glikosidik yang dapat dipecah dengan pemanasan. Sedangkan fraksi pati tidak terlarut berupa amilopektin yang memiliki ikatan bercabang (1,6)-D-Glikosidik (Bascar et al., 2008). Sampel dihidrolisis dengan berbagai cara, yaitu: Pengasaman, pemanasan, dan penambahan ezim -amilase (Zhang et al., 2010). pH 3,5 termasuk nilai pH yang diklasifikasikan dalam proses hidrolis asam dalam produksi etanol (Taherzadeh et al., 2007). Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam pekat (H2SO4), asam perklorat dan HCl (Taherzadeh et al., 2007). Oleh karena itu, sampel dengan pH 3,5 menggunakan variabel hidolisis sampel dengan pemanasan dan penambahan enzim -amilase dan tanpa pemanasan maupun penambahan enzim -amilase. pH 3,5 dalam sampel dibuat dengan menambahkan HCl dalam sampel. HCl yang dibutuhakan dalam pembuatan sampel ini relatif sedikit, karena pH awal sampel sekitar 4. Fermentasi dilakukan selama 8 hari, dan dengan pengukuran kadar etanol setiap 2 hari sekali. Kadar etanol yang dihasilkan berdasarkan variasi hidrolisis dengan pH awal 3,5 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Perbandingan Kadar Etanol (%) Berdasarkan Variasi Hidrolisis dengan pHAwal 3,5 Konsentrasi Inokulum 5% Hirolisis Pemanasan+penambahan enzim -amilase Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim -amilase) Pemanasan+penambahan enzim -amilase Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim -amilase) Lama Waktu Fermentasi (Hari) 2 3,48 2,51 7,25 7,10 4 8,09 7,25 8,10 8,77 6 9,08 8,55 10,79 10,29 8 9,16 8,70 10,71 10,17

10%

Pada hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 sedangkan kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 5% yang tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim -amilase mengalami kenaikan 0,15 % (v/v). Pada hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim amilase mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 sedangkan kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 10% yang tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim -amilase mengalami penurunan 0,12 % (v/v). Berdasarkan uji anova yang dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan 95%, dapat diketahui bahwa sampel dengan pH 3,5 untuk konsentrasi inokulum 5% dan 10% dengan perlakuan dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase dengan sampel yang tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim -amilase, menghasilkan kadar etanol dengan nilai yang berbeda nyata. Kadar etanol sampel dengan perlakuan dipanaskan dan ditambahi enzim amilase lebih banyak dibandingkan kadar etanol sampel dengan perlakuan tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim -amilase. Sehingga dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan kadar etanol yang optimum diperlukan proses pemanasan dan penambahan enzim-amilase. Berdasarkan uji anova yang dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan 95% dengan dua variasi hidrolisis, Lama waktu fermentasinya untuk 2 hari, 4 hari, 6 hari menghasilkan kadar etanol yang berbeda nyata, tetapi pada pada fermentasi 6 hari dan 8 hari kadar etanol yang dihasilkan memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Sehingga dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan kadar etanol yang optimum diperlukan fermentasi sampah buah jeruk selama 6 hari. Meskipun lama waktu fermentasi 8 hari untuk konsentrasi 5% memberikan kadar etanol yang lebih banyak dibanding hari ke-6, lama waktu fermentasi 8 hari tidak memberikan perbedaan hasil yang lebih menguntungkan dalam proses produksi karena selisih kadar etanolnya tidak banyak tetapi waktu yang diperlukan untuk fermentasi lebih lama. Pada konsentrasi inokulum 5% maupun 10% perlakuan sampel yang dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase menghasilkan etanol yang lebih tinggi meskipun sampel memiliki pH yang sama yaitu 3,5. pH 3,5 merupakan salah satu cara untuk menghidrolisis sampel, akan tetapi hanya ikatan bercabang yang mampu dipecah oleh proses pengasaman tersebut. Sedangkan pemanasan dan penambahan ezim -amilase juga merupakan proses hidrolisis yang mampu memecah ikatan lurus dan bercabang. Proses pemanasan dan penambahan enzim -amilase pada

