Anda di halaman 1dari 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Teori

A. Pengertian Kredit Dalam arti yang luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Menurut Moh. Tjoekam dalam Tangkilisan (2003) kata kredit berasal dari bahasa Latin yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Sedangkan menurut Thomas Suyatno (2003 : 12), istilah kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere juga yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Maksud dari percaya dari si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan bagi si penerima, kredit merupakan penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai dengan jangka waktu. Dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit (seperti kalimat diatas) oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan. Seseorang atau suatu badan atau lembaga keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik

berupa barang, uang ataupun jasa. Oleh sebab itu, karakter pemohon kredit merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh pemberi kredit dalam pengambilan keputusan kredit (Djinarto, 2000). Ada beberapa pengertian kredit secara universal menurut undangundang perbankan Indonesia, yaitu diantaranya: Menurut Undang-undang Perbankan No. 7 / 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Dari pengertian kredit diatas dapatlah dijelaskan bahwa kredit adalah pemberian pinjaman (kredit) dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan. Debitur menyelesaikan pinjamannya kepada perusahaan dengan cara mengembalikan uang pinjaman dan membawa sewa modalnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Semua hal tersebut yang berkaitan dengan kredit harus dapat dikelola dengan baik sehingga meminimalkan risiko yang mungkin akan terjadi. Pengelolaan kredit tersebut dapat dikenal dengan istilah manajemen kredit. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen kredit adalah bagaimana mengelola pemberian kredit mulai dari kredit tersebut diberikan sampai dengan kredit tersebut lunas.

B. Jenis Kredit Menurut Kasmir (2004), jenis kredit yang di salurkan oleh bank dapat dilihat dari berbagai segi yaitu : 1. Segi Kegunaan a. Kredit Investasi : Kredit yang digunakan untuk keperluan perlusan usaha atau membangun proyek / pabrik baru dengan masa pemakaian relatif lama dan untuk kegunaan kegiatan utama suatu perusahaan. b. Kredit Modal Kerja : Kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. Kredit modal kerja merupakan kredit pendukung kredit investasi yang sudah ada. 2. Segi Tujuan Kredit a. Kredit Produktif: Kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha, produksi, atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. b. Kredit Konsumtif: Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada penambahan barang atau jasa yang dihasilkan. c. Kredit Perdagangan : Kredit yang digunakan untuk kegiatan perdagangan dan biasanya untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredit ini

sering diberikan kepada supplier atau agen perdagangan yang akan membeli barang dagangan dalam jumlah tertentu. 3. Segi Jangka Waktu a. Kredit jangka pendek: Kredit yang memberikan jangka waktu maksimum satu tahun, biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja dan musiman. b. Kredit jangka menengah: Kredit yang jangka waktu kreditnya antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun. Beberapa Bank mengklasifikasikan kredit ini menjadi kredit jangka panjang. c. Kredit jangka panjang : Kredit yang masa pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. Digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, manufaktur, kredit perumahan. 4. Segi Jaminan a. Kredit dengan jaminan; Kredit diberikan dengan jaminan tertentu, dapat berupa barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya setiap kredit yang di keluarkan akan dilindungi senilai dengan jaminan yang diberikan calon debitur. Jaminan yang dimaksud diatas dapat berupa barang, surat berharga, orang atau perusahaan, asuransi, dan lain lain. b. Kredit tanpa jaminan : Kredit ini diberikan tanpa jaminan barang atau benda tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha,

karakter, serta loyalitas calon debitur selama berhubungan dengan bank. Biasanya kredit ini sudah diperhitungkan tidak akan merugikan kreditur jika ternyata debitur tidak mampu mengembalikan pinjamannya. 5. Segi Sektor Usaha Setiap sektor usaha memiliki karakteristik yang berbeda beda, oleh sebab itu pemberian fasilitas kredit pun berbeda-beda pula. Jenis kredit yang dilihat dari sektor usaha yaitu : a. Kredit pertanian b. Kredit peternakan c. Kredit industry d. Kredit pertambangan e. Kredit pendidikan f. Kredit profesi g. Kredit perumahan h. Kredit sektor usaha lain C. Tujuan Kredit Tujuan pemberian kredit tidak akan terlepas dari misi suatu Bank didirikan. Tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain:

