Anda di halaman 1dari 18

REFERAT TALASEMIA

Disusun Oleh NIM Pembimbing

: : :

Yoga Tandaki 00-020 dr. Kriston Silitonga, SpA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak Periode 20 Maret 27 Mei 2006 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia

Jakarta 2006

TALASEMIA
Pendahuluan
Talasemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan secara genetik, pertama kali ditemukan secara bersamaan di Amerika Serikat dan Italia antara 1925-1927. Kata talasemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut dengan penduduk Mediterania, dalam bahasa Yunani, Thalasa yang berarti laut. Talasemia ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia Tenggara. Dalam beberapa dekade terakhir ini, seluruh daerah tersebut mengalami perubahan pola penyakit yang bermakna. Adanya peningkatan kebersihan dan pelayanan kesehatan menyebabkan penyakit infeksi dan malnutrisi berkurang. Dahulu, neonatus yang lahir dengan kelainan darah akan meninggal pada usia kurang dari setahun, namun saat ini, sebagian besar berhasil selamat dan memerlukan diagnosis dan penatalaksanaan secara lanjut. Talasemia adalah kelainan sintesis dari satu atau lebih rantai polipeptida hemoglobin manusia yang diturunkan dan ditandai dengan gejala anemia hipokromik. Sejak ditemukan banyaknya rantai polipeptida yang berbeda, terdapat berbagai macam variasi dari talasemia, dimana masing-masing memiliki karakteristik klinis dan biokimia yang berbeda. Talasemia mempunyai karakteristik yang khas pada struktur molekuler karena yang umumnya diketahui adalah struktur gen dari globin dan mekanisme kerjanya terhadap perkembangan sel eritroid. Sebelumnya harus dimengerti dahulu mengenai sintesis hemoglobin yang berhubungan dengan talasemia untuk dapat mengetahui patologi dari talasemia. Ada beberapa jenis hemoglobin yang disesuaikan dengan kebutuhan oksigen selama masa pertumbuhan, masa kehamilan sampai masa neonatus. Hemoglobin (Hb) memiliki bentuk tetrametrik yang sama, terdiri dari 2 pasang rantai globin yang terikat dengan heme. Hb fetus dan dewasa memiliki rantai dan (HbA, 22), rantai (HbA2, 22) dan rantai (HbF, 22). Pada embrio rantai mirip disebut bersama rantai ,

menjadi Hb Portland (22) atau dengan rantai menjadi Hb Gower (22), sedangkan rantai dan membentuk Hb Gower 2 (22). HbF sendiri ada bermacam-macam, ada 2 macam rantai yang berbeda pada asam amino no. 136, glisin atau alanin. Disebut rantai G dan rantai A, keduanya diproduksi oleh lokus gen yang berbeda.

Penatalaksanaan pada talasemia memerlukan waktu yang cukup lama, bahkan bisa sampai seumur hidup pada penderita talasemia mayor (homozigot). Transfusi darah adalah terapi yang paling umum digunakan, tapi bukan berarti tanpa komplikasi. Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah hemosiderosis (kelebihan zat besi dalam darah), sehingga biasanya transfusi darah disertai dengan pemberian terapi pengikat (chelating agent), dapat diberikan secara subkutan (deferoksamin), maupun secara peroral (deferipron). Dalam pemberian transfusi darah juga harus memperhatikan besarnya limpa dalam setiap kali kunjungan untuk mendeteksi perkembangan ke arah hipersplenisme. Splenektomi merupakan terapi pilihan, dilakukan untuk menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%. Terapi yang lain yang dapat digunakan namun jarang adalah transplantasi sumsum tulang. Tindakan ini merupakan pilihan akhir karena mempunyai resiko yang cukup tinggi.