sampel dengan pH 3,5 menghasilkan etanol yang lebih tinggi dari sampel yang tidak melaui proses pemanasan maupun penambahan enzim -amilase karena proses pemanasan dan penambahan enzim -amilase pada sampel mengakibatkan semakin banyaknya rantai amilum yang terpecah dan dapat diuraikan oleh Zymomonas mobilis. 4.2.2 Pengaruh Konsentrasi Inokulum terhadap Kadar Etanol Berdasarkan Lama Waktu Fermentasi Fermentasi etanol pada kondisi anaerob ini dilakukan pada berbagai konsentrasi inokulum yang berbeda yaitu 0% (kontrol); 5%; dan 10%. Seluruh sampel dengan pH 3,5; pH 4; dan pH 6 dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase. Nilai pH 3,5 dalam sampel dibuat dengan menambahkan HCl dalam sampel. Nilai pH 4 merupakan nilai kisaran pH awal sampel yang digunakan tanpa penambahan HCl dan untuk membuat sampel dalam kondisi keasaman yang tepat maka sampel ditambahi sedikit HCl atau NaOH sehinga didapatkan sampel dengan pH 4. Nilai pH 6 adalah pH sampel yang didapatkan dengan menambahkan NaOH. Fermentasi dilakukan selama 8 hari, dan dengan pengukuran kadar etanol setiap 2 hari sekali. Kadar etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi selama 8 hari dengan berbagai konsentrasi inokulum dapat
dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kadar Etanol Hasil Fermentasi Ekstrak Sampah Buah Jeruk (%) Konsentrasi Inokulum pH 3,5 0% 4 6 3,5 5% 4 6 3,5 10% 4 6 Lama Waktu Fermentasi Hari) 0 0,00 0,00 0,00 2 0,00 0,00 0,00 3,48 4,10 5,89 7,25 6,01 6,01 4 0,00 0,00 0,00 8,09 7,25 8,69 8,10 8,62 7,78 6 0,00 0,00 0,00 9,08 10,36 11,64 10,79 11,36 9,70 8 0,49 0,00 0,00 9,16 10,29 11,56 10,71 11,29 9,70

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa seluruh sampel pada konsentrasi inokulum 0% pada hari ke-0 sampai hari ke-8 tidak terdapat etanol, kecuali pada hari ke-8 dengan pH

sampel 3,5. Hal ini mengindikasikan tidak adanya proses fermentasi karena tidak adanya Zymomonas mobilis. Pada konsentrasi 0% hari ke-8 terdapat kadar etanol sebesar 0,49% (v/v). Hal ini disebabkan karena sampah buah jeruk mengandung gula reduksi dan air yang mendukung terjadinya peristiwa fermentasi secara enzimatis yang dihasilkan dalam sampah buah jeruk. Pada umunya buah-buahan masak mengandung etanol secara alami (sudah terdapat sejak bahan pangan tersebut baru dipanen dari pohon). Semakin masak buah maka kadar etanolnya semakin tinggi tetapi kadarnya masih dibawah 1 % (Yudoamijoyo dkk., 1992). Berdasarkan Tabel 4.2 konsentrasi inokulum 5% dan 10% untuk pH 3,5, dapat diketahui bahwa kadar etanol terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Kadar etanol tertinggi untuk pH 3,5 dan 4 yaitu pada konsentrasi inokulum 10% dengan lama waktu fermentasi 6 hari. Kadar etanol tertinggi untuk pH 3,5 sebesar 10,79% (v/v), sedangkan kadar etanol tertinggi untuk pH 4 sebesar 11,36% (v/v). Kondisi medium dengan pH awal 3,5 dan 4 sesuai dengan habitat Zymomonas mobilis sehingga Zymomonas mobilis mampu hidup dalam medium. Konsentrasi inokulum yang lebih tinggi mengindikasikan semakin banyaknya jumlah Zymomonas mobilis yang melakukan proses fermentasi dan akibatnya kadar etanol yang dihasilkan akan semakin banyak. Kadar etanol tertinggi untuk pH 6 yaitu pada konsentrasi inokulum 5% dengan lama waktu fermentasi 6 hari, yaitu sebesar 11,64% (v/v). Menurut Gibbson et al. (1986) penggunaan konsentrasi inokulum yang terlalu tinggi dengan kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan habitat Zymomonas mobilis menyebabkan pengurangan viabilty sel. pH 4 adalah kondisi medium yang ideal untuk Zymomonas mobilis, sedangkan sampel yang menunjukkan kadar etanol tertinggi dengan konsentrasi inokulum 5% adalah dengan pH awal 6. pH semakin menurun seiring dengan berjalannya waktu fermentasi, sehingga pH awal 6, pada proses fermentasi kondisinya berubah menjadi kondisi ideal yang dibutuhkan oleh Zymomonas mobilis yaitu dengan kondisi keasaman berada pada kisaran pH 4 (Zhang et al., 2010). Kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% pada fermentasi hari ke-8 mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 5% pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 5% juga mengalami penurunan kadar etanol, yakni sebesar 0,08 % (v/v) pada hari terakhir pengukuran sampel.

