Anda di halaman 1dari 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan fisik, intelektual, dan emosional individu secara potimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan perkembangan optimal individu-individu lain. Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna, berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman, tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan distabilitas. Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan jiwa mencapai 11,6 persen dari sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Diindonesia status gangguan jiwa dapat dibagi sebagai berikut : 3 orang mengalami gangguan jiwa dari seribu orang penduduk 4 orang mengalami dimensia dari seribu orang pendduduk 5 orang mengalai retardasi mental dari seribu orang penduduk 5 orang mengalami gangguan jiwa lainnya dari seribu orang penduduk

Jadi dari seribu orang penduduk di indonesia ada 17 orang yang memiliki masalah kesehatan iwa. Diindonesia angka bunuh diri mencapai 1,6-1,8 orang dari 100.000 penduduk. Oleh karena itu selain psikiatri keperawatan iwa ini sangat dibutuhkan dalam penanganan kasus masalah kesehatan jiwa (PPDGJ). Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah waham atau delusi. Waham atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai dengan kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan delusi/waham? 2. Apa saja jenis-jenis waham? 3. Bagaimana terjadinya waham? 4. Bagaimanakah ASKEP pada pasien dengan waham/delusi?

1.3 Tujuan penulisan 1. Tujuan Umum Mampu menerapkan asuhan keperawata kepada klien dengan masalah psikososial dengan gangguan isi pikir : waham kebesaran.

1.2 Tujuan khusus Dapat melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan isi pikir : waham Mampu menegakan diagnosa keperawatan sesuai masalah yang ditemukan pada pasien dengan gangguan isi pikir : waham. Dapat membuat perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan isi pikir : waham. Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai perencanaan pada pasien dengan gangguan isi pikir : waham. Mampu mengevaluasi hasil intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan isi pikir : waham. Mampu mendokumantasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan isi pikir : waham.

1.4 Metode penulisan 1. Studi kepustakaan Mencari buku-buku sumber, referensi-referensi, majalah, tabloid yang berhubungan dengan Asuhan Keperawatan pada klien dengan masalah psikososial gangguan isi pikir waham. 2. Studi kasus Mengangkat satu kasus dengan menerapkan Asuhan keperawatan yang berpedoman pada proses keperawatan dengan langka-langkanya yang dilengkapi dengan Analisa Psoses Interaksi (API) fase perkenalan, fase kerja, dan fase terminasi. 3. Studi dokumentasi Membaca, menganalisa data dari catatan medik dan dari status klien untuk

mendapatkan informasi penting dan lengkap tentang klien tersebut.

1.5 Manfaat penulisan 1. Manfaat bagi penulis Memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien secara nyata. menerapkan teori yang sudah didapat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah gangguan isi pikir : waham, memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara nyata, dan menamba wawasan dalam menangani klien dengan masalah gangguan psikososial isi pikir waham. 2. Manfaat bagi institusi RS Asuhan keperawatan jiwa ini kiranya dapat menjadi referensi bagi pembaca dan juga sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan asuhan keperawatan jiwa. 3. Manfaat bagi institusi pendidikan Sebagai kelengkapan tugas praktek Profesi Ners pada Stase Keperawatan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY dan juga sebagai referensi untuk menambah wawasan bagi mahasiswa STIKes Alma Ata Yogyakarta tentang Askep Jiwa khususnya pada klien dengan masalah psikososial gangguan isi pikir waham.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Medis

2.1.1. Pengertian Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang menyebabkan perilaku psikotik, pemikiran konkrit dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada prosespikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi: asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi (Herman, 2011). Skizofrenia merupakan suatu psikofungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmoni (keretakan atau perpecahan) antara proses pikir, efek, kemauan, dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi, asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoheren, efek dan emosi menjadi inadekuat, psikomotor menunjukkan penarikan diri, autisme dan perilaku (Maranis, 2005) Ada beberapa jenis Skizofrenia yaitu: a. Skizofrenia simplex dengan gejala utama kadangkala emosi dan kemunduran kemauan, b. Skizofrenia hebefrenik dengan gejala utama gangguan proses fikir, gangguan kemauan dan depersonalisasi, c. Skizofrenia katatonik dengan gejala utama pada psikomotor seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik, d. Skizofrenia paranoid dengan gejala utama kecugiaan yang ekstrim disertai waham kejar atau kebesaran, e. Episode skizofrenia akut yakni kondisi akut mendadak yang disertai dengan perubahan kesadaran, f. Skizofrenia psikoafektif yaitu gejala utama skizofrenia yang menonjol dengan disertai gejala depresi dan g. Skizofrenia residual adalah skizofrenia dengan gejala primernya dan muncul setelah beberapa kali serangan skizofrenia.

2.1.2 Etiologi Skizofrenia tidak diketahui dan merupakan suatu tantangan riset terbesar bagi pengobatan kontemporer. Telah banyak riset yang dilakukan dan telah banyak faktor predisposisi dan pencetus yang diketahui (Ingram, 1995). Penyebab ilmiah terbaru mulai menunjukkan bahwa skizofrenia adalah akibat suatu tipe disfungsi otak. Pada tahun 1970-an, penelitian mulai berfokus pada sebabsebab neurokimia yang mungkin, dan hal ini masih menjadi fokus utama penelitian dalam teori saat ini. Teori neurokimia atau neurologis didukung oleh efek anti psikotik yang membantu mengontrol gejala psikotik dan pencitraan saraf seperti computed tomography (CT) yang menunjukkan bahwa struktur dan fungsi otak individu yang mengalami skizofrenia berbeda (Videbeck, 2008).