a. Mencari keuntungan ; Keuntungan terutama dalam bentuk bunga yang penting untuk kelangsungan hidup bank. b. Membantu usaha debitur ; Membantu debitur yang memerlukan dana investasi atau modal. c. Membantu pemerintah ; Semakin banyak kredit yang disalurkan bank berarti ada peningkatan pembangunan di berbagai sektor. D. Analisa Kredit Menurut Sutan Remy.S. dalam Tangkilisan (2003) bank dalam memberikan kredit harus berdasarkan analisis pemberian kredit yang memadai, agar kredit yang diberikan tidak menjadi kredit macet. Bila kredit yang diberikan bank mengalami kemacetan, maka kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban terhadap para penyimpan dananya akan menurun. Menurut Siamat dalam Muljono (2001), analisa kredit adalah proses menganalisa dan menilai prospek calon debitur guna memperoleh indikasi kemungkinan terjadinya default (kegagalan debitur membayar kembali kredit yang diterimanya) oleh calon debitur. Menurut Muljono (2001), langkah yang tepat untuk mengambil keputusan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses pemberian kredit adalah melakukan teknik analisa pemberian kredit.

Sebelum melaksanakan kegiatan menganalisa kredit, Menurut Muljono (2001) ada beberapa langkah yang harus dilakukan yaitu: Pemilihan pendekatan yang akan dipakai dalam melaksanakan analisa kredit. Pendekatan yang dimaksud yaitu : a. Pendekatan jaminan (collateral approach) Kredit akan diberikan apabila jaminan yang diberikan cukup memadai baik ditinjau dari nilai ekonomis maupun yuridis. Jadi dalam analisa ini yang dipentingkan adalah faktor pengaman dari uang (kredit) yang akan dilepaskan oleh bank kepada calon debiturnya. b. Pendekatan karakter (character approach) Proses pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan reputasi karakter bisnis calon debiturnya. c. Pendekatan kemampuan pelunasan atas kredit yang diberikan

(repayment approach) Intinya pada pendekatan ini bank mendasarkan diri pada kemampuan pelunasan utang dari debitur, dan tidak mendasarkan dari karakternya ataupun feasibility dari proyeknya tersebut. Penilaian kemampuan pelunasan tersebut tidak terbatas pada sumber-sumber dana yang diciptakan oleh kegiatan usaha debitur untuk melunasi kreditnya. Sumber dana untuk pelunasan kredit dapat diambil juga dari sumber dana pihak ketiga lainnya atau dari likuidasi barangbarang jaminan yang diserahkan oleh pihak debitur, jadi kemampuan

pelunasan benar-benar telah diperhitungkan oleh bank. Dalam pendekatan ini kepentingan bank sebagai business body lebih di utamakan, persoalan debitur akan bangkrut habis-habisan tidak menjadi masalah asal kredit yang diberikan dapat dilunasi. d. Pendekatan tingkat keterlaksanaan proyek usaha calon debitur (feasibility approach). Melaksanakan studi kelayakan bisnis (feasibility study) dimana bank harus menelaah dan menilai sejauh mana usaha bisnis calon debitur dapat melunasi kewajibannya. Dalam pendekatan ini pihak bank sudah tidak memusatkan kepentingannya seratus persen kepada dirinya sendiri, namun bank sudah membagi risiko dengan calon debiturnya. Bank tidak lagi mengandalkan jaminan tapi semata-mata mengandalkan pada kelayakan keterlaksanaan dari proyek yang dibiayai dengan kredit tersebut. Jadi secara otomatis Bank sudah ikut melaksanakan fungsi moneternya secara tidak langsung dalam mengembangkan suatu jenis sektor perekonomian. Pendekatan ini sudah banyak digunakan oleh bank-bank komersil karena semakin ketatnya persaingan dengan bank-bank itu sendiri sehingga orientasi pemberian kredit berubah dari Bank-oriented menjadi Customer-oriented. e. Pendekatan bank pembangunan (development bank approach). Dalam pemberian kredit bank melakukan misi ganda yaitu mencari laba

business body sekaligus aktif sebagai bank pembangunan agent of development. Sehingga kegiatan pemberian kredit dalam pendekatan ini akan berupa: 1. Identifikasi dan pengembangan proyek yang dianggap berpotensi secara ekonomis. 2. Pengembangan kewiraswastaan dari para pengelolanya. 3. Pengorganisasian proyek tersebut dari awal sampai kreditnya dilunasi. 4. Proses pengumpulan informasi yang lengkap yang akan diperlukan dalam kegiatan suatu analisa kredit. 5. Penerapan titik kritis suatu proyek. Critical point tiap proyek berbedabeda, karena itu seorang credit analist harus berwawasan bisnis yang luas. E. Risiko Menurut Djohanputro (2004), risiko adalah suatu keadaan dimana terdapatnya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya dapat diukur secara kuantitatif jika memiliki informasi atau data pendukung mengenai kemungkinan kejadian. Risiko merupakan ukuran kuantitas atau ukuran empiris yang dapat mengukur kemungkinan nilai dari suatu kejadian dengan fluktuasinya.