Pada hari fermentasi hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 10% mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 10% pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v) dari hari ke-6. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 10% memiliki kadar etanol yang sama dengan hari ke-6 yakni sebesar 9,79 % (v/v) pada hari terakhir pengukuran sampel. Berdasarkan uji anova yang dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan 95%, dapat diketahui bahwa sampel untuk 2 Hari, 4 hari, 6 hari menghasilkan kadar etanol yang berbeda nyata, tetapi pada pada fermentasi 6 hari dan 8 hari kadar etanol yang dihasilkan memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti, jumlah etanol yang dihasilkan pada lama waktu fermentasi 2 hari, 4 hari, dan 6 hari selalu mengalami peningkatan kadar etanol yang signifikan, sedangkan lama waktu fermentasi 6 hari dan 8 hari tidak mengalami peningkatan atau penurunan dalam jumlah yang signifikan seperti halnya perubahan pada hari-hari sebelumnya. Meskipun lama waktu fermentasi 8 hari untuk konsentrasi 5% dengan pH 3,5 memberikan kadar etanol yang lebih banyak dibanding hari ke-6, lama waktu fermentasi 8 hari tidak memberikan perbedaan hasil yang lebih menguntungkan dalam proses produksi karena selisih kadar etanolnya tidak banyak tetapi waktu yang diperlukan untuk fermentasi lebih lama. Tidak adanya perbedaan nilai kadar etanol pada hari ke-6 dan hari ke-8 terjadi akibat kemampuan sel-sel Zymomonas mobilis dibatasi oleh toleransi terhadap etanol. Ketika etanol terakumulasi cukup banyak di dalam medium, maka pertumbuhan sel Zymomonas mobilis akan terhambat, sehingga sel Zymomonas mobilis akan mati. Meningkatnya konsentrasi etanol di dalam medium juga menyebabkan struktur membran berubah. Toksisitas terhadap etanol mempengaruhi sel melalui perubahan pada membran fosfolipid dan melemahkan struktur membran (Sturch et al., 1991). Selain itu etanol berkurang akibat teroksidasi menjadi asam asetat (Li et al., 2007). Proses fermentasi akan terus berlangsung dan akan terhenti jika kadar etanol sudah meningkat, tingginya kadar etanol akan menghambat pertumbuhan Zymomonas mobilis. Etanol dalam metabolisme Zymomonas mobilis merupakanproduk buangan utama hasil fermentasi yang dapat membahayakan kelangsungan hidupnya karena dapat mengganggu permeabilitas dan fluiditas membran. Fluiditas membran bakteri meningkat dengan meningkatnya kadar etanol. Membran menjadi permeabel terhadap proton, akibatnya interseluler sitoplasma mempunyai pH