Klasifikasi Talasemia
Talasemia adalah grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen akibat pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin yang diturunkan secara genetik. Hal ini akan menyebabkan tidak seimbangnya produksi rantai globin. Ada 3 tingkat klasifikasi talasemia, yang secara klinis dapat dibagi menjadi 3 grup :

Talasemia mayor, yang sangat tergantung pada transfusi

Talasemia minor/karier tanpa gejala

Talasemia intermedia

Talasemia juga bisa diklasifikasikan secara genetik menjadi -, -, - atau talasemia- sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya. Pada beberapa talasemia sama sekali tidak terbentuk rantai globin, disebut o atau o talasemia, bila produksinya rendah + atau + talasemia. Sedangkan talasemia bisa dibedakan menjadi ()o dan ()+ dimana terjadi gangguan pada rantai dan . Talasemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala homozigot atau gabungan heterozigot gejalanya lebih berat daripada talasemia atau .

Gambaran Laboratorium Darah


Anemia pada talasemia mator ditandai dengan hipokromok dan mikrositosis yang berat. Pasien belum tampak anemis pada saat lahir, namun selama beberapa bulan pertama kehidupan kadar hemoglobin menurun secara drastis. Ketika gejala mulai timbul, kadar hemoglobin dapat mencapai serendah 3-4 g/dl. Bentuk eritrosit sangat abnormal, dengan banyaknya mikrosit, poikilositosis, teardrop cells, dan sel target. Sel darah berinti ditemukan bervariasi. Hitung retikulosit didapatkan 2-8%, dimana lebih rendah dari yang diharapkan dari derajat hiperplasia dan hemolisis sumsum eritroid, mung kin berhubungan dengan destruksi intrameduler. Didapatkan hitung darah 4

putih meningkat, PMN lekositosis sedang dan hitung jenis normal kecuali terjadi hipersplenisme. Dari sumsum tulang didapatkan hiperselularitas hasil dari hiperplasia normoblastik sebelumnya. Prekursor darah merah juga menunjukkan penurunan hemoglobinisasi dan pengurangan jumlah sitoplasma.

Diagnosis Prenatal
Diagnosis prenatal dari berbagai bentuk talasemia, dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun saat ini metode yang sering digunakan adalah analisis DNA janin. DNA diambil dari sampel villi chorion (CVS = corion villus sampling), pada kehamilan 9-12 minggu. Tindakan ini beresiko rendah untuk menimbulkan kematian dan kelainan janin. Saat ini tehnik analisa DNA sudah berkembang sangt cepat. Diagnosis pertama yang digunakan Southern Blotting dari DNA janin menggunakan restriction fragment length polymorphism (RELPs), dikombinasikann dengan analisis linkage atau deteksi langsung dari mutasi. Yang lebih baru, perkembangan dari polymerase chain reaction (PCR) untuk mengidentifikasi mutasi talasemia pada DNA janin. Sebagai contoh, PCR dapat digunakan untuk deteksi cepat mutasi yang merubah lokasi pemutusan oleh enzim restriksi. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mendeteksi berbagai bentuk dan dari talasemia secara langsung dengan analisis dari DNA janin. Perkembangan PCR dikombinasikan dengan kemampuan oligonukleotida untuk mendeteksi mutasi individual, membuka jalan bermacam pendekatan baru untuk memperbaiki akurasi dan kecepatan deteksi karier dan diagnosis prenatal.

Terdapat berbagai macam variasi pendekatan PCR pada diagnosis prenatal. Sebagai contoh, tehnik AMRS (Amplification refractory mutation system), berdasarkan pengamatan bahwa pada beberapa kasus, oligonukleotida.