2.1.2.1 Teori biologis Teori biologi skizofrenia berfokus pada faktor genetik, factor neuroanatomik dan neuro kimia (struktur dan fungsi otak), serta imunovirologi (respon tubuh terhadap pajanan suatu virus). Faktor tersebut yaitu: a. Faktor genetik telah dibuktikan secara menyakinkan. Resiko bagi masyarakat umum 1%, pada orang tua resiko skizofrenia 5%, pada saudara kandung 8% dan pada anak 10%. Gambaran terakhir ini menetap walaupun anak telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir. pada kembar monozigot 30-40%, b. Faktor neuroanatomi dan neurokimia berupa perkembangan tehnik pencitraan noninvasif, seperti CT-Scan, MRI, dan PET dalam 25 tahun terakhir, para ilmuan mampu meneliti struktur otak atau neuroanatomi dan aktivitas otak atau neurokimia individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatf leih sedikit, hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan atau kehilangan jaringan selanjutnya. CT-scan menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak. penelitian PET menunjukkan bahwa ada penurunan oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks frontal otak. Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita skizofrenia. Patologi ini berkolaborasi dengan tandatanda positif skizofrenia (lobus temporalis) seperti psikosis dan tanda-tanda negativ (lobus frontalis) seperti tidak memiliki kemauan atau motivasi anhedonia. Tidak diketahui apakah perubahan pada lobus temporalis dan frontalis ini terjadi

kibat kegagalan kedua area tersebut untuk berkembang dengan baik atau apakah area tersebut mengalami kerusakan akibat virus, trauma, atau respon imun. Pengaruh intrauterin seperti gizi buruk, tembakau, alkohol, obat-obatan lain, serta stress juga sedang diteliti sebagai kemungkinan penyebab patologi yang ditemukan pada otak individu penderita skizofrenia (Videbeck, 2008). c. Faktor imunovirologi yakni teori populer yang mengatakan bahwa perubahan patologi otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh pajanan virus atau respon imun tubuh terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak. Walaupun ilmuan terus meneliti hal ini, tidak banyak peneliti mampu memvalidasi teori tersebut. Baru-baru ini para peneliti memfokuskan infeksi pada ibu hamil sebagai kemungkinan penyebab awal skizofrenia. Epidemik flu diikuti dengan peningkatan kejadian skizofrenia di Inggris, Walles, Denmark, Finlandia dan negara-negara lain. Suatu penelitian terkini diterbitkan di New England Journal of medicine mlaporkan angka kejadian pada anak-anak yang lahir di daerah padat dengan cuaca dingin, kondisi yang memungkinkan terjainya gangguan pernafasan (Vedbeck, 2008).

2.1.2.2 Pertimbangan budaya Penting untuk menyadari perbedaan budaya ketika mengkaji gejala skizofrenia. Ide yang tampaknya merupakan waham pada suatu budaya seperti kepercayaan terhadap hal-hal magis atau sihir, dapat menjadi hal yang umum pada budaya lain. Di beberapa budaya, halusinsi pendengaran atau penglihatan, misalnya melihat bunda maria atau mendengar suara Tuhan, juga dapat menjadi bagian normal pengalaman keagamaan. Pengkajian afek membutuhkan kpekaan terhadap perbedaan dalam hal kontak mata, bahasa tubuh, dan ekspresi emosi yang dapat ditermmia hal ini bervariasi di antara budaya (Videbeck, 2008).

2.1.2.3 Lingkungan Gambaran pada penderita kembar seperti di atas menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga cukup berperan dalam mnampilkan penyakit pada individu yang memiliki predisposisi. Beberapa peneliti (Laing, Goffman) mengatakan skizofrenia bukan suatu penyakit, tetapi suatu respon terhadap tekanan emosi yang tidak dapat ditoleransi dalam keluarga dan masyrakat, tetapi pandangan ekstrim demikian, walaupun sesuai dengan masyarakat kurang didukung oleh penelitian. Banyak

penelitian terhadap pengaruh masa kanak-kanak, khususnya atas persoalita orang tua, tetapi belum ada hasil. Riset atas peristiwa hidup memperhatikan bahwa pasien skizorenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam 3 minggu sebelum kambuh pasien skizorenia mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam 3 minggu sebelum kambuh (Ingram 1995).

2.1.2.4 Emosi yang diekspresikan Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang di ekspresikan secara berlebihan, misalnya pasien sering diomeli atau terlalu banyak dikekang dengan aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkinan kambuh lebih besar. Juga jik pasien tidak mendapatkan neuroleptik. Angka kekambuhan di rumah dengan emosi yang diekspresikan rendah dan pasien minum obat teratur, sebesar 12%; dengan emosi yang diekpresikan rendah dan tanpa obat 42%; emosi yang diekspresikan tinggi dan tanpa obat, angka kekambuhan 92% (Ingram, 1995).