terlalu asam, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan kerja enzim tidak tepat (Sturch et al.,1991). Penurunan konsentrasi etanol pada fermentasi sampel dengan konsentrasi inokulum 10% pada hari ke-8 juga disebabkan adanya peristiwa substrat inhibitor selama proses fermentasi. Penurunan kadar etanol pada konsentrasi gula yang berlebih terjadi sebagai akibat efek inhibisi dari substrat (Widjaja dkk., 2010). Berdasarkan uji anova yang dilanjutkan dengan uji tukey dengan selang kepercayaan 95%, dapat diketahui bahwa sampel pH 3,5; pH 4; dan 6 dengan konsentrasi inokulum 5%, dan 10% menghasilkan kadar etanol dengan nilai yang berbeda nyata. Hal ini berarti, kadar etanol seluruh perlakuan sampel sesuai dengan Tabel 4.2 dengan lama waktu fermentasi 2 hari sampai 6 hari memberikan perbedaan hasil produksi etanol yang signifikan, sehingga untuk mengetahui jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis dan pH awal medium yang tepat agar mendapatkan produksi etanol yang optimum dapat ditentukan dengan melihat kadar etanol tertinggi pada Tabel 4.2. Kadar etanol tertinggi yang dihasilkan adalah 11,64 % (v/v) dengan konsentrasi inokulum Zymomonas mobilis dan kondisi keasaman medium dengan pH awal 6.

4.2.3 pH medium Selama Fermentasi Proses fermentasi etanol dipengaruhi oleh pH medium. Hal ini dilaporkan Gandjar dkk. (2003), bahwa pH medium fermentasi penting untuk pertumbuhan Zymomonas mobilis, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Hal tersebut diperkuat oleh Reibstein et al. (1986) bahwa pH awal media fermentasi mempengaruhi kadar etanol yang dihasilkan. Proton-proton mempengaruhi kinerja enzim-enzim dalam jalur Entner-Doudoroff, diantaranya enzim fosfofruktokinase yang berperan dalam glikolisis pada tahap konversi fruktosa-6-fosfat menjadi fruktosa-1,6- difosfat. Oleh karena itu, pengaturan pH sangat penting dalam proses fermentasi. Keasaman medium awal fermentasi diatur sebagai variable penelitian yaitu pH 3,5; pH 4; dan pH 6. Kecenderungan penurunan dan kenaikan pH yang dihasilkan oleh fermentasi Zymomonas mobilis sesuai dengan konsentrasi inokulum sampel dan lama waktu fermentasi disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Perubahan Keasaman Medium Fermentasi Sampah Buah Jeruk oleh Bakteri Zymomonas mobilis
Konsentrasi pH Hidrolisis pH setelah Fermentasi

Inokulum 3,5 0% 5 6 3,5 5% 4 6 3,5 10% 4 6 Pemanasan+penambahan enzim -amilase Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim -amilase) Pemanasan+penambahan enzim -amilase Pemanasan+penambahan enzim -amilase Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim -amilase) Pemanasan+penambahan enzim -amilase Pemanasan+penambahan enzim -amilase

2 3,47 3,98 5,98


3,41 3,46 3,84 5,86 3,30 3,37 3,80 5,67

4 3,46 3,97 5,98


3,20 3,24 3,71 5,06 3,12 3,20 3,72 5,34

6 3,46 3,96 5,96 2,98 2,98 3,49 4,18 2,80 2,94 3,52 5,06

8 3,40 3,95 5,95 2,96 2,95 3,50 4,20 2,93 3,00 3,60 4,98

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sampel dengan konsentrasi 0% cenderung mengalami penurunan pH dari waktu ke waktu. hari ke-0 sampai pada hari ke-6 cenderung terjadi penurunan pH pada seluruh sampel. Penurunan pH merupakan indikasi banyaknya asam organik yang terbentuk akibat adanya aktivitas mikroorganisme (Fardiaz,1998). Selain itu, terjadi penurunan pH dikarenakan associated, dimana proses fermentasi etanol dan pembentukan produk metabolit lainnya (asam organik) berjalan beriringan (Wibowa, 1990). Asam-asam organik tersebut dapat mengakibatkan penurunan pH. Berdasarkan Tabel 4.3, sampel pada konsentrasi inokulum 5% untuk pH 3,5; pH 4; dan pH 6 dapat diketahui bahwa nilai pH terus menurun seiring dengan berjalannya waktu, kecuali pada hari ke-8 untuk sampel konsentrasi inokulum 5% dengan pH 4 dan 6 yang mengalami peningkatan pH. Sedangkan, pada konsentrasi 10% untuk pH 3,5; pH 4; dan pH 6 dapat diketahui bahwa nilai pH terus menurun hingga hari ke-6. Pada hari ke-8, keasaman seluruh sampel dengan konsentrasi inokulum 10% mengalami peningkatan. Pada hari ke-8 kadar etanol dengan sampel pH 3,5 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase mengalami kenaikan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 diikuti dengan penurunan pH 0,02. Kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 5% yang tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim -amilase mengalami kenaikan 0,15 % (v/v) diikuti dengan penurunan pH 0,01. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,01 % (v/v) dari