Talasemia Beta Patologi Molekuler


Lebih dari 150 mutasi telah diketahui tentang talasemia , sebagian besar disebabkan perubahan pada satu basa, delesi atau insersi 1-2 basa pada bagian yang sangat berpengaruh. Hal ini bisa terjadi pada intron, ekson ataupun di luar gen pengkode. Satu substitusi disebut mutasi non-sense menyebabkan perubahan satu basa pada ekson yang mengkode kodon stop pada mRNA. Hal ini menyebabkan terminasi sintesis rantai globin menjadi lebih pendek dan tidak tahan lama. Satu mutasi lain yang disebut frameshift menyebabkan 1-2 basa tidak dibaca sehingga menghasilkan kodon stop baru. Mutasi pada intron, ekson atau perbatasannya, mengganggu pelepasan ekson dari prekursor mRNA. Misalnya satu substitusi pada GT atau AG pada intron-ekson junction mengganggu pemisahan, beberapa mutasi pada bagian ini menyebabkan penurunan produksi -globin. Mutasi pada sekuen akson menjadi menyerupai intron-eksin juncton mengaktivasi terjadinya pemisahan. Misalnya sekuen yang menyerupai IVS-1 dan kodon 24-27 pada ekson 1 gen globin , mutasi pada kodon 19 (A-G), 26 (G-T) menyebabkan penurunan jumlah mRNA karena splicing abnormal dan substitusi asam amino pada mRNA normal yang diterjemahkan menjadi protein. Hemoglobin abnormal yang dihasilkan adalah hemoglobin Malay, , dan Knossos yang memberikan fenotip talasemia minor. Substitusi satu basa juga terjadi pada bagian kosong gen globin . Bila mengenai bagian promoter, menurunkan jumlah transkripsi gen globin dan menyebabkan talasemia minor. Mutasi pada bagian akhir (3) mempengaruhi prosesing mRNA dan menyebabkan talasemia mayor. Karena banyaknya mutasi pada talasemia , pasien yang nampaknya homozigot mungkin merupakan heterozigot dari 2 lesi molekuler yang berbeda. Jarang sekali pasien dengan talasemia memiliki Hb A2 normal, biasanya hal ini terjadi pada gabungan talasemia dan .

Talasemia dibagi menjadi ()+ dan ()o. Talasemia ()+ dihasilkan oleh penggabungan gen dan secara meiosis, menghasilkan varian fenotip talasemia . Pada talasemia ()o, terjadi delesi gen dan , dengan gen yang utuh. Delesi yang lebih panjang yang juga mengenai LCR gen globin, menginaktifkan seluruh komplek gen dan menghasilkan talasemia ()o.

Patologi Seluler
Kelebihan rantai pada talasemia mengendap pada membran sel eritrosis dan prekursornya. Hal ini menyebabkan destruksi prekursor eritrosis yang hebat intra meduler, mungkin melalui proses pembelahannya atau proses oksidasi pada membran sel prekursor. Akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan besi pada eritrosit, erritrosit yang mencapai darah tepi akan memiliki inclusin bodies yang menyebabkan destruksi di lien dan oksidasi membran sel. Sehingga anemia yang terjadi pada talasemia disebabkan oleh berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit. Sebagian kecil precursor eritrosis tetap memiliki kemampuan membuat rantai , menghasilkan HbF extra uterine. Pada talasemia , sel ini sangat terseleksi dan kelebihan rantai lebih kecil karena sebagian bergabung dengan rantai membentuk HbF. Sehingga HbF mengikat pada talasemia . Seleksi seluler ini terjadi selama masa fetos, ang kaya HbF. Beberapa faktor genetik mempengaruhi respons pembentukan HbF ini. Kombinasi factor-faktor ini mengakibatkan peningkatan HbF pada talasemia . Produksi rantai tidak terpengaruh pda talasemia , sehingga HbA2 meningkat pada heterozigot. Kombinasi anemia pada talasemia dan eritrosis yang kaya HbF dengan afinitas oksigen tinggi, menyebabkan hipoksia berat yang menstimulasi produksi eritropoetin. Hal ini mengakibatkan peningkatan masa eritroid yang tidak efektif dengan perubahan tulang, peningkatan absorbsi besi, metabolismo rate yang tinggi dan gambaran klinis talasemia mayor. Penimbunan lien oleh eritrosit abnormal mengakibatkan pembesaran limpa, juga diikuti dengan terperangkapnya eritrosit, leukosit dan trombosis di dalam limpa, sehingga menimbulkan gambaran hipersplenisme.