2.1.3 Gambaran klinis Skizofrenia memiliki berbagai tanda dan gejala. Kombinasi kejadian dan tingkat keparahan pun berbeda berdasarkan individu masing-masing. Gejala-gejalanya dapat terjadi kapan saja. Pada pria biasanya timbul pada akhir masa kanak-kanak atau awal usia 20-an, sedangkan pada wanita, usia 20-an atau awal 30-an. Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Menurut Stuart (2006) membedakan 5 kelompok gejala inti skizofrenia yakni sebagai berikut : a. Gejala positif terdiri dari: Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan agama yang berlebihan, Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah tertentu, Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti,

percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet lain, Gangguan proses pikir ( bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi Bicara kacau yakni terjadi kekacauan dalam gagasan, pikiran, perasaan yang diekspresikan melalui bahasa; komunikasi melalui penggunaan kata bahasa. dan

b. Gejala negative terdiri dari: o Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan rumah, o Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan merasa terisolasi, o Anhedonia adalah kemampuan untuk merasakan emosi tertentu, apapun yang dialami tidak dapat merasakan sedih atau gembira, o Afek datar (flat affect) merupakan tidak adanya ata hampir tidak adanya tanda ekspresi afek :suara yang monoton, dan wajah tidak bergerak, o Avolisi / Apati adalah irama emosi yang tumpul yang disertai dengan pelepasan atau ketidak acuhan dan o Defisit perhatian (atensi) adalah menurunnya jumlah usaha yang dilakukan

untuk memusatkan pada bagian tertentu dari pengalaman; kemampuan untuk mempertahankan perhatian pada satu aktifitas; kemampuan untuk berkon sentrasi.

c. Gejala kognitif tersebut yakni: Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau sehingga tidak bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari

beberapa menit. sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan, Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru dan

Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk melakukannya.

d. Gejala alam perasaan meliputi: Disforia merupakan mood yang tidak menyenangkan, Gagasan bunuh diri merupakan keadaan dimana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam jiwanya dan Keputusasaan

e. Disfungsi social Disfungsi Sosial/ okupasional yang berpengaruh pada pekerjaan /aktivitas, pada hubungan interpersonal perawatan diri, serta mortalitas/ morbiditas

2.1.4 Penatalaksanaan medis 2.1.4.1`Farmakoterapi Tatalaksana pengobatan skizofrenia paranoid mengacu pada penatalaksanaan skizofrenia secara umum menurut Townsend (1998), Kaplan dan Sadock (1998) antara lain: a. Anti Psikotik. Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain: a. Chlorpromazine, Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 325 mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis tertinggi : 1000 mg/hari secara oral. b. Trifluoperazine, Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik menarik diri. Dosis awal : 31 mg, dan bertahap dinaikkan sampai 50 mg/hari. c. Haloperidol, Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan mania. DOSIS awal : 30,5 mg sampai 3 mg. Obat antipsikotik merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6 minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab kegagalan pengobatan yang paling sering adalah

ketidakpatuhan klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.

b. Anti Parkinson yakni terdiri dari: Riheksipenydil (Artane), Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 115 mg/hari Difehidamin, Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari

c. Anti Depressan Amitriptylin untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan somatik. Dosis : 75-300 mg/hari dan Imipramin, Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75 mg/hari.

d. Anti Ansietas Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk meringankan sementara gejalagejala insomnia dan ansietas. Obat- obat yang termasuk anti ansietas antara lain: Fenobarbital Meprobamat : 16-320 mg/hari : 200-2400 mg/hari

Klordiazepoksida : 15-100 mg/hari

2.2

Waham

2.2.1 Pengertian Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin aneh( misalnya saya adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia) atau ( hanya sangat tidak mungkin, contoh malaiakat disurga selalu menyertai saya kemanapun saya pergi dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba :2008). Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terusmenerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006:

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secar logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari pemikiran klien yang sudah kehilangan control ( Depkes RI ; 2000) Waham adalah suatau keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Keliat ; 1999). Waham adalah keyakinan terhadap sesuatu yang salah dan secara kukuh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal ( Stuart dan sundeen ; 1998).

2.2.2 Jenis Waham Jenis-jenis waham antara lain, a. Waham Kebesaran Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang kaya.

b. Waham Berdosa Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.

c. Waham Dikejar Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang yang bermaksud berbuat jahat padanya.

d. Waham Curiga Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap sekitarnya. Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara dirinya dengan orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal Ideas of reference yaitu ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain (senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.

e. Waham Cemburu Selalu cemburu pada orang lain.

f. Waham Somatik atau Hipokondria Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang membusuk, otak yang mencair.

g. Waham Keagamaan Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.

h. Waham Nihilistik Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.

i. Waham Pengaruh Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.

2.2.3 Tanda dan Gejala Menurut Direja (2011), kondisi klien yang mengalami waham adalah: a. Status mental 1. Pada pemeriksaan status mental, menunjukan hasil yang sangat normal, kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas. 2. Mood klien konsisten dengan isi wahamnya. 3. Pada waham curiga, didapatkan perilaku pencuriga. 4. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan identitas diri, mempunyai hubungan khusus dengan orang yang terkenal. 5. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya kualitas depresi ringan. 6. Klien dengan waham, tidak memiliki halusinasi yang menonjol/ menetap, kecuali pada klien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa klien kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

b. Sensori dan kognisi 1. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat dan situasi. 2. Daya ingat dan proses kognitif klien adalah intak (utuh). 3. Klien waham hampir selalu memiliki insight (daya titik diri) yang jelek. 4. Klien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya. Keputusan terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi klien adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang dan yang direncanakan.

2.2.4 Pohon Masalah Resiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Proses Pikir: Waham

Gangguan Konsep Diri : Harga diri Rendah

Isolasi Sosial

2.2.5 Faktor Predisposisi dan Prespitasi 2.2.5.1 Faktor predisposisi a. Faktor Biologis yaitu: Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif. Neurobiologis; waham diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic, serta Adanya gangguan pada korteks pre frontal. Virus paparan virus influensa pada trimester III.

b. Faktor Sosio kultural Faktor perkembangan : hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif ( Direja : 2011).

c. Factor Psikologi Faktor Psikologi, hubungan yang tidak harmonis, peran ganda /bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. Contohnya ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli. 2.2.5.2 Faktor Presipitasi a. Faktor Biologis Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.

b. Faktor Sosial Budaya Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok.

c. Faktor Psikologis Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan ( Direja : 2011).