hari ke-6 diikuti dengan peningkatan pH 0,01. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 5% yang dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase juga mengalami penurunan kadar etanol, yakni sebesar 0,08 % (v/v) pada hari terakhir pengukuran sampel diikuti dengan peningkatan pH 0,02. Pada hari ke-8 kadar etanol sampel dengan pH 3,5 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase mengalami penurunan 0,08 % (v/v) dari hari ke-6 diikuti dengan peningkatan pH 0,13. Kadar etanol dengan sampel konsentrasi inokulum 10% yang tanpa dipanaskan dan tanpa ditambahi enzim -amilase mengalami penurunan 0,08 % (v/v) diikuti dengan peningkatan pH 0,06. Sampel pH 4 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase pada hari ke-8 mengalami penurunan kadar etanol 0,07 % (v/v) dari hari ke-6 diikuti dengan peningkatan pH 0,08. Sampel dengan pH 6 konsentrasi inokulum 10% yang dipanaskan dan ditambahi enzim -amilase memiliki jumlah kadar etanol yang sama antara hari ke-6 dengan hari terakhir pengukuran sampel diikuti dengan penurunan pH 0,6. Menurut Dudi (2001), setelah melewati masa fermentasi pH mulai naik karena selama kondisi pH asam terjadi dekomposisi senyawa organik yang membentuk gas yang didominasi oleh CO2, dan sebagian kecil H2, CH4. Gas-gas tersebut menyebabkan nilai pH menjadi naik. Pada hari ke-8 seluruh sampel yang mengalami penurunan kadar etanol atau tidak adanya penambahan etanol dari hari sebelumnya yang diiringi dengan kenaikan pH, kecuali sampel dengan pH awal 3,5 konsentrasi inokulum 5%. Penurunan kadar etanol yang diikuti dengan kenaikan pH merupakan idikasi selesainya proses fermentasi, sedangkan pada hari ke-8 sampel dengan pH awal 3,5 konsentrasi inokulum 5% masih berpotensi melakukan proses fermentasi jika kadar gula reduksinya lebih dari 1%.

4.3. Analisis Gula Reduksi Sampah Buah Jeruk Penurunan konsentrasi etanol pada fermentasi juga disebabkan peristiwa substrat inhibitor selama proses fermentasi. Penurunan kadar etanol pada konsentrasi gula yang berlebih terjadi sebagai akibat efek inhibisi dari substrat (Widjaja dkk., 2010). Semakin banyak gula reduksi yang dapat dimanfaatkan oleh sel Zymomonas mobilis, makin tinggi pula kadar etanol yang dihasilkan (Yang et al., 2009). Akan tetapi, jika konsentrasi gula reduksi terlalu tinggi atau terlalu rendah juga akan berpengaruh terhadap kadar etanol yang dihasilkan. Yudoamidjoyo dkk. (1990) mengatakan bahwa jika konsentrasi gula reduksi dalam medium terlalu pekat menyebabkan terjadinya perbedaan konsentrasi dan tekanan osmosa yang

besar antara lingkungan dan cairan sel, sehingga terjadi peristiwa plasmolisis dan akibatnya metabolisme sel terhambat. Sebaliknya, jika konsentrasi gula reduksi dalam medium bersifat hipotonis bagi sel, maka aktivitas fermentasinya juga terhambat, dan akan mengalami lisis. Kadar gula reduksi sampah buah jeruk dengan berbagi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Kadar Gula Reduksi dari Sampah Buah Jeruk
Konsentrasi Inokulum pH Hidrolisis Awal (%) 3,5 0% 5 6
Pemanasan+penambahan enzim -amilase Pemanasan+penambahan enzim -amilase