Gambaran Klinis
Hampir semua anak dengan talasemia homozigot dan heterozigot, memperlihatkan gejala klinis Sejak lahir, gagal tumbuh, kesulitan makan, infeksi berulang dan kelemahan umum. Bayi nampak pucat dan didapatkan splenomegali. Pada 7

stadium ini tidak ada tanda klinis lain dan diagnosis dibuat berdasarkan adanya kelainan hematologi. Bila menerima transfusi berulang, pertumbuhannya biasanya normal sampai pubertas. Pada saat itu bila tidak cukup mendapat terapi kelasi (pengikat zat besi), tandatanda kelebihan zat besi mulai nampak. Bila bayi tersebut tidak mendapat cukup transfusi tanda klinis khas talasemia mayor mulai timbul, sehingga gambaran klinis talasemia dapat dibagi menjadi 2 : cukup mendapat transfusi dengan anemia kronis sejak anak-anak Pada anak yang cukup mendapat transfusi, pertumbuhan dan perkembangannya biasanya normal, dan splenomegali biasanya tidak ada. Bila terapi kelasi efektif, anak ini bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia dewasa secara normal. Bila terapi kelasi tidak adekuat, secara bertahap akan terjadi penumpukan zat besi dan efeknya mulai tampak pada akhir dekade pertama. Adolescent growth spurt tidak akan tercapai, komplikasi hati, endokrin dan jantung akibat kelebihan zat besi mulai tampak, termasuk diabetes, hipertiroid, hipoparatiroid dan kegagalan hati progresif. Tanda-tanda seks sekunder akan terlambat atau tidak timbul. Kausa kematian tersering adalah gagal jantung yang dicetuskan oleh infeksi atau aritmia, yang timbul di akhir dekade kedua atau awal dekade ketiga. Pada pasien yang tidak mendapat transfusi adekuat sangat berbeda, tumbuhkembang anak sangat terlambat. Pembesaran lien yang progresif sering memperburuk anemia dan kadang diikuti trombositopenia. Terjadi perluasan sumsum tulang yang berakibat deformitas kepala, dengan zigoma yang menonjol, memberikan gambaran khas mongoloid. Perubahan tulang ini memberikan gambaran radiologis yang khas, termasuk penipisan dan peningkatan trabekulasi tulang-tulang panjang termasuk jari-jari dan gambaran hair on end pada tulang tengkorak. Prognosis pada pasien ini sangat buruk. Tanpa transfusi sama sekali biasanya akan meninggal pada usia 2 tahun. Bila dipertahankan pada Hb rendah selama masih kecil, bisa meninggal karena infeksi berulang. Bila berhasil mencapai pubertas aka mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi, sama dengan pasien yang cukup mendapat transfusi tapi kurang mendapat terapi kelasi.

Skrining dan Pencegahan


Ada 2 pendekatan untuk menghindari talasemia : 1. Karena karier talasemia bisa diketahui dengan mudah, skrining populasi dan konseling tentang pasangan bisa dilakukan. Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak mereka bisa menjadi homozigot atau gabungan heterozigot. 2. Bila ibu heterozigot sudah diketahui sebelum lahir, paangannya bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal dan terminasi kehamilan pada fetus dengan talasemia berat.