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Biasanya dilakukan untuk penyakit fisik, dapat menyebabkan gejal reversible seperti pada kondisi defisiensi atau toksik, penyakit neurologis, gangguan metabolik atau endokrin. a. CT- Scan Menunjukkan stuktur abnormalitas otak ( misalnya : atrrofi lobus temporal, pembesaran ventrikel dengan rasio ventrikrl otak meningkat yang dapat dihubungkan dengan derajat gejala yang dapat dilihat).

2. Pemindai PET ( Positron Emission Tomografi) Mengukur aktivitas metabolic dari area spesifik otak dan dapat menyatakan aktivitas metabolic yang rendah dari lobus frontal terutama pada area prefrontal dari korteks serebral.

3. MRI Memberikan gambaran otak 3 dimensi, dapat memperlihatkan gambaran yang lebih kecil dari lobus frontal, atrofi lobus temporal. 4. RCBF ( Regional Cerebral Blood Flow) Memetakan aliran darah dan menyatakan intensitas aktivitas pada daerah otak yang bervariasi. 5. BEAM ( Brain Electrical Aktivity Mapping) Menunjukkan respon gelombang otak terhadap rangsangan yang bervariasi disertai dengan adanya respon yang terhambat dan menurun kadang-kadang di lobus temporal dan system limbik 6. ASI ( Addiction Severity Index ) Menetukan masalah-masalah ketergantungan ( ketergnatungan zat) yang mungkin dikaitkan dengan penyakit mental dan mengindikasikan area pengobatan yang diperlukan. 7. Uji Psikologi ( misalnya : MMPI) Menyertakan kerusakan pada suatu area atau lebih 2.2.7 Penatalaksanaan Keperawatan Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat digunakan sebagai panduan untuk mengkaji pasien dengan waham : a. Apakah pasien memiliki pikiran/ isi pikir yang berulang-ulang diungkapkan dan menetap? b. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu, atau apakah pasien cemas secara berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ? c. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda-benda disekitarnya aneh dan tidak nyata? d. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ? e. Apakah pasien pernah merasa diawasi atau dibicarakn oleh orang lain ? f. Apakah pasien berpikir bahwa berpikir atau tindakannya dikontrol oleh orang lain atau kekuatan dari luar?

g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca pikirannya?

3.1

Konsep Dasar Keperawatan

3.1.1 Pengkajian Patricia A Potter et al, dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian terdiri dari 3 kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan perumusan diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga, teman terdekat klien, tim kesehatan, catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Untuk mengumpulkan data dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik. Beberapa faktor yang perlu dikaji: a. Faktor predisposisi Genetik : diturunkan Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan konteks limbik Neurotransmiter : abnormalitas pada dopamin ,serotonin ,dan glutamat. Virus : paparan virus influinsa pada trimester III Psikologi : ibu pencemas ,terlalu melindungi ,ayah tidak peduli.

b. Faktor presipitasi Proses pengolahan informasi yang berlebihan Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal Adanya gejala pemicu

Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya meliputi: a. Identifikasi klien Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: Nama klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.

b. Keluhan utama / alasan masuk Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.

c. Riwayat Penyakit Sekarang Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya gangguan: Psikologis Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien. Biologis Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak. Sosial Budaya Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan,

kerawanan), kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.

d. Aspek fisik / biologis Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.

e. Aspek psikososial Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh. Konsep diri Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak disukai.

Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan. Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas tersebut. Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya. Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri rendah. Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat. Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.

f. Status mental Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan penilaian dan daya tilik diri.

g. Kebutuhan persiapan pulang Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan. Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian. Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien. Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah. Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.

h. Masalah psikososial dan lingkungan Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.

i. Pengetahuan

Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki klien disimpulkan dalam masalah.

j. Aspek medik Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan.

3.1.2 Diagnosa Keperwatan Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif maupun objektif ditemukan pada pasien, diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan adalah gangguan proses pikir: Waham (Budi Anna Keliat, 2006). Kemungkinan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan waham yaitu: a. Resiko Perilaku Kekerasan b. Gangguan Proses Pikir: Waham c. Isolasi sosial d. Gangguan konsep diri : Kehilangan, harga diri rendah

3.1.3

Intervensi Keperawatan Diagnosa Resiko Kekerasan Prilaku NOC Menunjukkan diri pengendalian 1. Dukungan agresi NIC Rasional perlindungan 1. Mengidentifikasi hubungan

No 1.

terhadap

terhadap penganiayaan.

bergantung dan beresiko tinggi serta tindakan untuk mencegah

dibuktikan dengan menahan diri dari: Menyeranga dengan katakata. Menyerang orang lain Menyerang ruang pribadi orang lain Membahayakan orang lain Menghancurkan barang- 4. Manajemen 3. Manajemen perilaku 2. Bantuan amarah.

penderitaan akibat kekerasan fisik atau emosi. pengendalian 2. Memfasilitasi pengungkapan marah dalam cara yang adaptif, tanpa kekerasan. 3. Membantu pasien menatalaksana

perilaku kekerasan. lingkungan; 4. Memantau dan memanipulasi

barang milik pribadi dan orang lain.

pencegahan kekerasan.

lingkungan fisik untuk menurunkan potensi perilaku kekerasan

terhadapndiri sendiri dan orang lain. 5. Pelatihan kendali impulsif 5. Membantu perilaku penerapan pasien impulsive strategi memediasi melalui penyelesaian

masalah terhadap situasi social dan interpersonal.