Tampubolon (2005) mendefinisikan risiko sebagai suatu rentang (continuum) yang dapat bergerak kearah ancaman dengan dampak negatif, yaitu tidak tercapainya tujuan. Risiko juga dapat bergerak kearah ancaman dengan dampak positif yaitu tercapainnya tujuan yang ditetapkan disertai dengan berbagai tingkat kemungkinan terjadinya ancaman maupun peluang tersebut. F. Klasifikasi Risiko Djohanputro (2004) mengklasifikasikan risiko korporat menjadi 4 kategori yaitu : 1. Risiko Keuangan adalah fluktuasi target keuangan/ukuran moneter perusahaan karena gejolak variabel makro. Risiko keuangan terdiri atas risiko likuiditas, risiko kredit, risiko permodalan, risiko pasar. Risiko pasar terdiri atas risiko suku bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas, dan risiko ekuitas. 2. Risiko Operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem. Risiko operasional dibagi menjadi lima kategori risiko, yaitu risiko produktivitas, risiko teknologi, risiko inovasi, risiko sistem, dan risiko proses. 3. Risiko Strategis adalah risiko yang dapat mempengaruhi exposure korporat dan exposure strategis (terutama exposure keuangan). Risiko strategis kemudian dibagi menjadi tiga jenis risiko yaitu risiko usaha, risiko transaksi strategis, risiko hubungan investor.

4. Risiko Eksternalitas adalah potensi penyimpangan hasil pada exposure korporat dan strategis. Risiko eksternalitas dapat dibagi menjadi empat jenis risiko yaitu risiko reputasi, risiko lingkungan, risiko sosial, dan risiko hukum. Dari penjelasan tersebut dapat digambarkan klasifikasi risiko secara lengkap pada Lampiran 1. G. Risiko Kredit

1. Definisi Risiko Kredit Lam dalam Efendi, R (2007) mendefinisikan risiko kredit sebagai kerugian ekonomis yang diderita akibat gagal bayar peminjam atau pihak mitra dalam kesepakatan. Gagal bayar tidak selalu berarti kebangkrutan pihak lain secara hukum tapi juga kegagalan untuk memenuhi kewajiban kontraktual tepat waktu, akibat ketidakmampuan atau keengganan. Menurut Tampubolon (2004) risiko kredit adalah exposure yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak lawan (Counterparty) memenuhi kewajibannya. Risiko kredit juga didefinisikan sebagai exposure yang ada atau potensial mengancam penghasilan dan modal perusahaan, yang timbul karena kegagalan debitur (obligor) untuk memenuhi syarat yang tertuang dalam kontrak perjanjian. 2. Dimensi Risiko Kredit

Menurut Djohanputro (2004), besarnya risiko kredit terdiri dari dua faktor : besarnya exposure kredit dan kualitas exposure kredit. Semakin besar pinjaman, semakin besar juga tingkat exposure kredit. Semakin rendah kualitas jaminan, maka semakin rendah kualitas kredit, semakin tinggi risiko kredit. Pada Gambar 3 dapat dilihat bagan dimensi risiko kuantitas dan risiko kualitas :

Gambar 3. Dimensi Risiko : Kuantitas dan Kualitas Kuantitas dan kualitas risiko kredit tercermin dalam kerangka risiko kredit. Penyebab gagal bayar pada risiko kredit yaitu kebangkrutan debitur dan kesulitan keuangan yang dihadapi debitur. Apabila debitur berada pada ambang batas criteria kesehatan tidak terpenuhi maka memiliki potensi gagal bayar dan menurunkan peringkat debitur. Penurunan peringkat debitur disebabkan penurunan kinerja debitur. Kelemahan kontrak kredit menyebabkan pelanggaran kontrak kredit dan berpotensi dalam meningkatkan risiko kredit.