Penatalaksanaan Klinis
Pemberian transfusi darah dan kombinasi dengan terapi agen pengikat ( chelating agent) yang efektif, mampu merubah gambaran anak dengan talasemia yang berat, tentu diperlukan biaya yang mahal. Transfusi Sel Darah Merah Tujuan transfusi sel darah merah yang teratur : 1. Mengurangi komplikasi anemia dan eritropoesis yang tidak efektif 2. Membantu tumbuh-kembang selama masa anak-anak 3. Memperpanjang ketahanan hidup pada talasemia mayor Indikasi transfusi sel darah merah : 1. Kadar hemoglobin < 6 g/dl dalam interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut 2. Pertumbuhan yang terganggu 3. Splenomegali 4. Ekspansi sumsum tulang Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus diukur, vaksin hepatitis B diberikan dan fenotip sel darah merah secara lengkap ditentukan, sehingga alloimunisasi yang timbul dapat dideteksi. Konsentrasi hemoglobin sebelum transfusi, volume sel darah merah yang diberikan dan besarnya limpa sebaiknya dicatat pada setiap kunjungan untuk mendeteksi perkembangan hipersplenisme.

Splenektomi Splenektomi dapat menurunjkan kebutuhan sel darah merah sampai 30% pada pasien yang indeks transfusinya (dihitung dari penambahan PRC yang diberikan selama setahun dibagi berat badan dalam kg pada pertengahan tahun) melebihi 200 ml/kg/tahun. Karena adanya resiko infeksi, splenektomi sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun. Sedikitnya 2-3 minggu sebelum dilakukan splenektomi, sebaiknya dilakukan vaksinasi dengan vaksin pneumococcal dan haemophilus influenza type B dan sehari setelah operasi diberi penisilin profilaksis. Bila alergi, penisilin dapat diganti dengan eritromisin. Kelebihan Besi Kelebihan besi merupakan konsekuensi yang paling penting dari transfusi pada pasien talasemia. Karena itu pada umumnya penatalaksanaan talasemia dengan transfusi harus diikuti dengan pemberian terapi pengikat (chelating therapy). Manajemen Terapi Pengikat Beberapa masalah yang perlu diketahui pada terapi engikat besi jangka panjang : Pengukuran beban besi tubuh yang akurat Waktu yang tepat untuk memulai terapi Kebutuhan yang diperlukan untuk keseimbangan antara efektifitas dan toksisitas Pengukuran Beban Besi Tubuh pada Talasemia Test Tidak langsung Konsentrasi feritin serum/plasma Komentar Banyak digunakan secara luas Non invasif Kurang sensitif dan spesifik Kurang berhubungan dengan konsentrasi besi hati pada pasien Saturasi transferin serum Tes deferoksamin 24 jam Sensitifitas rendah Kurang dari separuh pasien poliklinis yang

10

dapat mengumpulkan secara tepat Rasio besi urine/feses bervariasi, kurang berhubungan dengan konsentrasi besi hati merangsang ekskresi besi Imaging besi jaringan CT hati MR hati Hubungan bervariasi dengan konsentrasi besi hati telah dilaporkan Hubungan bervariasi dengan konsentrasi besi hati telah dilaporkan Perubahan karena terapi dapat dilihat dengan biopsi hati MR jantung Hanya dapat melihat simpanan besi jantung, perubahan selam terapi pengikat sesuai dengan penurunan besi jantung MR kelenjar hipofisis anterior Hanya melihat simpanan besi hipofisis, signal pituitari Evaluasi fungsi organ Langsung Jumlah besi jantung, biopsi Kebanyakan tes kurang sensitif dan spesifik Dapat menngetahui adanya disfungsi organ Kebanyakan tes sulit dilakukan Tidak tepat karena distribusi besi di jantung Tidak Homogen Metode yang dirujuk, mampu mengukur Jumlah besi di hati, biopsi langsung beban besi tubuh, beratnya fibrosis dan inflamasi Non invasif, berhubungan erat dengan hasil Superconducting susceptometry (SQUID) biopsi besi hati berhubungan dengan cadangan