2.

Gangguan

Proses Menunjukkan

orientasi 1. Penurunan ansietas

1. Meminimalkan ketakutan , firasat atau ketidaknyamanan terkait

Pikir : Waham

kognitf dengan indicator dapat mengidentifikasi diri, orang terdekat, tempat saat ini, hari, bukan dan tahun. Menunjukkan keputuusan. Menunjukkan proses pikir yang logis dan terorganisir. Tidak mudah distraksi. Tidak menunjukkan 4. Manajemen waham. 3. Dukungan keputusan. pembuatan 2. Manajemen prilaku

perkiraan sumber bahaya yang tidak jelas. : 2. Menyediakan lingkungan terapeutik untuk mengakomodasi perhatian

overaktifitas/kurang perhatian.

pasien dan/ atau overaktifitas pasien sambil meningkatkan fungsi optimal. pembuatan 3. Memberi informasi dan dukungan kepada pasien yang membuat

keputusan terkait layanan kesehatan 4. Meningkatkan kenyamanan,

halusinasi dan waham.

keamanan, dan orientasi realita yang mengalami keyakinan yang salah dan kuat. 5. Menejemen halusinasi. 5. Meningkatkan keamanan,

kenyamanan, dan orientasi realita pasien yang mengalami halusinasi. 6. Pelatihan memori 7. Orientasi realita. 6. Memfasilitasi memori 7. Meningkatkan kesadaran pasien

terhadap identitas personal, waktu

dan lingkungan. 8. Peningkatan kesadaran diri. 8. Membantu pasien menggali dan memahami gagasan, perasaan,

motivasi, dan perilaku mereka. 9. Peningkatan harga diri. 9. Membantu pasien meningkatkan

penilaian peribadi tentang harga diri. 3. Isolasi Sosial Menunjukkan Interaksi keterlibatan 1. Modifikasi keterampilan social. perilaku: 1. Membantu pasien mengembangkan keterampilan social interpersonal.

social, dengan indicator: dengan

teman 2. Pembinaan hubungan yang 2. Membina hubungan yang terapeutik kompleks. pada pasien yang kesulitan

dekat, tetangga, anggota keluarga, dan/atau dengan anggota kelompok kerja. Berpartisipasi relawan hari-hari, organisasi, Berpartisipasi dalam pada atau sebagai kegiatan aktifitas

berinteraksi dengan orang lain. 3. Peningkatan koping. 3. Membantu pasien beradaptasi

dengan persepsi stressor, perubahan atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan hidup dan peran 4. Meningkatkan kesatuan keluarga. persatuan dan

pada 4. Promosi integritas keluarga.

kegiatan keagamaan. dalam 5. Manajemen alam perasaan.

5. Memberi

keamanan,

kestabilan,

aktifitas pengalihan dengan orang lain.

pemulihan dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan.

6. Terapi rekreasi.

6. Menggunakan rekreasi secara terarah untuk meningkatkan relaksasi dan peningkatan keterampilan social.

7. Peningkatan kesadaran diri.

7. Membantu pasien menggali dan memahami gagasan, perasaan,

motifasi, dan perilaku pasien. 8. Peningkatan sosialisasi. 8. Memfasilitasi dukungan kepada

pasien oleh keluarga, teman dan komunitas. 4. Gangguang Konsep Harga Rendah diri : Menunjukkan harga diri, yang 1. Penumbuhan harapan. dibuktikan dengan indicator sebagai berikut; Mengungkapkan penerimaan verbal. Mempertahankan mata. Mempertahankan dan riasan. Menerima kritik dari orang 4. Klarifikasi nilaii. lain. gigien 3. Peningkatan harga diri. kontak diri secara 2. Menejemen alam perasaan. 1. Memfasilitasi penampilan tertentu. 2. Menciptakan keamanan, kestabilan, pemulihan, dan pemeliharaan pasien yang mengalami disfungsi alam perasaan baik depresi maupun positif perkembangan pada situasi

Diri

peningkatan alam perasaan. 3. Membantu pasien meningkatkan

penilaian penghargaan terhadap diri. 4. Membantu individu mengklarifikasi nilai mereka untuk memfasilitasi

Menceritakan keberhasilan dalam pekerjaan, sekolah, atau kelompok social.

pembuatan keputusan yang efektif.

BAB III TINJAUAN KASUS 3.1. PENGKAJIAN 1. Data Klien 1. Identitas Klien Nama TTL Umur Pendidikan Pekerjaan Jenis Kelamin Ruangan Tanggal masuk No.RM : Ny.D : 5 April 1975 : 37 Tahun : Sarjana Theologi : Di Gereja : Perempuan : Srikandi : 24 Oktober 2012 : 04-67-94

2. Identitas Penanggung jawab Nama Pekerjaan : Tn. S : Pendeta

Hubungan dengan pasien : Pendamping

2. Alasan masuk Pasien beberapa hari yang lalu keluyuran, tidak mau makan obat, 3 tidak pulang ke rumah, saat pulang marah-marah merusak barang-barang yang ada dirumah.