3. Bentuk Risiko Kredit Tiga bentuk risiko kredit menurut Djohanputro (2004) yaitu : a. Risiko Gagal Bayar Untuk mengukurnya, perusahaan dapat melakukan pemeringkatan (rating). Setiap perusahaan memiliki model pemeringkatan yang berbedabeda. Namun umumnya terdapat lima faktor yang sering digunakan yaitu 5C ( menurut Weston dan Brigham). Gambar 4 memberikan penjelasan singkat tentang dinilai dari setiap C dari 5C. 1. Character, berkaitan dengan perilaku calon debitur atau pembeli secara kredit mengenai keinginan untuk membayar dan memenuhi kewajiban. Perusahaan menggunakan data masa lalu mengenai track record calon debitur. Karakter dapat dikaitkan dengan pelanggaran moral yaitu kecendrungan seseorang dengan sengaja menyimpangkan wewenang dan kemampuan untuk kepentingan pribadi dengan mengorbankan kepentingan orang lain dan menggunakan kemampuan atau kekayaan orang lain. 2. Capacity, menunjukkan kemampuan calon debitur atau pembeli secara kredit untuk membayar pinjaman. Potensi pembayaran kewajiban debitur dapat dilihat dari laporan keuangan historis dan kinerja berupa proforma arus kas, neraca, dan laba rugi. Rasio lancar, rasio kas dan rasio efisiensi dapat menunjukkan kemampuan pemenuhan kewajiban.

3. Capital, ditunjukkan oleh perbandingan antara pinjaman dan modal sendiri (ekuitas). 4. Collateral, merupakan piranti pengaman pinjaman yang terakhir. Jaminan akan dieksekusi apabila debitur atau pembeli secara kredit menyatakan tidak dapat membayar dan pinjaman tidak mungkin di restrukturisasi. Perusahaan kreditur perlu memperhatikan prinsip kehati hatian dalam menerapkan kredit karena faktor status hukum jaminan, nilai jaminan terhadap kewajiban, kemudahan likuidasi jaminan. 5. Condition, mengacu pada kondisi eksternal perusahaan yang mempengaruhi kelangsungan perusahaan. Kondisi perusahaan berupa kondisi makro (ekonomi, politik, selera konsumen, dan lingkungan) dan intervensi pihak berkepentingan (stakeholders). b. Risiko Exposure Risiko exposure merupakan risiko yang melekat pada besarnya kredit yang menghadapi risiko gagal bayar. Lima status kredit yang berimplikasi pada berbedanya eksposur yaitu: a. Revocable, jika perusahaan mengidentifikasi adanya risiko gagal bayar dari lawan bisnis, maka pembatalan perlu segera di lakukan. b. Irrevocable, ialah kesepakatan yang transaksinya tidak dapat dibatalkan, kecuali ada kesepakatan kedua pihak.

c. Status transaksi dan kredit dalam kondisi ketidakpastian, d. Status Settled, status terselesaikan terjadi apabila uang pembayaran telah masuk ke rekening perusahaan. e. Status Failed (gagal), saat ditetapkan bahwa lawan bisnis dinyatakan gagal bayar. f. Recovery yaitu sejauh mana perusahaan dapat tetap mengupayakan supaya nilai kredit yang gagal bayar bisa diperoleh. H. Pemberian Kredit UKM 1. Pengertian UKM Menurut BPS yang masuk kategori usaha mikro adalah jika jumlah karyawannya kurang dari 5 orang, termasuk kategori usaha kecil adalah jika jumlah karyawan 5-19 orang, dan yang termasuk kategori usaha menengah adalah jika jumlah karyawan 20-99 orang. Menurut Undang-Undang kriteria UKM yaitu : a. Usaha Kecil Menurut Undang-Undang No.9 Tahun 1995, usaha kecil adalah usaha produktif yang berskala kecil dan memenuhi criteria kekayaan bersih paling besar Rp.200 juta atau memiliki hasil penjualan mencapai Rp. 1 miliar pertahun dan menerima kredit antara Rp. 50-500 juta.

b. Usaha Menengah Menurut Inpres no.10 tahun 1998, usaha menengah adalah usaha produktif yang memenuhi kriteria kekayaan usaha bersih diatas Rp. 200 juta Rp.10 miliar serta dapat menerima kredit dari bank antara Rp. 500 juta Rp.5 miliar. 2. Karakteristik UKM Menurut Gadeke dan Tootelian dalam Tangkilisan (2003) karakteristik UKM yaitu : 1. UKM dimiliki oleh individu atau keluarga. Selain pemilik usaha mereka juga bertindak sebagai pengelola usaha tersebut. 2. Operasinya terbatas pada lingkungan atau kumpulan modal. 3. Wilayah operasi terbatas pada lingkungan sekitar, meskipun pemasaran dapat melampaui wilayah lokalnya. 4. Ukuran perusahaan kecil dalam hal jumlah pekerja, atau satuan lainnya yang signifikan. 3. Permasalahan UKM Menurut Tangkilisan (2003) masalah utama bagi sebagian besar pengusaha kecil yaitu pemenuhan modal awal untuk memulai siklus kegiatan ekonomi. Karena itu pemberian kredit dengan tujuan peningkatan produksi yang