Penatalaksanaan Terapi Pengikat (chelating therapy) Pendekatan yang praktis dalam menentukan waktu yang tepat untuk memulai terapi pengikat besi adalah dengan menentukan konsentrasi serum feritin setelah pemberian transfusi yang teratur. Berdasarkan nilai tersebut ditentukan kapan memulai 11

pemberian terapi defferoksamin subkutan malam hari. Namun sebagaimana penekanan di atas, percaya pada hasil pengukuran serum feritin saja, dapat menimbulkan kekurangakuratan mengetahui beban besi tubuh. Direkomendasikan pemeriksaan biopsi hati dengan arahan ultrasonografi (USG), pada semua anak dengan talasemia mayor untuk mengetahui konsentrasi besi hati setelah transfusi teratur selama 1 tahun. Bila kadar besi hati pada batas yang ideal dengan terapi pengikat besi jangka panjang, maka terapi segera dilakukan. Bila biopsi hati tidak dapat dikerjakan pada awal terapi, pengobatan dengan deferoksamin subkutan tidak boleh melebihi 25-35% mg/kg/24 jam bagi anak, sebaiknya dimulai 1 tahun setelah transfusi teratur. Monitoring Toksisitas Deferoksanin (DFO) Toksisitas Pemeriksaan Tuli sensorineural Aidiogram frekuensi tinggi Frekuensi Terapi Setiap tahun, bila Hentikan keluhan + ulangi secepatnya, beban DFO besi secepatnya DFO ukur tubuh tidak

secara langsung. diteruskan hingga 6 bulan jika HIC 3,2-7 mg/kg berat kering jaringan mati Ulangi setiap Kelainan retina Pemeriksaan retina Setiap tahun, jika Hentikan ada gejala secepat secepatnya mungkin Hitung beban besi tubuh langsung DFO tidak diteruskan hingga 6 bulan jika HIC 3,2-7 secara audiogram 3 bulan DFO

sampai Normal

12

mg/kg berat kering jaringan mati Ulangi setiap Turunkan audiogram 3 bulan dosis

sampai Normal DFO jadi 25 mg/kg/ hari, 4 x seminggu Ukur tubuh langsung Kelainan spinal dan Foto metafise tangan, thoraco-lumbosacral, bone age pergelangan tangan pergelangan Setiap tahun lutut, DFO tidak diteruskan sampai 6 bulan bila HIC 3 mg/g jaringan hati Ulangib pengukuran HIC setelah 6 bulan Penurunan kecepatan dan atau tinggi saat duduk Ditentukan dari Dua kali setahun Seperti Diukur teratur 6 kelainan secara bulan tinggi saat berdiri metafise dan spinal kering beban besi secara

pertumbuhan tinggi dan duduk

sekali oleh dokter endokrin anak

Pengikat Besi Aktif Per Oral Pengikat besi aktif secara oral merupakan 1,2 dimethyl- 3 hydroxypyridin- 4- one (deferipron, L1) sebagai alternatif deferoksamin untuk pengobatan kelebihan besi kronis. Namun dari penelitian, terapi dferiprone jangka panjang tidak dapat memberi kontrol yang adekuat pada besi tubuh pada kebanyakan pasien talasemia mayor. Sehubungan dengan itu, juga telah ditegakkan adanya komplikasi yang berkait dengan deferiprone