3. Faktor Predisposisi Pasien sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit Jiwa, di RSJ Grhasia sudah 3 kali kali masuk dan di RSUP Sardjito sudah 7 kali mondok (Ruang inap khusus pasien Jiwa). Pengobatan sebelumnya kurang berhasil karena pasien pasien tidak teratur minum obat. Pasien pernah mengalami hal yang traumatik dalam hidupnya, menjadi korban aniaya fisik oleh orang tua ( pada saat SMA usia 16 tahun) dikarenakan sering keluyuran pada malam hari. Pernah menjadi korban aniaya seksual ( pada saat SMA usia 16 tahun), diperkosa oleh 2 orang lelaki yang tak dikenal dan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga ( usia 26 tahun) oleh suami, karena sering di tuduh selingkuh dan wanita tidak benar.

Didalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan jiwa sepertinya. Pengalaman masa lalu yang yang tidak menyenangkan adalah pernah diputusin oleh pacar yang di cintainya, diperkosa, kekerasan dalam rumah tangga, keguguran dan dicerai oleh suami. 4. Pemeriksaan Fisik Tanda Vital Ukur TD: 110/70 mmHg TB: 149 cm N: 80x/menit P: 18 x/menit BB: 63 Kg

Keluhan Fisik : Pasien punya riawayat astma.

5. Psikososial a. Genogram

Keterangan, : Orang tua laki-laki (Bapak) : Orang tua perempuan (Ibu) : Saudara laki-laki : Saudara perempuan : Pasien : Keluarga pasien

Pasien anak ke empat dari enam bersaudara, kedua orang tua sudah meninggal saat pasien selesai SMA. Didalam keluarganya tidak ada yang mengalami gangguan sakit jiwa seperti dirinya.

b. Konsep diri Gambaran diri : pasien mengatakan dirinya kurang suka dengan tubuhnya karena gemuk dan membuatnya tidak cantik. Identitas diri : pasien mengatakan puas dengan pendidikan yang dicapainya yaitu menjadi sarjana theology, tidak suka berkerja dirumah saja. Peran diri : pasien mengatakan tidak bisa berperan sesuai dengan gelar

sarjana yang didapatnya, karena terhalang menjadi seorang ibu rumah tangga (saat masih berkeluarga). Ideal diri : pasien mengharapkan dapat menjadi guru agama sesuai ilmu

yang telah dicapainya. Dalam hidupnya yang belum tercapai yaitu pasien ingin mendapatkan seorang anak (saat menikah sudah dua kali mengandung, tapi keguguran) dan menikah lagi. Harga diri : pasien mengatakan dirinya kurang dihargai didalam keluarga,

karena tidak diijinkan berkarier menjadi guru agama.

c. Hubungan social Orang yang berarti : pacarnya saat SMA dan mantan suami Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat : aktifitas sehari hari hanya membantu di geraja. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: tidak ada hambatan, hanya saja pasien mengatakan dirinya mudah tersinggung dan sulit mengontrol emosi.

d. Spiritual Nilai dan kepercayaan : pasien sorang penganut agama Kristen, menurut pasien didalam agamanya tidak ada membedakan antara orang yang sehat dengan yang sakit jiwanya. Kegiatan ibadah : sehari-hari pasien bekerja digereja, membantu

kegiatan yang ada digereja. Dan pasien selalu rutin beribadah karena merupakan kewajiban sebagai mahluk ciptaan Tuhan.

6. Status Mental a. Penampilan Penampilan pasien secara umum sama seperti orang biasa berpakaian rapi, rambut disisir rapi, dalam hal makan, dan mandi dan toileting. Kesan pertama kali melihat pasien tampak seperti orang normal bukan orang yang mengalami gangguan jiwa. b. Pembicaraan Pembacaraan pasien sedikit cepat dan keras. Pasien sering mengulangi cerita yang sebelumnya telah diceritakannya satu hari yang lalu. Pasien termasuk orang yang banya berbicara (logorhoe). c. Aktifitas motorik Pada aktifitaas motoric pasien tampak tidak menalami gangguan, tidak ada tampak agitasi (seperti orang bingung/ cemas), tik (gerakan tak terkontrol dan berulang), tremor, grimisen (mimic muka berubah), dan kompulsif. d. Alam Perasaan Pasien mengatakan perasaan dirinya sedih, karena rindu sama keluarga dan sudah beberapa hari tidak dijenguk oleh keluarga. e. Afek Afek pasien labil karena emosi yang secara cepat berubah-ubah, tanpa suatu pengendalian yang baik. f. Interaksi Selama Wawancara Selama wawancara pasien kooperatif, kontak mata ada, dan terbuka menceritakan permasalahan yang diaalaminya. g. Persepsi Pasien dapat mengenal barang-barang yang dilihatnya bisa membedakan mana yang realita dan tidak realita. Pasien menyangkal halusinasi dan ilusi. h. Proses Pikir Dalam proses wawancara pasien banyak berbicara seperti sulit dikontrol (logorhoe) dan kohoren. Mudah berubah topic pembicaraan dari satu topic ke tpoik yang lain (flight of idea). Seperti saat bercerita tentang bagaiimana awalnya pasien mengalami gangguan jiwa tiba-tiba pindah ke topic perceraian yang dialaminya.