diikuti peningkatan pemasaran dan penciptaan surplus dapat menjadi tabungan sebagai awal dari pembentukan modal secara mandiri. Pelayanan kredit pada intinya harus menciptakan surplus usaha yang dikelola secara tertib dan terbuka yang berprinsip: a. Acceptable, mudah diterima dan didayagunakan b. Accountable, terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. c. Profitable, memberikan pendapatan dan mendidik masyarakat untuk mengelola kegiatan secara ekonomis. d. Sustainable, hasilnya dapat dilestarikan masyarakat sendiri. e. Replicable, pengelolaan dana dan pelestarian hasil dapat dilakukan dan dikembangkan oleh masyarakat dalam lingkungan yang lebih luas. Selain itu, masalah yang dihadapi UMKM menurut yaitu masalah pemasaran, teknologi, dan manajemen keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa pangsa pasar yang dijangkau para penguasaha kecil belum meluas, teknologi yang digunakan masih sederhana, manajemen keuangan tidak menggunakan pencatatan keuangan dan hanya menggunakan perhitungan sederhana. 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Iqbal (2007) melakukan penelitian mengenai analisis risiko kredit pembiayaan syariah dengan menggunakan metode Creditrisk+ pada BMT Prima

Dinar Cabang Tawangmangu, kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah. Metode kredit Creditrisk+ (MCR+) dapat dijadikan alat perhitungan alternative dalam mengestimasi risiko pembiayaan. Hasil perhitungan dengan metode MCR+ portofolio dapat menjadi informasi yang berguna sebagai evaluasi apakah risiko pembiayaan mampu ditanggung oleh keadaan keuangan perusahaan dan sebagai estimasi potensi kerugian yang akan dihadapi periode berikutnya. Efendi (2007) meneliti penerapan metode MCR+ dalam pengkuran risiko kredit pada perusahaan pembiayaan kendaraan bermotor (studi kasus PT. PQR Finance). MCR+ sesuai untuk mengukur risiko kredit pada perusahaan pembiayaan tersebut serta cukup efektif dan praktis dalam penerapannya karena hanya memerlukan data internal berupa jumlah unit kendaraan, jumlah exposure, kolektabilitas, dan recovery rate. Tahapan - tahapan MCR+ yaitu pengumpulan data debitur, penyusunan band, penyusunan exposure default perband, pemgukuran recovery rate, pengukuran severity loss, pengukuran economic capital, back testing, pengujian validitas. Sulistyo pada tahun 2006 yang berjudul analisis keuangan debitur untuk mengukur tingkat kelayakan dalam pemberian kredit pada Bank Jatim Cabang Blitar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menginterprestasikan analisis keuangan yang digunakan Bank Jatim Cabang Blitar dalam mengukur tingkat kelayakan kredit terhadap laporan keuangan debitur. Alat analisis yang dipakai yaitu

berupa analisis rasio keuangan, analisis sumber dan penggunaan dana serta analisis kebutuhan modal kerja. Dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa UD ABC layak untuk mendapatkan kredit dari Bank Jatim Cabang Blitar maksimal Rp 30.000.000,00.Persamaan peneliti yang dilakukan Sulistyo dengan peneliti sekarang adalah sama-sama meneliti tentang kelayakan pemberian kredit kepada debitur. Perbedaan peneliti sekarang dengan terdahulu adalah peneliti terdahulu menggunakan analisis rasio keuangan, analisis sumber dan penggunaan dana serta analisis kebutuhan modal kerja sedangkan peneliti sekarang menggunakan metode analisis berbasis 5C. 2.3. Kerangka Pemikiran Analisis kelayakan pemberian kredit merupakan suatu penilaian dimana suatu debitur apakah pantas atau tidak untuk menerima pinjaman dari bank. Proses keputusan layak atau tidak debitur diberi kredit, dapat dijelaskan dengan kerangka pemikiran gambar 2 : Faktor-faktor penilaian kredit 5C : Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition

Uji Statistik

Implementasi 5C sudah dilakukan dengan tepat Gambar 2 : Kerangka Pemikiran

Anda mungkin juga menyukai