13

berupa agranulositosis dan neutropenia lebih dari 80 %. Karena efektifitas yang tidak adekuat dan toksisitas deferiprone, maka evaluasi keseimbangan antara resiko dan manfaat harus lebih hati-hati dibanding deferoksamin yang aman dan manjur. Transplantasi Sumsum Tulang (TST) Telah diidentifikasi 3 karakteristik yang bermakna dalam menimbulkan resiko komplikasi setelah transplantasi allogenik pada pasien talasemia ( Lucarelli dkk., Italia) : 1. Tingkatan hepatomegali 2. Adanya fibrosis portal pada biiopsi hati 3. Efektifitas terapi pengikat sebelum transplantasi Pada pasien dengan satu dari faktor di atas sebelum transplantasi, kejadian survival bebas sakitnya lebih buruk secara bermakna dibanding pasien tanpa factor di atas. Pada pasien yang tidak memiliki faktor tersebut sebelum TST allogenik (didefinisikan sebagai pasien kelas 1), ketahanan tanpa sakit lebih dari 90%. Sebaliknya pada pasien dengan semua faktor di atas (pasien kelas 3) hanya 56%. Faktor-faktor ini berkaitan dengan beratnya kelebihan besi pada saat transplantasi. Keberhasilan transplantasi allogenik pada pasien talasemia, membebaskan pasien dari transfusi kronis namun tidak menghilangkan kebutuhan terapi pengikat besi pada semua kasus. Baik flebotomi maupun pemberian deferoksamin jangka pendek aman dan efektif untuk menurunkan besi jaringan pada pasien eks-talasemia dan dapat dimulai 1 jam setelah transplantasi sumsum tulang jika konsentrasi besi hati > 7 mg/kg berat kering jaringan hati pada saat itu.

14

Talasemia Alpha
Patologi Molekuler Patologi molekuler dab genetika pada talasemia lebih komplek daripada talasemia , karena adanya 2 gen globin pada tiap pasang kromosom 16. Genotip normal globulin digambarkan /. Talasemia o, disebabkan beberapa delesi pada 2 gen tersebut. Homozigot dan heterozigot digambarkan -/- dan -/. Jarang sekali talasemia o disebabkan oleh delesi bagian yang mirip LCR globin, 40 kb di atas kumpulan gen globin. Atau pemutusan lengan pendek kromosom 16. Pada beberapa kasus terjadi delesi pada 1 bagian dari pasangan gen globulin, sedangkan yang lain utuh, -/. Lainnya memeiliki 2 gen globin tapi salah satu mengalami mutasi sehingga menyebabkan inaktivasi sebagian atau seluruhnya T/. Delesi pada talasemia + diklasifikasikan lebih lanjut dengan 2 variasi umum yang menyebabkan hilangnya 3,7, atau 4,2 kb dari DNA, disebut sebagai 3,7 dan 4,2. diketahui kemudian bahwa bentuk tersebut sangat heterogen tergantung dari kelainan genetik yang mendasari delesi. Delesi ini diduga dari penggabungan dan crossing over pasangan gen tersebut saat meiosis. Menghasilkan kromosom dengan satu dan kromosom lain dengan triple . Sebagai tambahan, didapatkan sindrom talasemia dengan retardasi mental ringan (ATR). Dengan peneliyian klinis dan molekuler diketahui 2 sindrom, oleh kromosom 16 (ATR-16) dan kromosom X (ATR-X). ATR-16 berhubungan dengan retardasi mental ringan dan delesi bagian akhir lengan pendek kromosom 16, berdiri sendiri atau bersamaan translokasi kromosom. ATR-X diikuti retardasi mental berat, dan disebabkan oleh mutasi pada XH2 kromosom X. Gen yang dihasilkan berhubungan dengan faktor transkripsi yang mengatur gen globin dan fase awal pewrtumbuhan susunan saraf pusat dan traktus renalis fetus. Patologi Seluler Dengan adanya HbH dan barts, patologi seluler talasemia berbeda dengan talasemia . Tetramer HbH cenderung mengendap seiring dengan penuaan sel, menghasilkan inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini. Hal ini semakin berat karena karena HbH dan Barts adalah homotetramer, yang tidak 15