Bentuk pemikiran pasien sulit untuk diterima secara logis (nonrealistik), karena mengatakan dirinya saat tidur malam selalu di jemput roh nya oleh Tuhan (berwujud seorang lelaki dengan baju putih yang panjang) untuk diajak jalanjalan. Dan dalam kehidupan sehari-hari dia bisa bertemu langsung pada Tuhan (magical thinking). Serta memiliki keyakinan yang kuat bahwa dirinya telah mati dan dihidupkan kembali oleh Tuhan dan mempunyai seorang papi yang kaya raya (obsesi). Pasien sering mengeluh bahwa kakinya sering sakit pada kaki dan memiliki penyakit komplikasi seperti jantung, ginjal dan liver, yang berbanding terbalik dengan rekam medic pasien, dimana pasien hanya memiliki riwayat astma. Dan tidak mempunyai penyakit komplikasi seperti yang diakuinya (Hipokondria). Pasien mengatakan dirinya merasa temannyalah penyebab dirinya dimasukkan kembali ke RSJ Grhasia karena melaporkan ke papinya yang tidak benar, dirinya merasa difitnah oleh temannya dan dikatai wanita tidak benar. Pasien mengalami ganggua proses pikir : waham agama (selalu berbicara bertemakan agama), waham somatic (karena merasakan ada yang sakit dalam organ tubuhnya walaupun secara rekam medic tidak ada masalah dengan organnya), waham kebesaran (mengaku punya pacar seorang dokter sepesialis jiwa di RSUP Sardjito, mengaku orang tuannya seorang yang kaya memiliki perkebunan buah naga, restoran dan pemilik perusahaan pesawat terbang), waham curiga (merasa temannyalah yang telah mencerikatan yang tidak benar kepada papinya sehingga dia dimarah dan dipukul oleh papinya), waham nihilistic (mengatakan dia pernah mati saat dirinya koma 3 hari kemudian dihidupkan lagi oleh Tuhan). i. Tingkat Kesadaran Tingkat kesadaran pasien compos mentis mampu orientasi waktu tempat dan orang. j. Memori Pasien tidak mengalami gangguan pada memori, karena pasien mampu

mengingat kejadian beberapa hari yang lalu, kejadian saat beberapa tahun yang lalu. k. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung Tingkat konsentrasi pasien tidak mengalami gangguan, pasien mampu berhitung sederhana dan mampu berkonsentrasi.

l. Kemampuan Penilaian Pasien mampu mengambil keputusannya sendiri tanpa mendapatkan bantuan sari orang lain. m. Daya Tilik Diri Mengingkari penyakit yang diderita, dimana pasien tidak menyadari dirinya mengalami gejala gangguan jiwa dan merasa dirinya sehat.

7. Kebutuhan Persiapan Pulang a. Makan : sudah bisa mandiri

b. BAB/BAK : mandiri c. Mandi : sudah bisa mandiri

d. Berpakaian/ berhias: mandiri e. Istirahat dan tidur Sulit untuk tidur siang, dan mudah terbangun dimalam hari. Pasien dianjurkan untuk memperbanyak aktifitas di siang hari. f. Penggunaan Obat : Perlu bantuan minimal, yaitu butuh seseorang untuk mengingatkan untuk makan obat secara teratur. Karna bila tidak diingatkan pasien suka lupa untuk minum obat. g. Pemeliharaan Kesehatan : perawatan lanjutan, untuk mengetahui perkembangan proses pikir pasien dan kontrol emosi pasien bila sudah pulang ke rumah. h. Kegiatan didalam rumah : pasien mampu dan mandiri dalam mempersiapkan makanan, menjaga kerapihan rumah, mencuci pakaian. Hanya saja dalam pengaturan keuangan masih butuh bantuan orang lain (pasien masih perlu pengawasan dalam masalah keungan untuk menghindari sifat keluyurannya kambuh kembali). i. Kegiatan diluar rumah: pasien mampu secara mandiri, akan tetapi tetap butuh pengawasan dari keluarga.

8. Mekanisme Koping Adaptif: berbicara dengan orang lain, mampu melakukan tehnik relaksasi, Maladaptif: merusak barang (membanting), sulit mengontrol emosi (suka mengeluarkan kaliamt yang taidak pantas dikeluarkan).

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan

Memiliki masalah dengan teman di gereja tempat biasa pasien bekerja, pasien merasa temannya sering memfitnah pasien dan menjelek-jelekan pasien di belakangnya.

10. Pengetahuan Kurang Tentang Penyakit jiwa : pasien menyangkal dirinya mengalami gangguan jiwa, merasa apa yang diperbuatnya (sering keluyuran malam, emosi mudah terpancing, dan sulit mengontrol emosi bila ada stressor) merupakan hal yang wajar. Koping : mekanisme koping pasien kurang efektif, hal ini dapat dibuktikan emosi atau perasaan mudah berubah-berubah, dan mudah emosi serta sering mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan. Obat-obatan : pasien sulit untuk rutin minum obat, karena merasa bosan untuk minum obat dan sering lupa apa sudah minum obat. Maka dari itu perlu bantuan orang untuk mengingatkan dan mengawasi pasien dalam minum obat.

11. Aspek Medik Diagnosa medic : Axis I : F. 30.1 (mania tanpa gejala psikotik ) Axis II Axis III Axis IV : Taka da diagnosa : Astma : Di gereja ada tamu dari Papua sehingga membuat pasien teringat Axis V Terapi medic : Depacote 500 mg Haloperidol 5 mg Triheksapenidyl Chlorpomazine 100 = 1 0 0 (dimakan pada pagi hari). = 1 0 1 ( dimakan pada pagi dan malam) = 1 0 1 ( dimakan pada pagi dan malam) = 0 0 - ( dimakan pada malam) dengan mantan suaminya yang telah

meninggalkannya. : Sedang

12. Daftar Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan proses pikir : waham 2. Resiko Perilaku Kekerasan

3.2 POHON MASALAH Akibat : Resiko Perilaku kekerasan

Core Problem : Gangguan Proses Pikir ( Waham)