Gula Reduksi Akhir (%) 10,00 12,30 12,56 2,40 2,80 1,54 0,96 1,44 1,63 0,67 2,02 Konversi (%) 24,24 6,82 4,85 81,82 78,79 88,33 92,73 89,09 87,65 94,92 84,70

Etanol Akhir (%) 0,49 0,00 0,00 9,16 8,70 10,29 11,56 10,71 10,17 11,29 9,70

13,20 13,20 13,20 13,20 13,20 13,20 13,20


Pemanasan+penambahan enzim -amilase Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim -amilase) Pemanasan+penambahan enzim -amilase

3,5 5% 4 6 3,5 10% 4 6

13,20 13,20 13,20 13,20

Tanpa (Pemanasan+penambahan enzim -amilase) Pemanasan+penambahan enzim -amilase

Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa secara umum terjadi penurunan kadar gula reduksi selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, terjadi konversi gula reduksi menjadi etanol dan karbon dioksida. Pada konsentrasi inokulum 0% gula reduksi tidak menurun secara signifikan, yaitu untuk pH 4 terjadi penurunan gula reduksi dari 13,20% menjadi 12,56% dengan nilai konversi 6,82%. Untuk pH 6 terjadi penurunan gula reduksi dari 13,20% menjadi 12,30% dengan nilai konversi 4,85%. Hal ini diiringi dengan hasil akhir etanol 0% pada inokulum 0%, hal ini disebabkan tidak dilakukannya penambahan bakteri, sehingga tidak terjadi proses fermentasi yang mengakibatkan tidak adanya konversi gula reduksi menjadi etanol dan karbon dioksida. Selain itu, menurut Yang et al., (2009) pada kondisi alami tanpa penambahan bakteri, gula reduksi cenderung terkonversi menjadi asetaldehid dan beberapa metabolit lain. Sedangkan untuk konsentrasi inokulum 0% dengan pH 3,5 terjadi konversi gula reduksi yang lebih besar 24,24% dan diiringi dengan adanya etanol sebanyak 0,49%. Hal ini

disebabkan pada pH 3,5 terjadi proses hidrolisis yang lebih baik karena berada dalam kondisi asam. Etanol dari sampah buah jeruk tanpa penambahan bakteri Zymomonas mobilis dengan pH 3,5 merupakan penggunaan konversi gula reduksi dan air yang mendukung terjadinya peristiwa fermentasi secara enzimatis yang dihasilkan dalam sampah buah jeruk (Yudoamijoyo dkk., 1992). Pada konsentrasi inokulum 5% dan 10%, menunjukkan nilai konversi rata-rata di atas 78%. Hal ini menunjukkan terjadinya proses fermentasi, karena gula reduksi telah terkonversi menjadi etanol dan karbon dioksida. Konversi gula tertinggi yaitu pada sampel dengan konsentrasi inokulum 5% dengan pH 6 yaitu sebesar 92, 73% yang diiringi dengan hasil etanol tertinggi yaitu sebesar 11,56%. Konversi gula terendah yaitu pada sampel dengan konsentrasi inokulum 5% dengan pH 3,5 tanpa pemanasan dan penambahan enzim -amilase yaitu sebesar 78,79% yang diiringi dengan hasil etanol terendah yaitu sebesar 8,70%. Hasil tersebut membuktikan bahwa konversi gula reduksi digunakan oleh Zymomonas mobilis dan semakin banyak gula reduksi yang terkonversi selama proses fermentasi maka semakin banyak pula etanol yang dihasilkan.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan 1. Jumlah konsentrasi inokulum bakteri Zymomonas mobilis yang efektif untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol adalah 5%. 2. Nilai pH optimum untuk fermentasi sampah buah jeruk menjadi etanol menggunakan bakteri Zymomonas mobilis adalah pada pH 6. 3. Lama waktu fermentasi yang paling optimum untuk menghasilkan etanol dari sampah buah jeruk adalah 6 hari.

Anda mungkin juga menyukai