mengalami perubahan allosterik yang diperlukan untuk tranpor oksigen. Seperti mioglobin, mereka tidak bisa melepas oksigen pada tekanan fisiologis. Sehingga tingginya kadar HbH dan Barts sebanding dengan beratnya hipoksia. Patofisiologi talasemia sebanding dengan jumlah gen yang terkena. Pada homozigot (-/-) tidak ada rantai yang diproduksi. Pasiennya memiliki Hb Barts yang tinggi dengan Hb embrionik. Meskipun kadar Hbnya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Barts, fetus tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda hipoksia intrauterin. Bentuk heterozigot talasemia o dan + menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik, adaptasi terhadap anemianya sering tidak baik, karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen. Bentuk heterozigot talasemia o (--/) dan delesi homozigot talasemia + (-/-) berhubungan dengan anemia hipokromik ringan, mirip talasemia . Meskipun pada talasemia ditemukan eritrosit dengan inklusi, gambaran ini tidak didapatkan pada talasemia +. Hal ini menunjukkan diperlukan jumlah kelebihan rantai tertentu untuk menghasilkan 4 tetramer. Yang menarik adalah bentuk heterozigot non delesi talasemia (T/T) menghasilkan rantai yang lebih sedikit, dan gambaran klinis penyakit HbH. Homozigot Talasemia o Sindrom hidrops Hb Barts ini biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup hanya dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya adalah hidrops fetalis dengan edem permagna dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 g/dl dengan eritrosit hipokromik dan beberapa berinti. Kadar Hb Barts 80%, sisanya Hb Portland. Kelainan ini sering disertai toksemia gravidarum, perdarahan postpartum dan masalah karena hipertrofi plasenta. Pemeriksaan otopsi memperlihatkan peningkatan kelainan bawaan. Beberapa bayi, berhasil diselamatkan dengan transfusi tukar dan transfusi berulang. Pertumbuhan dan perkembangan bisa mencapai normal. HbH Disease (Talasemia /+) Ditandai dengan anemia dan splenomegali sedang. Memiliki variasi klinis, beberapa tergantung transfusi, sedangkan sebagian besar bisa tumbuh normal tanpa transfusi. Gambaran darah tepi khas talasemia dengan perubahan eritrosit, dengan HbH

16

bervvariasi, sedikit Hb Barts dan HbA2 rendah sampai sedang. HbH bisa diketahui dengan bantuan brilian cresil blue yang akan menyebabkan pengendapan dan pembentukan badan inklusi. Setelah splenektomi bentukan ini makin banyak pada eritrosit. Sindrom Talasemia dan Retardasi Mental Sindrom ATR-16 ditandai dengan retardasi mental sedang dan penyakit HbH ringan atau gambaran darah yang menyerupai karier talasemia . Pasien dengan kelainan ini harus menjalani pemeriksaan sitogenetik untuk keperluan konseling genetik bagi kehamilan berikut. Pada beberapa kasus didapatkan translokasi kromosom. Sinrom ATRX ditandai dengan retardasi mental berat, kejang, tampilan wajah khas dengan hidung datar, kelainan urogenital dan kelainan kongenital lain, gambaran darah memperlihatkan penyakit HbH ringan atau karier talasemia , inklusi HbH biasanya bisa didapatkan.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Permono, B, H, Ugrasena IDG, Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, Hemoglobin Abnormal, Talasemia, hal. 64 84, Badan penerbit IDAI, Jakarta, 2005 2. Benz. J. E, Giardina, J. V., Blood disease og Infancy and Childhood, Thalassemia Syndrome, p. 460 499, Maple Vall-York, PA, 1995 3. Lane. P. A, Nuss, R., Ambruso D. R, Current-Pediatrics Diagnosis and Treatment, Hematologic Disorders, p. 753 756, Lange Medical Books, McGraw-Hill, 1999 4. Mentzer. W. C, Rudolphs Pediatrics, 20th ed., Abnormalities of Hemoglobin Structure and Function, p. 1209 - 1212, Prentice Hall international, Inc., 1996 5. Lanzkowsky. P., Manual of Pediatric Hematology and Oncology, 2 nd ed., p. 135 145, Churcill Livingstone, 1995 6. Http:\ www.thalassemia.com

18

Anda mungkin juga menyukai