Penyebab : Harga Diri Rendah

3.3 ANALISA DATA No 1. Data Subjektif Pasien mengatakan ingin menjadi seorang guru agama sesuai dengan gelar sarjana yang diperolehnya. Pasien mengatakan dirinya tidak suka dengan tubuhnya sekarang karan gemuk dan tampak jelek. Pasien mengatakan keinginannya setelah sembuh ingin menjadi guru agama, dan mewujudkan keinginnannya untuk menikah lagi dan memiliki seorang anak. Pasien mengatakan dirinya pernah mati saat koma 3 hari dirumah sakit, kemudian di hidupkan kembali oleh Tuhan. Pasien mengatakan dirinya adalah orang yang bisa bertemu dan berbicara langsung kepada Tuhan kapanpun dia mau. Data Etiologi Masalah Gangguan waham. proses pikir:

Pasien mengatakan bahwa dia mempunyai penyakit komplikasi seperti jantung, ginjal dan liver. Pasien mengatakan dia mempunyai pacar seorang dokter spesialis jiwa di RSUP Sardjito. Pasien mengatakan bahwa dirinya curiga pada temannya di gereja, suka menfitnah dirinya dan mengadu ke papinya dengan sesuatu yang tidak dilakukannya. Pasien mengatakan dirinya tidak sakit dan kenapa harus dibawa ke rumah sakit. Data Objektif TD 110/70 mmHg Waham nihilistic Waham agama Waham somatic Waham kebesaran Waham curiga Logorhoe, magical thinking, obsesi,

hipokondria, flight of idea, nonrealistic. Insight buruk (menyangkal dirinya sakit) 2. Data Subjektif Pasien mengatakan bahwa dirinya sulit untuk mengontrol emosi. Pasien mengatakan dirinya mudah Resiko Perilaku Kekerasan

tersinggung. Pasien mengatakan kalau dirinya marah suka mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas diucapkan, dan suka membanting barang-barang yang ada dirumah.

Data Objektif Pasien sesekali pernah menunjukkan tanda perilaku kekerasan (muka merah, tenggang, dan tangan menggepal) saat dirinya merasa terintimidasi, seperti saat dibilang tangannya kotor, mengambil celana dalam temannya, dan dan mudah marah saat keinginannya tidak tercapai (seperti minta di hubungi keluarganya atau saat minta dibuka pintu saat jam istirahat). Afek labil (suasana hati mudah berubahubah).

3.4 INTERVENSI.

No 1.

Diagnosa Resiko Kekerasan Prilaku

NOC Menunjukkan diri pengendalian 1. Dukungan agresi

NIC

Rasional perlindungan 1. Mengidentifikasi hubungan

terhadap

terhadap penganiayaan.

bergantung dan beresiko tinggi serta tindakan untuk mencegah penderitaan akibat kekerasan fisik atau emosi.

dibuktikan dengan menahan diri dari: Menyeranga dengan kata- 2. Bantuan kata. Menyerang orang lain Menyerang ruang pribadi 3. Manajemen perilaku orang lain Membahayakan orang lain Menghancurkan barang4. Manajemen amarah.

pengendalian 2. Memfasilitasi pengungkapan marah dalam cara yang adaptif, tanpa

kekerasan. 3. Membantu pasien menatalaksana

perilaku kekerasan. lingkungan; 4. Memantau dan memanipulasi

pencegahan kekerasan.

lingkungan fisik untuk menurunkan potensi perilaku kekerasan

barang milik pribadi dan orang lain. 5. Pelatihan kendali impulsif

terhadapndiri sendiri dan orang lain. 5. Membantu pasien memediasi perilaku impulsive melalui penerapan strategi penyelesaian masalah terhadap situasi social dan interpersonal.

2.

Gangguan

Proses Menunjukkan

orientasi 10.

Penurunan ansietas

10.

Meminimalkan

ketakutan

Pikir : Waham

kognitf dengan indicator dapat mengidentifikasi diri, orang terdekat, tempat saat ini, hari, bukan dan tahun. Menunjukkan keputuusan. Menunjukkan proses pikir yang logis dan terorganisir. Tidak mudah distraksi. Tidak menunjukkan 12. Dukungan pembuatan 11. Manajemen prilaku

firasat atau ketidaknyamanan terkait perkiraan sumber bahaya yang tidak jelas. : 11. Menyediakan untuk pasien lingkungan mengakomodasi dan/ atau sambil

overaktifitas/kurang perhatian.

terapeutik perhatian overaktifitas

pasien

meningkatkan fungsi optimal. pembuatan 12. Memberi informasi pasien dan yang

keputusan.

dukungan

kepada

halusinasi dan waham. 13. Manajemen waham.

membuat keputusan terkait layanan kesehatan 13. Meningkatkan kenyamanan,

keamanan, dan orientasi realita yang mengalami keyakinan yang salah dan 14. Menejemen halusinasi. kuat. 14. Meningkatkan keamanan,

kenyamanan, dan orientasi realita 15. 16. Pelatihan memori Orientasi realita. pasien yang mengalami halusinasi. 15. Memfasilitasi memori

16.

Meningkatkan kesadaran pasien

terhadap identitas personal, waktu 17. diri. Peningkatan kesadaran dan lingkungan. 17. Membantu pasien menggali dan gagasan, perasaan,

memahami

motivasi, dan perilaku mereka. 18. Peningkatan harga diri. 18. Membantu pasien meningkatkan

penilaian peribadi tentang harga diri.

3.5 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Anda mungkin juga menyukai